BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan KPH menjadi bagian penting dalam perbaikan tata kelola kehutanan di
Indonesia. Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan KPH menjadi salah satu
prioritas nasional yang untukmewujudkannya memerlukan komitmen parapihak. Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, para akademisi, aktivis gerakan
sosial/kemasyarakatan, serta mitra pembangunan kerjasama teknik, termasuk kerjasama
teknik luar negeri, perlu bersama berada dalam satu derap dan terkonsolidasi untuk
aktualisasi KPH.
KPH merupakan konsep perwilayahan pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi
pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. KPH nantinya
diharapkan bisa berperan langsung sebagai unit penyelenggara pengelolaan hutan tingkat
tapak. Secara umum, sasaran yang ingin dicapai dengan kebijakan pembentukan KPH ini
adalah memberikan kepastian: 1) areal kerja pengelolaan hutan, 2) wilayah tanggung jawab
pengelolaan, dan 3) satuan perencanaan pembangunan dan pengelolaan hutan, yang
kesemuanya merupakan prasyarat kunci bagi pengelolaan hutan lestari. Lebih lanjut, untuk
membentuk sebuah KPH, akan diadopsi beberapa prinsip, antara lain: transparansi, pelibatan
para pihak, akuntabilitas, serta keutuhan ekosistem.
Tantangan pembangunan KPH masih cukup tinggi. Hal-hal yang menjadi penyebab
tantangan itu telah banyak dibahas di berbagai kesempatan, baik formal maupun informal.
Tantangan itu setidaknya mencakup dua faktor, yaitu faktor di dalam KPH dan faktor di luar
KPH. Faktor di dalam KPH seperti: jumlah dan kualifikasi sumber daya manusia (SDM),
data dan informasi yang dimiliki KPH, infrastruktur atau alat-alat kerja, manajemen dan
kepemimpinan KPH. Adapun, faktor di luar KPH yang berpengaruh terhadap berfungsinya
KPH seperti: peraturan perundang-undangan, dukungan politik (political will), kegiatan dan
anggaran dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah, transformasi kelembagaan kehutanan
yang sudah ada baik di Pusat maupun Daerah, serta dukungan swasta, LSM, perguruan
tinggi dan masyarakat.
Hambatan pembangunan KPH tersebut bukan hanya dipengaruhi oleh masalah-
masalah teknis, kesalahan pengertian mengenai peran dan fungsi KPH, dan perbedaan
kepentingan antar pihak. Namun juga disebabkan oleh lambatnya pembaruan cara berpikir
(mindset) dalam pengelolaan hutan yang berakar dari dasar-dasar pemahaman ilmu
kehutanan maupun dari berjalannya pengelolaan hutan selama 40 tahun terakhir dengan
skema perizinan sebagai intinya. Pada tingkat daerah, secara khusus terkait dengan Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH) telah dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
Nomor 61 Tahun 2010 tentang pedoman organisasi dan tata kerja kesatuan pengelolaan
hutan lindung (KPHL) dan kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP) di daerah.
Ketentuan ini menjadi dasar pembentukan KPHL dan KPHP di daerah yang disesuaikan
dengan urusan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah sebagaimana tertera pada PP 38/2007
tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah propinsi dan
pemerintah kabupaten/kota (Lampiran butir AA Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang
Kehutanan). (Nugroho dkk, 2013)
Menurut Andayani dkk. (2015), dalam pembangunan KPH aspek kelestarian SDH
merupakan prinsip yang wajib dipatuhi oleh setiap pengelola, sehingga strategi pengelolaan
yang dipilih harus mampu menjaga keseimbangan peran sektor kehutanan sebagai
ekosistem, sosial, dan ekonomi secara simultan. Namun demikian pembangunan SDH oleh
institusi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai unit usaha yang dirancang sebagai unit
usaha mandiri dari aspek finansial-ekonomi, konsep pembangunan dan pengelolaannya
harus merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan (sustainable forest management),
yaitu menerapkan strategi pembangunan yang mampu untuk memenuhi kebutuhan saat ini,
tanpa harus mengorbankan generasi yang akan datang dalam rangka memenuhi
kebutuhannya dalam dimensi waktu tertentu. Untuk bisa menjadi unit usaha mandiri,
pembangunan KPH wajib merancang rencana bisnis kelola komoditi pada kawasan hutan
yang berfungsi sebagai produksi, dan sekaligus mampu merencanakan hal yang sama bagi
kawasan hutan yang secara aturan bukan berfungsi sebagai produksi, namun bisa
dimanfaatkan secara terbatas dengan tetap memperoleh nilai ekonomi dan SDH tetap
lestari/sustain. Sebagai unit usaha mandiri, KPH juga dapat menyusun rencana
bisnis/business plan melalui strategi expansion, dan diversification.
