Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH KONSTRUKTIVISME

BAB I
PENDAHULUAN
1.  Latar Belakang
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil
dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus
dan respon
Dari suatu proses belajar diperoleh suatu hasil yang sangat signifikan, dikarenakan yang
sebelumnya tidak mengetahui menjadi mengetahui dan yang sebelumnya belum memahamin dapat
menjadi paham setelahnya.
Dalam suasana saat ini, istilah belajar tidak hanya menjadi penggambaran suatu usaha
mengetahui sesuatu begitu saja, melainkan memiliki berbagai teori dan model yang terus berkembang
sesuai dengan kemajuan zaman. Salah satu perkembangan teori belajar adalah teori belajar
konstruktivisme.
Meski bukan hal yang baru teori belajar konstruktivisme menjadi salah satu dasar teori belajar yang
sudah mengakar pada dunia pendidikan dengan berbagai karakteristik, kelebihan, maupun
kekuranganya.
Teori belajar konstruktivisme secara umum dapat didefinisikan sebagai sebagai experimental
learning, yang merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkret di lapangan, di
laboratorium, berdiskusi dengan teman, dan dikembangkan menjadi pengetahuan, konsep, serta ide
baru. Peserta didik sebagai subjek pembelajaran yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka
sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai pembelajar.
Dari pengertian secara umum tersebut masih begitu banyak hal mengenai teori belajar
konstruktivisme. Oleh karena itu perlu adanya suatu kajian lebih mendalam, sehingga memunculkan
pemahaman yang lebih luas akan teori belajar tersebut.

2.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1)       Apa yang dimaksud dengan teori belajar konstruktivisme?
2)       Bagaimana karakteristik dari teori belajar konstruktivisme?
3)       Apa kelebihan dan kekurangan dari teori belajar konstruktivisme?
4)       Bagaimana pengimplikasian teori belajar konstruktivisme di kelas ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian dari Teori Belajar Konstruktivisme


Teori Konstruktivisme  didefinisikan sebagai  pembelajaran  yang  bersifat generatif, yaitu
tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang
memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon,
sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau
menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamannya.Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang
mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan
proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan
sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada
proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan
strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi
belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya
memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya
terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan
yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan
tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil
”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan
setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang
diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna
mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.

Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut: 


1.      Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. 
2.      Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya. 
3.      Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap. 
4.      Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. 
5.      Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan
kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga
dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam
mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan
atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan
bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi
adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali
struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat
(Ruseffendi 1988:133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi
pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada
sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi
suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.  Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut
konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal
Development (ZPD) dan scaffolding.
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan
sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat
perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah
bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal
pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih
tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997).
Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan
masalah.  Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke
dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang
memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis sosial) disebut
pendekatan konstruktivis sosial.  Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak
bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan
masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991).  Dalam pembelajaran matematika, Cobb, Yackel
dan Wood (1992) menyebutnya dengan   konstruktivisme sosio (socio-constructivism), siswa berinteraksi
dengan guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa mengembangkan
strategi-strategi  untuk merespon masalah yang diberikan.  Karakteristik pendekatan konstruktivis sosio
ini sangat sesuai dengan karakteristik RME.

B. Sejarah Teori Konstruktisme


Di dalam sejarah psikologi pendidikan, revolusi konstruktivisme mempunyai akar sejarah yang
panjang. Pendekatan yang dilandasi teori konstruktivisme ini sumber utamanya adalah karya Jean Piaget
dan Lev Vigotsky. Baik Piaget maupun Vygotsky menekankan sifat sosial pembelajaran, mereka juga
menyarankan penggunaan kelompok-kelompok dalam belajar dengan kemampuan campuran (bervariasi)
untuk meningkatkan terjadinya perubahan konsepsi pada diri pebelajar atau siswa.

Konstruktivis modern paling banyak dilandasi oleh teori Vygotsky, yang telah digunakan untuk
mendukung metode pengajaran di ruang kelas yang menekankan pembelajaran kerja sama
(pembelajaran kooperatif) dan berbasis proyek, dan pembelajaran penemuan (discovery- inquiry).

Ada empat gagasan utama Vygotsky yang sangat penting, yaitu:


Penekanan pada sifat sosial pembelajaran. 
Anak bejar melalui interaksi bersama orang dewasadan teman yang lebih mampu. Pada proyek-proyek
kerjasama, anak-anak dihadapkan pada proses pemikiran teman-teman mereka. Metode demikian tidak
hanya memungkinkan hasil pembelajaran tersedia bagi semua siswa, tetapi juga memungkinkan proses
berpikir siswa yang lebih mampu tersedia bagi siswa-siswa yang lain. Vygotsky menulis bahwa, orang-
orang yang berhasil memecahkan masalah mengungkapkan diri melalui masalah-masalah yang sulit.
Dalam sebuah kelompok kooperatif, anak-anak dapat mendengarkan pembicaraan batin ini dengan
lantang dan dapat mempelajari cara orang-orang yang berhasil memecahkan masalah berpikir melalui
pendekatan mereka.

Zona Perkembangan Proksimal.


Vygotsky mempunyai gagasan bahwa anak-anak paling baik mempelajari konsep yang berada pada
zona perkembangan proksimal mereka. Anak-anak yang bekerja dalam zona perkembangan proksimal
mereka terlibat dalam tugas yang tidak dapat mereka kerjakan sendiri tetapi dapat mengerjakannya
dengan sedikit bantuan teman atau orang dewasa.

Masa Magang Kognisi


Istilah masa magang kognisi (cognitive apprenticeship) merujuk pada proses yang digunakan oleh
seorang pebelajar untuk secara bertahap memperoleh keahlian melalui interaksi dengan pakar, apakah
orang tua, guru, atau teman yang lebih tua atau lebih berhasil. Di banyak pekerjaan, karyawan baru
bekerja erat dengan seorang pakar yang menjadi contoh baginya, memberikan umpan balik, dan secara
bertahap mensosialisasikan karyawan baru itu kepada kaidah dan perilaku profesi tersebut. Pengajaran
untuk siswa adalah suatu bentuk masa magang. Para ahli teori konstruktivisme menyarankan agar guru
mengalihkan model pembelajaran yang berlangsung lama dan sangat efektif ini ke dalam ruang-ruang
kelas. Guru dapat melibatkan siswa dalam tugas-tugas rumit dan melibatkan siswa dalam kelompok-
kelompok belajar yang heterogen dan kooperatif di mana siswa yang lebih maju membantu siswa yang
kurang maju melalui tugas-tugas yang rumit tersebut.

Pembelajaran Termediasi
Yang keempat, Vygotsky menekankan pada gagasan tentang perancahan atau pembelajaran termediasi.
Gagasan Penafsiran tentang gagasan Vygotsky yang satu ini adalah, siswa seharusnya diberikan tugas-
tugas yang rumit, sulit, dan realistis. Kemudian, mereka diberikan cukup bantuan untuk mencapai tugas-
tugas ini. Harus dicatat bahwa, diberikan bantuan di sini maksudnya, siswa bukannya diajarkan bagian-
bagian kecil pengetahuan. Prinsip ini digunakan untuk mendukung penggunaan tugas proyek di ruang
kelas, simulasi, penjajakan dalam komunitas, penulisan untuk pembaca yang sesungguhnya, dan tugas-
tugas otentik lainnya. Berkaitan dengan hal ini, ada istilah "pembelajaran situasi" (situated learning), yang
mengacu pada digunakannya pembelajaran yang berlangsung dalam tugas-tugas otentik kehidupan
nyata.

C. Tokoh-tokoh Teori Belajar Konstruktivisme


a.       Driver dan Bell
Driver dan Bell mengajukan karakteristik teori belajar teori belajar konstruktivistik sebagai berkut:
1)            Siswa dapat dipandang sebagai sesuatu yang pasif, tetapi memiliki tujuan;
2)            Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa;
3)            Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal;
4)            Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas;
5)            Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajarn, materi, dan sumber.
b.      J. J. Piaget
Berikut ini adalah tiga hal pokok Piaget dalam kaitanya dengan tahap perkembangan intelektual atau
tahap perkembangan konstruktivisme kognitif atau bisa juga disebut tahap perkembangan mental, yaitu
sebagai berikut:
1)      Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang
sama. Setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama;
2)      Tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster  dari operasi mental (pengaturan, pengekalan,
pengelompokkan, pembuatan Hipotesis dan penarikan kesimpulan yang menunjukkan adanya tingkah
laku intelektual;
3)      Gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibrium), proses pengembangan
yang menguraikan interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan sruktur kognitif yang timbul (akomodasi).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis, menegaskan bahwa pengetahuan
tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Menurut Ruseffendi, asimilasi
adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan akomodasi adalah menyusun kembali
struktur pikiran karena adanya informasi baru sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian
tentang akomodasi yang lain seperti yang dikemukakan oleh Suparno adalah proses mental yang
meliputi pembentukkan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang
sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
c.       Vigotsky
Berbeda dengan konstruktivisme kognitif yang dikemukakan oleh Piaget, konstruktivisme sosial yang
dikembangkan oleh Vigotsky memiliki pengertian bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi
dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah dalam
konteks sosial budaya seseorang. Dalam penjelasan lain, Tanjung mengatakan bahwa inti kognitivis
Vigotsky adalah interaksi aspek internal dan eksternal yang perkenaanya pada lingkungan sosial dalam
belajar.
d.      Tasker
Tasker mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut:
1)            Peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna.
2)            pentingnya membuat kaitan antar gagasan dalam pengonstruksian secara bermakna;
3)            mengaitkan antara gagasan dan informasi baru yang diterima
e.       Wheatley
Wheatley mendukung pendapat diatas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran
dengan teori belajar konstruktivisme, yaitu sebagai berikut:
1)      Pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif tetapi secara aktif oleh struktur koqnitif siswa;
2)      Fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki
anak.
Kedua pengertian diatas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif
dalam proses pengaitan penguasaan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui
lingkungan. Bahkan secara spesifik, Hudoyo mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah
mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu
untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan
memengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.
f.       Hanbury
Hanbury mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitanya dengan pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1)            Siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengkonstruksi ide yang mereka miliki;
2)            Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti;
3)            Strategi siswa lebih bernilai;
4)            Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan
dengan sesamanya.
Berdasarkan beberapa pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang
mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesukaan siswa dalam
mengorganisasikan pengalaman Mereka bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atau aapa yang telah
diperhatikan dan dilakaukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi
sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar
konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan
pembelajaran, yaitu:
a.              Siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki
b.              Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti
c.              Strategi siswa lebih bernilai
d.             Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan
dengan temannya.
Sementara itu, tujuan Teori Konstruktivisme di kelas yaitu:
a.              Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
b.              Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri
c.              Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
d.             Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
e.              Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu:
a.              Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
b.              Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
c.              Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
d.             Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil
e.              Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan
f.               Mengharagai peranan pengalaman kritis dalam belajar
g.              Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
h.              Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
i.                Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
j.                Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran, seperti prediksi,
infernsi, kreasi, dan analisis
k.              Menekankan bagaimana siswa belajar
l.                Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru
m.            Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif
n.              Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata
o.              Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar
p.              Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
q.              Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang
didasarkan pada pengalaman nyata

D. Implikasi Teori Konstruktivisme di Kelas


      Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut di atas, berikut ini dipaparkan
tentang penerapan di kelas.

1.      Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar


Dengan menghargai gagasa-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri,
berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan
pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan
tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem
solver)

2.      Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada
siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar
orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan
mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan

3.      Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi


Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu
menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa
untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan
mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya

4.      Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu
siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki
kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang
lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman
mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog
yang sangat bermakna akan terjadi di kelas

5.      Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan
berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hpotesis yang mereka buat,
terutama melalu diskusi kelompok dan pengalaman nyata

6.      Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif


Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam
mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa
untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut
secara bersama-sama.
E. Kelebihan Dan kekurangan Teori Belajar Konstruktivisme

Kelebihan Metode Konstruktivisme


1. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan
dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
2. pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan
gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar
siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai
fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena
yang menantang siswa.
3. pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang
pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model
dan teori, mengenalkan gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
4. pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba
gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai
konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan
berbagai strategi belajar.
5. pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka
setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan
gagasan mereka.
6. pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung
siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang
benar.

Kekurangan Metode Konstruktivisme


1.      Siswa membangun pengetahuan mereka sendiri, tidak jarang bahwa konstruksi siswa tidak cocok
dengan pembangunan ilmuwan yang menyebabkan kesalahpahaman.
2.      Konstruktivisme pengetahuan kita menanamkan bahwa siswa membangun sendiri, hal ini pasti memakan
waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda.
3.      Situasi dan kondisi masing-masing sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki infrastruktur
yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.
Daftar Pustaka
http://indrierb.blogspot.co.id/2014/01/teori-belajar-konstruktivisme-dan.html
http://doubleddodewii.blogspot.co.id/2015/03/makalah-konstruktivisme.html
https://ansarbinbarani.blogspot.co.id/2015/12/teori-konstruktivisme.html
http://dikyaprianto0.blogspot.co.id/2015/08/teori-belajar-konstruktivisme.html
http://widyaelrahma.blogspot.co.id/2013/12/makalah-teori-konstruktivisme.html
http://www.rumahmakalah.com/2016/05/makalah-teori-belajar-kontruktivisme.html
https://desykartikaputri.wordpress.com/2013/01/02/makalah-model-pembelajaran-konstruktivisme/

Anda mungkin juga menyukai