Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL PADA KERANG BIVALVIA DI

PERAIRAN PULAU BATAM

Ismarti, Ekowaty H. Astuti dan Ramses


Dosen Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau Kepulauan Batam

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar logam timbal (Pb) pada sampel kerang bivalvia yang
dikumpulkan dari perairan Pulau Batam. Sampel kerang diperoleh dari 6 lokasi di kawasan
barat pulau Batam. Pengambilan sampel dilakukan secara grab. Selanjutnya sample
dikeringkan dengan oven pada temperatur 80-105oC. Sampel yang telah kering dihaluskan
dan dilakukan destruksi basah dengan HNO3. Kadar logam Pb ditentukan dengan AAS pada
panjang gelombang yang sesuai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar logam berat Pb
pada sampel kerang di semua lokasi pengambilan sampel lebih tinggi dari batas ambang baku
mutu lingkungan untuk biota. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi perairan barat pulau
Batam telah tercemar.

Kata kunci: logam berat, kerang bivalvia, pulau Batam

1. PENDAHULUAN
Pulau Batam merupakan pulau yang menjadi sentra kegiatan perekonomian di wilayah
Propinsi Kepulauan Riau. Salah satu tumpuan Propinsi Kepulauan Riau sebagai penggerak
perekonomian daerah berasal dari sektor industri dan pertambangan. Kekuatan industri di
Kepulauan Riau bertumpu di kota Batam yang memiliki 86,49% dari total Industri Besar Sedang
di Kepulauan Riau.
Tingginya aktivitas di Selat Malaka dan Selat Phillip sebagai jalur lalu lintas perdagangan
laut terpadat kedua di dunia, menjadikan wilayah Kepulauan Riau sangat rentan terhadap
pencemaran laut. Beberapa kasus pencemaran laut yang sering terjadi antara lain tumpahan
minyak akibat kecelakaan kapal tanker, aktivitas pelabuhan, tank cleaning dan pembuangan
limbah B3 secara sengaja di wilayah perbatasan telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan
penurunan sumber daya pesisir, pantai dan laut di Propinsi Kepulauan Riau (SLHD Propinsi
Kepulauan Riau, 2012). Selain itu keberadaan industri, pariwisata dan aktivitas penduduk di
wilayah pesisir yang membuang limbahnya ke laut menambah kompleks masalah pencemaran
laut Batam.
Salah satu pencemar yang berpotensi menurunkan dan merusak daya dukung lingkungan
adalah logam berat. Logam berat merupakan bahan pencemar yang berbahaya karena bersifat
toksik jika terdapat dalam jumlah besar dan mempengaruhi berbagai aspek dalam perairan, baik
secara biologis maupun ekologis. Peningkatan kadar logam berat pada air laut akan
mengakibatkan logam berat yang semula dibutuhkan untuk proses metabolisme berubah
menjadi racun bagi organisme laut (Amin: 2011).
Umumnya limbah cair industri mengandung logam berat sesuai dengan bahan baku yang
digunakan dalam proses. Kadar logam berat yang terlarut dalam air laut sangat tergantung pada
keadaan perairan tersebut. Semakin banyak aktivitas manusia baik di darat maupun di pantai
akan mempertinggi keberadaan logam berat dalam air laut (Amin: 2011). Konsentrasi logam
berat di lingkungan perairan meningkat dengan kedekatan perairan tersebut pada kawasan padat
industri (Garno: 2001).
Logam berat adalah logam-logam toksik yang mempunyai densitas 5 gr/cm3 atau lima kali
lebih besar daripada densitas air (Jarub et al: 2003; Kamran et al: 2013). Besi, mangan,
molibdenium, nikel, seng dan tembaga merupakan mikronutrien essensial yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan proses metabolisme dalam sel tumbuhan, sedangkan kadmium, timbal, krom
dan merkuri tidak dibutuhkan dan mempunyai toksisitas tinggi pada tumbuhan (Morsy et al:
2012). Ancaman utama logam berat terhadap kesehatan manusia berhubungan dengan adanya
paparan oleh timbal, merkuri, kadium dan arsen walaupun arsen tergolong pada metalloid (Jarub:
2003).
Pencemaran oleh logam berat merupakan masalah besar di lingkungan. Keberadaan
logam berat di perairan berbahaya, baik secara langsung terhadap kehidupan organisme maupun
efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat logam
berat yaitu sulit terurai sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan
keberadaannya secara alami sulit terurai (Ika, T & Irwan S: 2012). Logam berat sulit untuk
dipisahkan dari air limbah dan dapat terserap ke dalam lapisan sedimen, bercampur dengan
nutrien yang diserap oleh tumbuhan sehingga dapat memasuki rantai makanan ketika dimakan
oleh hewan dan manusia (Kamran et al: 2013).
Secara umum, logam berat mempunyai pengaruh negatif pada proses biologi utamanya
dalam keadaan terlarut, bahkan dalam bentuk suspensi diketahui beracun bagi ikan. Logam-
logam berat yang berbahaya yang sering mencemari lingkungan antara lain merkuri (Hg), timbal
(Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), kromium (Cr) dan nikel (Ni). Logam-logam berat tersebut
diketahui dapat terakumulasi di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam jangka
waktu lama sebagai racun (Supriyanto, et al: 2008). Cu, Cd dan Pb dapat berikatan dengan sel-
sel membran sehingga menghambat proses transformasi melalui dinding sel. Logam berat juga
dapat mengendapkan senyawa posfat biologis maupun mengkatalisis penguraiannya (Manahan:
1977).
Organisme yang mengakumulasi kontaminan dalam jaringan mereka dapat digunakan untuk
menilai kesehatan lingkungan perairan, termasuk keberadaan, tingkat cemaran dan perubahan
dari kontaminan tersebut. Keberadaan logam berat di perairan berbahaya baik secara langsung
terhadap kehidupan organisme maupun efeknya secara tidak langsung terhadp kesehatan
manusia. Hal ini disebabkan sifat-sifat logam berat yang sulit terdegradasi sehingga logam berat
mudah terakumulasi pada biota laut, khususnya ikan dan kerang-kerangan. Logam berat yang
ada diperairan akan turun dan mengendap pada dasar perairan, membentuk sedimen sehingga
memberikan peluang paparan yang lebih besar pada udang, kerang dan rajungan (Payung et al:
2013 )
Timbal banyak digunakan dalam industri misalnya sebagai aditif dalam bahan bakar dan
pigmen dalam cat (Mukono: 2010). Timbal merupakan bahan toksik yang mudah terakumulasi
dalam organ manusia dan dapat mengakibatkan anemia, gangguan fungsi ginjal, gangguan sistem
saraf, otak dan kulit. Pb yang masuk ke dalam tubuh dapat dalam bentuk Pb-organik seperti tetra
etil Pb dan Pb anorganik seperti oksida Pb. Toksisitas logam Pb baru akan terlihat jika seseorang
menonsumsi Pb lebih dari 2 mg perhari. Ambang batas dari Pb yang boleh dikonsumsi adalah
0,2-2,0 g perhari (Sukssmerri: 2008). Logam timbal diakumulasi dalam rangka dan dilepaskan
secara lambat dari kompartemen tubuh bagian ini. Senyawa timbal diketahui menyebabkan
hipertensi, ketidaknormalan reproduksi dan menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan
saraf (Jarub: 2003; Kamran et al: 2013).
Menurut Svavarsson et al, 2001 dalam Nasution dan Siska (2011) senyawa-senyawa
organotin (tributylin TBT dan triphenitin TPT) dan logam Pb dapat memberikan pengaruh yang
kuat terhadap organisme laut termasuk pada siput dan bivalvia tertentu walaupun pada
konsentrasi rendah sekitar 1-2mg/l. Sedangkan pada konsentrasi tinggi, siput betina dapat
berkembang menjadi jantan (imposex) atau menyebabkan sterilitas (Herber: 2003 dalam
Nasution dan Siska: 2011).
Philips (1986) dalam Nasution dan Siska (2011) mengemukakan bahwa jenis kerang
(bivalvia), siput (gastropoda) dan makro alga merupakan bioindikator yang paling tepat dan
efisien karena mempunyai mobilitas yang rendah sehingga relatif menetap di suatu daerah.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan logam timbal dalam sedimen dan
kerang bivalvia di perairan Pulau Batam. Diharapkan penelitian ini bermanfaat sebagai sumber
informasi bagi masyarakat penggemar kerang serta dapat dijadikan rekomendasi bagi
pengelolaan lingkungan perairan di Pulau Batam.

2. METODE PENELITIAN
2.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di perairan barat Pulau Batam Propinsi Kepulauan Riau. Proses
preparasi dilakukan di Laboratorium Biologi FKIP Universitas Riau Kepulauan Batam,
sedangkan analisa dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Sriwijaya Palembang. Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2015.
2.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu sampel sedimen dan sampel kerang bivalvia yang dikumpulkan
dari 6 lokasi pengambilan di sepanjang perairan barat Pulau Batam, HNO3 pekat, aquabides dan
larutan standar Pb. Peralatan yang digunakan meliputi peralatan lapangan dan laboratorium.
Peralatan lapangan meliputi GPS, grab sampel, pH meter sedangkan peralatan laboratorium
meliputi timbangan analitik, peralatan gelas, penyaring dan Spektrofotometer Serapan Atom
merk Shimadzu tipe 7000AA.
2.3. Cara Kerja
1. Sampel sedimen
Sampel sedimen yang diperoleh dari lokasi dikeringkan dalam oven pada temperatur 105oC.
Sampel yang sudah kering kemudian dihaluskan dan diayak. Selanjutnya ditimbang sebanyak 5
gr sampel kemudian dipindahkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Sampel kemudian ditambahkan
HNO3 pekat sebanyak 5 ml dan aquadest sebanyak 50 ml. Sampel didestruksi dalam heat mantel

hingga diperoleh larutan jernih dan volumenya menjadi ± 10 ml. Sampel disaring dengan kertas

saring Whatman No. 41 dan filtratnya diencerkan hingga 50 ml. Sampel diukur kadar Pbnya
menggunakan AAS pada panjang gelombang bersesuaian.
2. Sampel kerang
Sampel kerang yang diperoleh dari lokasi dipisahkan daging dan cangkangnya dengan
tangan, kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 80-100oC. Sampel yang sudah kering
kemudian dihaluskan. Selanjutnya ditimbang sebanyak 5 gr sampel kemudian dipindahkan ke
dalam erlenmeyer 250 ml. Sampel ditambahkan HNO3 pekat sebanyak 5 ml dan aquadest
sebanyak 50 ml. Sampel didestruksi dalam heat mantel hingga diperoleh larutan jernih dan

volumenya menjadi ± 10 ml. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 dan

filtratnya diencerkan hingga 50 ml. Selanjutnya diukur kadar Pbnya dengan AAS pada panjang
gelombang bersesuaian.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Kandungan Logam Timbal pada Sampel Sedimen di Perairan Batam

Hasil pengukuran kadar logam timbal pada sedimen di perairan pulau Batam dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Kadar logam timbal pada sedimen di perairan Pulau Batam

Kadar timbal (mg/kg)


Lokasi
1 2 3 Rata-rata
Stasiun 1 2,15 3,26 2,69 2,70
Stasiun 2 3,26 2,77 3,67 3,23
Stasiun 3 3,68 5,28 4,00 4,32
Stasiun 4 2,01 11,04 6,26 6,44
Stasiun 5 5,61 5,62 6,10 5,78
Stasiun 6 22,14 17,82 20,41 20,12

Kadar logam timbal pada sedimen dari 6 lokasi pengambilan sampel bervariasi. Kadar
logam timbal paling rendah ditemui pada stasiun 1 yang relatif minim cemaran dari aktivitas
industri dan transportasi. Sedangkan kadar logam timbal paling tinggi ditemukan di lokasi 6 yang
merupakan daerah padat industri dan transportasi. Tingginya kadar timbal di perairan barat dan
utara pulau Batam dipengaruhi oleh aktivitas transportasi laut di kawasan tersebut serta
konstruksi galangan kapal.
Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar logam Pb dalam sedimen
meningkat di beberapa lokasi. Logam Pb memiliki kelarutan yang rendah di dalam air, sehingga
cenderung untuk mengendap.

Gambar 1. Rata-rata kadar logam timbal dalam sedimen

Hasil analisa menunjukkan bahwa sedimen di stasiun 4 dan 6 mengakumulasi logam Pb


lebih banyak. Hal ini diduga dipengaruhi oleh tekstur sedimen di lokasi tersebut. Sedimen di
lokasi 1,2, 3 dan 5 teksturnya pasir halus sedangkan di lokasi 4 dan 6 tekstur sedimennya
berlumpur. Geyer (1081) dalam Wahab et al (2005) menyatakan bahwa interaksi logam berat
dengan sedimen bergantung pada komposisi sedimen. Konsentrasi logam berat yang lebih tinggi
umumnya ditemukan pada sedimen lumpur, lanau, pasir berlumpur dari pada pasir (Sudirman et
al, 2013). Menurut Owen dan Shandu (2000) dalam Amin et al (2011) distribusi logam berat
selain dipengaruhi oleh tekstur sedimen juga dipengaruhi oleh aktivitas di perairan tersebut. Pada
lokasi 2, 3, 4 dan 6 aktivitas perkapalan dan industri galangan kapal cukup tinggi.
Kandungan logam timbal dalam sedimen pada penelitian ini antara 2,01-22,14 mg/kg.
Berdasarkan petunjuk kualitas sedimen yang dikemukakan oleh Febris dan Werner (1994) dalam
Wahab et al, (2005), konsentrasi maksimum logam Pb yang dapat ditolerir oleh organisme
adalah 33 mg kg-1 berat kering sedimen. Dapat disimpulkan bahwa kandungan Pb dalam sedimen
di perairan Pulau Batam masih berada di bawah batas SQG (Sediment Quality Guideline). Hal
ini disebabkan sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan massa air yang melarutkan
kembali logam yang dikandungnya dalam air.
3.2. Kandungan Logam Timbal pada Sampel Kerang di Perairan Batam

Hasil pengukuran kadar logam timbal pada kerang di perairan pulau Batam dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Kadar logam timbal pada kerang di perairan Pulau Batam

Lokasi Kadar timbal (mg/kg)


Stasiun 1 1,23
Stasiun 2 2,05
Stasiun 3 1,79
Stasiun 4 1,57
Stasiun 5 1,62
Stasiun 6 1,38

Kadar logam timbal pada kerang yang diperoleh dari 6 stasiun bervariasi. Secara umum,
kadar logam Pb yang ditemukan pada kerang melebihi baku mutu lingkungan untuk biota yang
ditetapkan dalam KepMenLH No. 51 tahun 2004 yaitu 0,008 mg/l. Hal ini mengindikasikan
bahwa perairan Pulau Batam sudah tercemar oleh Pb. Rata-rata kadar Pb terendah dijumpai pada
kerang dari stasiun 1 yaitu 1,23 mg/kg dan tertinggi pada stasiun 2 yaitu 2,05 mg/kg. Lebih jelas
dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Rata-rata kadar logam timbal dalam kerang


Tingginya kadar logam Pb dalam kerang di stasiun 2 diduga berhubungan dengan padatnya
aktivitas transportasi di lokasi tersebut. Stasiun 2 merupakan jalur pelayaran utama untuk
berbagai pelayaran, baik jalur internasional dan nasional menggunakan kapal laut, kapal ferry
dan kapal- kapal nelayan antar pulau. Logam Pb banyak masuk ke perairan melalui buangan air
ballast kapal dan emisi mesin berbahan bakar minyak yang digunakan sebagai anti knock pada
mesin. Premium digunakan sebagai bahan bakar pada mesin alat transportasi. Timbal (tetraethyl
lead) merupakan bahan logam timah hitam yang ditambahkan ke dalam bahan bakar berkualitas
rendah untuk menaikkan nilai oktan bahan bakar sehingga bila digunakan mesin akan terhindar
dari bising. Selain itu timbal juga berfungsi sebagai pelumas untuk kerja antar katup untuk
mencegah terjadinya ledakan saat berlangsungnya pembakaran dalam mesin (Palar: 1994).
Konsentrasi logam Pb terendah ditemukan pada stasiun 1 yang merupakan kawasan daerah
wisata renang dan penginapan. Kadar logam Pb relatif lebih rendah dimungkinkan pada kawasan
ini terdapat hutan mangrove yang dapat menyerap masuknya logam berat di perairan tersebut
(Payung et al: 2013). Mangrove yang ditemukan pada stasiun 1 tergolong dalam spesies
Rhizophora. Menurut Hamzah dan Setiawan (2010), untuk logam Pb nilai BCF akar untuk jenis
mangrove berturut-turut adalah Avicennia > Rhizophora >Soneratia. Sedangkan untuk BCF daun
berturut-turut adalah Rhizophora >Avicennia >Soneratia.
Logam Pb dapat masuk ke dalam tubuh biota laut melalui rantai makanan, insang dan difusi
permukaan kulit. Akumulasi logam Pb pada kerang dapat terjadi melalui absorpsi air, partikel
dan planktor dengan cara menyaring (filter feeder). Terdeteksinya kandungan logam Pb dalam
kerang diduga karena jenis organisme ini tidak dapat mengekskresikan dengan baik logam Pb
sehingga terakumulasi terus-menerus dalam jaringan sesuai dengan kenaikan logam Pb dalam
air. Pada jenis hewan lunak yang mobilitasnya lamban, Pb akan terakumulasi dalam jaringan
biota (Payung et al: 2013 ). Logam Pb merupakan logam non esensial dan beracun yang tidak
dibutuhkan oleh organisme sehingga menumpuk pada jaringan tubuh organisme tersebut tanpa
bisa digunakan dalam proses metabolisme, pertumbuhan dan perkembangbiakan.

3.3. Perbandingan Konsentrasi Logam Pb dalam Sedimen dan Kerang Perairan Pulau
Batam dengan Daerah Lain.
Apabila dibandingkan konsentrasi logm Pb pada sedimen dan kerang pada perairan Pulau
Batam dengan daerah lain, secara umum konsentrasi logam Pb di perairan Pulau Batam relatif
tinggi (Tabel 3).

Tabel 3. Perbandingan Konsentrasi rata-rata logam Pb pada sedimen dan kerang


antara Perairan Pulau Batam dengan Perairan Lain
Kadar timbal (mg/kg)
Lokasi Perairan Referensi
Sedimen Kerang
Pulau Batam 7,0983 3,335 Penelitian ini
Pesisir Makasar 8,5277 0,489 Payung et al (2013)
Pantai Pulau Bintan 3,05 3,80 Nasution & Siska (2011)
Maroneng 1,92 1,82 Saenab et al (2014)
Bagan deli, Belawan - 0,2738 Siagian (2014)

Konsentrasi logam Pb dalam sedimen di Perairan Betam lebih tinggi dibandingkan dengan
daerah lain, kecuali di pesisir Makasar, sedangkan konsentrasi logam Pb dalam kerang relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain kecuali di Pulau Bintan. Hal tersebut kemungkinan
disebabkan oleh kondisi lingkungan di sekitar perairan yang sangat berbeda dan perbedaan
spesies kerang dari lokasi penelitian.

4. KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar cemaran logam berat Pb di perairan Batam
cukup tinggi. Kadar logam berat tertinggi pada sedimen dijumpai pada stasiun 6 yaitu kawasan
depan Pulau Buluh dengan kadar Pb 20,12 mg/kg. Berdasarkan nilai SQG konsentrasi logam Pb
dalam sedimen di perairan pulau Batam masih berada di bawah standar untuk sedimen yang
belum terkontaminasi. Kadar logam Pb dalam kerang yang ditemukan di perairan Batam cukup
tinggi berkisar antara 1,23-2,05 mg/kg. Berdasarkan nilai BML, konsentrasi tersebut telah
melebihi ambang batas kandungan Pb dalam biota. Dari hasil penelitian ini disarankan untuk
melakukan monitoring secara berkala kondisi perairan Pulau Batam sejalan dengan
meningkatnaya aktivitas industri dan transportasi di area tersebut.

