Anda di halaman 1dari 4

Akuntansi Syariah di Indonesia

Mengapa akuntansi syariah ini akhirnya banyak digunakan oleh lembaga perbankan
berbasis syariah? Kebutuhan pertama adalah karena adanya kewajiban pelaksanaan syariah.
Kedua, muncul kebutuhan akibat perkembangan transaksi keuangan syariah yang meningkat
tajam. Alasan terakhir adalah karena kebutuhan pertanggungjawaban dari lembaga yang
menerapkan prinsip ini.
A. Konsep dan Prinsip Akuntansi Syariah
Akuntansi Syariah memiliki beberapa konsep dasar akuntansi yang mendasari
penggunaannya, di antaranya:
1. Entitas Bisnis yang dipahami sebagai entitas ekonomi dan hukum dari pihak-pihak yang
berkepentingan di dalamnya.
2. Kesinambungan yang dianggap sebagai aktivitas yang akan terus berjalan.
3. Stabilitas Daya Beli Unit Moneter atau alat pertukaran yang digunakan dengan sifat
stabil. Dalam hal ini digunakanlah emas sebagai alat tukar dengan nilai stabil dan setara
dengan benda.
4. Periode Akuntansi yang digunakan untuk perhitungan zakat. Periodenya mengikuti haul
zakat yaitu selama satu tahun.
B. Standar Akuntansi Syariah
Akuntansi syariah memiliki standar-standar yang harus dipenuhi. Standar tersebut
merupakan standar yang dimiliki perusahaan yang mempunyai transaksi syariah atau
perusahaan tersebut tercatat sebagai perusahaan syariah. Standar akuntansi syariah sendiri
terdiri atas kerangka untuk menyusun dan menyajikan manfaat laporan keuangan serta
standar khusus guna mencatat transaksi syariah seperti murabahah, mudharabah, salam, dan
istisha. Standar yang dikembangkan untuk akuntansi syariah dikembangkan oleh Dewan
Standar Akuntansi Keuangan Syariah.
IAI mengeluarkan PSAK khusus untuk entitas syariah, yaitu PSAK 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah. PSAK 59 menjadi standar akuntansi syariah pertama yang dikeluarkan di
Indonesia. PSAK 59 disahkan pada tanggal 1 Mei 2002 oleh Dewan Standar Akuntansi
Keuangan – IAI, dan berlaku efektif pada 1 Januari 2003. PSAK 59 terdiri dari 201 paragraf
yang mengatur transaksi syariah di bank syariah seperti transaksi murabahah, salam,
istisna’, mudharabah, musyarakah, ijarah, qardh, wadiah, dan sharf. Hingga kini PSAK 59
masih berlaku, namun sebagian paragrafnya sudah dicabut dan digantikan dengan PSAK
Syariah lain.
Periode sebelum 2002, lembaga keuangan syariah masih menggunakan PSAK umum
yang dianggap relevan untuk transaksi syariah, seperti PSAK 31 tentang Akuntansi
Perbankan selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Selain itu lembaga
keuangan syariah juga menggunakan standar akuntansi syariah yang dikeluarkan oleh
AAOIFI selama tidak bertentangan dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia.
 IAI menganggap penting untuk mengeluarkan PSAK khusus untuk transaksi syariah
(akad syariah) yang terpisah dari PSAK pada umunya. Maka pada tanggal 27 Juni 2007
diterbitkan SAK Syariah yang khusus mengatur transaksi syariah pada lembaga bisnis dan
keuangan syariah serta penomorannya juga terpisah dari SAK umum. Penomoran SAK
Syariah dimulai dari 101. Terbitnya PSAK No.101 tentang penyajian laporan keuangan
Syariah yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Penerapan transaksi syariah
diawali oleh sistem perbankan syariah dan kemudian dilanjutkan dengan sektor lainnya.
Standar akuntansi keuangan ditetapkan dengan beberapa tujuan antara lain keseragaman
laporan keuangan, minimalisasi bias dari penyusun, memudahkan auditor, memudahkan
interpretasi dan membandingkan laporan keuangan lainnya serta memudahkan pengguna
laporan keuangan.
Dalam membuat standar akuntansi syariah, sumbernya dari bacaaan Al Quran Surat
Baqarah ayat 282-283 yang menjabarkan prinsip mengenai penjurnalan laporan keuangan
dengan asas kejujuran, keadilan, serta kebenaran. Beberapa jenis standar pelaporan keuangan
yang menggunakan dasar syariah antara lain:
1. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS)
2. PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah
3. PSAK 102 Akuntansi Murabahah
4. PSAK 103 Akuntansi Salam
5. PSAK 104 Akuntansi Istisna’
6. PSAK 105 Akuntansi Mudharabah
7. PSAK 106 Akuntansi Musyarakah
8. PSAK 107 Akuntansi Ijarah
9. PSAK 108 Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah
10. PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Ifaq
C. Standar Akuntansi Syariah Internasional
Akuntansi Syariah bukan sebuah hal yang dibuat di Indonesia saja. Prinsip ini sudah
banyak digunakan di berbagai negara selain Indonesia. Karena penggunaannya oleh banyak
orang, maka perlu standarisasi yang setingkat internasional untuk melaksanakan akuntansi
syariah secara jelas. Maka dari itu, dibuatlah standar akuntansi syariah internasional yang
sebaiknya dipatuhi oleh semua pengguna prinsip ini. Standar tersebut dikeluarkan
oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Finansical Institutions atau AAOIFI
yang merupakan organisasi. Standar dari AAOIFI ini bahkan sudah diadopsi banyak bank
serta lembaga otoritas keuangan di banyak negara.
D. Prinsip Akuntansi Syariah
Selain standar dan konsep yang mendasari, selama diberlakukannya Akuntansi Syariah,
juga ada panduan berupa prinsip yang harus dijalani sebagai guideline dalam melakukan
aktivitas berbasis syariah. Beberapa prinsip dari Akuntansi Syariah itu sendiri antara lain:
1. Prinsip Pengungkapan Penuh
Prinsip ini mewajibkan adanya tujuan laporan keuangan akuntansi guna mengungkap
hal-hal yang penting secara jelas sehingga tidak menyesatkan penggunanya. Penting
untuk diketahui bahwa prinsip ini melarang keras adanya manipulasi atau hal-hal yang
ditutup-tutupi dengan landasaran Surat Al-Baqarah ayat 882.
2. Prinsip Konsistensi
Prinsip ini menekankan pentingnya konsistensi untuk melaksanakan prosedur kerja yang
sudah disepakati dari awal konsep syariah dianut dan dilaksanakan.
3. Prinsip Dasar Akrual
Prinsip ini menekankan pengakuan kas pada saat terjadi. Hal ini bisa dipahami dengan
simulasi sebagai berikut. Seorang ibu hendak membeli suatu barang namun ternyata ia
tidak bisa membayar karena lupa membawa uang. Penjualnya akan tetap mempersilakan
ibu itu untuk membawa barang tersebut dan mencatat harga barang yang diambil sebagai
kas masuk pada hari itu.
4. Prinsip Nilai Tukar yang Sedang Berlaku
Untuk melakukan perjurnalan, perlu dijunjung mengenai prinsip nilai tukar yang sedang
berlaku. Sebagai contoh, ketika terjadi transaksi di masa lampau dengan keterangan harga
barang Rp 10.000 per unit, maka untuk kebutuhan penyusunan laporan saat ini terkait
dengan harga barang tersebut harus tetap ditulis Rp 10.000 per unit, meski mungkin saat
ini sudah ada kenaikan harga barang tersebut menjadi Rp 20.000 per unit.
5. Prinsip Perbandingan
Adalah prinsip yang mewajibkan pengakuan beban sama dengan pendapatan pada
periode yang sama.
E. Badan Penyusun Standar Akuntansi Keuangan Syariah
Untuk menyusun standar akuntansi keuangan syariah, IAI membentuk Dewan Standar
Akuntansi Keuangan Syariah (DSAS). Susunan DSAS terdiri dari ketua, wakil ketua, dan
anggota yang terdiri dari perwakilan akademisi (kampus), regulator (OJK dan BI), praktisi,
industri, dan DSN-MUI. Pembentukan DSAS, dimulai dari dibentuknya Komite Akuntansi
Syariah pada tahun 2005 hingga 2010. DSAS mulai dibentuk pada tahun 2010. DSAS
bertugas dan bertanggung jawab atas:
1. Melakukan perumusan, pengembangan dan pengesahan SAK Syariah,
2. Buletin Teknis Syariah, dan produk lain terkait SAK Syariah.
3. Menjawab pertanyaan dari pemerintah, otoritas, asosiasi, dan lembaga luar negeri
yang terkait dengan SAK Syariah.

Anda mungkin juga menyukai