Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL TUGAS AKHIR

ANALISIS PEMANFAATAN PEMANENAN AIR HUJAN DENGAN SISTEM


JARINGAN IRIGASI KENDI DAN PIPA BERLUBANG DILIHAT DARI ASPEK
SOSIAL EKONOMI PADA KECAMATAN NGAWEN

HENNI ARDINA KUSUMA DEWI


09513022

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2013
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wilayah Indonesia merupakan Negara yang sumber mata pencahariannya sebagian
besar berasal dari bidang pertanian. Pada bidang pertanian ini hasil panen mereka sangatlah
bergantung pada keberadaan air di muka bumi ini. Apabila pada musim kemarau hujan tidak
turun maka persediaan air juga mengalami pengurangan, tanaman yang ditanam tidak akan
mendapatkan cukup air sehingga tanaman perlahan – lahan akan mengering karena tidak
adanya pasokan air yang cukup, selain itu juga air yang telah ditampung akan mengalami
penguapan karena terlalu keringnya keadaan lingkungan. Sedangkan pada musim penghujan
produktifitas pertanian juga menurun, dikarenakan kapasitas air yang diterima berlebihan,
sehingga tanaman akan mengalami pembusukan.
Khususnya di daerah Jawa , rata – rata penduduknya bekerja sebagai petani. Namun
tidak semua wilayah di Jawa karakteristik tanahnya cocok untuk pertanian, misalnya saja
pada daerah Yogyakarta, ada wilayah yang sangat cocok untuk pertanian dan ada juga yang
tidak. Pada daerah Yogyakarta daerah yang kurang cocok dijadikan lahan pertanian adalah di
wilayah Kabupaten Gunung Kidul. Daerah tersebut dikatakan kurang cocok dijadikan lahan
pertanian dikarenakan permukaan tanah yang ada di Gunung Kidul merupakan tanah
vulkanis laterit dan juga daerah kecamatan Gunung Kidul itu sendiri berada pada kawasan
karst. Berdasarkan pengertian dalam ketentuan umum Kepmen ESDM nomor 1456
K/20/MEM/2000 tentang pedoman pengelolaan kawasan karst disebutkan bahwa yang
dimaksud kasrt adalah bentuk bentang alam pada batuan karbonat yang bentuknya sangat
khas berupa bukit lembah dolian dan goa (bulletin.penataanruang.net).
Oleh karena itu diperlukannya suatu usaha atau pembentukan metode untuk dapat
menjadikan Daerah Gunung Kidul menjadi kawasan yang cocok untuk pertanian,
dikarenakan kondisi penduduk yang mayoritas petani. Metode yang ditawarkan yaitu metode
pemanenan air hujan (Rain Water Harvesting) khusunya pada Kecamatan Ngawen yang
daerahnya termasuk kedalam kawasan pegunungan Baturagung yang fungsinya sebagai
wilayah tangkapan air hujan.
Permasalahan yang terdapat dalam daerah Ngawen ini yaitu belum adanya kesadaran
para petani untuk menjaga keseimbangan air karena pada dasarnya para petani saat ini hanya
mengenal sistem irigasi sebatas pada pendistribusian dan penggunaan air saja. Apabila dikaji
secara mendetail kecamatan Ngawen ini berada pada kawasan pegunungan Baturagung yang
fungsinya sebagai daerah tangkapan air hujan, jadi apabila saat musim penghujan daerah
Ngawen ini sangat kaya akan air, jika air tidak ditampung dengan baik maka saat musim
kemarau tiba daerah Ngawen akan mengalami kelangkaan air.
Pada saat ini metode pemanenan air hujan dengan sistem jaringan Irigasi media kendi
pipa berlubang telah diterapkan pada kawasan Ngawen tepatnya pada desa Tancep. Metode
ini diterapkan pada salah satu sawah milik warga, sebelum irigasi dengan media kendi dan
pipa berlubang digunakan telah tersedia bak penampung. Bak penampung disini berfungsi
untuk menampung air hujan (runoff) yang akan mengalir melalui pipa yang akan berujung
pada bak penampung. Sehingga dari bak penampung ini akan dialirkan ke dalam kendi. Oleh
karena itu yang akan diteliti selanjutnya adalah seberapa besar kemampuan sistem irigasi
dengan pemanenan air hujan apabila dilihat dari aspek social dan ekonomi penduduk desa
Tancep.

1.2 Rumusan Masalah


Perkembangan metode Rain Water Harvesting di Wilayah Gunung Kidul
menggunakan sistem irigasi berbentuk Kendi khususnya di Kecamatan Ngawen akan
memberikan dampak positif dan negatif bagi penduduk sekitar.

Gambar 1.1 Ilustrasi sistem Irigasi dengan media kendi

Dari sini akan mendapatkan suatu permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh metode Rain Water Harvesting ini bagi penduduk yang berprofesi
sebagai petani apabila dilihat dari segi ekonomi dan sosial?
2. Seberapa besar kemampuan sistem irigasi dengan pemanenan air hujan melalui media
kendi dan pipa berlubang mampu mengairi sawah pertanian khususnya di wilayah
Ngawen?
3. Pada sistem Irigasi dengan pemanenan air hujan melalui media kendi dan pipa
berlubang, dengan media manakah yang lebih efektif untuk diaplikasikan pada daerah
Ngawen?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh metode Rain Water Harvesting ini bagi penduduk yang
berprofesi sebagai petani apabila dilihat dari segi ekonomi dan sosial.
2. Seberapa besar kemampuan sistem irigasi dengan pemanenan air hujan melalui
media kendi dan pipa berlubang mampu mengairi sawah pertanian khususnya di
wilayah Ngawen
3. Mengetahui perbandingan antara media kendi atau pipa berluang yang lebih efektif
untuk diaplikasikan pada daerah Ngawen
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian dilaksanakan di wilayah Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul.
2. Sistem jaringan irigasi yang digunakan pada wilayah Ngawen ini adalah sistem irigasi
berbentuk kendi dan pipa berlubang
3. Pengenalan secara luas mengenai keadaan social dan ekonomi masyarakat desa
4. Mempelajari secara mendetail kinerja dari sistem irigasi dengan media kendi dan pipa
berlubang
5. Melakukan interview dengan penduduk desa yang berprofesi sebagai petani
6. Pandangan para petani terhadap adanya sistem irigasi berbasis Pemanenan Air Hujan
(Rain Water Harvesting) yang diterapkan pada daerah Ngawen.
7. Mendapatkan informasi atau literature dari jurnal dan buku

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :
1. Bagi Instansi
- Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa metode Rain Water Harvesting
yang diterapkan di wilayah Ngawen dapat diterapkan sebagai sistem jaringan irigasi
pertanian dalam bentuk kendi.
- Memberikan alternatif teknologi untuk mengatasi kelangkaan air khususnya pada
bidang pertanian yang daerahnya dikategorikan sebagai daerah lahan kering.

2. Bagi Peneliti maupun Perguruan Tinggi


- Memberikan informasi dan gambaran mengenai kelayakan metode Rain Water
Harvesting dengan sistem jaringan irigasi berbentuk kendi.
- Memberikan informasi waktu dan luasan yang optimal tentang pengairan/irigasi yang
dijalankan dengan sistem berbentuk kendi.

3. Bagi Masyarakat
- Memberikan gambaran manfaat yang dapat diperoleh dari metode Rain Water
Harvesting bagi daerah yang karakteristik tanahnya tidak mendukung adanya usaha
prtanian.
- Agar masyarakat mengetahui pengaruh positif dari metode Rain Water Harvesting
dengan metode sistem irigasi berbentuk kendi.
- Memberikan alternatif teknologi untuk mengatasi kelangkaan air khususnya pada
bidang pertanian yang daerahnya dikategorikan sebagai daerah lahan kering.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konservasi Air

Perinsip atau arti dari kata konservasi itu sendiri banyak diartikan sebagai
memanfaatkan sumber daya yang ada dengan cara jangan membuang – buang sumber daya
alam tersebut. Dalam arti kata konservasi air itu sendiri merupakan memanfaatkan sumber
daya air dengan cara tidak membuang –buang sumber daya air itu sendiri.
Pada awalnya konservasi air diartikan sebagai menyimpan air dan
menggunakannya untuk keperluan yang produktif d kemudian hari. Konsep ini disebut
konservasi segi suplai. Perkembangan selanjutnya konservasi lebih mengarah kepada
pengurangan atau pengefisienan penggunaan air, dan dikenal sebagai konsep konservasi sisi
kebutuhan (Suripin, 2004).
Dari kedua konsep yang telah dijelaskan dapat diambil kesimpulan bahwa lebih
baik apabila menggunakan konsep konservasi segi suplai dan konsep konservasi sisi
kebutuhan, menurut Suripin (2004) di dalam bukunya mengartikan penggabungan kedua
konsep tersebut sebagai konsep atau metode penyimpanan air sebanyak – banyaknya dikala
berlebihan dan menggunakan air tersebut sesedikit mungkin untuk keperluan tertentu yang
produktif.

2.2 Siklus Hidrologi


Ketersediaan air pada muka bumi ini sebenarnya tidak mengalami pengurangan
bisa dikatakan relative tetap, hanya saja daerah penangkapan air hujan nya yang berbeda
karakteristik. Apabila diperhatikan lebih teliti air hanya mengalami suatu peristiwa siklus
yang terjadi secara terus – menerus. Siklus yang terjadi biasa dikenal dengan siklus hidrologi
(hydrologic cycle), menurut Moh. Soerjani dkk daur hidrologi merupakan kekayaan alam
yang berupa air yang dapat diperbaharui dan mempunyai daya regenerasi yaitu yang selalu
dalam sirkulasi dan lahir kembali mengikuti suatu daur.
Sumber gambar : www.airlimbahku.com

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi

Dapat dilihat pada gambar diatas proses siklus hidrologi yang dimana air tidak
mengurangi pengurangan atau bisa dikatakan relative tetap namun hanya wujudnya saja yang
berbeda (gas,padat,dan cair). Air hujan turun ke permukaan bumi ada yang diserap oleh
tanah, tumbuh – tumbuhan, dan ada juga yang turun ke kawasan laut dan danau bisa disebut
sebagai peristiwa presipitasi.peristiwa infiltrasi terjadi karena adanya aliran permukaan yang
terbentuk dan sebagian airnya ada yang meresap kedalam tanah, aliran ini yang akan
mengalir menuju lautan. Evaporasi dari laut, danau dan air permukaan terjadi akibat adanya
energy panas matahari yang menyinari bumi sedangkan pada tumbuhan peristiwa ini disebut
dengan transpirasi, penguapan yang terjadi pada siklus ini selanjutnya akan menjadi uap yang
akan akan naik ke atmosfer dan dibawa oleh angin, selanjutnya uap air ini akan mengalami
peristiwa kondensasi membentuk butir – butir air yang bisa disebut sebagai awan, kemudian
uap air ini akan jatuh kembali ke bumi dengan bentuk yang berbeda yaitu dapat berupa hujan
dan salju.

2.3 Pemanenan Air Hujan (Rain Water Harvesting)


Air hujan yang jatuh ke bumi oleh masyarakat yang tinggal di pedesaan sangat
bermanfaat bagi mereka, karena sumber air permukaan dan tanah kurang mencukupi untuk
kegiatan rumah tangga mereka sehari – hari, oleh sebab itu mereka menampungnya dengan cara
mengumpulkan air hujan yang jatuh dari atap rumah masing – masing warga.
Selain dapat dimanfaatkan untuk kegiatan rumah tangga, air hasil tampungan dalam skala
besar dapat dimanfaatkan untuk keperluan pertanian. Penampungan air hujan yang digunakan
untuk pertanian dapat dilakukan dengan cara membuat suatu tampungan yang memiliki kapasitas
besar yang kemudian diberi jaringan – jaringan mengikuti jalur tanaman dan dapat juga dengan
sebuah kendi yang terbuat dari tanah lempung yang kemudian ditempatkan pada tengah tengah
tanaman. Kendi diletakan didalam tanah atau terkubur dengan tanah namun sebelum kendi di
tanam dalam tanah sekitaran kendi harus dilubangi agar air dapat meresap dengan tanah. kendi
yang akan diletakkan harus diperhitungkan dengan luas wilayah pertanian. Sistem pemanenan air
hujan disini sangat bergantung pada topografi dan kemampuan lahan.
Metode pengairan irigasi pertanian dengan cara metode kendi ini telah dikembangkan
oleh pihak Stranas pada daerah Gunung Kidul tepatnya pada daerah Ngawen dan Pojong.
Penelitian ini telah dikembangkan pada sekitaran tahun 2007. Stranas mengembangkan
penelitian ini untuk mengembangkan sektor pertanian pada daerah Guung Kidul yang kondisi
topografinya yang kurang baik, air hujan yang jatuh ke bumi sebagian besar mengalami run off
yang akan mengalir menuju sungai dan laut.

2.4 Karakteristik Pegunungan Baturagung

Gambar 2.2 Peta Geologi Pegunungan Baturagung


Daerah pegunungan Baturagung merupakan suatu kawasan pegunungan yang
membentang dari barat ( Gunung Sudiromo antara Imogiri – Patuk), utara (Gunung Baturagung),
hingga kesebelah timur (Gunung Gajahmungkur). Dapat dilihat pada gambar 2.2 letak
pegunungan Baturagung ini terletak di utara kecamatan Gunung Kidul. Pegunungan Baturagung
ini memiliki fungsi sebagai daerah tangkapan air dengan ketinggian 200 m – 700 m diatas
permukaan laut. Keadaan wilayahnya berbukit – bukit, terdapat beberapa sumber sir tanah
dengan kedalaman 6 m – 12 m dari permukaan tanah. jenis tanah disominasi oleh tanah latosol
dengan batuan induk vulkanik dan sedimen taufan.

2.5 Sistem Irigasi

Sistem irigasi merupakan sebuah usaha penyediaan atau teknik pengaturan air yang
dibuat untuk digunakan dalam upaya pengairan pada lahan pertanian. Menurut PP no 20 tahun
2006 irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pengembangan air irigasi untuk
menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air
bawahtanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.
Sehingga dalam pengertian irigasi disini merupakan teknik atau metode yang dibuat oleh
manusia untuk mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang tersedia kepada sebidang
lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Dalam artian tujuan irigasi disni adalah mengalirkan
air secara teratur sesuai dengan kebutuhan tanaman pada saat persediaan lengas tanah tidak
mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Hal yang mempengaruhi pengairan irigasi
disini adalah kebutuhan air yang dibutuhkan tanaman dan juga teknik penerapan irigasinya.

2.6 Irigasi Lahan Kering

Pertanian tadah hujan dapat diartikan sebagai sistem irigasi lahan kering. Penerapan
irigasi lahan kering yang akan ditanami tanaman tidak hanya berlaku pada musim penghujan saja
tetapi dapat diaplikasikan pada saat musim kemarau tiba. Metode ini dikembangkan dalam hal
untuk penghematan air dan mengatasi kelangkaan air pada musim kemarau tiba apabila dilihat
dari sistem pertanian di Indonesia sangat bergantung pada iklim. Dalam penelitian Dr. Umi
Haryati disebutkan bahwa irigasi ini diperlukan sebagai pelengkap apabila curah hujan tidak
mencukupi untuk mengkompensasikan kehilangan air tanaman yang disebabkan oleh
evatransiparsi. Tujuannya adalah untuk memberikan air yang dibutuhkan tanaman pada waktu,
volume, dan interval yang tepat. Dengan menghitung neraca air tanah harian di zona perakaran
maka volume dan interval irigasi dapat direncanakan.
Usaha untuk meminialisir kehilangan air yang terjadi maka jumlah irigasi yang diberikan
harus sama atau lebih kecil dari kapasitas tanah menyimpan air di zona perakaran. Indicator yang
dipakai untuk mengetahui apakah tanaman kekurangan air atau tidak adalah dengan mengamati
jumlah hari kering berturut - turut selama musim tanam. Karena apabila selama 7 hari tanaman
tidak mendapatkan cukup air maka tanaman akan terganggu terutama pada tanaman yang baru
saja pada masa awal pertumbuhan yang dimana akar tanaman masih terbatas pada beberapa
sentimeter lapisan permukaan tanah.

2.7 Sistem Irigasi Bahan Gerabah (Kendi)

Prinsip irigasi diartikan dari hubungan dari saling ketergantungan antara tanah, tanaman,
dan lingkungan iklim atau biasa disebut SPAC (soil – plant – atmosphere – continnum) (James,
1988 dalam Hermantoro), dalam prinsipnya dijelaskan bahwa tanaman membutuhkan air,
sedangkan tanah sebagai media penyimpan air, dan atmosfer sebagai sumber energi bagi
tanaman untuk menyerap air.
Pada sistem irigasi bahan gerabah ini memanfaatkan sifat rembesan air pada dinsing
kendi. Keadaan tanah di sekitar kendi selalu kering, sehingga pada saat rembesan air mengenai
tanah, tanah akan memebentuk seperti bola tanah basah. Kebutuhan air dalam sistem ini dapat
disebut sebagai evapotranspirasi yaitu jumlah air untuk transpirasi dari tanaman dan evaporasi
dari permukaan tanah disekitar tanaman. Sehingga dalam sistem irigasi kendi disini kebutuhan
air untuk tanaman hampir sama dengan transpirasi (Hermantoro, 2011).

2.8 Kebutuhan Air tanaman

Tanaman membutuhkan air dalam pertumbuhannya sehingga dalam pemberian air itu
sendiri harus disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman. Pemberian air yang harus disesuaikan
itu sendiri dimaksudkan agar tanaman tumbuh secara normal dan pengairan yang efisien.
Menurut Dr. Umi Haryati kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang digunakan untuk
memenuhi evapotranspirasi tanaman agar dapat tumbuh normal atau dengan kata lain merupakan
air irigasi yang diperlukan untuk memenuhi evapotranspirasi dikurangi curah hujan efektif.
Besar atau sedikitnya evapotranspirasi terhadap kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu :
1. Faktor Iklim
2. Jenis tanaman
3. Fase pertumbuhan tanaman
4. Jenis dan sifat tanah
5. Keadaan topografi
6. Luas areal pertanaman
Kebutuhan air yang dibutuhkan setiap tanaman berbeda – beda. Terdapat juga istilah fase
kritis dalam hal penanaman tanaman. Pada fase kritis inilah diperlukan perlakuan khusus
terhadap air yang akan dialirkan pada tanaman. Misalnya tanaman kentang memerlukan air
sebanyak 500 – 700 mm selama masa pertumbuhan dan fase kritisnya terjadi pada saat
pembentukan umbi, tanaman tomat memerlukan 400 – 600 mm air selama pertumbuhan dan fase
kritisnya terjadi saat masa pembentukan bunga, tanaman tembakau memerlukan 400 – 600 mm
selama masa pertumbuhan dan fase kritisnya terjadi pada saat mengalami fase vegetative, dan
tanaman tebu yang berumur 12 bulan membutuhkan air sekitar 1500 – 2500 mm dan sensitive
terhadap kekeringan pada fase pembentukan tunas dan vegetative.
Pada pertanian di Indonesia tanaman yang paling banyak ditanam pada umumnya adalah
padi dan jenis palawija. Palawija merupakan tanaman pertanian semusim yang ditanam pada
lahan pertanian yang digunakan sebagai tanaman hasil panen kedua disamping padi dan dapat
ditanam pada lahan kering atau pada saat musim kemarau. Kebutuhan air tanaman palawija
inipun berbeda – beda, yaitu:
1. Palawija yang membutuhkan banyak air, seperti bawang, kacang tanah, ketela,
dll.
2. Palawija yang membutuhkan sedikit air, seperti cabai, jagung, tembakau, dan
kedelai.
3. Palawija yang membutuhkan sangat sedikit air, seperti ketimun dan lembayung.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian


Penelitian pengamatan kelayakan sistem irigasi berbentuk Kendi dilakukan di
daerah Kabupaten Gunung Kidul tepatnya di wilayah Ngawen, Yogyakarta. Letak geografi
dari kabupaten Gunung Kidul itu sendiri terletak antara 110 o 21′ sampai 110o 50′ Bujur
Timur dan 7o 46′ sampai 8o 09 ′ Lintang Selatan. Kondisi topografi Kabupaten Gunung Kidul
dibagi menjadi 3 zona antara lain Zona Utara, Zona Tengah, dan Zona Selatan.
Kecamatan Ngawen itu sendiri terletak di Zona Utara yang disebut wilayah Batur
Agung yang memiliki fungsi sebagai daerah tangkapan air dengan ketinggian 200 m – 700 m
diatas permukaan laut. Keadaan wilayahnya berbukit – bukit, terdapat beberapa sumber sir
tanah dengan kedalaman 6 m – 12 m dari permukaan tanah. jenis tanah disominasi oleh tanah
latosol dengan batuan induk vulkanik dan sedimen taufan.
Gambar 3.1 Peta Kabupaten Gunung Kidul
Keadaan geografis dari Kecamatan Ngawen yaitu :
Utara : Kecamatan Cawas dan Bayat, Kabupaten Klaten
Timur : Kecamatan Semin
Selatan : Kecamatan Karangmojo
Barat : Kecamatan Gedangsari dan Nglipar
Kecamatan Ngawen mempunyai luas lahan sekitar 4.529,9 Ha terdiri dari lahan sawah
/lading seluas 1101,1 Ha (24,08 %) yang terbagi dalam :

Penggunaan Lahan Luas (Ha)


Irigasi Teknis -
Irigasi ½ teknis 13,10
Irigasi sederhana 8,50
Tadah hujan 1.079,50
Tegal / kebun 1.801,94
Pekarangan / bangunan 1.254,06
Padang / gembala 264,44
Hutan Negara 108,36
Tabel 3.1 Luas penggunaan lahan pada Kecamatan Ngawen

Berdasarkan data Pemkab Gunung Kidul, Kecamatan Ngawen berada pada


ketinggian 600 mdpl dengan suhu berkisar antara 25 sampai 32 derajat Celcius. Curah hujan
di Kecamatan Ngawen pada tahun 2007 berkisar antara 538 – 1256 mm/tahun dengan jumlah
hari hujan sebanyak 86 hari. Musim hujan dimulai pada bulan November dan berakhir pada
bulan Maret – April dengan puncak hujan pada bulan Desember – Februari.
Kecamatan Ngawen berada pada daerah perbukitan dengan kemiringan antara 0 –
40 %, dari luas keseluruhan yang berbentuk daratan hanya mencapai 15 %. Kecamatan
Ngawen terdiri dari 6 desa, yaitu Watusigar, Beji, Kampung, Jurangjermo, Sambirejo, dan
Tancep. Lahan pertanian yang akan diteliti berada pada desa Tancep yang memiliki luas
wilayah 256,2 Ha.

3.2 Jenis Penelitian


Penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan (evaluasi) langsung
mengenai keefektifan dari sistem irigasi kendi dan pipa berlubang terhadap tanaman
pertanian dengan menggunakan hasil wawancara. Berikut adalah tahapan untuk
melaksanakan penelitian :

Mulai

Menentukan Tujuan

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder

Observasi

Gambaran
Umum Lokasi

Analisis Data

Kesimpulan dan Saran


Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
3.3 Studi Pustaka
Mencari dan mengumpulkan data – data penelitian dengan mempelajari buku,
jurnal ilmiah, artikel di internet, tulisan ilmiah dan sumber lain yang berkaitan dengan
rumusan masalah yang berhubungan dengan penelitian ini. Berikut adalah beberapa
penelitian yang berhubungan dengan pemanenan air hujan :
a. Hasil penelitian Hermantoro pada tahun 2011 dengan judul penelitian Teknologi
Inovatif irigasi Lahan Kering dan Lahan Basah Studi Kasus Untuk Tanaman Lada
Perdu yaitu pemakaian air dari sistem irigasi kendi lahan kering ternyata lebih kecil
karena rendahnya komponen evaporasi langsung dari permukaan tanah, daerah
pembasahan tanah cukup memberikan ruang perakaran tanaman untuk berkembang
dan mengambil larutan nutrisi dari tanah, dinding kendi dapat melarutkan larutan
pupuk, dan sistem irigasi kendi ini mempunyai kinerja baik untuk diterapkan pada
pertanian lahan kering.
b. Pada penelitian Dr. Umi Haryati dengan judul Irigasi Suplemen dan Strategi
Implementasinya Pada Pertaian Lahan Kering dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan teknologi irigasi suplemen musim tanam dapat diperpanjang dan dapat
digunakan pada saat musim kemarau. Sistem irigasi pada saat ini hanya sebatas pada
pendistribusian dan penggunaan air saja sehingga belum begitu memperhatikan
keseimbangan air dan dapat dikatakan pemborosan penggunaan air, oleh karena itu
dapat merusak sumber daya tanah pertanian.
c. Pada penelitian Stranas dengan judul Teknologi Irigasi menggunakan Pemanenan Air
Hujan Studi Kasus di Kabupaten Gunung Kidul dapat disimpulkan bahwa kapasitas
lahan yang dapat dilayani dengan asumsi masa tanam selama 60 hari dengan sistem
kendi adalah seluas 24,75 m2 dan pipa berlubang seluas 129,5 m2

3.4 Jenis Data


Data yang akan dikumpulkan adalah sebagai berikut :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang didapat dari hasil penelitian yang telah dilakukan,
dalam arti data primer disini didapat dari hasil penelitian awal sampai penelitian
akhir. Data tersebut dapat berupa data wawancara yang akan menanyakan tentang
satus kepemilikan lahan, sumber air baku, jenis tanaman yang ditanam, kebutuhan air
tanaman,metode irigasi yang digunakan, yang kemudian data wawancara ini yang
akan dibandingkan dengan metode irigasi pemanenan air hujan. Selanjutnya data
pengamatan secara langsung dapat berupa foto dari metode irigasi pemanenan air
hujan yang digunakan pada daerah Ngawen khususnya pada desa Tancep.

b. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dapat berupa data yang sudah
tersedia, hasil penelitian lain tentang pemanfaatan air hujan dan literatur pustaka.
Data yang dimaksud berupa data curah hujan yang didapat dari Dinas Pertanian, data
kebutuhan air tanaman yang didapat dari Dinas Pertanian, dan data tata guna lahan
didapat dari dinas Pertanian.

3.5 Pelaksanaan Penelitian


Pada penelitian terhadap kelayakan metode irigasi berbahan gerabah (kendi) ini
dimulai dengan pengumpulan data primer dan skunder dan juga dengan wawancara
untuk mendapatkan sejumlah informasi berupa data yang didapat dari para petani yang
memanfaatkan teknologi irigasi secara tradisional.
Pada tahap pengamatan terhadap irigasi berbahan gerabah (kendi) ini dilakukan
disekitar lahan pertanian yang dimiliki warga yang menggunakan teknologi ini, lahan
pertanian berada di desa Tancep pada kecamatan Ngawen. Pengamatan terhadap sistem
irigasi berbahan gerabah ini dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif irigasi dengan
teknologi pemanenan air hujan ini dapat digunakan dibandingkan dengan model irigasi
secara tradisional.

3.6 Metode Analisis Data


Dalam melakukan analisis data tentang kemampuan metode pemanenan air hujan
yang dimanfaatkan sebagai sistem irigasi pertanian melalui media kendi dan pipa
berlubang akan dilakukan wawancara dengan para petani dan observasi lapangan.
Wawancara akan dilakukan kepada para petani yang bertempat tinggal di wilayah
Ngawen. Dalam melakukan wawancara ini diambil lima koresponden dan kemudian data
hasil wawancara ini akan diubah kedalam bentuk tertulis secara verbatim (transkrip).
Selanjutnya akan dilakukan pengelompokkan data berdasarkan pola jawaban hal ini
dilakukan dengan cara membaca kembali transkrip wawancara dan melakukan coding
kemudian dikelompokkan berdasarkan kerangka anlisis. Langkah selanjutnya adalah
menguji asumsi atau permasalahan yang ada pada krakteristik lahan dan pendapat
penduduk terhadap pemanfaatan pemanenan air hujan sebagai jaringan irigasi terhadap
data wawancara sehingga dapat dicocokkan apakah ada kesamaan antara teori yang
menjelaskan pemanfaatan pemanenan air hujan sebagai irigasi dengan hasil yang telah
didapatkan dari wawancara. Dan langkah terakhir adalah menarik kesimpulan dari data
subjek yang telah dikumpulkan, kesimpulan yang dipakai berupa persentase data hasil
penelitian berdasarkan wawancara kepada para petani dan observasi lapangan.

3.7 Rencana Kegiatan

Tabel 3.2 Jadwal Rencana Penelitian

Bulan
No Kegiatan 1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi
1
Literatur                                                

2
Observasi                                                

Pengumpulan
3
data
sekunder                                                

4
Analisis Data                                                

5 Penyususnan
Laporan                                                
3.8 Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Tabel 3.3 Anggaran Biaya Bahan dan Penelitian

No Keterangan Jumlah Satuan Harga Satuan Total


1. Kertas HVS A4 1 Rim Rp 35.000 Rp 35.000
2. Tinta Printer 2 Set Rp 80.000 Rp 160.000
3. Survey 4x - Rp 100.000
a. Akomodasi Rp 10.000
b. Makan Rp 15.000
4. Penjilidan Laporan 2 Bundel Rp 20.000 Rp 40.000
5. Kendi 4 Buah Rp 10.000 Rp 10.000
6. Bangunan Bak 1 Buah Rp 3.000.000 Rp 3.000.000
Penampung
7. Laboratorium 1 Set Rp 1.500.000 Rp 1.500.000
Mekanika Tanah
8. Laboratorium 1 Set Rp. 1.500.000 Rp 1.500.000
Kualitas Air dan
Udara
5. Biaya tidak terduga - - Rp 200.000 Rp 200.000
Total Biaya Rp 6.545.000

DAFTAR PUSTAKA
Brontowiyono, Widodo, et al. 2012. Model dan Strategis Pemanfaatan Lahan Marjinal dengan
Teknologi Irigasi Berbasis Pemanenan Air Hujan di Kabupaten Gunungkidul Provinsi
DIY, Laporan Penelitian Strategis Nasional, UII. YogyakartaHaryati, U., 2011, Irigasi
Suplemen dan Strategi Implementasinya Pada Pertanian Lahan Kering, Badan Litbang
Pertanian, Sinartani.
Gunungkidul dalam angka, 2013. Peta Wilayah Kabupaten Gunungkidul.
http://www.gunungkidulkab.go.id. Diakses pada tanggal 8 Februari 2013.
Hermantoro, 2011, Teknologi Inovatif Irigasi Lahan Kering dan Lahan Basah Studi Kasus Untuk
Tanaman Lada Perdu, Jurnal Agroteknose Vol V No.1, 2011.
Soerono, (2008), “ Kawasan Karst di Gunung Kidul dan Kearifan Lokal”, http://bulletin.
penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=153, Edisi November – Desember
Sumadiyasa, (2012), “ Macam Tanah di Indonesia”, http://x3100.wordpress.com/it-
information/info/macam-tanah/, 4 Maret.
Suripin, 2004, Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, Yogyakarta , Penerbit Andi
Wandelee, (2012), “Jenis Tanah di Indonesia”, from http://wandylee. wordpress. com /2012
/05/16/jenis-tanah-di-indonesia/, 16 Mai.

Anda mungkin juga menyukai