Rencana Pengelolaan Hutan KPH merupakan rencana kelola teknis kehutanan dan
bertujuan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan. Sedangkan Rencana Bisnis KPH
bertujuan untuk analisis pengembangan bisnis produk unggulan KPH atau
menumbuhkembangkan investasi di tingkat KPH. Penyusunan rencana kelola KPH
didahului dengan kegiatan inventarisasi SDH dan kondisi sosial ekonomi masyarakat desa
sekitar hutan, pembagian blok dan/atau petak, sampai dengan penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan baik jangka panjang (RPHJP) maupun jangka pendek (RPHJPd).
Kelembagaan dan organisasi KPH yang mantap, yang didukung oleh sumber daya
manusia kompeten dalam jumlah yang memadai, dan saranaprasarana penunjang
dalamjumlahyang mencukupi akan menjamin efektifitas operasionalisasi pengelolaan KPH.
Tersedianya sumber pendanaan yang cukup untuk mendukung operasionalisasi KPH, dan
tersedianya sistem pengelolaan dan pelaporan keuangan sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku merupakanprasyarat utama untuk mewujudkan tata kelola KPH yang
akuntabel.
Berdasarkan uraian singkat diatas, maka penelitian ini mengambil judul penelitian
sebagai berikut : “Kajian Kinerja Aparatur Sipil Di Sektor Kehutanan Dalam Pengelolaan
Hutan Berbasis KPH”.
1.2. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian dibatasi
pada :
1. Bagaimana kinerja ASN di sektor Kehutanan ?
2. Bagaimana upaya – upaya peningkatan kinerja ASN di sektor Kehutanan ?
2. Sumber informasi bagi peneliti lanjutan dalam melaksanakan studi – studi dimaksud..
Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian ini adalah bahwa bidang dan seksi perencanaan
pada Dinas kehutanan dan UPT KLHK merupakan ujung tombak perencanaan program-program
sumberdaya manusia direncanakan dan dilaksanakan untuk mewujudkan pembangunan sumberdaya
hutan dan kehutanan secara lestari dan berkesinambungan..
Norma, Standar, Prosedur dan Kinerja (NSPK) dianalisis dengan analisis retrospektif,
yaitu model analisis kebijakan yang kajiannya mengarah kepada akibat-akibat kebijakan setelah
suatu kebijakan diimplementasikan (Dunn, 1991). Analisis retrospektif salah satunya untuk
melihat bagaimana konsekuensinya terhadap para pihak yang memiliki keterkaitan setelah
sebuah kebijakan ditetapkan dan diberlakukan, dan adakah kebijakan-kebijakan baru yang
muncul dan implementatif di lapangan dan mengevaluasi hasil implementasi aturan-aturan yang
berlaku.
Untuk mengkaji norma, standar, prosedur dan kinerja SDM menggunakan analisis
deksriptif kualitatif, dengan menggunakan pendekatan kriteria-kriteria dalam asas organisasi
untuk mengalisis struktur organisasi dapat dilihat dari pembagian kerja, departemensasi
(sekelompok aktivitas sejenis berdasarkan pelaksanaannya, wewenang dan rentang kendali
(Gibson, 1997).
DAFTAR PUSTAKA
Alvian, L. dan E.Y. Suryandari. 2008. Kajian Konsep Kesatuan Hutan Model Way Terusan Register 47.
Skripsi. Bogor.
Amstrong, Mischael, 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Sofyan dan Haryanto. PT.
Elex Media Komputindo. Jakarta.
Brown, L., Lafond, A & Macintyre, K. (2001). Measuring Capacity Building. University of North
Carolina at Chapel Hill. Carolina Population Center.
Budiningsih K, Sulistya E, Sylviani, Elvida YS, Fenti S dan Gamin. Tipologi KPH. Laporan Penelitian.
Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan
FAO, 2000. Definition and Basic Principles of Sustainable Forest Management in Relation to Criteria and
Indicators.http://www. fao.org. Diakses tanggal 19 Februari 2014].
Fathoni, T. 2014. Pengembangan SDM Kehutanan sebagai Sistem Pendukung KPH. Makalah
disampaikan pada Pertemuan Nasional Akademisi – CSO dalam Mendukung Pembangunan dan
Operasionalisasi KPH. Rancamaya,- Bogor ,7 Oktober 2014
Forest Watch Indonesia, 2014. Potret Keadaan Hutan Indonesia, Bogor.
Hasan Shadily, Ensiklopedia Bahasa Indonesia.(IchtiarBaru-Van Hoevedan Elsevier Publishing projects.
1980) h. 183
Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995) h. 327
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Aparatur_Sipil_Negara .diakses, Senin 21 Desember 2020 pukul. 14.38
Inu Kencana. Ilmu Administrasi Publik. (Jakarta: PT.Rineka Cipta. 2006) h. 32
Karsudi, Rinekso S dan Kartodihardjo, 2010. Model Pengembangan Kelembagaan Pembentukan Wilayah
Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Papua. JMHT Vol. XVI, (2): 92-100, Agustus 2010.Bogor
Kemenhut, Dirjen Planologi, 2011. Pembangunan Kesatuan Pengelolaan (KPH): Konsep, Peraturan
Perundangan dan Implementasi.
Kurnia, D. (2017). Опыт аудита обеспечения качества и безопасности медицинской деятельности в
медицинской организации по разделу «Эпидемиологическая безопасностьNo Title. Вестник
Росздравнадзора, 4, 9–15.
