“Prasangka”
Mata Kuliah : Dasar Pemahaman Perilaku
Puji Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk membahas mengenai “PRASANGKA”.
Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan harapan dapat membantu pembaca
untuk lebih memahami lagi tentang “PRASANGKA”.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan,
kelemahan, dan keterbatasan. Oleh karena itu kami mengharapkan sumbangan pikiran, saran,
dan kritikan yang konstruktif demi kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Semoga
dengan makalah yang sederhana ini dapat memenuhi harapan kita semua dan memberikan
manfaat bagi pembaca, sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan. Terima kasih.
Tim Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Prasangka adalah sikap nagatif terhadap sesuatu. Objek prasangka dapat berupa
individu maupun suatu kelompok atau ras. Prasangka terhadap kelompok disebut stereotip.
Keduanya dapat mengakibatkan timbulnya diskriminasi.
Prasangka dan diskriminasi merupakan dua istilah yang sangat berkaitan. “Seseorang
yang mempunyai prasangka rasial biasanya bertindak diskriminatif terhadap ras yang
diprasangkainya. Meskipun demikian, bisa saja seseorang bertindak diskriminatif tanpa
didasari oleh suatu prasangka ataupun sebaliknya, seseorang yang berprasangka dapat saja
bertindak tidak diskriminatif. Prasangka adalah sikap, sedangkan diskriminasi merupakan
tindakan. Prasangka mengandung unsur emosi (suka - tidak suka) dan pengambilan
keputusan yang tergesa-gesa, tanpa diawali dengan pertimbangan yang cermat. Biasanya ada
unsur ketidakadilan dalam prasangka, oleh karena keputusan yang diambil didasarkan atas
penilaian yang lebih subjektif atau emosional daripada pertimbangan berdasarkan fakta
objektif. Tentu saja adanya prasangka ini dapat mengganggu interaksi seseorang dengan
orang yang diprasangkainya dan dapat mengganggu interaksi dalam kelompok dimana
mereka menjadi anggota.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai
objek tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaianberdasarkan ras seseorang sebelum
memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian tersebut. Pengertiannya
sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alasan rasional.
5
laki daripada perempuan dan faktor ini memainkan peran penting pada diskriminasi di tempat
kerja bagi wanita. Kadang-kadang terjadi perempuan yang memiliki prestasi kerja yang tinggi
tidak mendapatkan posisi yang sesuai prestasinya karena dia seorang perempuan. Stereotip
gender cenderung mengatakan bahwa perempuan emosional, penurut, tidak logis, pasif,
sebaliknya pria cenderung tidak emosional, dominan, logis dan agresif.
Stereotip atas pekerjaan, misalnya guru bijak, artis glamor, polisi tegas dan sebagainya.
Stereotip cenderung menggeneralisasikan yang terlalu luas yang tak kenal perbedaan dalam
satu kelompok dan persepsi yang kurang akurat pada seseorang. Tidak semua polisi tegas,
tidak semua wanita emosional, tidak semua laki-laki dominan, dan tidak semua guru bijak.
Prasangka tidak terbatas pada kelompok, ras, suku, Prasangka juga terdapat di antara
kelompok agama, partai, juga orang yang kegemukan menjadi target prasangka dan stereotip
yang negatif, bahkan lanjut usia juga diprasangkai sebagai orang yang tidak mampu lagi
secara fisik dan mental.
- Racism adalah prasangka ras yang menjadi terlembagakan, yang tercermin dalam
kebijakan pemerintah, sekolah, dan sebagainya, dan dilakukan oleh hadirnya struktur
kekuatan sosial.
- Sexism prasangka yang telah terlembagakan menentang aggota dari salah satu jenis
kelamin, berdasarkan pada salah satu jenis kelamin.
- Ageism kecenderungan yang terlembagakan terhadap diskriminasi berdasar pada usia,
prasangka berdasar pada usia.
- Heterosexism keyakinan bahwa heteroseksual adalah lebih baik atau lebih natural dari
pada homoseksuality.
