Anda di halaman 1dari 8

SUPERSEMAR

Latar Belakang

https://www.infia.co/news/supersemar-sejarah-indonesia-yang-masih-gelap-51npQTYw

Situasi negara dalam keadaan genting dan tak menentu pasca peristiwa
G30S/PKI, Pemerintah tidak punya wibawa di mata rakyat sehingga perlu
adanya tindakan untuk menyelamatkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Sejarah Supersemar berawal dari terjadinya sidang pelantikan Kabinet


“Dwikora yang Disempurnakan” atau juga dikenal sebagai “Kabinet 100
menteri “ pada 11 Maret 1966 di Istana Merdeka, Jakarta. Dinamakan
sebagai Kabinet 100 menteri lantaran pada sidang itu, tepat 100 menteri
yang dilantik. Saat Sidang Kabinet dimulai, Panglima Tjakrabirawa, Jenderal
Sabur melaporkan kepada Soekarno bahwa ada pasukan liar dan pasukan
tak dikenal yang bertugas menahan menteri-menteri kabinet yang diduga
terlibat dalam Gerakan G 30 S PKI. Tjakrabirawa merupakan pasukan
pengawal khusus Presiden Soekarno.

Usai mendengar laporan tersebut, Presiden Soekarno bergegas ke Istana


Bogor bersama Wakil Perdana Menteri I, Dr. Soebandrio dan Wakil Perdana
Menteri III, Chaerul Saleh menggunakan helikopter. Sidang Kabinet
akhirnya diserahkan pimpinannya oleh Wakil Perdana Mentero II,
Dr.J.Leimena yang bertugas menutup sidang. Ia juga segera menyusul ke
Istana Bogor setelah acara sidang Kabinet 100 Menteri selesai.

Situasi ini juga dilaporkan ke Panglima Angkatan Darat, yaitu Mayor Jendral
Soeharto. Mayor Jendral Soeharto menjabat sebagai Panglima Angkatan
Darat menggantikan Letnan Jendral Ahmad Yani yang gugur di peristiwa G
30 S PKI. Konon, Soeharto saat itu tidak menghadiri Sidang Kabinet karena
sakit. Banyak kalangan yang menilai Soeharto tidak menghadiri sidang
kabinet karena menunggu waktu yang pas untuk menjalankan sebuah
skenario.

Pada malam harinya, Soeharto mengutus 3 orang perwira tinggi Angkatan


Darat untuk menghadap ke Presiden Soekarno. Ketiga perwira itu adalah
Brigadir Jendral Muhammad Jusuf, Brigadir Jendral Amir Machmud, dan
Brigadir Jendral Basuki Rachmat. Mereka bertiga berbincang dengan
Presiden Soekarno tentang keadaan genting negara dan mengatakan jika
Soeharto bisa mengendalikan keadaan dan mengembalikan stabilitas
negara jika diberi surat perintah atau surat kuasa untuk mengambil tindakan.
Inilah yang menjadi cikal bakal Supersemar.

Perbincangan itu berlangsung hingga pukul 20.30 WIB, menurut pengakuan


Muhammad Jusuf. Akhirnya, Presiden Soekarno menyetujui usul ketiga
perwira itu dan membuat Surat Perintah untuk Soeharto. Surat perintah itu
dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang berisi
perintah untuk Soeharto agar mengambil segala tindakan untuk
mengembalikan stabilitas negara.

Surat Perintah itu kemudain di bawa ke Jakarta dan tiba pada 12 Maret 1966
pukul 01.00 WIB. Menurut pengakuan Sudharmono, saat itu ia mendapat
telepon dari Mayor Jendral Sutjipto, Ketua G-5 Koti pada pukul 22.00 WIB.
Sutjipto saat itu meminta supaya konsep soal pembubaran PKI segara
disiapkan dan harus selesai pada malam itu juga. Permintaan itu
diperintahkan langsung oleh Soeharto. Surat itu dibawa oleh Sekretaris
Markas Besar TNI Angkatan Darat Brigadir Jendral Budiono.

Lalu Surat susulan dari Presiden Soekarno yang memprotes pembubaran


parpol tak digubris Soeharto. Dia terus bergerak, termasuk membubarkan
Resimen Tjakrabirawa. Satuan elite pengawal Presiden Soekarno. Setelah
Supersemar diteken, kekuasaan Soekarno meredup dan sebaliknya
Soeharto menjadi orang paling berkuasa di Indonesia.

ISI SUPERSEMAR

Setelah tumbangnya rezim Orde Baru pimpinan Presiden Suharto, ada


beberapa versi tentang isi naskah Supersemar.

Sebagian kalangan sejarawan Indonesia mengatakan bahwa terdapat


berbagai versi Supersemar sehingga masih ditelusuri
naskah Supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana
Bogor.

Akan tetapi, dari beberapa versi yang bermunculan tersebut, setidaknya


ada tiga versi yang paling dipercaya sebagai representasi atau gambaran
dari isi naskah Supersemar yang asli.

Tiga versi naskah Supersemar dapat dilihat melalui gambar-gambar di


bawah ini.
1. Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) Versi Rezim Orde Baru

2. Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) Versi Sumber Lain


3. Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) Versi Pusat Sejarah dan
Tradisi Tentara Nasional Indonesia (TNI)

https://www.amongguru.com/sejarah-singkat-supersemar-isi-tujuan-dan-kontroversinya/

Tujuan
Supersemar bertujan mengatasi situasi saat itu. Pada praktiknya, Setelah
mengantongi Supersemar, Soeharto mengambil sejumlah keputusan lewat
SK Presiden No 1/3/1966 tertanggal 12 Maret 1966 atas nama
Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/PBR. Keputusan
tersebut berisi:

1. Pembubaran PKI beserta ormasnya dan menyatakannya sebagai partai


terlarang
2. Penangkapan 15 menteri yang terlibat atau pun mendukung G30.
3. Pemurnian MPRS dan lembaga negara lainnya dari unsur PKI dan
menempatkan peranan lembaga itu sesuai UUD 1945.
Soekarno yang diasingkan tak bisa berbuat banyak. Sementara Soeharto
mendapat kekuasaan yang semakin besar. Hingga pada 22 Juni 1966,
Soekarno menyampaikan pidato pertanggungjawaban di Sidang MPRS.
Pidato yang dikenal sebagai Nawaksara ini ditolak oleh MPRS.

Soekarno dianggap mengecewakan. Dalam pidato itu, Soekarno bersikeras


tidak mau membubarkan PKI. Popularitas Soekarno kian tergerus. Akhirnya,
pada 7 Maret 1967, Soekarno melepas jabatannya. Soeharto ditunjuk untuk
menjadi penjabat presiden lewat Sidang MPRS. Soeharto resmi menjabat
sebagai presiden pada 27 Maret 1968.

Peneliti Sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman


Adam mengatakan, Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) sebenarnya
berisi perintah Soekarno kepada Soeharto untuk mengambil langkah-
langkah yang diperlukan untuk memulihkan ketertiban dan keamanan
umum. Perintah lainnya, meminta Soeharto untuk melindungi Presiden,
semua anggota keluarga, hasil karya dan ajarannya. Akan tetapi, Soeharto
tidak melaksanakan perintah tersebut dan mengambil tindakan sendiri di
luar perintah Presiden Sukarno.

https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/05/220000169/supersemar--latar-
belakang-isi-dan-tujuan?page=all

Kendala
Setelah menerima Supersemar, langkah pertama yang dilakukan Soeharto
adalah membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Surat
Keputusan Presiden No 1/3/1966. Surat itu dibuat dengan
mengatasnamakan Presiden bermodal mandat Supersemar yang ditafsirkan
oleh Soeharto sendiri.

Langkah kedua, Soeharto mengeluarkan Surat Keputusan Presiden No 5


tanggal 18 Maret 1966 tentang penahanan 15 orang menteri yang dianggap
terkait PKI dan terlibat Gerakan 30 September 1965. Presiden Soekarno
sempat mengecam tindakan Soeharto menggunakan Supersemar di luar
kewenangan yang diberikannya.

Dalam pidatonya yang berjudul “Jangan Sekali-Sekali Meninggalkan


Sejarah” (Jasmerah), 17 Agustus 1966, Soekarno menegaskan bahwa
Supersemar bukanlah “transfer of sovereignity” dan bukan pula “transfer of
authority”. "Dikiranya SP Sebelas Maret adalah surat penyerahan
pemerintahan. Dikiranya SP Sebelas Maret itu suatu transfer of soverignty.
Transfer of authority. Padahal tidak! SP Sebelas Maret adalah suatu perintah
pengamanan. Perintah pengamanan jalannya pemerintahan. Kecuali itu
juga perintah pengamanan keselamatan pribadi Presiden. Perintah
pengamanan wibawa Presiden. Perintah pengaman ajaran Presiden.
Perintah pengamanan beberapa hal!"
https://nasional.kompas.com/read/2016/03/11/07133951/.Mengambil.Suatu.Tindakan.ya
ng.Dianggap.Perlu.Kalimat.Fatal.dalam.Supersemar?page=all

Pada tahun itu pula MPRS menetapkan TAP MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang
Supersemar karena kekhawatiran Supersemar akan dicabut oleh Soekarno
Menurut sejarawan Baskara T. Wardaya melalui buku "Membongkar
Supersemar", penetapan Supersemar sebagai ketetapan MPRS telah
mengikis habis kekuasaan Soekarno sekaligus menghilangkan
kemampuannya untuk mencegah tindakan politis yang dilakukan Soeharto
atas nama surat tersebut.

Sementara itu, menurut Asvi, awalnya Soebandrio pernah menyarankan


kepada Soekarno bahwa perintah kepada Soeharto sebaiknya diberikan
dalam bentuk lisan saja. Saran tersebut ditolak oleh Amir machmud,
sehingga menjadi perintah tertulis.

Soekarno juga pernah mencoba mengeluarkan perintah untuk


menyebarkan surat yang membantah Supersemar. Ia meminta bantuan
Dubes Indonesia untuk Kuba, AM Hanafi, namun tindakan tersebut tidak
membuahkan hasil. Upaya kedua dilakukan Soekarno lewat Suryadharma,
bekas Panglima Angkatan Udara. Tindakan ini juga gagal karena
Suryadharma mengatakan bahwa sudah tidak ada lagi jalur yang bisa
digunakannya untuk menyebarluaskan perintah Soekarno.

Makna
1. Adanya perintah tugas demi persatuan dan kesatuan bangsa.
"mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, untuk terjaminya
ketenangan dan keamanan serta kestabilan dijalnya pemerintahan dan
dijalanya revolusi serta menjamin keselematan pribadi dan kewibawan
pimpinan presiden/panglima tertinggi/pemimpin besar revolusi/
mandataris MPRS , demi untuk keutuhan bangsa dan negara RI dan
melaksanakan dengan pasti segala ajaran pemimpin besar revolusi"
2. Perlunya Koordinasi Tugas Dengan Berbagai Jajaran Pemerintahan
“Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-
Panglima Angkatan-Angkatan lain dengan sebaik-baiknya"
3. Pentingnya Menjalankan Tanggung Jawab Tugas Secara Optimal
“Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkuta-paut
dalam tugas dan tanggung-jawabnya seperti tersebut diatas”

Kebenaran mengenai persitiwa Supersemar memang masih menjadi misteri


dan kontroversi. Terlebih, Supersemar yang asli belum ditemukan, bahkan
saat ini ada beberapa versi yang membuat kebenaran sejarah menjadi
semakin sulit dipastikan. Apa yang sebenarnya diperintahkan Presiden
Sukarno kepada Soeharto lewat Supersemar saat itu belum terkuak dengan
pasti: apakah menjaga stabilitas negara, termasuk keamanan presiden dan
keluarganya, atau surat legitimasi untuk pengalihan kekuasaan?

Jika dikaitkan dengan zaman sekarang mungkin akan terjadi demo besar-
besaran yang dilakukan mahasiswa dan rakyat. Rakyat akan terus didorong
untuk terbuka dan mengungkapkan kebenaran tentang apa yang sedang
terjadi dan direncanakan oleh pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai