Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang

dilaksanakan oleh semua komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk

meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif

secara sosial dan ekonomis. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat

ditentukan oleh kesinambungan antar upaya program dan sektor, serta

kesinambungan dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh periode

sebelumnya. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah

Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan

melalui pengendalian penyakit. Salah satu penyakit yang sering terjadi pada

anak yang perlu dikendalikan adalah penyakit Infeksi Saluran Pernapasan

Akut (ISPA) (Kemenkes RI, 2015).

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit umum

yang terjadi pada masyarakat dan sering dianggap biasa atau tidak

membahayakan. ISPA merupakan penyakit saluran pernapasan atas atau

bawah, bisanya menular yang dapat menimbulkan berbagai spektrum

penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala sampai penyakit yang parah

1
2

dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan

dan faktor penjamu (Najmah, 2016).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2012 ISPA

merupakan pembunuh balita pertama di dunia, lebih banyak dibandingkan

dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria dan campak. Di dunia setiap

tahun diperkirakan lebih dari 2 juta meninggal karena ISPA (1 balita/15 detik)

dari 9 juta total kematian balita. Di antara 5 kematian balita, 1 diantaranya

disebabkan oleh pneumonia. Bahkan karena besarnya kematian ISPA ini,

ISPA/pneumonia disebut sebagai pandemi yang terlupakan atau forgetten

pandemic. Insidensi ISPA di negara berkembang 0,29% (151 juta jiwa) dan

negara industri 0,05% (5 juta jiwa) (Djuhu, 2014).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 period prevalence

ISPA Indonesia sebesar (25,0%). Karakteristik penduduk dengan ISPA yang

tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (25,8%). Lima provinsi

dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%),

Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%)

sedangkan di Provinsi Kalimantan Selatan (26,7%) (Kemenkes RI, 2013).

Jumlah kasus infeksi saluran napas akut (ISPA) secara kumulatif pada tahun

2015 di enam provinsi di Indonesia tercatat sebanyak 307.360 kasus. Jumlah

ini tersebar di Riau sebanyak 45.668 kasus, Jambi 69.734, Sumatera Selatan

83.276, Kalimantan Barat 43.477, Kalimantan Selatan 29.104, dan

Kalimantan Tengah 36.101 kasus (Manafe, 2015).


3

Faktor-faktor yang berperan terhadap terjadinya ISPA terdiri dari

faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi status gizi,

status imunisasi balita, riwayat BBLR, umur balita. Faktor ekstrinsik meliputi

kondisi fisik rumah, jenis bahan bakar, ventilasi, kepadatan hunian, care

seeking, kebiasaan orang tua merokok, polusi asap dapur, lokasi dapur,

pendidikan ibu, pekerjaan orang tua dan pengahasilan keluarga (Utami,

2013).

Perilaku ibu dalam pencegahan ISPA dapat dilakukan seperti menjaga

anak tetap dalam keadaan bersih, ibu melakukan kebersihan rumah seperti

menyapu lantai, membersihkan debu-debu di dalam rumah, rutin mengganti

sprei kasur dan sarung bantal secara teratur, membuka jendela dan ventilasi

udara agar sirkulasi udara tetap lancar serta melarang anggota keluarga yang

merokok untuk tidak merokok. Tindakan ibu dalam mencegah terjadinya

ISPA secara baik berdampak kesehatan balita (Indriani, 2011).

Data dari Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin tahun 2016 jumlah

penderita ISPA sebanyak 14.575 orang. Data dari Puskesmas Pekauman

Banjarmasin tahun 2016 didapatkan jumlah penderita ISPA sebanyak 5.116

orang sedangkan dari bulan Januari-Mei 2017 sebanyak 1.523 orang.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Puskesmas Pekauman kepada

7 orang ibu dari balita yang mengalami ISPA didapatkan sebanyak 4 orang

mengatakan memiliki anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dan 3

orang lainnya mengatakan tidak memiliki anggota keluarga perokok.


4

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian

yang berjudul “Hubungan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga dan

Kondisi Lingkungan Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas

Pekauman Banjarmasin”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut: ”Apakah ada hubungan kebiasaan merokok anggota keluarga dan

kondisi lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas

Pekauman Banjarmasin ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan kebiasaan merokok anggota keluarga dan kondisi

lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas

Pekauman Banjarmasin .

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi kebiasaan merokok anggota keluarga pada balita

ISPA dan tidak ISPA di Puskesmas Pekauman Banjarmasin .

b. Mengidentifikasi kondisi lingkungan rumah balita ISPA dan tidak ISPA

di Puskesmas Pekauman Banjarmasin

c. Mengidentifikasi kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Pekauman

Banjarmasin
5

d. Menganalisis hubungan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan

kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Pekauman Banjarmasin .

e. Menganalisis kondisi lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada

balita di Puskesmas Pekauman Banjarmasin .

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi ibu balita

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan untuk ibu tentang

hubungan kebiasaan merokok anggota keluarga dan kondisi lingkungan

rumah dengan kejadian penyakit ISPA.

2. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam

melaksanakan program pencegahan (preventif) penyakit ISPA.

3. Bagi peneliti

Hasil penelitian dapat bermanfaat bagi peneliti untuk meningkatkan

pengalaman dan pengetahuan tentang faktor yang berhubungan dengan

kejadian ISPA.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang serupa dengan penelitian yang akan dilakukan ini dapat

dilihat pada tabel 1.1 berikut.


6

Tabel 1.1
Keaslian Penelitian

No. Judul Penelitian Desain Variabel Hasil Penelitian


1 Rusmadi (2012) Survei Variabel Tidak ada hubungan
Hubungan analitik bebas: pengetahuan dan sikap
pengetahuan, sikap dengan pengetahuan ibu dengan kejadian
dan pendidikan ibu pendekatan dan sikap ISPA pada anak balita di
dengan kejadian cross wilayah kerja Puskesmas
ISPA pada anak sectional Variabel Paringin Kabupaten
balita di wilayah terikat : Balangan
kerja Puskesmas kejadian ( p = 0, 441 > α 0,05)
Paringin ISPA ( p = 0, 632 > α 0,05)
Kabupaten
Balangan

2 Yulia (2013) Survey Variabel Ada hubungan


Hubungan analitik bebas: pengetahuan dan sikap
pengetahuan dan dengan pengetahuan ibu dengan kejadian
sikap ibu dengan pendekatan dan sikap ISPA pada anak usia 5-9
kejadian ISPA cross tahun di Puskesmas
pada anak usia 5-9 sectional Variabel Pelambuan Kota
tahun di Puskesmas terikat : Banjarmasin
Pelambuan Kota kejadian ( p = 0, 000 < α 0,05)
Banjarmasin ISPA
3 Ikasari (2015) Survey Variabel Ada hubungan antara
Hubungan analitik bebas: pemberian ASI eksklusif
Pemberian ASI dengan pemberian terhadap kejadian ISPA
Eksklusif dengan pendekatan ASI Ekslusif pada bayi usia 6-12 bulan
Kejadian ISPA cross di wilayah kerja
pada Bayi Usia 6- sectional Variabel Puskesmas Martapura ( p
12 Bulan di terikat : = 0, 000 < α 0,05)
Wilayah Kerja kejadian
Puskesmas ISPA
Martapura

Anda mungkin juga menyukai