Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

“Urgensi dan Problematika Sumber Serta Metode


Pembelajaran Kewarganegaraan di Pendidikan
Tinggi”

DOSEN PENGAJAR :

OLEH KELOMPOK 1 :
NATALITA SAGITARI TAMBING (20111101178)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SAMRATULANGI MANADO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat, akal, pikiran, serta karunianya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan,
makalah ini, yang berjudul “Urgensi dan Problematika Sumber serta Metode Pembelajaran
Kewarganegaraan di Pendidikan Tinggi”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Kewarganegaraan.
Selesainya penyusunan makalah ini merupakan hasil kerja yang didukung oleh
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, kami
sangat menerima kritik dan saran dari para pembaca dan memperbaiki makalah ini. Kami
sangat mengharapkan semoga dari makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
dan dapat menginspirasi para pembaca.

MANADO,30 NOVEMBER 2020

PENYUSUN
Daftar Isi

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… i

KATA PENGANTAR ……………………………………………………. ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………….. iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1

 1.1. Latar Belakang ………………………………………………………..


 1.2. Rumusan Masalah …………………………………………………..
 1.3. Tujuan Penulisan …………………………………………………….
 1.4. Manfaat Penulisan …………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………….. 2

 2.1. Pengertia Etika Kesehatan……………………………………………


 2.2. Prinsip Dasar Etika Kesehatan………………………………………
 2.3 Faktor-faktor keputusan etis…………………………………………

BAB III PENUTUP ……………………………………………………… 3

 3.1. Simpulan ………………………………………………………………….


 3.2. Saran ……………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 4


BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37


menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat tentang Pendidikan
Kewarganegaraan yang bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Dengan telah dituangkannya Pendidikan
Kewarganegaraan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, ini berarti bahwa
pendidikan kewarganegaraan memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam pembentukan
nation and character building.

Kehadiran Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) pada masa reformasi ini


haruslah benar-benar dimaknai sebagai jalan yang diharapkan akan mampu mengantar bangsa
Indonesia menciptakan demokrasi, good governance, negara hukum dan masyarakat sipil
yang relevan dengan tuntutan global. Tentunya ekspektasi ini harus disertai dengan tindakan
nyata bangsa ini, khususnya kalangan Perguruan Tinggi, untuk mengapresiasi dan
mengimplementasikan Pendidikan Kewarganegaraan dalam dunia pendidikan. Sehingga hasil
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) sangat penting artinya bagi
penumbuhan budaya demokrasi di Indonesia.

Untuk mencapai tujuan Pendidikan Kewarganegaraan seperti tersebut di atas, sangat


dibutuhkan model dan strategi pembelajaran yang humanistik yang mendasarkan pada asumsi
bahwa mahasiswa adalah manusia yang mempunyai potensi dan karakteristik yang berbeda-
beda. Mahasiswa diposisikan sebagai subjek, sementara dosen diposisikan sebagai fasilitator
dan mitra dialog mahasiswa. Materi disusun berdasarkan kebutuhan dasar mahasiswa,
bersifat fleksibel, dinamis dan fenomenologis sehingga materi tersebut bersifat kontekstual
dan relevan dengan tuntutan dan perubahan masyarakat lokal, nasional, dan global.

1.2.RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan kewarganegaraan menurut para ahli?


2. Apa tujuan dari pendidikan kewarganegaraan?
3. Bagaimana problematika pendidikan kewarganegaraan di pendidikan tinggi?
4. Bagaimana metode pembelajara pendidikan kewarganegaraan di pendidikan tinggi?

1.3.TUJUAN PENULISAN

Makalah ini dibuat untuk menambah pemahaman kepada pembaca atri dari pendidikan
kewarganegaraan menurut para ahli dan tujuan pendidikan kewarganegaraan serta
problematika pendidikan dan metode pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di
pendidikan tinggi.

1.4.MANFAAT PENULISAN

1. Bagi Penulis
Manfaat nya, yaitu sebagai acuan dalam membuat karya tulis, sehingga dalam penyusunan
karya tulis menjadi baik. Kemudian,  ditingkatkan dan jika ada yang salah dapat
diperbaiki, serta menambah wawasan mengenai urgensi dan problematika sumber serta
metode pembelajaran kewarganegaraan di pendidikan tinggi.

2. Bagi Pembaca
Manfaat nya, yaitu pembaca dapat mengetahui bagaimana urgensi dan problematika sumber
serta metode pembelajaran kewarganegaraan di pendidikan tinggi.
BAB II

PEMBAHASAN

 
1.1 PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MENURUT PARA AHLI
Menurut (Azra dalam ICCE, 2003) bahwa istilah Pendidikan Kewargaan pada satu sisi identik
dengan Pendidikan Kewarganegaraan, namun disisi lain istilah Pendidikan Kewargaan secara
substantif tidak saja mendidik generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan
hak dan kewajibanannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang merupakan
penekanan dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan, melainkan juga membangun kesiapan
warga negara menjadi warga dunia (global society). Dengan demikian, orientasi Pendidikan
Kewargaan secara substantif lebih luas cakupannya daripada istilah Pendidikan
Kewarganegaraan.
Sejalan dengan itu, (Zamroni dalam ICCE, 2003) berpendapat bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga
masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran
kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling
menjamin hak-hak warga masyarakat
Menurut Soedijarto (dalam ICCE, 2003) mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga negara
yang secara politik dewasa dan ikut serta dalam membangun sistem politik yang demokratis.
Sementara itu, Pendidikan Kewarganegaraan keberadaannya secara yuridis cukup kuat, hal ini
dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 37 menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat tentang Pendidikan
Kewarganegaraan yang bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Dengan telah dituangkannya Pendidikan
Kewarganegaraan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, ini berarti bahwa
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam pembentukan
nation and character building.

1.2 TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PENDIDIKAN TINGGI


Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi bertujuan membantu mahasiswa agar
mampu mewujudkan nilai dasar agama dan kebudayaan serta kesadaran berbangsa dan bernegara
dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dikuasainya dengan rasa
tanggungjawab kemanusiaan. Dalam konteks mata kuliah pengembangan kepribadian kompetensi
yang dimaksud merupakan kemampuan dan kecakapan yang terukur setelah mahasiswa mengikuti
proses pembelajaran secara keseluruhan yang meliputi kemampuan akademik, sikap dan
keterampilan.
Dalam pembelajarannya minimal mencapai kompetensi dasar atau yang sering disebut
kompetensi minimal terdiri dari tiga jenis, yaitu:
1. Kecakapan dan kemampuan penguasaan pengetahuan yang terkait dengan materi
inti.
2. Kecakapan dan kemampuan sikap.
3. Kecakapan dan kemampuan mengartikulasikan keterampilan seperti 5 kemampuan
berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan publik, kemampuan melakukan
kontrol terhadap penyelenggara negara dan pemerintahan.

Ketiga kompetensi tersebut diartikulasi oleh mahasiswa untuk mengadakan


pembelajaran(transfer of learning), pengalihan nilai (transfer of value) dan pengalihan prinsip-
prinsip (transfer of principles) Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Kemampuan mendapatkan kepercayaan dari rakyat, kemampuan membangun
kearifan diri(self wisdom) dalam menggunakan kepercayaan yang diberikan masyarakat
merupakan tuntutan dasar kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian.

1.3 PROBLEMATIKA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PENDIDIKAN TINGGI


Kendala yang dialami Pendidikan Kewarganegaraan masih sama seperti tahun - tahun
sebelumnya yaitu masih mengedepankan aspek kognitif, sehingga tujuan untuk menciptakan
peserta didik yang kritis dan bertanggung jawab masih belum terealisasi. Ada beberapa kendala
dalam pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan sebagai berikut :
1. Pendidikan Kewarganegaraan Masih Dominan Aspek Kognitif
Kendala yang dialami Pendidikan Kewarganegaraan masih sama seperti tahun - tahun
sebelumnya yaitu masih mengedepankan aspek kognitif, sehingga tujuan untuk
menciptakan peserta didik yang kritis dan bertanggung jawab masih belum terealisasi.
Berdasarkan pengamatan, peserta didik beranggapan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan adalah pembelajaran yang membosankan karena selalu
mengedepankan teori dan tidak aplikatif. Bahkan sebagian besar peserta didik
beranggapan bahwa mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata kulian
formalitas dan hanya sebagai syarat untuk kelulusan saja, sehingga anggapan tersebut
memunculkan suatu kesimpulan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan di mata peserta
didik adalah mata pelajaran dan mata kuliah yang tidak penting. Hal ini menjadi pukulan
besar bagi guru atau dosen Pendidikan Kewarganegaraan karena mata pelajaran dan mata
kuliah yang diampu dianggap tidak penting dan hanya sebagai syarat kelulusan saja.
2. Penguasaan Kompetensi Guru PKn Masih Kurang
Di Indonesia pada dasarnya Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran dan tanggung
jawab yang besar demi terbangunnya karakter bangsa, namun selama ini selalu
mengalami kendala. Kualitas guru menjadi salah satu permasalahan utama yang dihadapi
oleh Pendidikan Kewarganegaraan dalam membangun karakter peserta didik, sehingga
proses pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran menjadi terkendala. Surakhmad
(2004, p. 1) mengemukakan bahwa “kekuatan dan mutu pendidikan suatu negara dapat
dinilai dengan faktor guru sebagai salah satu indeks utama”. Itulah sebabnya mengapa
guru merupakan faktor yang mutlak di dalam pembangunan. Makin bersungguh-sungguh
sebuah pemerintahan untuk membangun negaranya, semakin urgen kedudukan guru.
Kualitas pendidikan di Indonesia ditentukan oleh guru, entah dari segi kualitas maupun
pemerataan guru di berbagai wilayah. Di sisi lain, guru Pendidikan Kewarganegaraan
juga harus ikut bertanggung jawab apabila kualitas pendidikan di Indonesia semakin
menurun, karena Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran dan mata kuliah
yang digadang-gadang mampu memperbaiki moral generasi penerus bangsa.
3. Metode Pembelajaran yang Membosankan
Pada dasarnya kelemahan Pendidikan Kewarganegaraan selama ini selalu menggunakan
metode ceramah, sehingga selalu mengedepankan aspek kognitif saja, seperti yang
diungkapkan oleh Soemantri (2001, p. 304), yaitu metode pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan yang dulu bernama civic masih menggunakan teknik mengajar yang
tradisional, yaitu menggunakan metode ceramah dan indoktrinasi. Metode ceramah
adalah metode yang membosankan dalam proses pembelajaran, karena metode tersebut
tidak memberikan kesempatan peserta didik untuk beriteraksi dengan teman dan guru.