Latuamury, B., Marasabessy, H., & Hadidjah, M. H. MENAKAR KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT
PEMUKIM DI SEMPADAN SUNGAI DAS WAE BATU MERAH KOTA AMBON DALAM
MENGHADAPI BANJIR.
Lestari S, S. Nugroho, D. Setiawan, M. Soraya, M. Rachman. 2012. Data dan Informasi Kesatuan
Pengelolaan Hutan Direktorat Wilayah Pengelolaan dan penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan
Hutan. Ditjen Planologi. Jakarat.
Maridi, Saputra, A., & Agustina, P. (2015). Kajian Potensi Vegetasi dalam Konservasi Air dan Tanah di
Daerah Aliran Sungai ( DAS ): Studi Kasus di 3 Sub DAS Bengawan Solo ( Keduang , Dengkeng ,
dan Samin ) Role of Vegetation for Water and Soil Conservation in Watershed : Case Study in 3
Sub-Watersh. Prosiding Seminar Nasional Konservasi Dan Pemafaatan Sumber Daya Alam, 65–68.
Martatiwi, H. W. (2017). Jurusan geografi fakultas ilmu sosial universitas negeri semarang 2017. 1–87.
Menteri Dalam Negeri. 2010. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61Tahun 2010 tentang
Pedoman Organisasi dan Tata Kerja KesatuanPengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi diDaerah, tanggal 23 Desember 2010. Jakarta. 9 hal.
Mohammad As’ad, Psikologi Industry. Edisi Keempat, (Yogyakarta : Liberty, 1995) h.24
Pemerintah Republik Indonesia. 1999. UndangUndang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan. Lembaran Negara RI Tahun 1999 No. 167. Jakarta: Sekretariat Kabinet
Puspariani, J. 2008. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). Skripsi. Model Kabupaten Musi
Banyuasin Provinsi Sumatra Selatan.
Soeprapto, R. (2006). Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah Menuju Good Governance.
Disampaikan dalam Workshop Reformasi Birokrasi pada tanggal 30 Juni 2006 di Kendari
Stephen P Robbins, Perilaku Organisasi, Edisi Bahasa Indonesia, (Jakarta : Prinhalindo, 1996) h. 122
Sudarma, I. M., & Widyantara, W. (2016). Persepsi Masyarakat Terhadap Ekosistem Daerah Aliran
Sungai Ayung Menuju Sumberdaya Air Berkelanjutan. Bumi Lestari Journal of Environment, 16(2),
78. https://doi.org/10.24843/blje.2016.v16.i02.p01
UNISDR Terminology. 2017. Terminology on Disaster Risk Reduction.
https://www.unisdr.org/we/inform/terminology.
LAMPIRAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
Jl. Ir. M. Putuhena, Poka - Ambon, Maluku
KUESIONER
I. Identitas Responden
Nama Responden :
No Hp :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
II. Karakteristik Sosial Ekonomi Responden
1. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/i sudah berkeluarga?
a. Belum
b. Sudah
2. Berapa Jumlah tanggungan kelurga (selain responden)?
a. < 3 orang
b. 3-5 orang
c. 5 orang
3. Berapa pendaoatan dari pekerjaan?
a. < 3.000.000 per bulan
b. 3.000 000,- s.d 5.000.000 per bulan
c. > 5.000.000,- per bulan
4. Bidang Pekerjaan Bapak/Ibu : ……………………………………………………………….
5. Mulai Bekerja di Bidang Kehutanan : ………….. Tahun
6.
Catatan: Responden adalah ASN pada Dinas kehutanan dan KPHL Kota Ambon Provinsi Maluku yang dapat
mewakili
DAFTAR PERTANYAAN
PETUNJUK:
Pilihlah jawaban yang paling sesuai degan kondisi yang sebenarnya, bukan yang seharusnya.
Ada 5 alternatif pilihan jawaban yaitu:
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju
(STS) (TS) (KS) (S) (SS)
1 2 3 4 5
Pilihan jawaban
No Penyataan
STS TS KS S SS
Diakuinya wilayah kelola KPH oleh para pihak,
baik oleh masyarakat, instansi terkait, dan
1. 1 2 3 4 5
pengguna lahan merupakan jaminan kelestarian kelola
jangka panjang..
Keberadaan pal-pal batas luar areal kelola KPH sebagai
2. salah satu bukti adanya kepastian 1 2 3 4 5
kawasan..
Ketersediaan dokumen legal (BA Tata Batas)
sesuai dengan realisasi pelaksanaan tata batas
Tidak dijumpai/semakin menurunnya intensitas konflik
3. tata batas dari waktu ke waktu menunjukkan adanya 1 2 3 4 5
pengakuan para pihak.
Pengakuan para pihak atas eksistensi keberadaan KPH
1 2 3 4 5
dan wilayah kelola KPH
Pilihan jawaban
No Penyataan
STS TS KS S SS
Kelestarian Ekologi
Kelestarian Ekonomi