Anda di halaman 1dari 15

Penegakan HAM dan kesejahteraan masyarakat Indonesia dalam

menangani kasus korupsi

Dibuat untuk Memenuhi Tugas EssayMata Kuliah Kewarganegaraan


Dosen Pengampu: Atika Candra Larasati, M.Si

Disusun Oleh:
Dea Namiratul Zuhria
18620123
Biologi B

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG
TAHUN 2018/2019
Indonesia adalah negara multikultural yang menjamin hak asasi manusia

(HAM) seluruh masyarakat Indonesia. namun, dalam pelaksanaanya seringkali

terjadi kekurangan-kekurangan dalam penegakannya. Hak asasi manusia adalah

hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan

dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa

hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dank

arena itu bersifat universal. Dasar dari semua hak asasi ialah bahwa manusia

memperoleh kesempatan berkembang sesuai dengan harkat dan cita-citanya.1

Hak asasi manusia yang biasanya disingkat dengan HAM merupakan hak-hak

dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sejak lahir sebagai anugerah dari Tuhan

Yang Maha Esa.

Indonesia merupakan negara berkembang oleh sebab itu dampak dari

banyaknya kasus korupsi yang terjadi mengakibatkan menghalangi pertumbuhan

ekonomi, dan memperburuk kekuatan politik yang selanjutnya memperburuk

kemiskinan dan kehidupan masyarakat. Dan juga dapat menggorogoti dukungan

terhadap demokrasi dan suatu ekonomi pasar. Sehingga berdampak pada

kesejahteraan masyarakat Indonesia. Perbuatan korupsi selalu berawal dari

adanya penyalahgunaan kekuasaan, artinya pelaku korupsi pelaku korupsi

biasanya dilakukan oleh para pemegang kekuasaan. Dengan kata lain, bahwa

perbuatan menyimpang yang dilakukan oleh pemerintah petinggi dalam bentuk

korupsi, dapat membuat kesengsaraan bagi rakyat kecil disuatu negara. Itu

artinya dengan perbuatan korupsi telah terjadi perampasan terhadap hak-hak

masyarakat atas hak ekonomi, sosial dan budaya, itu berarti telah terjadi

pelanggarn HAM.
1
Meriam Budiardjo, 1980. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : Penerbit PT Gramedia.
Sebenarnya kita semua memiliki derajat atau tingkatan yang sama

dihadapan hukum. Mengapa demikian? Hal itu sudah dijelaskan dalam kitab suci

dalam semua agama bahwa semua manusia yang hidup di dunia ini memiliki

derajat atau tingkatan yang sama. Maka dari itu, dalam Undang-Undang Dasar

Pasal 28 D ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan,

jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang

sama di hadapan hukum“. Namun, pandangan tersebut sering disalahkan oleh

manusia. Ada yang menganggap bahwa dirinya lebih tinggi derajatnya dari

orang lain sehingga ia bisa seenaknya memerintah orang lain atau dengan kata

lain ia “membuat dunianya sendiri”. Karena demikian, ia jelas mengganggu hak

asasi manusia yang lainnya, dan mulai memunculkan kata “Ketidakadilan”.

Contohnya adalah sebuah kasus korupsi. “Kenapa korupsi? Apa

hubungannya dengan HAM? Kenapa bisa disebut pelanggaran HAM?” Itu

adalah komentar dari beberapa orang yang berpikir bahwa kasus korupsi itu

bukan pelanggaran HAM. Ya memang sebenarnya kasus korupsi itu bukan

melibatkan sebagai kasus hak asasi manusia, melainkan lebih condong ke kasus

perekonomian Indonesia. Akan tetapi korupsi itu menjerumus ke masalah-

masalah hak asasi manusia di Indonesia. Kasus korupsi sudah sering terjadi di

Indonesia. Nah kenapa bisa terjadi kasus korupsi sesering itu?. Itu disebabkan

karena ketidakadilan. Kalau bisa dikatakan, keadilan di Indonesia itu berbanding

terbalik. Maksudnya, kenapa dari dulu pelanggar korupsi itu tidak dihukum berat

dan malah hukumannya lebih ringan dari pada kasus pencurian yang ringan?

Yang berat dikasih yang ringan, dan yang ringan dikasih yang berat. Itulah yang

disebut ketidakadilan.
Selain menimbulkan ketidakadilan, kasus korupsi juga menimbulkan

kegangguan pada hak asasi manusia milik orang lainnya. Apa maksudnya?

Sekarang dipikir baik-baik kalau seandainya masalah korupsi di Indonesia sudah

teratasi sejak dulu, bagaimana kehidupan Indonesia saat ini dan ke depannya?

Mungkin jauh lebih baik dari sekarang. Yang seharusnya dibuat untuk

pembangunan negara, demi kesejahteraan hidup bersama, akan tetapi malah

digunakan untuk kepentingan sendiri. Itu artinya, melanggar hak asasi manusia

orang lain yaitu melanggar hak mendapatkan pelayanan dari negara untuk

meningkatkan kualitas hidupnya dan kesejahteraan hidup manusia (Pasal 28C

ayat 1 milik orang lain. Bagaimana bisa hidup bisa makmur kalau pembuat

kemakmuran itu dirampas untuk kepentingan sendiri? Mereka (koruptor)

beranggapan bahwa uang adalah segalanya, biarlah uang yangberbicara, seakan-

akan mereka hidup tanpa uang itu hampa. Padahal itu pemikiran yang tidak logis

dan agak ”kekanak-kanakan”.

Fenomena korupsi sudah ada sejak manusia mulai menata kehidupannya

dalam bentuk organisasi-organisasi yang teratur. Tingkatan dalam korupsi

berbeda-beda waktu dan tempatnya, seperti masalah sosial lainnya, korupsi

sangat ditentukan oleh berbagai faktor di luarnya. Pada awalnya catatan korupsi

menunjuk pada  persoalan penyuapan kepada para hakim dan tingkah laku para

pejabat pemerintah, yang mula-mula dianggap sebagai perbuatan korupsi.

Semakin berkembangnya masyarakat dan organisasi negara, korupsi juga

mengalami evolusi dari satu fase kehidupan ke fase kehidupan lainnya. Hampir

disemua negara ditemukan adanya korupsi, walaupun dengan tingkatan yang


berbeda antara satu dengan yang lainnya, sehingga ada yang mengatakan bahwa

suatu pemerintahan akan tumbang bila perbuatan korupsi tidak diberantas.

Timbulnya korupsi dan kejahatan HAM tidak lepas dari kekuasaan yang

tidak terkontrol atau penyalahgunaan kekuasaan. Dalam hal ini menurut Muladi,

mengingat seringnya dikatakan bahwa sumber atau kesempatan korupsi adalah

pemberian monopoli kekuasaan kepada seseorang atau lembaga disertai dengan

kewenangan untuk melakukan diskresi secara luas (perpajakan, bea cukai,

penegakan hukum, imigrasi), maka harus ada pengawasan dan pengendalian yang

ketat terhadap kewenangan-kewenangan tersebut.18 Kebutuhan akan adanya

kontrol terhadap kekuasaan agar dapat merespon terhadap praktek korupsi dan

kejahatan HAM adalah masyarakat madani yang kuat, pers yang proporsional,

perguruan tinggi yang memiliki integritas, LSM yang kuat dan organisasi sosial

keagamaan yang responsif.2

Uraian diatas menegaskan bahwa ada kaitan yang erat antara perwujudan

Negara Hukum yang Demokratis dengan kejahatan korupsi dan pelanggaran

HAM. Ketidakmampuan mewujudkan Negara Hukum yang Demokratis yang

nyata akan dapat menyebabkan tindak korupsi dan pelanggaran HAM yang tidak

dapat ditangani sepenuhnya. Tindak korupsi mempunyai kaitan dan bahkan juga

dapat menjadi bagian serta dikualifikasikan sebagai kejahatan hak asasi manusia

karena dampak dari adanya tindak pidana korupsi dapat menyebabkan diingkari,

penindasan dan ketidakadilan. Korupsi menjadi salah satu penyebab negara belum

mampu memenuhi kewajibannya untuk menjamin pemenuhan hak asasi warga

negara. Pemberantasan korupsi harus mulai mempertimbangkan perspektif hak

2
Nasution, Bahder Johan, 2011. Negara Hukum dan Hak Asasi manusia. Bandung : Penerbit
Mandar Maju hal. 262
asasi warga negara Indonesia dalam rangka mengembalikan negara Indonesia

dalam rangka mengembalikan hak-hak ekonomi dan hak sosial yang telah

dilanggar selama ini.

pertumbuhan ekonomi dan kemampuan untuk mengontrol tindak pidana

korupsi ataupun segala perilaku koruptif oleh pejabat, termasuk hal-hal yang

tampak remeh seperti nota pembelian yang tidak dicantumkan, sesungguhnya

merupakan pelanggaran terhadap hak asasi warga negara. Nota-nota pembelian

fiktif, rumah dinas fiktif, dan berbagai objek fiktif lainnya sebagai akal-akalan

untuk mendulang rupiah yang merupakan penipuan terhadap publik. Ada

ungkapan yang berbunyi, “tidak ada maling yang mau mengaku.” Demikian pula

dengan para pencuri uang rakyat. Mereka tidak akan mengaku dengan terus terang

ketika menjalankan aksi mereka. Mereka akan melakukan praktik-praktiknya

mereka secara tersembunyi, dan itu berarti penghambatan terhadap setiap

informasi. Padahal, setiap warga negara berhak atas informasi yang benar atas

penggunaan keuangan negara.

Penegakkan HAM juga dapat dilakukan melalui proses pendidikan baik

formal, informal maupun nonformal. Proses penegakkan yang dilakukan melalui

pendidikan adalah upaya penanaman konsep tentang HAM itu sendiri kepada

peserta didik itu sendiri. Harapannya penanaman konsep HAM melalui

pendidikan akan berdampak positif pada peserta didik untuk memahami konsep

penegakkan HAM secara sederhana. Misalnya dengan memberikan pemahaman

bahwa pengakuan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia dalam

bermasyarakat telah dilakukan dari zaman nenek moyang kita meskipun dulu

belum mengenal apa itu hak asasi manusia. Kita juga perlu mengapresiasi
langkah pemerintah yang telah menerbitkan produk hukum guna menjamin

terlindunginya Hak Asasi Manusia. Dan jauh lebih penting, sebagai warga

negara Indonesia, kita harus mampu menghormati hak asasi orang lain agar tidak

menimbulkan konflik yang berdampak negatif bagi masyarakat.

Dalam penegakkan HAM di Indonesia, pemerintah tidak melakukannya

sendirian. Pemerintah memerlukan bantuan dari beberapa Lembaga Penegak

Hukum yang ada di Indonesia. Selain itu dalam menegakkan HAM di Indonesia,

pemerintah juga memiliki landasan hukum persamaan kedudukan warga negara

yang semakin mendukung dan menguatkan proses penegakkan Hak Asasi

Manusia. Penegakan hukum dalam HAM memiliki arti secara luas yaitu

mencakup pada nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalam bunyi aturan

formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat.3 Penegakan

hukum itu dilakukan untuk menjadikan hukum itu menjadi lebih baik serta untuk

menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara.

Penegasan hukum yang harus ditegakkan bukanlah norma atau aturan

yang ada di dalamnya, melainkan terdapat nilai- nilai keadilan yang terkandung

dalam hukum tersebut. Setiap norma hukum pasti sudah mengandung ketentuan

tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pelaku hukum. Sebenarnya

persoalan hak dan kewajiban dalam hak asasi manusia menyangkut tentang

konsep keseimbangan hukum dan keadilan.

Negara sebagai organisasi kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan

kekuasaan tersebut, oleh sebab itu untuk memberikan jaminan perlindungan

3
Ibid hal. 263
terhadap hak-hak asasi manusia, maka dalam UUD NRI Tahun 1945 akan selalu

memuat kekuatan mengenai hal ini. Dalam sejarah pemikiran negara dan hukum

menunjukkan bahwa negara selalu dikonotasikan sebagai suatu lembaga yang

mempunyai keabsahan untuk memaksakan kehendak kepada warga negaranya. 4

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi memberikan tugas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana

korupsi. Tugas KPK lainnya adalah koordinasi dengan instansi yang berwenang

melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, supervisi terhadap instansi yang

berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, melakukan

tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, dan melakukan monitor

terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Korupsi politik bekerja sama dengan penegakan HAM, karena makin korup suatu

pemerintahan akan makin terlihat karakter pemerintahannya yang sebenarnya

pada saat masa pemerintahan pelaku korupsi tersebut, penguasa akan banyak

mengabaikan kaidah hukum dan melanggar hak-hak asasi rakyatnya.

pemerintah juga harus bisa menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa

korupsi dapat merugikan masyarakat. Sebab, hak-hak mereka terampas karena

kejahatan tersebut. Membangun arus utama korupsi sebagai pelanggaran HAM

bisa dilakukan dengan pendekatan menumbuhkan kesadaran bahwa korupsi ini

merugikan masyarakat karena dilakukan secara sistematis dan dilakukan secara

besar-besaran. Konsep hak asasi menempatkan negara sebagai penanggungjawab

pemenuhan hak-hak tersebut. Pemenuhan hak asasi tidak bisa dalam sebagian

4
Handoyo, B. H. (2003). Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan Hak Asasi
Manusia. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Hal. 273
saja, namun harus secara keseluruhan, di mana semua jenis hak saling terkait.

Misalnya, setiap perempuan berhak atas pendidikan yang baik, karena dengan

pendidikan yang baik, akan meningkatkan pengetahuan dalam penyerapan

tenaga kerja bagi perempuan. Pendapatan yang layak dari seorang perempuan

akan berkontribusi dalam kualitas makan yang dibeli dan mengurangi risiko

sakit. Oleh karenanya setiap hak tidak saling terpisahkan dalam pemenuhannya.

Negara tidak hanya wajib memenuhi setiap jenis hak, akan tetapi wajib menjaga

keutuhan pemenuhan tersebut, seperti menyediakan dan memastikan adanya

pendidikan yang baik, fasilitas kesehatan yang terjangkau, dan seterusnya.

Dalam Perjanjian Internasional untuk Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,

yang sudah dijadikan hukum Indonesia melalui UU nomor 11 tahun 2005,

menyatakan bahwa pemenuhan hak di bidang ekonomi, sosial dan budaya

membutuhkan sejumlah prasyarat, pertama, negara harus menggunakan secara

optimal sumber-sumber yang dimiliki untuk memenuhi hak-hak asasi

sebagaimana yang dijamin, seperti pangan, perumahan, kesehatan, pekerjaan,

keamanan, dst. Dengan kata lain, optimalisasi ini bukan untuk tujuan

memperkaya diri sendiri. Prinsip ini tidak bisa membenarkan “menggunakan”

sumber daya apapun untuk memperkaya diri atau kelompok tertentu. ataupun

realisasi yang progresif.5 Artinya realisasi tersebut harus menunjukkan

peningkatan kualitas pada penerima manfaat. Penerima manfaat adalah manusia-

manusia Indonesia atau yang hidup di Indonesia.

Perjanjian Internasional atas Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya juga

membuka ruang, dalam upaya pemenuhan hak asasi. Namun, sekali lagi, peran

5
Syamsudin, 2011. Rekonstruksi Pola Pikir Hakim dalam Memutuskan Perkara Korupsi Berbasis
Hukum Progresif. Jurnal Dinamika Hukum. Vol. 11, No. Hal. 17
ini untuk merealisasikan pemenuhan hak asasi, bukan mengambil keuntungan

berlebih, bahkan sampai menguasasi hajat hidup atau ruang publik yang

harusnya dikelola oleh negara. Misalnya, membantu pemerintah menemukan

teknologi untuk menyediakan obat murah. Pertanggungjawaban Korupsi tidak

hanya merugikan secara material, tapi merusak masa depan dan kehidupan

manusia. Korupsi melanggar kesepakat global untuk memuliakan manusia yang

bangkit setelah perang dunia kedua. Korupsi tidak hanya melanggar undang-

undang pemberantasan korupsi atau undang-undang. Tindak Pidana Pencucian

Uang, melainkan melanggar Undang-Undang dibidang Pendidikan, Kesehatan,

Ketanagakerjaan, dan banyak Undang-undang lainnya. Pemenuhan hak ekonomi

bukan semata-mata diperdebatkan pada persoalan kebijakan dan teori ekonomi

yang diambil. Melainkan pada kondisi manusianya. Jika pemerintah klaim

bahwa ada peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia, seharusnya harga

bukanlah masalah karena masyarakat mampu. Tapi nyatanya daya beli

konsumen menurun akibat harga yang naik.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

Yang Bersih dan Bebar dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme mengatur bahwa

“praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme tidak hanya dilakukan antara

penyelenggaran negara, melainkan juga antara penyelenggara negara dengan

pihak lain yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat, berbangsa

dan bernegara, serta membahayakan eksistensi Negara”.

Pembicaraan Korupsi dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)

terhadap pemenuhan Pemenuhan Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.


Kelompok hak-hak ini berbeda dengan Hak-hak Sipil dan Politik. Hak-hak

Ekonomi, Sosial dan Budaya secara langsung bersentuhan dengan kebutuhan

masyarakat pada umumnya. Seperti: fasilitas penyediaan pangan, pendidikan,

kesehatan, perumahan dan pekerjaan yang memungkinkan bagi setiap individu

anggota masyarakat di suatu wilayah baik tingkat pusat maupun daerah untuk

hidup minimal dengan layak. Tanggung jawab pemenuhan atas hak-hak ini

tentunya diikuti dengan mekanisme akuntabilitas negara terhadap pelaksanaan

pemenuhan dan perlindungan hak-hak yang terkandung dalam hak ekonomi,

social dan budaya.

Pemenuhan atas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, semestinya

dilakukan dengan rasa tanggung jawab oleh negara. Namun, jika uang yang

semestinya digunakan untuk membuat rakyat lebih baik dan sejahtera sudah

dikorupsi menyebabkan terjadi banyak penderitaan dikalangan masyarakkat

kecil. Sehingga dapat kita lihat dampaknya adalah begitu banyak kejahatan yang

terjadi, seperti perampokan, penculikan, penodongan, bahkan pembunuhan,

semuanya ini dapat dikatakan sebagai asal dari kebutuhan akan hidup. Selain itu

terjadi juga kemiskinan, kekurangan gisi, anak-anak putus sekolah, lapangan

kerja semakin kurang, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan uang yang disediakan

oleh APBN dan APBD telah dikorupsi oleh para pelaksana/penguasa yang

bekerja sama dengan para pengusaha.

Tidak terpenuhinya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, mengakibatkan

terjadi pelanggaran atas isi pasal hukum mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial,

dan Budaya, sekaligus merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Secara

umum yang disebut pelanggaran dalam bagian ini,


Apabila kita melihat dari semangat Deklarasi PBB tentang kebenaran

manusia maka di sana telah disediakan tentang hak asasi manusia yang sangat

penting, yaitu bahwa hak asasi manusia adalah(Perhimpunan Bantuan Hukum dan

HAM Indonesia Jawa Barat, 2003) “Semua hak yang dibutuhkan setiap orang

sebagai manusia. Secara garis besar maka hak asasi manusia dibagi atas dua

rumpun, yaitu hak-hak sipil dan politik, serta hak-hak ekonomi, sosial, dan

budaya. Kedua penggolongan ini memiliki kedudukan yang sangat penting,

karena sangat dibutuhkan oleh manusia”.6

dampak atau akibat dari perbuatan korupsi secara tidak langsung dan

secara terus menerus dapat membunuh manusia, sehingga pelaku korupsi dapat

dikategorikan sebagai pelaku kejahatan luar biasa. Penanganan terhadap pelaku

kejahatan yang luar biasa harus dilakukan dengan sangat luar biasa, yaitu

perangkat undang-undangnya harus dapat memadai (dapat menjangkau segala

perbuatan korupsi dalam berbagai jenis dan berbagai tingkatan), perangkat

pelaksana undang-undangnya juga harus orang-orang yang terpilih, yaitu orang-

orang yang sangat professional dalam bidang itu dan bersih dari korupsi, termasuk

budaya hukumnya (kesadaran hukum masyarakat) harus dapat mendukung

terlaksananya persoalan tersebut.

Indonesia sekarang ini sedang berusaha melaksanakan itu, hal itu dapat

dibuktikan dengan terus dilakukannya amandemen terhadap pertauran perundang-

undangan yang mengatur masalah korupsi, yaitu dari mulai perubahan terhadap

Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/06/1975 oleh Peraturan Penguasa

Perang Pusat AD No. PRT/PEPERPU/03/1958, selanjutnya diubah dengan UU

6
Ryana, Precillia, 2017. Korupsi dalam Kajian Hukum dan Hak Asasi Manusia”,
Lex Scientia Law Review. Volume 2 No. 2, hal 180
No. 24/Prp/1960, selanjutnya diubah dengan UU No. 3 Tahun 1971, selanjutnya

pada era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, maka Undang-undang

No. 3 Tahun 1971 diubah dengan Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan sebagai penyempurnaan dari undang-

undang di atas, maka dilengkapi dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001. di

tingkat perangkat pelaksana undang-undang, maka sekarang telah dibentuk suatu

lembaga penyidik tindak pidana korupsi, yang memiliki wewenang sebagai

petugas penyidik dan penuntut pelaku tindak pidana yaitu Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK).

Pengadilan HAM di Indonesia merupakan salah satu bagian dari Sistem

Peradilan di Indonesia. Pengadilan HAM memiliki tugas penting untuk

membangun rasa kepercayaan rakyat Indonesia dan komunitas internasional

tentang kedaulatan dan kepastian hukum di Indonesia saat ini. Pengadilan

merupakan pelantar (agent) dari peradaban, demokratisasi dan pembebasan.

Proses pengadilan yang anggun dan kredibel akan mentranformasikan nilai-nilai

kemanusiaan dan memberikan pesan pendidikan nurani bagi bangsa manusia.

Proses peradilan merupakan interaksi naluri kemanusiaan dan akal sehat. Nilai

kemanusiaan sebagai anugerah dari Allah Yang Maha Kuasa merupakan sesuatu

yang sakral. Untuk itu pengadilan di Indo-nesia harus mampu meningkatkan

penghargaan terhadap martabat manusia, integritas nasional dan kepercayaan

internasional. Eksistensi dan peran pengadilan HAM adalah menghargai nilai

kemanusiaan, hak-hak korban, hak-hak pelaku, sensitivitas sosial dan moralitas

universal.
Pemerintah harus mampu memberikan sanksi tegas terhadap koruptor,

pemerintah belum bisa menindak pelaku korupsi secara maksimal. Hukuman yang

diberikan pemerintah tidak memberikan efek jera kepada pelaku korupsi.

Harusnya pemerintah harus lebih tegas lagi dalam menindaklanjuti hukuman

untuk para koruptor. Pemerintah juga harus bisa menumbuhkan kesadaran

masyarakat bahwa korupsi dapat merugikan masyarakat, sebab hak-hak mereka

terampas oleh kejahatan tersebut. Itu bisa dilakukan dengan cara menumbuhkan

kesadaranbahwa korupsi ini merugikan masyarakat karena sebagian hak-hak nya

tidak terpenuhi.

Kasus korupsi yang sekarang ini terjadi merupakan kasus akibat seseorang

yang tidak terkontrol atas kekuasaan yang dimilikinya, yang itu menyebabkan

masyarakat kehilangan sebagian dari hak-hak yang harusnya didapatkan. Seperti

hak memperoleh keadilan, hak atas kesejahteraan dan lain sebagainya. Pemerintah

telah mendirikan lembaga yang khusus menangani tindak pidana korupsi namun,

dalam pelaksanaanya pemerintah belum mampu melakukannya secara maksimal,

terkadang lembaga tersebut membebaskan koruptor hanya dengan mengganti

sebagian uang yang telah mereka korupsi. Korupsi menjadi salah satu penyebab

negara belum mampu memenuhi kewajibannya untuk menjamin pemenuhan hak

asasi warga negara. Pemberantasan korupsi harus mulai mempertimbangkan

perspektif hak asasi warga negara Indonesia dalam rangka mengembalikan negara

Indonesia dalam rangka mengembalikan kesejahteraan dan hak ekonomi yang

telah dilanggar selama ini.

Daftar Pustaka
Handoyo, B. H. (2003). Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan Hak Asasi

Manusia. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Meriam Budiardjo, 1980. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : Penerbit PT Gramedia.

Nasution, Bahder Johan, 2011. Negara Hukum dan Hak Asasi manusia. Bandung :

Penerbit Mandar Maju.

Ryana, Precillia, 2017. Korupsi dalam Kajian Hukum dan Hak Asasi Manusia”, Lex

Scientia Law Review. Volume 2 No. 2

Syamsudin, 2011. Rekonstruksi Pola Pikir Hakim dalam Memutuskan Perkara Korupsi

Berbasis Hukum Progresif. Jurnal Dinamika Hukum. Vol. 11, No. 1.

Anda mungkin juga menyukai