Ikrimah Shabri
Oleh: Abu Hasan Mubarok
Peneliti International Aqsha Intsitute (IAI)
Jumat, 12 Maret 2021, yang bertepatan dengan 28 Rajab 1442 H, Ikatan Ulama
Islam Internasional (ittihad al ‘alami li ‘ulama al muslimin) menyerukan kepada
semua imam dan khutab di seluruh dunia agar menjadikan tema kemuliaan dan
kehormatan al quds sebagai tema utama dalam mimbar-mimbar mereka.
Seruan ini dibuat bukan tanpa latar belakang. Di saat dunia disibukan dengan
pengurusan dan pengendalian coronavirus covid-19, tentara zionis terus berupaya
dan berusaha mengusir para penduduk asli al quds menjauh dari tanah kelahiran
mereka. Di antara kejadian yang perlu diketahui adalah penangkapan pejuang,
penjaga dan sekaligus khotib masjid al aqsha, Syaikh ‘Ikrimah Sa’id Abdullah
Shabri.
Ulama kelahiran 1939 M di desa Qalqaliyah ini sampai sekarang terus dengan
lantang dan tanpa takut menyuarakan akan pentingnya persatuan umat Islam dan
usaha mereka untuk tetap menjaga kesucian dan kehormatan Masjidil Aqsha dan
perjuangan rakyat Palestina dari kezaliman dari para tangan-tangan musuh Islam.
Sejak 1994 M, saat beliau diamanahi sebagai Mufti Palestina, beliau berkata pada
diri sendiri bahwa, “saya tidak akan mengizinkan orang lain untuk merancang-
rancang fatwa saya, saya adalah mufti untuk semua rakyat palestina dan
perjuangan mereka”. Oleh para wartawan dan jurnalis Yahudi, beliau dituduh
sebagai mufti pemerintah, mufti Yaser Arafat. Beliau katakana dengan jelas tidak
sama sekali. “saya adalah mufti palestina dari daratan sampai lautan”. Dan beliau
menjabat sebagai mufti sampai 2006 M.
Kehidupannya
Adalah seorang yang sangat dikenal karena wawasan dan penguasaan terhadap
ilmu agama serta sikap istiqomah dan gigih dalam berjuang. Ayahnya termasuk
Qadhi (hakim) yaitu Syaikh Said Shabri, di samping sebagai anggota mahkamah
syar’iyah dan anggota Lembaga Tertinggi Islam di al Quds. Sejak kecil mendapat
didikan agama yang kuat dan teguh dari asuhan orang tuanya, lalu beliau
menyelesaikan sekolah tsanawiyah (semacam SMA) di madrasah shalahiyah di
kota Nablus, dan menyelesaikan program bachelornya di univesitas di Bagdad
pada jurusan agama dan Bahasa arab tahun 1963, lalu melanjutkan ke tingkat
magister pada 1989 di fakultas syari’ah dari Universitas Najah Nasional di
Nablus. Lalu mendapatkan gelar doktoralnya pada jurusan fiqih al ‘am pada
fakultas syari’ah dan qanun dari universitas al azhar pada 2001 dengan judul
disertasi al waqf al islamy antara teori dan prektek. Penelitian beliau lalu diberi
nilai dengan predikat istimewa dan sangat memuaskan.
Di antara guru-guru beliau adalah ayahnya sediri, qadhi al quds, Syaikh Sa’id
Shabri, Syaikh Mustafa az zarqa (ulama besar syuriah), Syaikh Ma’ruf ad
Dawalibi, Dr. Muhammad Hussain ad dzahabi (ulama tafsir terkenal), dan Syaikh
Yasin asy syadzili.
Beliau dikarunia 5 keturunan, yaitu; 3 putra (‘imarah, ubadah, ‘urwah) dan 2 putri
(lubabah, dan libni).
Perjuangannya
Pada 7 Jumad akhir 1440 H yang bertepatan dnegan 12 Februari 2019, beliau
mengeluarkan fatwa terkait peristwa jatuh dan runtuhnya batu-batu yang terdapat
di tembok al buroq. Hal ini menurutnya terjadi karena alat-alat berat yang dipakai
oleh zionis dalam rangka menjalankan proyek-proyek di sekitar masjidil aqsha.
Mereka sengaja melakukan itu. Menurutnya, tembok buroq atau khait al buraq
adalah tembok di mana sudah ada sejak dahulu, dan di sanalah tempat hewan
tunggangan Rasulullah saw ketika isra ditambatkan selama singgah di masjidil
aqsha. Beliau menambahkan bahwa tembok itu termasuk wakaf umat Islam.
Hokum menjaganya adalah wajib. Sebagaimana tidak bolehnya umat Islam
menyebut tembok ratapan untuk tembok buroq. Karena hal itu, sama halnya
dengan mengakui klaim dan ajaran mereka.
Dan masih banyak lagi aktifitas kegiatan yang sampai sekarang masih dijalani.
Sungguh mudah bagi Allah swt memperjalankan Rasulullah saw untuk langsung
bertemu dengan-Nya. Namun, bukan cara sepert itu yang ingi Allah swt
tampakkan. Allah swt menampakan adanya proses untuk menunjukan kebesaran-
Nya. Begitu pula dengan pembebasan masjidil aqsha (baca; sekarang) dari jajahan
zionis, di tangan Allah sw tentu sangat mudah sekali menjadikan masjidil aqsha
tanpa dijajah. Namun, bukan itu yang ingin Allah swt tampakan. Seolah-olah,
Allah swt ingin melihat bagaimana manusia (yang di dalamnya adalah umat
Islam) berproses dan menjalankan kewajiban untuk menjaga kesucian dan
kehormatan masjid qiblat pertama umat Islam itu.