-
2.3 Sumber dan pembentukan prasangka adalah:
Menurut kebanyakan telaah, prasangka terhadap manusia lain bukanlah suatu
tanggapan yang dibawa sejak lahir, tetapi yang dipelajari. Singkatnya, kita belajar dari orang-
orang lain menggunakan jalan pintas mental prasangka. Sebagai kanak-kanak, kita
menempuhnya melalui tahap-tahap yang disebut para psikolog sebagai proses modeling-
identifikasi- sosialisasi, dan selama proses inilah, prasangka bisa diperoleh.Sumber utama
yang bisa menghasilkan prasangka adalah perbedaan antar kelompok, yakni perbedaan antar
etnis atau ras, perbedaan posisi dalam kuantitas anggota yang menghasilkan kelompok
mayoritas dan kelompok minoritas, serta perbedaan ideology. Selanjutnya prasangka yang
bersumber pada perbedaan ideology bisa ditemukan pada masyarakat di Negara yang
memiliki orientasi yang kuat terhadap ideology lain yang menjadi lawannya dalam konteks
persaingan global. Contoh prasangka yang bersumber pada perbedaan ideology ini adalah
prasangka orang Amerika terhadap orang komunis, atau sebaliknya.Seperti halnya sikap,
begitu pula halnya dengan prasangka, yang tidak dibawa manusia sejak ia dilahirkan.
Prasangka terbentuk selama perkembangannya, baik didikan maupun dengan cara identifikasi
dengan orang lain yang sudah berprasangka. Terdapat lima perspektif dalam menentukan
sebab-sebab terjadinya prasangka. Kelima perspektif tersebut merupakan suatu kontinum,
dari ppenjelasan sifat secara makroskopis histories sampai pada penyelesaian mikroskopis
pribadi. Berikut adalah penjelasannya:
6
1. Perspektif Hostoris
Perspektif ini didasarkan atas teori pertentangan kelas, yakni menyalahkan kelas
rendah yang inferior; sementara mereka yang tergolong dalam kelas atas mempunyai alas an
untuk berprasangka terhadap kelas rendah. Misalnya, prasangka orang kulit putih terhadap
Negro mempunyai latar belakang sejarah, orang kulit putih sebagai “tuan” dan orang Negro
sebagai “budak” antara penjajah dan yang dijajah, dan antara pribumi dan pribumi.
2. Perspektif Sosiokultural dan Situasional
Perspektif ini menekankan pada kondisi saat ini sebagai penyebab timbulnya
prasangka, yang meliputi:
1. Mobilitas social. Artinya, kelompok orang yang mengalami penurunan status (mobilitas
social ke bawah) akan terus mencari alas an tentang nasib buruknya dan tidak mencari
penyebab sesungguhnya.
2. Konflik antar kelompok. Prasangka dalam hal ini merupakan realitas dari dua kelompok
yang bersaing; tidak selalu disebabkan kondisi ekonomi.
3. Perspektif Kepribadian
Teori ini menekankan pada faaktor kepribadian sebagai penyebab prasangka yang disebut
dengan teori “frustasi agregasi”. Menurut teori ini, keadaan frustasi merupakan kondisi yang
cukup untuk timbulnya tingkah laku agresif. Frustasi muncul dalam kehidupan sehari-hari
yang disebabkan oleh atasan (status yang lebih tinggi), yang tidak memungkinkan untuk
mengadakan perlawanan terhadapnya, apalagi dengan tingkah laku agresif.
4. Perspektif Fenomenologis
Perspektif ini menekankan pada cara individu memandang atau memersepsi lingkungannya
sehingga persepsilahyang menyebabkaan prasangka. Sebagai anggota masyarakat, individu
akan menyadari di mana atau termasuk kelompok etnis mana dia.
5. Perspektif Naive
Perspektif ini menyatakan bahwa prasangka lebih menyoroti obyek prasangka, tidak
menyoroti individu yang berprasangka. Misalnya, sifat-sifat orang kulit putih menurut orang
Negro, atau sifat-sifat orang Negro menurut orang kulit putih.
7
Agar bisa sepenuhnya mengatasi prasangka, Anda harus berusaha mengurangi
prasangka diri serta berjuang untuk menghapuskan prasangka pada tingkat sosial. Anda bisa
mengatasi prasangka dengan mengkritisi bias diri, meningkatkan koneksi sosial, dan
menghadapi prasangka secara sehat.
Cara mengatasi prasangka :
Bertanggungjawablah. Prasangka itu seperti kacamata yang menghalangi sudut pandang
Anda karena dapat menghambat Anda berpikir di luar asumsi sendiri dan menciptakan
dinding virtual di sekitar objek pemikiran Anda. Sifat implisit dan eksplisit Anda terhadap
seseorang dari ras yang berbeda, contohnya, bisa memengaruhi seramah apa Anda kepadanya
(baik verbal ataupun nonverbal).
Akui bias dan prasangka diri dan teruslah berusaha menggantikannya dengan alternatif yang
lebih masuk akal.
Contohnya, jika Anda memiliki stereotip terhadap gender, agama, budaya, atau ras tertentu
(suku Batak pemarah, suasana hati wanita mudah berubah), ingatkan diri sendiri bahwa itu
adalah bias terhadap suatu kelompok dan Anda hanya menyamaratakan.
Kurangi stigma diri. Beberapa orang mungkin sudah menanamkan stereotip dan prasangka
terhadap diri sendiri.
Stigma terhadap diri sendiri terbentuk saat Anda berpikir negatif terhadap diri sendiri. Jika
Anda setuju dengan pemikiran tersebut (prasangka terhadap diri sendiri), itu bisa memicu
perilaku negatif (diskriminasi terhadap diri sendiri).
Contohnya, seseorang meyakini bahwa gangguan kejiwaan yang dia miliki merupakan
pertanda bahwa dia “gila”.
Identifikasi kemungkinan Anda menanamkan stigma kepada diri sendiri dan teruslah
berusaha untuk mengubah keyakinan itu. Contohnya, alih-alih berpikir, “Aku gila
soalnya udah didiagnosis,” Anda bisa mengubahnya menjadi, “Gangguan jiwa itu wajar dan
hampir semua orang punya. Itu bukan berarti aku gila.”
8
kegiatan populer. Contohnya, orang yang tinggal di kota mungkin memiliki pengalaman yang
berbeda dibandingkan orang yang tinggal di desa, hanya karena tinggal di lingkungan yang
berbeda.
2. Dekati orang-orang yang Anda kagumi. Cobalah bergaul dengan orang-orang yang
berbeda dengan Anda (secara ras, budaya, gender, orientasi seksual, dll), juga Anda kagumi
atau hormati. Itu mungkin bisa membantu mengubah sifat negatif implisit terhadap orang dari
budaya berbeda.
Bahkan melihat gambar atau membaca tentang beragam orang yang Anda kagumi
bisa membantu mengurangi bias yang Anda miliki terhadap kelompok mereka
(entah itu berdasarkan ras, suku, budaya, agama, orientasi seksual, dll)
Cobalah membaca majalah atau buku yang ditulis seseorang yang berbeda dengan
Anda.
Itu mungkin terjadi karena terkadang stereotip dianggap diterima secara sosial. Kita sudah
pernah mendengar stereotip, entah itu baik atau pun buruk. Contohnya, suku Batak cepat naik
darah, orang Tionghoa pandai, suku Ambon biasa menjadi sekuriti, dll. Jika menduga
sekelompok orang serupa semua, Anda mungkin akan menilai seseorang secara negatif jika
orang tersebut tidak memenuhi standar yang ada di kepala Anda dan bisa memicu
diskriminasi.
Salah satu cara untuk menghindari stereotip adalah menyatakan ketidaksetujuan saat
seseorang melontarkan komentar bernada stereotip. Contohnya, jika teman mengatakan,
“Semua orang Asia itu nggak bisa nyetir.” Itu pastinya stereotip negatif dan bisa memicu
prasangka jika orang tersebut meyakininya. Anda bisa membalas stereotip teman dengan
mengkonfrontasinya secara halus. Katakan, “Itu stereotip negatif loh. Kamu harus
pertimbangin budaya sama tradisi yang beda-beda juga.”
Kenali diri dan terima diri tanpa memedulikan keyakinan Anda akan pemikiran
orang lain terkait diri sendiri.
Identifikasi siapa yang bisa Anda percayakan dengan informasi pribadi dan
dengan siapa Anda bisa bersikap terbuka.
9
2. Bergabunglah dengan suatu kelompok. Solidaritas kelompok bisa membantu seseorang
menjadi lebih tangguh menghadapi prasangka dan melindungi diri dari masalah kejiwaan.
Anda boleh bergabung dengan kelompok apa saja, tetapi akan lebih membantu jika Anda
bergabung dengan kelompok yang sesuai dengan keunikan Anda (seperti kelompok
berdasarkan gender, orientasi seksual, suku, agama, dll). Itu bisa membantu Anda lebih
tangguh secara emosional (lebih tidak kesal atau depresi serta lebih terkendali) saat
menghadapi prasangka.
3. Dapatkan dukungan keluarga. Jika Anda merasakan prasangka atau diskriminasi,
dukungan sosial sangatlah penting dalam mengatasi serta pulih dari perasaan itu. Dukungan
keluarga bisa mengurangi dampak negatif prasangka pada kesehatan jiwa.
Berbicaralah dengan keluarga atau teman terdekat terkait ketidakadilan yang Anda rasakan.
4. Harapkan hasil positif atau netral. Jika Anda sudah pernah merasakan prasangka atau
diskriminasi sebelumnya, wajar saja jika Anda khawatir akan merasakannya lagi. Namun,
menduga seseorang akan berprasangka terhadap Anda atau menduga-duga tindakan orang
lain bisa memicu peningkatan stres.
Cobalah untuk melihat tiap situasi dan interaksi sebagai pengalaman baru.
5. Hadapi prasangka dengan sehat dan kreatif. Beberapa orang mungkin memiliki cara
yang negatif untuk menghadapi prasangka, termasuk perilaku agresif dan konfrontasi yang
tidak diperlukan.
Alih-alih mengorbankan nilai-nilai yang Anda anut untuk menghadapi prasangka, gunakan
cara menghadapi prasangka yang bisa membantu melepaskan atau memproses emosi Anda
terkait prasangka.
Ekspresikan diri melalui seni, tulisan, tari, musik, lakon, atau apa pun yang kreatif.
6. Terlibatlah. Bersikap aktif mengurangi prasangka bisa membuat Anda merasa sudah
membuat perubahan.
Salah satu caranya adalah menjadi duta atau sukarelawan di suatu organisasi yang
bertujuan mengurangi prasangka dan diskriminasi.
Jika tidak bisa bekerja sukarela di suatu organisasi, Anda bisa menyumbangkan uang
atau bahkan sembako. Banyak panti anak jalanan yang menerima makanan kaleng,
pakaian, dan barang lainnya.
10
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Prasangka adalah penilaian terhadap kelompok atau seorang individu yang terutama
didasarkan pada keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangka sosial ditujukan pada
orang atau kelompok orang yang berbeda dengannya atau kelompoknya. Prasangka sosial
memiliki kualitas suka dan tidak suka pada obyek yang diprasangkainya, dan kondisi ini akan
mempengaruhi tindakan atau perilaku seseorang yang berprasangka tersebut.
Prasangka dapat menjadikan seseorang atau kelompok tertentu tidak mau bergabung atau
bersosialisasi dengan kelompok lain. Apabila kondisi tersebut terdapat dalam organisasi akan
mengganggu kerja sama yang baik sehingga upaya pencapaian tujuan organisasi kurang dapat
terealisir dengan baik. Prasangka sosial sebenarnya adalah sikap dan terbentuknya sikap
tersebut berawal dari persepsi. Jadi prasangka sosial terintegrasi dalam kepribadian seseorang
dan dengan adanya prasangka social dalam diriakan mempengaruhi persepsinya terhadap
subyek atau obyek yang ada dalam lingkungannya.
3.2 Saran
Adapun yang bisa penulis sarankan dari pemaparan di atas yaitu hendaknya kita
sebagai calon konselor mampu menghindari sikap prasangka/perasaan negatif dan stereotip
terhadap klien. Kami sebagai penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak
kesalahan.
12