Ucapan Terima Kasih


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI)
yang telah memberikan bantuan dana penelitian melalui Hibah Pekerti Tahun Anggaran 2015
dengan No. Kontrak 01/SP-PEKERTI/UNRIKA/IV/2015 Tanggal 25 April 2015. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Dr. Suheryanto, M.Si yang telah banyak memberikan
bimbingan dan motivasi sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, B., 2002. Distribusi Logam Berat Pb, Cu dan Zn di Perairan Telaga Tujuh Karimun
Kepulauan Riau.Jurnal Natur Indonesia Vol 5 (1): 9 – 16.
Amin, B., Evy Afriyani dan Mikel A.S., 2011. Distribusi Spasial Logam Pb dan Cu pada
Sedimen dan Air Laut Permukaan di Perairan Tanjung Buton Kabupaten Siak Provinsi
Riau. Jurnal Teknobiologi Vol 2 No 1 Hal 1-8
Anonim, 2012, Status Lingkungan Hidup Daerah Propinsi Kepulauan Riau, 2011.
Garno, Y.S. 2001. Kandungan beberapa logam berat di perairan pesisir timur Pulau Batam.
Jurnal Teknologi Lingkungan Vol 2 No.3 Hal: 281-286
H. Palar, Pencemaran & Toksikologi Logam Berat, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1994
Hamzah, Faisal dan Agus Setiawan. 2010. Akumulasi Logam Berat Pb, Cu dan Zn di Hutan
Mangrove Muara Angke, Jakarta Utara. Jurnal Ilmu dan teknologi Kelautan Tropis. Vol
2 No.2 Hal: 41-52
Ika,Tahril dan Irwan Said. 2011. Analisis Logam Timbal (Pb) Dan Besi (Fe) Dalam Air Laut Di
Wilayah Pesisir Pelabuhan Ferry Taipa Kecamatan Palu Utara. J. Akad. Kim. 1(4): 181-186.
Jarup, Lars. 2003. Hazards of Heavy Metal Contamination. British Medical Bulletin. Vol 68. Hal:
167-182
Kamran Sardar, Shafaqat Ali, et al, 2013, Heavy Metals Contamination and what are the Impacts
on Living Organisms, Greener Journal of Environmental Management and Public Safety
Vol 2 No. 4 Hal: 172-179.
Manahan, SE. 1977. Enviromental Chemistry. Second Edition. Boston: Williard Press.
Morsy AA, Salama HHA, Kamel HA dan Mansour MMF. 2012. Effect of heavy metals on
plasma membrane lipids and antioxidant enzymes of Zygophyllum species. Eurasia J
Biosci Vol 6: 1-10.
Mukono, H. J. 2010. Toksikologi Lingkungan. Airlangga University Press. Surabaya.
Nasution, S dan Siska M. 2011. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb ) Pada Sedimen Dan Siput
Strombus Canarium Di Perairan Pantai Pulau Bintan. Jurnal Ilmu Lingkungan. PPS
Universitas Riau. Vol 5 No 2 Hal 82-93.
Payung, Febrianti Lolo., Ruslan dan Agus B.B. 2013. Studi Kandungan dan Distrbusi Spasial
Logam Berat Timbal (Pb) pada sedimen dan Kerang (Anadara sp) di Wilayah Pesisir
Kota Makasar. diambil pada 12 Juni 2015 dari
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5590/
Saenab, S., Nurhaedah dan Cut Muthiadin, 2014, Studi Kandungan Logam Berat Timbal Pada
Langkitang (Faunus Ater) Di Perairan Desa Maroneng Kecamatan Duampanua
Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan, Jurnal Bionature, Vol15, No. 1, Hal:. 29-34
Siagian, Lestina T.I. 2014. Pengaruh Pencemaran Logam Berat Pb Terhadap Biota Laut dan
Konsumennya Di Kelurahan Bagan Deli Belawan, Laporan Penelitian, Fakultas Teknik
Universitas HKBP Nommensen, Medan.
Supriyanto, Samin dan Zainul Kamal. 2007. Analisis Cemaran Logam Berat Pb, Cu dan Cd
pada Ikan Air Tawar dengan Metode Spektrometri Nyala Serapan Atom (SSA). Makalah
disajikan dalam Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai