NPM : 2018200175
Kelas :B
Bismillahirrahmanirrahiim
Pengertian tenaga kerja dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, “Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melaksanakan
pekerjaan, baik di dalam maupundi luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.”
Achmat berpendapat bahwa “Pengusaha adalah seorang atau kumpulan orang yang
mampu mengidentifikasi kesempatan-kesempatan usaha (business opportunities) dan
merealisasikannya dalam bentuk sasaran-sasaran yang herus dicapai.”
Penempatan tenaga kerja adalah proses elayanan penempatan yang diberikan kepada
pencari kerja untuk memperoleh pekerjaan (Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Ketenagakejaan
Nomor 39 Tahun 2016 tentang Penempatan Tenaga Kerja). Melalui Keputusan Presiden Nomor
4 Tahun 1980 tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan (Keppres 4/1980), pemerintah
mewajibkan kepada pengusaha untuk melaporkan lowongan pekerjaan yang ada atauyang aka
nada di perusahaannya. Kewajiban yang diatur dalam Pasal 2ayat (1) (Keppres 4/1980) berbunyi
“Setiap pengusaha atau pengurus wajib segera melaporkan secara tertulis setiap ada atau aka
nada lowongan pekerjaan kepada menteri atau pejabat yang ditunjuknya.” Pasal 32 ayat (1) UU
13/2003 menyatakan bahwa penempatan tenagakerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka,
bebas, objektif, adil dan setara tanpa diskriminasi.
Menurut ketentuan Pasal 33 UU 13/2003 bahwa sistem penempatan tenaga kerja terdiri
atas penempatan tenaga kerja di dalam negeri dan penempatan kerja di luar negeri. Antar Kerja
Lokal (AKL) adalah sistem penempatan tenaga kerja dalam 1 daerah kabupaten/kota atau lebih 1
daerah provinsi (Pasal 1 angka 4 Permen 39/2016). Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) adalah
sistem penempatan tenaga kerja antar daerah provinsi (Pasal 1 angka 5 Permen 39/2016). Antar
Kerja Antar Negara (AKAN) adalah sistem penempatan tenaga kerja luar negeri (Pasal 1 angka 6
Permen 39/2016).
Menurut Molenaar, “arbeidsrecht” adalah suatu bagian dari hukum yang berlaku yang
pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh
dan antara buruh dengan penguasa.
Hukum perburuhan adalah suatu himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak, yang
berkenaan dengan suatu kejadian dimana seseorang bekerja pada oranglain dengan menerima
upah. Kata “perburuhan” yaitu suatu kejadian atau kenyataan dimana seseorang, biasanya
disebut buruh. Bekerja pada oranglain disebut majikan. Hukum perburuhan dapat untuk
sementara dikatakan, menghendaki keadilan sosial dalam imbangan antara kepentingan buruh
dan kepentingan majikan, sedang keadilan sosial untuk bukan buruh terletak dilapangan lain
yang tentu saja harus mendapat perhatian pula, tetap bukan semata-mata dalam hukum
perburuhan, melainkan di bidang lainnya. Misalnya para penggarap sawah milik oranglain,
mendapat perlindungan dalam hukum agraria.
Pembeli, penjual, dan mereka yang tukar-menukar barang, baik yuridis maupun
sosiologis adalah merdeka, bebas untuk melakukan atau tidak melakukan jual beli atau tukar
menukar itu. Sementara, juridis buruh adalah bebas tetapi sosiologis buruh tidak bebas. Selama
segala sesuatu mengenai hubungan antara buruh dengan majikan itu diserahkan kepada
kebijaksanaan kedua belah pihak yang langsung berkepentingan itu, maka masih sukar
tercapainya suatu keseimbangan antara kepentingan kedua belah pihak yang sedikit banyak
memenuhirasa keadilan social yang merupakan tujuan pokok juga diperburuhan. Karena itu
penguasa mengadakan peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan yang bertujuan melindungi
pihak yang lemah.
Pada zaman perbudakan, orang yang melakukan pekerjaan dibawah pimpinan oranglain,
yaitu para budak, tidak mempunyai hak apapun, bahkan hak katas hidupnya juga tidak. Yang
mereka miliki hanyalah kewajiban melakukan pekerjaan, menuruti segala perintah, menuruti
semua aturan dari pihak pemilik budak. Pemilik budak adalah satu-satunya pihak dalam
hubungan antara pekerja dan pemberi pekerjaan, yang mempunyai segala hak. Sampai akhirnya
banyak pihak yang ingin menghapuskan perbudakan, yang berpendirian bahwa perbudakan
merupakan pelanggaran besar terhadap hak para pemilik budak, yang merendahkan manusia
menjadi barang atau milik.
Selain bentuk kerja perbudakan, peruluran, dan perhambaan, sejak dahulu kala dari para
penduduk dimintakan kerjaan yang harus dilakukan untuk kepentingan mereka bersama dan
untuk suku atau desa sebagai kesatuan, dilakukan pula pekerjaan untuk keperluan raja. Pekerjaan
yang awalnya untuk kepentingan bersama (gotong-royong), karena berbagai keadaan dan alas an
berkembang menjadi kerja-paksa untuk kepentingan seseorang atau pihak lain dengan tiada
upah.
Terdapat pula peruruhan biasa yaitu dimana pekerjaan yang dilakukan oleh buruh biasa
untuk dan di bawah pimpinan seorang majikan dengan menerima upah, disana-sini sudah ada,
tetapi tidak dapat meluas. Pengusaha dibolehka mengadakan perjanjian kerja dengan kepala desa
untuk mendapatkan buruh. Perjanjian ini harus didaftar dan berlaku untuk selama-lamanya lima
tahun, yang memuat besarnya upah, makan dan perumahan serta macamnya pekerjaan yang
harus dilakukan. Dengan didirikannya UU Agraria Tahun 1870 yang mendorong timbulnya
perusahaan perkebunan swasta besar, soal perburuhan menjadi sangat penting bagi para
pengusaha. Punale sanksi ini memberikan kepada pengusaha suatu kekuasaan terhadap buruhnya
yang dapat menimbulkan perlakuan tidak baik dan keadaan perburuhan yang buruk, jika
pemimpin perusahaan dan pembantu-pembantunya tidak tercegah untuk menyeleweng dari jalan
yang lurus oleh budi dan moral yang tinggi serta pendapat umum yang kuat dan pengawasan
yang keras.