Anda di halaman 1dari 29

RANGKUMAN

MATERI MATEMATIKA DASAR I

Dosen Pengampu:

Disusun Oleh:
Hawari Ahmad Athar (117200001)
Puti Aisyah (117200002)
Safira Bianca Putri (117200003)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”


YOGYAKARTA
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
TEKNIK GEOMATIKA
2021
BAB I

Kombinatorial

1.1 Pendahuluan

Kombinatorial adalah cabang matematika yang mempelajari pengaturan


objek-objek. Kombinatorial didasarkan pada hasil dari suatu percobaan.
Percobaan adalah proses fisik yang hasilnya dapat diamati.

Contoh percobaan dan hasilnya (outcome):

1. Melempar satu dadu

ada 6 hasil percobaannya, yaitu muka dadu 1,2,3,4,5, atau 6

2. Melempar uang koin

ada 2 hasil percobaan: gambar atau angka

1.2 Kaidah Dasar Perhitungan

• Kaidah perkalian

Bila percobaan 1 mempunyai p hasil percobaan yg mungkin, percobaan 2


menghasilkan q hasil percobaan yg mungkin. Jika percobaan p dan percobaan
q dilakukan maka terdapat pxq hasil percobaan.

• Kaidah penjumlahan

Bila percobaan 1 mempunyai p hasil percobaan yg mungkin, percobaan 2


menghasilkan q hasil percobaan yg mungkin. Jika percobaan p atau percobaan
q dilakukan maka terdapat p+q hasil percobaan.

1.2 Perluasan Kaidah Dasar Perhitungan

Jika n percobaan masing-masing mempunyai p1, p2, ..., pn hasil yg


mungkin, dimana setiap pi tdk tergantung pada pilihan sebelumnya, maka
jumlah hasil percobaan yg mungkin terjadi:

p1 x p2 x ... x pn utk kaidah perkalian


p1 + p2 + ... + pn utk kaidah penjumlahan

Contoh:

Jabatan ketua dapat diduduki oleh mahasiswa angkatan tahun 2018 atau
angkatan tahun 2019, Jika terdapat 50 mahasiswa angkatan 2018 dan 67
mahasiswa angkatan 2019, berapa cara memilih ketua himpunan?

Jawab:

Jabatan yg ditawarkan hanya satu, yg dapat diduduki oleh salah satu mhs
dari kedua angkatan. Jadi cara memilih ketua himpunan ada 50 + 67 = 127
cara
BAB II

Permutasi dan Kombinasi

1.1. Pendahuluan

Permutasi dan kombinasi di dalam matematika adalah pengaturan pasangan


dari suatu elemen atau unsur, sedemikian hingga didapat hasil pasangan tertentu.
Keduanya sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari, disamping yang telah
disebutkan di muka, juga dipakai untuk ilmu-ilmu sosial maupun ilmu-ilmu pasti
lain.

Pada ilmu sosial misalnya, dipakai untuk pemilihan kepengurusan


organisasi; atau pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang berpasangan,
juga sering menggunakan teori ini. Pada ilmu keteknikan, sebagaimana
disebutkan di atas, mixing material, misalnya untuk menentukan jenis semen
berdasarkan kegunaannya. Pada kasus blending, misalnya untuk mendapatkan
campuran batubara untuk mendapatkan hasil campuran dengan kualitas tertentu.

Menciptakan warna-warna, selain warna-warna yang standar juga dapat


dilakukan dengan cara matematis, meskipun pencampuran materialnya dilakukan
secara kimiawi.

1.2. PENGERTIAN FAKTORIAL


Untuk bilangan bulat (integer) n  0 faktorial f(n) = n! didefinisikan sebagai

n!= 1, jika n=0


{
n ( n-1 ) !, jika n>0

n! dikenal juga sebagai n fakulteit, yaitu perkalian berjenjang (gradatif) dari suatu
bilangan bulat n, yaitu

n!=n.(n-1).(n-2).(n-3)………..3.2.1

Misal, 3!=3.2.1=6

6!=6.5.4.3.2.1=720
Catatan: 0!=1, sama dengan 1!=1

1.3. PERMUTASI

Dua permutasi yang kita kenal ialah, permutasi tanpa pengulangan (without reppetition)
dan permutasi dengan pengulangan (with reppetition). Penjelasan dan contoh di atas
adalah salah satu gambaran dari permutasi tanpa pengulangan. Dengan demikian maka,
permutasi hakikatnya merupakan pasangan (sedemikian rupa) dari unsur-unsur.
Permutasi dinotasikan dengan huruf P (dari huruf awal pada kata Permutasi, yang
berasal dari kata, Permutation dan diterjemahkan sebagai perubahan urutan.

Secara umum, jika kita mempunyai n unsur (n adalah bilangan asli) yang akan dibuat
pasangan yang terdiri dari r pasang berbeda (dimana rn), maka permutasi yang
dimaksud adalah sebanyak P(n,r), yang penjabarannya

n!
P(n,r) =
( n-r ) !

Bukti:

Asumsikan bahwa permutasi r dari n unsur yang berbeda merupakan aktivitas


yang terdiri dari r langkah yang berurutan.

Langkah pertama adalah memilih unsur pertama yang bisa dilakukan dengan n
cara. Langkah kedua adalah memilih unsur kedua yang bisa dilakukan dengan (n-
1) cara karena unsur pertama sudah terpilih. Kita lanjutkan langkah tersebut
sampai pada langkah ke-r yang bisa dilakukan dengan (n-r+1) cara. Berdasarkan
prinsip perkalian diperoleh

n(n-1)(n-2)…(n-r+1)(n-r)(n-r-1)…(2).(1)
P(n , r) =n(n - 1)(n - 2) . . .(n - r + 1) =
(n-r)(n-r-1)…n(n-1)…2.1

Dengan demikian

n!
P(n,r) = (n−r)! 
Contoh 1:

Berapakah permutasi dari 4 unsur yang akan dibuat pasangan terdiri dari 2 pasang unsur
tersebut.

Jawab :

4! 4 .3 .2 .1
P( 4,2 )= = =4 . 3=12 pasang.
( 4−2)! 2 .1

Contoh 2:

Jika terdapat sembilan bilangan : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9. Daripadanya akan dibuat susunan


(sebagai elemen baru) yang terdiri dari maksimal 3 (tiga) unsur yang berlainan. Ada
berapa cara (susunan) yang mungkin dilakukan?.

Jawab :

Karena susunan unsur-unsurnya maksimal terdiri dari 3 (tiga) unsur maka : yang
pertama, terdiri dari 3 bilangan, yaitu P(9,3); kedua, terdiri dari 2 bilangan, yaitu P(9,2); dan
ketiga terdiri dari 1 (satu) bilangan, yaitu P(9,1). Dengan demikian,

9! 9! 9!
P( 9,3 )+P( 9,2) +P( 9,1)= + + =
( 9−3 )! (9−2)! (9−1)!
9! 9! 9!
= + + =7 .8. 9+8 . 9+9
6! 7! 8!
=585 cara .

Untuk sembilan bilangan, maka terdapat 585 susunan yang mungkin.

Pada hal di mana permutasi dengan pengulangan, rumus digunakan ialah nr.

Teorema

Misalkan X merupakan sebuah barisan yang mempunyai n unsur dimana terdapat


n1 unsur yang sama untuk jenis 1, n2 unsur yang sama untuk jenis 2, dan
seterusnya sampai nt unsur yang sama untuk jenis t,maka banyaknya permutasi
dari barisan X adalah

n!
n1 !n2 ! . . . .n t !

Bukti.

a. Untuk menempatkan posisi n1 unsur yang sama untuk jenis 1 pada n posisi
yang tersedia dapat dilakukan dengan C(n, n1) cara.
b. Setelah n1 unsur ditempatkan, maka terdapat n - n1 posisi yang tersedia,
sehingga untuk menempatkan posisi n2 unsur yang sama untuk jenis 2 pada n
_ n1 posisi yang tersedia dapat dilakukan dengan C(n - n1, n2) cara.
c. Demikian seterusnya sampai pada nt unsur yang sama untuk jenis t yang bisa
dilakukan dengan C(n - n1 - n2 - . . .- nt-1, nt) cara.
d. Dengan menggunakan Prinsip Perkalian dapat diperoleh
C(n, n1) . C(n-n1, n2) . C(n-n1-n2, n3)...C(n-n1-n2-…-nt-1, nt)=

n! ( n−n 1 ) ! n−n 1−n 2 .. .. nt−1


= n1 (n−n1 )! . n2 (n−n1 −n2 )! ... nt ! 0 !

n!
= n1 !n2 ! . . . .n t !

1.4. KOMBINASI

Kombinasi (combination) merupakan bagian dari permutasi, yaitu pasangan unsur-unsur.


Hanya saja, pada kombinasi pasangan unsur-unsur yang sama (misalnya ab dianggap
sama dengan ba; ac sama dengan ca, dsb.) dianggap satu hasil. Jadi di sini terdapat
pasangan (yang unsurnya sama) yang diabaikan. Dengan demikian, secara otomatis
kombinasi merupakan himpunan dari permutasi.

Kombinasi dari n unsur yang dibuat sebanyak r unsur pasangan, adalah pasangan-
pasangan sedemikian rupa, dimana pasangan yang unsur-unsurnya sama mesti diabaikan.
Jadi,
n! (2)
C(n,r) =
r! ( n-r ) !

Sebagaimana permutasi, maka penulisan kombimasi ada yang rCn, ada juga yang
r
menuliskannya C n .
Bukti.

Pembuktian dilakukan dengan menghitung permutasi dari n unsur yang berbeda


dengan cara berikut ini.

a. Langkah pertama adalah menghitung kombinasi-r dari n, yaitu C(n, r).


b. Langkah kedua adalah mengurutkan r unsur tersebut, yaitu r!. Dengan
demikian,
P(n, r) = C(n, r) r!

P( n,r )
C(n, r) = r!

n ! / (n−r )! n!
= r! = (n−r)! r !

Contoh 1:

Berapa banyak cara sebuah panitia yang terdiri dari 2 mahasiswa dan 3 mahasiswi
yang bisa dipilih dari 5 mahasiswa dan 6 mahasiswi?

Jawab:

Pertama, memilih 2 mahasiswa dari 5 mahasiswa yang ada, yaitu:

4.5
C(5,2) = 2 = 10

Kedua, memilih 3 mahasiswi dari 6 mahasiswi yang ada, yaitu:

4.5.6
C(6,3) = 1.2.3 = 4.5 =20
Sehingga terdapat 10.20 = 200 cara untuk membentuk sebuah panitia yang terdiri
dari 2 mahasiswa dan 3 mahasiswi yang bisa dipilih dari 5 mahasiswa dan 6
mahasiswi.

Contoh 2:

Untuk suatu keperluan dikehendaki kombinasi 2 unsur yang berasal dari unsur awal
sebanyak 4 unsur. Kasus ini misalnya dipakai untuk menciptakan warna baru dari warna-
warna dasar dengan takaran persen tertentu.

Jawab:

4! 4 . 3 . 2. 1
C( 4,2)= = =2.3=6 pasang .
(4−2 )!2 ! 2 . 1. 2. 1

Jika pasangan-pasangan tersebut misalnya unsur awalnya adalah a, b, c, dan d, maka


berarti unsur yang dihasilkan adalah: ab, ac, ad, bc, bd, dan cd.
BAB III

Binomial Newton

1.1 Pendahuluan

Binomial Newton adalah sebuah teorema yang menjelaskan mengenai


penjabaran bentuk eksponensial dari bentuk aljabar dua suku (binomial).
Dalam Binomial Newton digunakan koefisien-koefisien (a + b)n.

1.2 Ekspansi Binomial


Untuk menjabarkan binomial dapat menggunakan segitiga pascal:
Contoh:

Suku ke-7 dari (2x + y)15 adalah …

Jawab :

n = 15

r=7–1=6

maka :
BAB IV

Induksi Matematika

1.1 Pendahuluan

Induksi matematika merupakan materi yang menjadi perluasan dari logika


matematika. Logika matematika sendiri mempelajari pernyataan yang bisa
bernilai benar atau salah, ekivalen atau ingkaran sebuah pernyataan, dan juga
berisi penarikan kesimpulan.

Induksi matematika menjadi sebuah metode pembuktian secara deduktif yang


digunakan untuk membuktikan suatu pernyataan benar atau salah. Dimana
merupakan suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan
berdasarkan pada kebenaran pernyataan yang berlaku secara umum sehingga pada
pernyataan khusus atau tertentu juga bisa berlaku benar. Dalam induksi
matematika ini, variabel dari suatu perumusan dibuktikan sebagai anggota dari
himpunan bilangan asli.

1.2 Fungsi Kuadrat

Ada tiga langkah dalam induksi matematika yang diperlukan untuk membuktikan
suatu rumus atau pernyataan. Langkah-langkah tersebut adalah :

1. Membuktikan bahwa rumus atau pernyataan tersebut benar untuk n = 1.


2. Mengasumsikan bahwa rumus atau pernyataan tersebut benar untuk n = k.
3. Membuktikan bahwa rumus atau pernyataan tersebut benar untuk n = k + 1.

Untuk menerapkan induksi matematika, kita harus bisa menyatakan pernyataan P


(k + 1) ke dalam pernyataan P(k) yang diberikan. Untuk meyatakan persamaan P
(k + 1), substitusikan kuantitas k + 1  kedalam pernyataan P(k).

1.3 Jenis Induksi Matematik

1. Deret Bilangan
Sebagai ilustrasi dibuktikan secara induksi matematika
bahwa  .
 Langkah 1
untuk n = 1, maka :

1=1

Bentuk untuk n = 1 rumus tersebut benar.

 Langkah 2
Misal rumus benar untuk n = k, maka:

 Langkah 3
Akan dibuktikan bahwa rumus benar untuk n = k + 1. Sehingga:

Pembuktiannya:

 (dalam langkah 2, kedua


ruas

ditambah k + 1)

. (k + 1) dimodifikasi menyerupai  )

            (penyederhanaan)

                    (terbukti)

2. Bilangan bulat hasil pembagian

Suatu bilangan dikatakan habis dibagi jika hasil pembagian tersebut adalah
bilangan bulat. Sebagai ilustrasi, dibuktikan secara induksi matematika
bahwa   habis dibagi 9.

 Langkah 1
untuk n = 1, maka:

= 27

27 habis dibagi 9, maka n = 1 benar.

 Langkah 2
Misal rumus benar untuk n = k, maka :

                  (habis dibagi 9)

     (b merupakah hasil bagi   oleh 9)

 Langkah 3
Akan dibuktikan bahwa rumus benar untuk n = k + 1. Pembuktian:

kemudian   dimodifikasi dengan memasukan  .

 … akan habis dibagi oleh 9 (terbukti)

Contoh 1:

Buktikan bahwa  .

Pembahasan:

 Langkah 1
    (terbukti)

 Langkah 2 (n = k)

 Langkah 3 (n = k + 1)
.

    
(kedua ruas ditambah  .

       {terbukti).
BAB V

Induksi Matematika

1.1 Pendahuluan

Derivatif sering diterjemahkan sebagai turunan, dan diferensial


(differential) merupakan proses penurunan karena perbedaan nilai yang bersifat
kuantitatif.

Kemiringan mengandung arti adanya perbedaan (different) tinggi (secara


kuantitas numeris), meskipun pada kemiringan nol berarti tidak ada perbedaan
tinggi. Kita juga sering mendengar kalimat: beda suhu atau temperature antara di
dalam dengan di luar ruang; beda tekanan; beda kecepatan, dsb. Kesemuanya itu
mengandung arti, adanya perbedaan, artinya di sana konsep diferensial masuk di
sana.

Apa yang dapat kita pikirkan dan analisis dari pengertian: kemiringan 1
(satu) atau kemiringan 450 pada jalan tambang maupun lereng (slope) untuk slope
stability di dunia pertambangan yang secara matematika disajikan dalam kurva
y=x ?.

Kemiringan satu, yang dalam takaran derajat adalah kemiringan 450 ,


dapat kita representasikan ke dalam koordinat Cartesian, sebagai suatu persamaan
yang koordinatnya selalu sama. Artinya jika x=0 maka y=0; atau jika x=1, maka
y=1; jika x=8, maka y=8; dst. Dalam hal ini sisi alas dan sisi tegaknya sama
panjang. Jadi harga tangen-nya adalah perbandingan (rasio) antara panjang sisi
tegak dengan panjang sisi alasnya.

Kemiringan 1 (satu) atau 450 berasal dari uraian tersebut kadang juga
dikatakan kemiringan 100%.

1.2 Analisis Kurvatif

Analisis kurvatifnya dapat diterangkan sebagai berikut. Jika y=f(x) serta di


dalamnya terdapat titik-titik x dan x1 yang merupakan harga-harga argument x.
Sementara fungsi y1=f(x1) yang dihasilkan dari hubungan dan fungsi y=f(x),
maka ∆x=x1-x disebut increment dari argument x dalam interval (x, x1) dan
∆y=y1-y.

Contoh 1:

Jika diketahui y=x2 -5x+6, carilah ∆x, ∆y, dan rasio x y  

a. Dari x=1 ke x=1,1


b. Dari x=3 ke x=2

Jawab: a. Dari x=1 ke x=1,1

∆x=1,1 – 1=0,1

∆y={(1,1)2 -5(1,1)+6}-{(1)2 -5(1)+6}= – 0,29

x y   = 0,1  0,29 = – 2,9

b. Dari x=3 ke x=2

Contoh 2:

Carilah harga increment dari fungsi y=x2 terkait dengan perubahan argument :

a. dari x = 1 ke x1 =2

b. dari x = 1 ke x1 =1,1

c. dari x = 1 ke x1 =1+h

Jawab: Increment : y = f(x1) – f(x)

a. y = f(x1) – f(x) = (2)2 – (1)2 = 4 – 1 = 3

b. y = f(x1) – f(x) = (1,1)2 – (1)2 = 1,21 – 1 = 0,21

c. y = f(x1) – f(x) = (1+h)2 – (1)2 = 1+2h+h2 – 1 = 2h + h2

1.3 Derivatif Satu Arah:

Sebagaimana limit maka pada derivatif terdapat ketentuan demikian, yaitu


derivatif dari arah kiri dan derivatif dari arah kanan. Derifatif dari arah kiri ditulis,

f ‘– (x)= limx0 f
(x  x)  f (x)
x
f ‘ + (x)= lim x0
f (x  x)  f (x)
x

1.4 Derivatif Tak Hingga:

Pada bab kontinuitas fungsi, jika pada beberapa titik kita peroleh hasil derivatif:
lim
x0

f ( x  x )  f ( x )
x 
Maka kita katakan bahwa fungsi kontinu f(x) mempunyai derivatif tak hingga
(infinite derivative) pada x. Dalam hal ini garis singgung pada grafik fungsi y=f(x)
akan tegak lurus dengan sumbu x.

1.5 Rumus Dasar Derivatif:

Sampailah kita pada aturan bahwa jika, y=f(x)=xn maka dy/dx =nxn-1

Kita tahu bahwa, jika u, v, w merupakan fungsi dari x, a, b, c, dan n adalah


konstan, maka:

1. Jika y=f(x)=c maka d/dx (c) = 0

2. Jika y=f(x)=cx maka d/dx (cx) = c

1.6 Derivatif Fungsi Trigonometri:

Jika u=g (x) sedangkan y=f(u)=sin u, maka:

Dy/dx = d/dx sin u = cos u du/dx

Contoh 3:

Carilah dy/dx jika diketahui y = f(x) = cos (x2+1)

Jawab:

Misal u =x2 + 1 maka du/dx = 2x sehingga,

dy/dx = -sin u du/dx

= -sin(x2 + 1).2x

= -2xsin(x2 + 1)

Jika u = g(x) sedangkan y=f (u)= tg u, maka:

Dy/dx = d/dx tg u = sec2 u du/dx

Contoh 4:

Carilah dy/dx jika diketahui y =f(x) = sec (x2 + 2)

Jawab:

Misal u = (x2 + 2) maka du/dx = 2x sehingga,

Dy/dx= sec u. Tg u du/dx

= sec(x2 + 2). Tg(x2 + 2).2x


= 2xsec(x2 + 2). Tg(x2 + 2)

Jika u=g(x) sedangkan y=f(u) = cosec u, maka:

Dy/dx = d/dx(cosec u) = -cosec u. Ctg.u du/dx

BAB VI

Determinan Matriks

1.1 Pendahuluan
Determinan adalah suatu bentuk atau susunan unsur-unsur/ elemen-elemen
sedemikian berupa persegi panjang yang disusun menurut baris dan kolom.
Determinan banyak dipakai untuk mencari harga variable dari suatu persamaan
linier yang simultan. Aplikasinya dapat ditemukan, baik pada perhitungan-
perhitungan elektronika (Fisika Listrik), reaksi kimia, masalah keteknikan,
maupun non keteknikan (ekonomi, misalnya).

1.2 Determinan Teoritis

Secara teoritis determinan (disingkat Det.) adalah susunan unsur-unsur


atau elemen-elemen berupa peregi panjang atau dalam bentuk baris dan kolom.
Umumnya unsur-unsur tersebut terletak di antara dua kurung lurus (..). Misalnya,
unsur-unsur tersebut adalah aij, (I menunjukkan baris dan j menunjukkan kolom
dan i=j) maka determinan unsur-unsur tersebut adalah (aij). Jika A merupakan
matriks dengan elemen-elemen aij (i menunjukkan baris dan j merupakan kolom).

Terdapat berbagai cara untuk mencari harga suatu determinan, namun yang akan
dibahas di sini hanya 2 cara,

a. Cara Sarrus

b. Cara Minor (faktor)

a. Cara Sarrus

Cara ini adalah dengan mengalikan unsur-unsurnya secara diagonal.


Dimulai dengan menjumlahkan hasil penggandaan unsur a11 dengan unsur a22,
dan seterusnya sampai unsur yang ke amn. Selanjutnya mengurangkannya dengan
hasil penggandaan unsur a1m dengan a2(m-1), dan seterusnya sampai unsur am1.
Karena cara ini hanya terbatas pada matriks berukuran maksimal (3x3), maka
untuk lebih mudahnya akan diberikan determinan matriks berukuran 3x3).

Contoh soal: Tentukan matriks berikut ini!

Maka determinan matriks A, yaitu:

Det A  =(-2)(3)(-8) + (4)(-7)(-1) + (-5)(1)(4) – ((-


5)(3)(-1) + (-2)(-7)(4) + (4)(1)(-8))
Det A = (48 + 28 – 20) – (15 + 56 -32) = 56 – 39 = 17
b. Cara Minor

Cara minor sering dipakai untuk mengantisipasi determinan yang pangkatnya


lebih dari (3x3). Prinsip dari cara ini adalah membuat semacam partisi determinan
tersebut menjadi lebih kecil. Pada matriks di atas maka unsur-unsur di dalamnya
akan dibagi menjadi determinan kecil yang disebut minor.

Pengambilan atau pemilihan unsur kunci tidak terbatas pada unsur-unsur


di dalam baris saja, tetapi bisa unsur-unsur di dalam kolomnya atau sebarang
tetapi harus sebanyak m unsur, dan tetap mengikuti kaidah yang berlaku. Minor
adalah unsur-unsur matriks diluar unsur-unsur yang terkena garis pemotong (baris
dan kolom).

1.3 Sifat-Sifat Determinan

1. Jika matriks A sembarang yang semua elemen dalam salah satu baris atau
kolomnya adalah nol, maka determinan A = 0

2. Jika matriks A sembarang adalah matriks segitiga atas, matriks segitiga


bawah, atau matriks diagonal, maka determinan A = hasil kali elemen
diagonal utama

Diagonal

3. Jika matriks A’ adalah matriks yang diperoleh dari matriks A setelah salah
satu baris/kolomnya dikalikan dengan konstanta k, maka determinan A’ =
k x Det A.
4. Jika sebuah matriks mempunyai dua baris yang elemen-elemennya
sebanding, maka determinannya adalah nol.
Dua baris sama

Baris sebanding

Kolom sebanding

5.  Suatu matriks nilai determinannya tidak akan berubah jika barisnya


dijadikan kolom. Dengan kata lain, determinan matriks asal sama dengan
determinan matriks hasil transpose.

BAB VII

Fungsi

1.1 Pendahuluan
Pengertian fungsi sering kita temukan dalam berbagai hal. Fungsi sendiri
sebenarnya merupakan kasus khusus dari relasi. Fungsi merupakan bentuk khusus
relasi yang nilai kodomain (jelajah)-nya tidak mungkin lebih dari satu bagi satu
nilai pada domainnya. Fungsi dapat dianalogikan dengan peluru senapan yang
akan ditembakkan kepada sasaran tertentu. Setiap butir peluru yang ditembakkan
dapat dianggap sebagai nilai tertentu (domain) yang nantinya akan mengenai
sasaran (meskipun sasaran bagi peluru yang ke k mungkin sama dengan sasaran
bagi peluru ke k-3, misalnya).

Fungsi daripada x atau sering ditulis f(x), yang dibaca fungsi dari variabel
x. Kita sering mengenal bentuk: y=f(x), artinya y merupakan fungsi dari x. Harga
y bergantung pada harga x, makanya y disebut variabel bergantung, atau variabel
dependen (dependent variable). Sementara variabel x adalah variabel yang
harganya bebas, makanya disebut variabel bebas (independet variable).

Kalau bentuk tersebut direpresentasikan ke dalam koordinat Cartesian


(Cartesian coordinate atau di Indonesia sering dikenal dengan koordinat Cartesius
dari nama penggagasnya René Descartes (ʀəˈne deˈkaʀt; lahir di La Haye,
Perancis, 31 Maret 1596 –meninggal di Stockholm, Swedia, 11 Februari 1650
pada umur 53 tahun), yaitu seorang ilsuf (ahli filsafat) dan matematikawan
Perancis.

Karyanya yang terpenting ialah Discours de la méthode (1637) dan Meditationes


de prima Philosophia (1641). René Descartes sering juga dijuluki sebagai “Bapak
Matematika Modern”, dan kadang juga dijuluki sebagai "Penemu Filsafat
Modern", yang memberikan inspirasi bagi generasi filsuf kontemporer dan
sesudahnya, serta membawa mereka untuk membentuk apa yang sekarang kita
kenal sebagai rasionalisme kontinental, sebuah posisi filosofikal pada Eropa abad
ke-17 dan 18.

1.2 Pemahaman Fungsi

Fungsi atau pemetaan adalah suatu relasi (hubungan) dari himpunan ke


himpunan di mana setiap dipasangkan (dihubungkan) dengan satu dan hanya
satu. Jika fungsi itu diberi nama, maka fungsi tersebut dituliskan dengan
lambang (dibaca: memetakan ke).
Contoh Fungsi

Contoh bukan fungsi

Misalkan adalah sebuah fungsi yang memetakan tiap anggota


himpunan  ke himpunan, maka:

 Himpunan A dinamakan daerah asal (domain).


 Himpunan B dinamakan daerah kawan (kodomain).
 Himpunan semua anggota B yang dipasangkan dengan tiap
anggota himpunan A dinamakan daerah hasil (range).

Contoh: Tentukan domain, kodomain, dan range dari fungsi di atas!


Nyatakan fungsi f sebagai pasangan bilangan berurutan!

Jawab: Domain = 1, 2, 3

Kodomain = 5, 6, 7

Range = 5,7

F = (1,5), (2,5), (3,7)

1.3 Sifat-Sifat Fungsi

Fungsi Injektif (fungsi satu-satu):

Jika fungsi f : A B dan untuk setiap b E B hanya memiliki satu kawan saja
di A, maka fungsi tersebut disebut dengan fungsi injektif atau fungsi satu-satu.
Contoh:
Fungsi Surjektif (Onto)

Jika Jika fungsi f : A B dan untuk setiap b E B memiliki kawan di A, maka


disebut sebagai dengan fungsi surjektif atau onto. Contoh:

Fungsi Bijektif

Jika suatu fungsi bersifat injektif sekaligus surjektif, fungsi tersebut dikenal
dengan fungsi bijektif.

1.4 Fungsi Komposisi

Fungsi komposisi merupakan susunan dari beberapa fungsi yang terhubung dan
bekerja sama. Sebagai ilustrasi, kita misalkan fungsi dan adalah mesin yang
bekerja secara beriringan. Fungsi menerima input berupa yang akan diolah di
mesin dan menghasilkan output berupa. Kemudian dijadikan input untuk diproses
di mesin sehingga didapat output berupa  .

Ilustrasi tersebut jika dibuat dalam fungsi, merupakan komposisi dan yang


dinyatakan dengan sehingga:

(g o f) (x) = g(f(x))
Komposisi bisa terjadi lebih dari dua fungsi. Jika f : A B, g : B C, dan
h :c D, maka h o g o f : A D dan dinyatakan dengan :

(h o g o f) (x) = h(g(f(x)))

1.5 Sifat-Sifat Fungsi Komposisi

 Operasi pada fungsi komposisi tidak bersifat komutatif


 Operasi pada fungsi komposisi bersifat asosiatif

1.6 Fungsi Invers

Jika fungsi f : A B memiliki relasi dengan fungsi g : B A, maka fungsi


-1 -1 -1
g merupakan invers dari f dan ditulis f atau g = f . Jika f dalam bentuk fungsi,
maka f -1 disebut fungsi invers.

1.7 Jenis-Jenis Fungsi

 Fungsi konstan: disebut sebagai fungsi konstan apabila dalam setiap


anggota domain fungsi selalu berlaku f (x) = C, di mana C merupakan
bilangan konstan.
 Fungsi identitas: adalah fungsi di mana berlaku f (x) = x atau setiap
anggota domain dari fungsi dipetakan pada dirinya sendiri. Berbentuk
garis lurus yang melalui titik asal serta seluruh titik melalui ordinat yang
sama.
 Fungsi linear: adalah fungsi f (x) = ax +b, dimana a tidak sama dengan 0
serta a dan b merupakan bilangan konstan. Grafik linear berbentuk garis
lurus.
 Fungsi kuadrat: adalah fungsi f (x) =ax 2 + bx + c, di mana a, b, c
merupakan bilangan konstan. Grafik kuadrat berbentuk seperti parabola.
 Fungsi tangga: adalah fungsi f (x) berbentuk interval sejajar.
 Fungsi modulus (mutlak): merupakan fungsi yang memetakan setiap
bilangan real dari daerah asal suatu fungsi menjadi nilai mutlak.
 Fungsi ganjil dan fungsi genap: sebuah fungsi f (x) disebut sebagai fungsi
ganjil apabila berlaku f (-x) = -f (x) serta disebut sebagai fungsi genap
apabila berlaku f (-x) = f (x).

BAB VIII

Kontinuitas Fungsi

1.1 Konsep Logis Kontinuitas

Kontinuitas (continuity) secara umum diartikan sebagai


keberlanjutan/kemenerusan (sinambung). Pengertian kontinuitas pada fungsi juga
demikian. Hanya saja di sini lebih tegas lagi yaitu, suatu fungsi dikatakan kontinu
(continue) jika tidak ada keadaan sedikit pun yang menjadikan dia terputus.
Secara matematis syarat dari kontinuitas adalah:

Jika y= f(x) adalah suatu fungsi dari variable x, maka dikatakan f(x)
kontinu di titik x=a, jika memenuhi kaidah berikut:

1. f(x=a) ada harganya atau f(x) terdefinisi di titik x=a


2. lim f(x) ada harganya
3. lim f(x) = f(a) ; Artinya, harga limitnya harus sama dengan harga f(x) pada
saat terdefinisi di titik x=a
Jika salah satu syarat tidak terpenuhi, maka kontinuitas menjadi tidak terjadi, atau
dikatakan tidak kontinu (discontinue).

Contoh 1:
Apakah y=f(x)=x2 mempunyai harga di titik x=2?

Jawab:
Y=f(x=2)=22=4
Jadi mempunyai harga yaitu 2.

Contoh 2:
Apakah y=f(x)=x2 mempunyai harga limit pada x 2?

Jawab:
lim x2 =22 =4
Jadi y=f(x)=x2 mempunyai harga limit di titik x=2. Harganya adalah 4.

Contoh 3:
Apakah y=f(x)=x2 kontinu di titik x=2?

Jawab:
Berdasarkan contoh pengantar di atas, maka:
1. y=f(x=2)=22=4
2. lim x2 =22=4
3. dan harga y=f(x=2) sama dengan harga lim x2 yaitu 4, maka:
dikatakan bahwa y=f(x)=x2 adalah fungsi kontinu di titik x=2.
Contoh 4:
Apakah y=f(x)= 1/x-1 mempunyai harga di x=1?

Jawab:
Di titik x=1, yaitu f(x=1) = 1/1-1 = 1/0 = tak terdefinisi (tidak dikatakan memiliki
harga). Oleh karena itu, fungsi semacam ini pastilah tidak kontinu (diskontinu) di
titik x=1.

Anda mungkin juga menyukai