1.4 METODE PEMBELAJARAN KEWARGANEGARAAN


Pendidikan Kewarganegaraan merupakan satu kajian disiplin ilmu yang didalamnya
mengajarkan pengetahuan kewarganegaraan, sikap warga negara, dan keterampilan warga negara.
Secara umum Pendidikan Kewarganegaraan memiliki visi dan misi yang jelas. Visi Pendidikan
Kewarganegaraan adalah terwujudnya sarana pembinaan watak bangsa (nation and character
building) dan pemberdayaan warga negara. Sedangkan misinya adalah membentuk warga negara
yang baik, yaitu warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Sapriya (2007),
menyebutkan bahwa pendidikan Kewarganegaraan (PKn) meliputi landasan pokok yaitu Negara
Kesatuan Republik Indonesia, landasan filosofis Pancasila , landasan normatif adalah UUD 1945
dan landasan psikologis yaitu perilaku warganegara.
Udin Winataputra (2008) mengkaji bahwa rumusan tujuan tersebut sejalan dengan aspek-
aspek kompetensi yang hendak dikembangkan dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Aspek-aspek kompetensi tersebut mencakup pengetahuan kewarganegaraan
(civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan watak atau karakter
kewarganegaraan (civic dispositions). Hal tersebut analog dengan konsep teori pembelajaran
kognitif Benjamin S. Bloom yang membagi ranah pembelajaran yaitu ranah kognitif, psikomotor,
dan afektif. Sedangkan Numan Soemantri (2001), tujuan umum pendidikan kewarganegaraan
ialah mendidik warga negara agar menjadi 5 warga negara yang baik, yang dapat dilukiskan
dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara, beragama,
demokrati dan Pancasila sejati.
Penjelasan-penjelasan dari para pakar tersebut menunjukkan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan kajian disiplin ilmu yang sangat strategis dalam membangun warga
negara Indonesia, sehingga di era disrupsi ini menjadi tantangan tersendiri dalam membelajarkan
PKn di semua jenjang pendidikan.
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi menjadi salah satu mata kuliah
pengembang kepribadian. Beberapa dasar peraturan yuridis yang dijadikan rujukan untuk
mengembangkan mata kuliah ini antara lain :
1. Pancasila yang didalamnya terdapat lima nilai dasar sebagai core di dalam pengembangan
Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
2. UUD 1945, yang di dalamnya terdapat pasal-pasal terkait seperti Pasal 31
3. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 37 ayat 2 menyatakan
bahwa : Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan agama, pendidikan
kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia
4. UU No. 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, Pasal 35 ayat 1 : Kurikulum pendidikan
tinggi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan Pendidikan Tinggi, ayat 2 : Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi dengan mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang mencakup
pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan. Ayat 3 : Kurikulum
Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat mata kuliah: agama,
Pancasila, kewarganegaraan; dan bahasa Indonesia, ayat 4 : Kurikulum Pendidikan Tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan kurikuler, kokurikuler,
dan ekstrakurikuler, ayat 5: Mata kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
untuk program sarjana dan program diploma; 5) SK Dirjen Dikti No. 43/ Dikti/Kep/2006
tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pegembang Kepribadian di perguruan
Tinggi khususnya Bahan Kajian PKn meliputi Filsafat Pancasila, Identitas Nasional, Hak dan
Kewajiban Warga Negara, Negara dan Konstitusi, Demokrasi Indonesia, HAM dan Rule Of
Law, Geopolitik Indonesia, Geostrategi Indonesia; 6) SE Dirjen Dikti No.06/D/I/2010 PKn di
PT di dalamnya harus memuat Pendidikan Anti Korupsi. Berdasarkan hal tersebut, sangat
jelas bahwa PKn di perguruan tinggi wajib untuk dikembangkan pada pendidikan tinggi.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai