Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Pembahasan mengenai kurikulum tidak mungkin dilepaskan dari pengertian


kurikulum,posisi kurikulum dalam pendidikan, dan proses pengembangan suatu kurikulum.
Pembahasanmengenai ketiga hal ini dalam urutan seperti itu sangat penting karena pengertian
seseorangterhadap arti kurikulum menentukan posisi kurikulum dalam dunia pendidikan dan
padagilirannya posisi tersebut menentukan proses pengembangan kurikulum. Ketiga
pokok bahasan itu dikemukakan dalam makalah ini dalam urutan seperti itu.

 Pembahasan mengenai pengertian ini penting karena ada dua alasan utama.
Pertama,seringkali kurikulum diartikan dalam pengertian yang sempit dan teknis. Dalam
kotak pengertian ini maka definisi yang dikemukakan mengenai pengertian kurikulum
kebanyakanadalah mengenai komponen yang harus ada dalam suatu kurikulum.Untuk itu
berbagaidefinisi diajukan para akhli sesuai dengan pandangan teoritik atau praktis yang
dianutnya. Inimenyebabkan studi tentang kurikulum dipenuhi dengan hutan definisi tentang
arti kurikulum.

Alasan kedua adalah karena definisi yang digunakan akan sangat berpengaruh terhadap
apayang akan dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Pengertian sempit atau
tekniskurikulum yang digunakan untuk mengembangkan kurikulum adalah sesuatu yang
wajar danmerupakan sesuatu yang harus dikerjakan oleh para pengembang kurikulum.
Sayangnya,pengertian yang sempit itu turut pula mnyempitkan posisi kurikulum dalam
pendidikansehingga peran pendidikan dalam pembangunan individu, masyarakat, dan bangsa
menjaditerbatas pula.

Pembahasan mengenai posisi kurikulum adalah penting karena posisi itu akan
memberikanpengaruh terhadap apa yang harus dilakukan kurikulum dalam suatu proses
pendidikan.Tidak seperti halnya dengan pengertian kurikulum para akhli kurikulum tidak
banyak berbeda dalam posisi kurikulum. Kebanyakan mereka memiliki kesepakatan
dalammenempatkan kurikulum di posisi sentral dalam proses pendidikan. Kiranya bukanlah
sesuatuyang berlebihan jika dikatakan bahwa proses pendidikan dikendalikan, diatur, dan
dinilaiberdasarkan criteria yang ada dalam kurikulum. Pengecualian dari ini adalah apabila
prosespendidikan itu menyangkut masalah administrasi di luar isi pendidikan. Meski pun
demikianterjadi perbedaan mengenai koordinat posisi sentral tersebut dimana ruang lingkup
setiapkoordinat ditentukan oleh pengertian kurikulum yang dianut.

Pembahasan mengenai proses pengembangan kurikulum merupakan terjemahan


daripengertian kurikulum dan posisi kurikulum dalam proses pendidikan dalam bentuk
berbagaikegiatan pengembangan. Pengertian dan posisi kurikulum akan menentukan ap
yangseharusnya menjadi perhatian awal para pengembang kurikulum, mengembangkan
idekurikulum, mengembangkan ide dalam bentuk dokumen kurikulum, proses
implementasi,dan proses evaluasi kurikulum. Pengertian dan posisi kurikulum dalam proses
pendidikanmenentukan apa yang seharusnya menjadi tolok ukur keberhasilan kurikulum,
sebagai bagiandari keberhasilan pendidikan.

B. PENGERTIAN KURIKULUM
Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum,para ahli mengemukakan
pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang
sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah.  Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus
ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa:
“ A Curriculun is a written document which may contain many ingredients, but basically it is
a plan for the education  of pupils during their enrollment in given school”. Dalam pandangan
modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang
nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell
(1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children
have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974)
yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of courses study and
list of subject and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices
or direction of school.

BAB II
PEMBAHASAN

A. LATAR BELAKANG DIBERLAKUKANYA KURIKULUM 1975

Dalam Kata Pengantar Kurikulum 1975, Menteri Pendidikan Republik Indonesia Sjarif
Thajeb, menjelaskan tentang latar belakang ditetapkanya Kurikulum 1975 sebagai pedoman
pelaksanaan pengajaran di sekolah. Penjelasan tersebut sebagai berikut :

1. Sejak Tahun 1969 di Negara Indonesia telah banyak perubahan yang terjadi sebagai akibat
lajunya pembangunan nasional, yang mempunyai dampak baru terhadap program
pendidikan nasional. Hal-hal yang mempengaruhi program maupun kebijaksanaan
pemerintah yang menyebabkan pembaharuan itu adalah :
(a) Selama Pelita I, yang dimulai pada tahun 1969, telah banyak timbul gagasan baru
tentang pelaksanaan sistem pendidikan nasional.
(b) Adanya kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan nasional yang digariskan
dalam GBHN yang antara lain berbunyi : “Mengejar ketinggalan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk mempercepat lajunya pembangunan.
(c) Adanya hasil analisis dan penilaian pendidikan nasional oleh Departemen Pendidikan
dan Kebudayaaan mendorong pemerintah untuk meninjau kebijaksanaan pendidikan
nasional.
(d) Adanya inovasi dalam system belajar-mengajar yang dianggap lebih efisien dan efektif
yang telah memasukidunia pendidikan Indonesia.
(e) Keluhan masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan untuk meninjau sistem yang kini
sedang berlaku.
2. Pada Kurikulum 1968, hal-hal yang merupakan faktor kebijaksanaan pemerintah yang
berkembangdalam rangka pembangunan nasional tersebut belum diperhitungkan, sehingga
diperlukan peninjauanterhadap Kurikulum 1968 tersebut agar sesuai dengan tuntutan
masyarakat yang sedangmembangun.Atas dasar petimbangan tersebut maka dibentuklah
kurikulum tahun 1975 sebagai upaya untuk mewujudkan strategi pembangunan di bawah
pemerintahan orde baru dengan program Pelita dan Repelita.

B. TUJUAN KURIKULUM

Kurikulum merupakan suatu sistem pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan
karan berhasil atau tidaknya sistem pembelajaran diukur dari banyaknya tujuan-tujuan yang
tercapai. Tujuan pendidikan menurut permendiknas No.22 Tahun 2007 pada tingkat satuan
pendidikan dasar dan menengah ialah sebagai berikut.

 Tujuan pendidikan dasar ialah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,


akhlak mulia dan keterampilan hidup mandiri serta mengikuti pendidikan selanjutnya.
 Tujuan pendidikan menengah ialah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia dan keterampilan hidup mandiri serta mengikuti pendidikan selanjutnya.
 Tujuan pendidikan menengah kejurusan ialah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia dan keterampilan hidup mandiri serta mengikuti pendidikan
selanjutnya sesuai kejurusan.
 Tujuan pendidikan institusional ialah tujuan pendidikan yang dikembangkan di kurikuler
dalam setiap mata pelajaran disekolah.

C. DASAR PENGEMBANGAN KURIKULUM


1. Landasan filosofis
Filsafat suatu Negara atau pandangan hidup suatu bangsa berisi ide-ide,cita-cita,system
nilai yang harus dipertahankandemi kelangsungan hidup bangsa. Di Indonesia pandangan
hidup bangsa adalah PANCASILA,dengan demikian penyelenggaraan pendidikan secara
resmi diarahkan untuk membentuk manusia Indonesia yang ber-PANCASILA.

2. Landasan Sosial-Budaya-Agama
Di Indenesia penyusunan dan pengembangan kurikulum sekolah-sekolah mulai dari TK
sampai PT perlu mempertimbangkan landasan-landasan social-budaya-agama yang hidup
dan berkembang di Indonesia.Dengan dmikian anak setelah tamat dari sekolah yang
bersangkutan tidak akan canggung lagi menyesuaikan diri dengan lingkungan social-
budaya-agamanya masing-masing.

3. Landasan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni


Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hasil budi daya manusia sejak dahulu sampai
sekarang,yang makin lama makin maju,maka dalam penyusunan pengembangan
kurikulum perlu mempertimbangkan landsan ilmu pengetahuan dan teknologi

4. Landsan kebutuhan manusia


Karena anak akan hidup dalam masyarakat,maka anakpun harus dipersiapkan untuk
terjun di masyarakat denga dibekali kemampuan dan ketrampilan yang dibutuhkan
masyarakat.

5. Landasan perkembangan masyarakat


Didalam masyarakat terdapat bemacam-macam lembaga social yang masing-masing
memiliki kekuatan untuk tumbuh dan berkembang.Ini semua memberikan pengaruuh dan
perludipertimbangkan dalam rangka pembinaan dan pengembangan kurikulum.Sehingga
sejalan dengan sifat dinamis dalam masyarakat yang selalu berkembang.

D. PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM


1. Prinsip relevansi
Yang dimaksud dalam dunia pendidikan adalah adanya kesesuaian antara hasil
pendidikan dengan tuntutan kehidupan yangada di masyarakat.
2. Prinsip kontinuitas
Prinsip ini maksudnya adanya saling hubungan antara saling hubungan antara berbagai
tingkat dan jenis program pendidikan,terutama mengenai bahan pelajaran
3. Prinsip fleksibilitas
Yang dimaksud fleksibilitas adanya semacam ruang gerak yang memberikan sedikit
kebebasan dalam bertindak.

E. MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM


Model adalah konstruksi yang bersifat teoritis dari konsep dasar. Dalam kegiatan
pengembangan kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula hanya ulasan tentang salah
satu komponen kurikulum. Ada suatu model yang memberikan ulasan tentang keseluruhan
proses kurikulum, tetapi ada pula yang hanya menekankan pada mekanisme
pengembangannya saja.

1.    Model Pengembangan Kurikulum Zais


Robert S. Zais mengemukakan adanya beberapa macam model pengembangan
kurikulum Zais:
a.    Model Administratif
Model administratif sering disebut sebagai model garis dan staf atau dikatakan pula
sebagai model dari atas ke bawah. Model ini pada dasarnya mudah dilaksanakan
pada negara penganut sistem sntralisasi dalam pengembangan kurikulum dan juga
bagi negara yang kemapuan profesional gurunya masih lemah.

Pengembangan kurikulum ini dilaksanakan sebagai berikut:


1)   Atasan membentuk tim yang terdiri atas pejabat teras yang berwenang
(pengawas, pendidikan, kepala sekolah, dan pengajar inti).
2)   Tim merencanakan konsep rumusan tujuan dan falsafah yang diikuti.
3)   Dibentuk beberapa kelompok kerja yang anggotanya terdiri atas para spesialis
kurikulum dan staf pengajar yang berugas untuk merumuskan tujuan khusus,
GBPP, dan kegiatan belajar.
4)   Hasil kerja dari butir 3 direvisi oleh tim atas dasar pengalaman atau hasil dari try
out.
5)   Setelah try out yang dilaksanakan oleh beberapa kepala sekolah, dan telah
direvisi seperlunya, baru kurikulum tersebut diimplemen-tasikan.
b.    Model dari Bawah (Grass-Roats)
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan
upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu
guru-guru atau sekolah. Dalam model pengembangan yang bersifar grass roots
seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru disuatu sekolah mengadakan
upaya pengembangan kurikulum.

Model ini didasarkan pada dua pandangan pokok, yaitu:


1) Implementasi kurikulum akan lebih berhasil apabila guru-guru sebagai pelaksana
sudah dari semula terlibat secara langsung dalam pengembangan kurikulum.
2)  Pengembangan kurikulum bukan hanya melibatkan personel yang profesional
(guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua, dan anggota masyarakat. Dalam
kegiatan pengembangan kurikulum ini, kerja sama dengan orang tua murid dan
masyarakat sangatlah penting. Kerjasama diantara sesama guru dengan
sendirinya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari model ini.

Model ini didasarkan atas empat prinsip, yaitu:


1)   Kurikulum akan bertambah baik, jika kemampuan profesional guru
bertambah baik.
2)   Kompetensi guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara pribadi di
dalam merevisi kurikulum.
3)   Jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi,
mendefinisikan dan memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil
pengembangan kurikulum akan lebih bermakna.
4)   Hendaknya diantara guru-guru terjadi kontak langsung sehingga mereka
dapat saling memahami dan mencapai suatu konsensus tentang prinsip-
prinsip dasar, tujuan, dan rencana.

Langkah-langkahnya yaitu:
1)   Inisiatif pengembangan berasal dari bawah (para pengajar).
2)   Tim pangajar dari beberapa sekolah ditambah narasumber lain orang tua
peserta didik atau masyarakat luas yang relevan.
3)   Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan.
4)   Untuk memantapkan konsep perkembangan yang telah dirintisnya diadakan
lokal karya mencari input yang diperlukan.
c.    Model Demonstrasi
Model yang ini, inisiatif berasal dari kebersamaan dan hasilnya diumumkan
disekolah sekitar yaitu langkah-langkahnya:
1)   Staf, pengajar pada suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan
ternyata hasilnya lebih baik.
2)   Dan kemudian hasilnya disebarluaskan disekolah sekitar.

Keuntungan model demonstrasi antara lain:


1)   Disebabkan kurikulum yang dihasilkan telah melalui uji coba dalam praktik
yang nyata, maka dapat memberikan alternatif yang dapat bekerja.
2)   Perubahan kurikulum pada bagian tertentu cenderung lebih mudah disepakati
dan diterima daripada perubahan secara keseluruhan.
3)    Mudah mengatasi hambatan.
4)    Menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan narasumber sehingga para
administrator dapat mengarahkan minat dan kebutuhan guru untuk
mengembangkan program-program baru.
Kelemahan utama model ini adalah dapat menghasilkan antagonisme baru. Guru-
guru yang tidak terlibat di dalam proses pengembangan cenderung bersikap apatis,
curiga, tidak percaya, dan cemburu. Akibatnya, mereka akan menerima kurikulum
baru itu dengan setengah hati.
2.    Model Pengembangan Kurikulum Beaucham
Model ini dikembangkan oleh G. A Beaucham. Langkah-langkahnya yaitu:
a.    Menentukan arena yaitu suatu gagasan pengambangan kurikulum yang telah
dilaksanakan di kelas, diperluas disekolah, disebarkan sekolah-sekolah daerah
tertentu baik berskala regional maupun nasional.
b.    Memilih kemudian mengikutsertakan para pengembangan kurikulum yang terdiri
dari ahli kurikulum, wakil kelompok profesional, staf pengajar, petugas
bimbingan, dan narasumber lain.
c.    Mengorganisasikan dan menetukan prosedur perencanaan kurikulum yang meliputi
penentuan tujuan, materi pelajaran, dan kegiatan belajar. Untuk tugas tersebut
perlu dibentuk dewan kurikulum sebagai koordinasi yang bertugas.
d.   Menerapkan atau melaksanakan kurikulum secara sistematis disekolah.
e.    Mengevaluasi kurikulum yang berlaku.

3.    Model Pengembangan Kurikulum Hilda Taba


Model ini dikembangkan oleh Hilda Taba atas data edukatif yang disebut model
terbalik karena biasanya pengembangan kurikulum didahului oleh konsep-konsep yang
datangnya dari atas secara edukatif.

Langkah-langkahnya sebagai berikut:


a.  Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi, menemukan
penilaian, memperhatikan antara luas dan dalam nya bahan kemudian disusunlah
suatu unit kurikulum.
b.    Mengadakan try out.
c.    Mengadakan revisi atas dasar try out.
d.   Menyusun kerangka kerja teori.
e.    Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.

4.    The Systematic Action-Reseacrh Model


Tiga faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini adalah
adanya hubungan antarmanusia, organisasi sekolah, dan masyarakat, serta otoritas ilmu.

Langkah-langkah dalam model ini adalah:


a.   Merasakan adanya suatu masalah dalam kelas atau sekolah yang perlu diteliti secara
mendalam.
b.    Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.
c.    Merencanakan secara mendalam tentang bagaimana pemecahan masalahnya.
d.   Menetukan keputusan apakah yang perlu diambil sehubungan dengan masalah
tersebut.melaksanakan keputusan yang telah diambil dan menjalankan rencana yang
telah disusun.
e.    Mencari fakta secara meluas.
f.     Menilai tentang kekuatan dan kelemahan.

5.    Model pengembangan kurikulum dari Ralph W. Tyler


Model Tyler menekankan bagaimana merancang suatu kurikulum disesuaikan
tujuan dan misi suatu institusi pendidikan. Menurut Tyler ada empat macam atau hal
yang dianggap fundamental untuk mengembangkan kurikulum, yaitu:
a.    Berhubungan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai,
b.    Berhubungan dengan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan,
c.    Berhubungan dengan pengorganisasian pengalaman belajar,
d.   Berhubungan dengan pengembangan evaluasi.
Dasar pemikiran Tyler ini banyak menjadi dasar untuk mengembangkan
kurikulum masa sekarang. Model pengembangan kurikulum ini sangat berguna untuk
membuat desain dan pelaksanaan suatu mata pelajaran telah ditentukan, maka
pengembangan kurikulum harus memperhatikan komponen-komponen berikut ini :
a.    Hakekat siswa meliputi pengembangan sosial, psikologis fisik dan emosional.
b.    Hakekat materi pelajaran
c.    Kebutuhan masyarakat (konsumen)
d.   Hambatan-hambatan
e.    Hakekat tenaga pengajar (guru)

F. LANGKAH PENGEMBANGAN KURIKULUM

Pengembangan kurikulum dilakukan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk


mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis
pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah, dan peserta didik Ada empat tahap dalam pengembangan kurikulum, yaitu
pengembangan kurikulum pada tingkat makro, pengembangan kurikulum pada tingkat
institusi atau lembaga, pengembangan kurikulum pada tingkat mata pelajaran atau bidang
studi, dan pengembangan kuirkulum pada tingkat pembelajaran di kelas.

 Pengembangan Kurikulum pada Tingkat Makro (Nasional)

Pada tingkat ini, pengembangan kurikulum dibahas dalam ruang lingkup nasional baik
secara vertical maupun horizontal dalam rangka pencapaian tujuan nasional.

 Pengembangan Kurikulum pada Tingkat Institusi (Sekolah)


Pengembangan kurikulum tingkat institusi/lembaga mencakup tiga kegiatan, yaitu
merumuskan tujuan sekolah masing-masing lembaga, penetapan isi dan struktur program,
dan penyusunan strategi pelaksanaan kurikulum secara keseluruhan.

 Pengembangan Kurikulum pada Tingkat Mata Pelajaran (Bidang Studi)

Pengembangan kurikulum pada tingkat ini dilakukan dalam bentuk menyusun atau
mengembangkan silabus bidang studi berisi standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator, sistem penilaian, alokasi waktu,
dan sumber/bahan/alat belajar. Pengembangan silabus harus ilmiah, relevan, sistematis,
konsisten, memadai, actual, kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh.

 Pengembangan Kurikulum pada Tingkat Pembelajaran di Kelas

Untuk pengembangan seperti ini, maka guru perlu menyusun program


pembelajaran,seperti paket modul, paket belajar, paket berprogram, dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dan dalam pelaksanaannya, pengembangan kurikulum
harus menempuh tahap berikut,

Tahap 1: Studi Kelayakan dan Analisis Kebutuhan

Pada tahap ini pengembang kurikulum melakukan analisis kebutuhan program dan
merumuskan berbagai pertimbangan, termasuk hal-hal apa yang harus dikembangkan.
Analisis kebutuhan dapat dilakukan terhadap kebutuhan peserta didik, kebutuhan
masyarakat dan dunia kerja, kebutuhan pembangunan (nasional dan daerah).

Tahap 2: Perencanaan Kurikulum (Draft Awal)

Pada tahap ini, pengembang kurikulum menyusun suatu konsep perencanaan awal
kurikulum. Berdasarkan rumusan kemampuan yang akan dikembangkan pada tahap pertama,
kemudian dirumuskan tujuan kurrikulum yang mendasari rumusan isi dan struktur
kurikulum yang diharapkan.

Tahap 3: Pengembangan Rencana Operasional Kurikulum

Pada tahap ini, pengembang kurikulum membaut rencana operasional kurikulum, yang
meliputipenyusunan silabus, pengembangan bahan ajar, dan menentukan sumber-sumber
belajar, seperti buku, modul, narasumber, dan sebagainya.

Tahap 4: Pelaksanaan Uji Coba Terbatas Kurikulum di Lapangan


Tujuan uji coba di lapangan adalah untuk mengetahui kemungkinan pelaksanaan dan
keberhasilan kurikulum, hambatan atau masalah apa yang terjadi, bagaimana pengaruh
lingkungan, faktor-faktor apa yang mendukung, dan bagaimana upaya mengatasi hambatan
atau pemecahan masalah.

Tahap 5: Implementasi Kurikulum

Pada tahap ini pengembang kurikulum harus melakukan minimal dan kegiatan pokok yaitu
diseminasi, pelaksanaan kurikulum dalam ruang lingkup yang lebih luas, dan melaksanakan
kurikulum secara menyeluruh untuk semua jenis dan jenjang pendidikan

Tahap 6: Monitoring dan Evaluasi Kurikulum

Pada tahap ini pengembang kurikulum melakukan monitoring dan evaluasi kurikulum yang
meliputi tahap masukan sesuai dengan desain kurikulum dan hasil atau dampak pelaksanaan
kurikulum

Tahap 7: Perbaikan dan Penyesuaian

Pada tahap ini pengembang kurikulum harus melakukan perbaikan dan penyesuaian apabila
berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi kurikulum ternyata terdapat hal-hal yang
menyimpang atau tidak sesuai dengan keadaan. Perbaikan bisa dilakukan terhadap
perencanaan kurikulum, strategi penyampaian, materi pembelajaran, teknik reinforcement,
sistem penilaian, dan sebagainya.

G. STRUKTUR KURIKULUM
Kerangka dasar kurikulum sebagai tatanan konseptual kurikulum dikembangkan berdasarkan standar
nasional pendidikan (SNP), terutama mengacu pada SKL, standar isi, standar proses, dan
standar penilaian. Kerangka dasar kurikulum digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan dan
menetapkan:
(1) Struktur kurikulum nasional yang berisi pengorganisasian Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar,
muatan Pembelajaran, mata pelajaran, dan beban belajar pada setiap satuan pendidikan dan
program pendidikan;
(2) Pedoman pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP);
(3) Kurikulum muatan lokal Pada struktur kurikulum nasional, kompetensi inti mencakup sikap
spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan dan berfungsi sebagai pengintegrasi muatan
Pembelajaran, mata pelajaran atau program dalam mencapai SKL.
Sedangkan Kompetensi Dasar merupakan kemampuan untuk mencapai Kompetensi Inti yang harus
diperoleh Peserta Didik melalui pembelajaran, yang mencakup sikap spiritual, sikap sosial,
pengetahuan, dan keterampilan dalam muatan Pembelajaran, mata pelajaran, serta dikembangkan
dalam konteks muatan Pembelajaran, pengalaman belajar, dan mata pelajaran. Berdasarkan kompetensi
inti disusun mata pelajaran dan/atau muatan pembelajaran dan alokasi waktu yang sesuai dengan
karakteristik satuan pendidikan. Mata pelajaran terdiri atas
(1) Mata pelajaran kelompok A yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan merupakan mata pelajaran
yang wajib diberikan untuk semua peserta didik,
(2) Mata pelajaran kelompok B yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dapat
dilengkapi/diperkaya dengan muatan lokal/daerah dan muatan satuan pendidikan sesuai kebutuhan dan
wajib diberikan untuk semua peserta didik, serta
(3) Mata pelajaran kelompok C yang substansinya dikembangkan oleh pusat dan merupakan
mata pelajaran pilihan peminatan akademik dan/atau pendalaman minat akademik, pilihan peminatan
bokasional bagi peserta didik, khususnya pada jenjang pendidikan menengah.
Kelompok Mata pelajaran A dam B (Wajib) merupakan bagian dari pendidikan umum yaitu pendidikan
bagi semua warganegara bertujuan memberikan pengetahuan tentang bangsa, sikap sebagai bangsa, dan
kemampuan penting untuk mengembangkan kehidupan pribadi peserta didik, masyarakat dan bangsa.

BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN KURIKULUM
Secara etimologi, kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya
“pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Itu berarti istilah kurikulum berasal dari dunia
olah raga pada zaman Yunani Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang
harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai finish, kemudian di gunakan oleh dunia
pendidikan.
Secara terminologi, istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan, yaitu sejumlah
pengetahuan atau kemampuan yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai
tingkatan tertentu secara formal dan dapat dipertanggung jawabkan. Para ahli mengartikan
kurikulum itu yaitu:

1. Menurut Nasution, “Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan
proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga
pendidikan beserta staf pengajarnya.”
2. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan
keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran.
3. Menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan
dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track  atau jalur pacu. Saat ini definisi
kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan
pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu
institusi pendidikan.
4. John Dewey 1902;5  kurikulum dapat diartikan sebagai pengajian di sekolah dengan
mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini. Pembentukan kurikulum
menekankan kepetingn dan keperluan masyarakat.
5. Frank Bobbit 1918, Kurikulum dapat diartikan keseluruhan pengalaman, yang tak terarah
dan terarah, terumpu kepada perkembangan kebolehan individu atau satu siri latihan
pengalaman langsung secara sedar digunakan oleh sekolah untuk melengkap dan
menyempurnakan pendedahannya. Konsep beliau menekankan kepada pemupukan
perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan
oleh sekolah.
6. Menurut Hasan Kurikulum bersifat fleksibilitas mengandung dua posisi. Pada posisi
pertama berhubungan dengan fleksibilitas sebagai suatu pemikiran kependidikan bagi diklat.
Dengan demikian, pada posisi teoritik yang harus dikembangkan dalam kurikulum sebagai
rencana. Pengertian kedua yaitu sebagai kaidah pengembang kurikulum. Terdapatnya posisi
pengembang ini karena adanya perubahan pada pemikiran kependidikan atau pelatihan.
7. Hilda Taba ;1962 Kurikulum sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang
direncanakan untuk dipelajari oleh siswa. Sementara itu, pandangan lain mengatakan bahwa
kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat rencana untuk peserta didik selama di
sekolah
8. Menurut Saylor J. Gallen & William N. Alexander dalam bukunya “Curriculum
Planning” menyatakan Kurikulum adalah “Keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi
belajar baik berlangsung dikelas, dihalaman maupun diluar sekolah”.
9. Menurut B. Ragan, beliau mengemukakan bahwa “Kurikulum adalah semua pengalaman
anak dibawah tanggung jawab sekolah”.
10. Menurut Soedijarto, “Kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang
direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa atau mahasiswa untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”.
Jadi, kurikulum itu merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk menciptakan suatu
pengalaman belajar pada siswa dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk
mencapai suatu tujuan. Pengertian kurikulum secara luas tidak hanya berupa mata pelajaran atau
kegiatan-kegiatan belajar siswa saja tetapi segala hal yang berpengaruh terhadap pembentukan
pribadi anak sesuai dengan tujuan   pendidikan yang diharapkan.

2. Prinsip-prinsip Kurikulum
Oemar Hamalik (2001) membagi prinsip pengembangan kurikulum menjadi delapan macam,
antara lain:

1. Prinsip Berorientasi Pada Tujuan


Pengembngan kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, yang bertitik tolak dari
tujuan pendidikan Nasional. Tujuan kurikulum merupakan penjabaran dan upaya untuk mencapai
tujuan satuan dan jenjang pendidikan tertentu. Tujuan kurikulum mengadung aspek-aspek
pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai. Yang selanjutnya menumbuhkan perubahan tingkah
laku peserta didik yang mencakup tiga aspek tersebut dan bertalian dengan aspek-aspek yang
terkandung dalam tujuan pendidikan nasional.

1. Prinsip Relevansi (Kesesuaian)


pengembanga kurikulum yang meliputi tujuan, isi dan system penyampaian harus relevan
(sesuai) dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa,
serta serasi dengan perkembnagan ilmu pengetahuan dan tegnologi.

1. Prinsip Efisiensi dan Efektifitas.


Pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan segi efisien dan pendayagunaan dana,
waktu, tenaga, dan sumber-sumber yang tersedia agar dapat mencapai hasil yang optimal. Dana
yang terbat harus digunakan sedemikina rupa dalam rangka mendukung pelaksanaan
pembelajaran. Waktu yang tersedia bagi siswa belajar disekolah juga terbatas sehingga harus
dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan tata ajaran dan bahan pembelajaran yang diperlukan.
Tenaga disekolah juga sangat terbatas, baik dalam jumlah maupun dalam mutunya, hendaknya
didaya gunakan secara efisien untuk melaksanakan proses pembelajaran. Demikian juga
keterbatasan fasilitas ruangan, peralatan, dan sumber kerterbacaan, harus digunakan secara tepat
oleh sswa dalam rangka pembelajaran, yang semuanya demi meningkatkan efektifitas atau
keberhasilan siswa.

1. Prinsip Fleksibilitas
Kurikulum yang luwes mudah disesuaikan, diubah, dilengkapi atau dikurangi berdasarkan
tuntutan dan keadaan ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak statis atau kaku. Misalnya
dalam suatu kurikulum disediakan program pendidikan ketrampilan industri dan pertanian.
Pelaksanaaan di kota, karena tidak tersedianya lahan pertanian., maka yang dialaksanakan
program ketrampilan pendidikn industri. Sebaliknya, pelaksanaan di desa ditekankan pada
program ketrampilan pertanian. Dalam hal ini lingkungan sekitar, keadaaan masyarakat, dan
ketersediaan tenaga dan peralatan menjadi faktor pertimbangan dalam rangka pelaksanaan
kurikulum.

1. Prinsip Kontiunitas
Kurikulum disusun secara berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-spek, materi, dan
bahan kajian disusun secara berurutan, tidak terlepas-lepas, melainkan satu sama lain memilik
hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang pendidikan, struktur dalam satuan
pendidikn, tingkat perkembangan siswa. Dengan prinsip ini, tampak jelas alur dan keterkaitan
didalam kurikulum tersebut sehingga mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan proses
pembelajaran.

1. Prinsip Keseimbangan
Penyusunan kurikulum memerhatikan keseimbangan secara proposional dan fungsional antara
berbagai program dan sub-program, antara semau mata ajaran, dan antara aspek-aspek perilaku
yang ingin dikembangkan. Keseimbangan juga perlu diadakan antara teori dan praktik, antara
unsur-unsur keilmuan sains, sosial, humaniora, dan keilmuan perilaku. Dengan keseimbangan
tersebut diaharapkan terjalin perpaduan yang lengkap dan menyeluruh, yang satu sama lainnya
saling memberikan sumbangan terhadap pengembangan pribadi.

1. Prinsip Keterpaduan
Kurikulum dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prinsip keterpaduan, perencanaan terpadu
bertitik tolak dari masalah atau topik dan konsistensi antara unsur-unsusrnya. Pelaksanaan
terpadu dengan melibatkan semua pihak, baik di lingkungan sekolah maupun pada tingkat inter
sektoral. Dengan keterpaduan ini diharapkan terbentuk pribadi yang bulat dan utuh. Diamping itu
juga dilaksanakan keterpaduan dalam proses pembalajaran, baik dalam interaksi antar siswa dan
guru maupun antara teori dan praktek.

1. Prinsip Mutu
Pengembangan kurikulum berorientasi pada pendidikan mutu, yang berarti bahwa pelaksanaan
pembelajaran yang bermutu ditentukan oleh derajat mutu guru, kegiatan belajar mengajar,
peralatan,/media yang bermutu. Hasil pendidikan yang bermutu diukur berdasarkan kriteria
tujuan pendidikan nasional yang diaharapkan.

3. Fungsi Kurikulum
Fungsi kurikulum menurut Hendyat Soetopo Wasty Soemanto

1. kurikulum berfungsi sebagai media untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang ingin
dicapai.
2. kurikulum juga berpungsi bagi perkembangan siswa karena kurikulum berperan
organisasi belajar ( learning oprganisatior) yang tersusun dengan cermat.
3. sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman belajar siswa.
4. sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap tingkat perkembangan siswa
dalam rangka menyerap sejumlah ilmu pengetahuan sebagai pengalaman  bagi mereka.
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi
kurikulum, yaitu :

1)      Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yang mampu menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan social. Lingkungan itu sendiri senantiasa
mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus memiliki
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
2)      Fungsi Integrasi
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian
integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan
untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.

3)      Fungsi Diferensiasi
Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan,
baik dari aspek fisik maupun psikis yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.

4)      Fungsi Persiapan
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu,
kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat
seandainya sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.

5)      Fungsi Pemilihan
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
membarikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai
dengan kemapuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi
diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya
kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan
kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih
luas dan bersifat fleksibel.

6)      Fungsi Diagnostik
Fungsi diagnostic mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan
kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengambangkan
sendiri kekuatan yang dimilikinya aau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.

4. Komponen-komponen Dalam Kurikulum


Nana Syaodih. Sukmadinata mengemukakan empat komponen dari anatomi tubuh kurikulum
yang utama  adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian serta evaluasi.

1. 1.      Tujuan
Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum adalah kekuatan-kekuatan fundamental yang peka
sekali, karena hasil kurikuler yang diinginkan tidak hanya mempengaruhi bentuk kurikulum,
tetapi memberi arahan dan fokus untuk seluruh program pendidikan.

1. 2.      Materi atau Pengalaman Belajar


Fungsi khusus dari kurikulum pendidikan formal adalah memilih dan menyusun isi
(materi/pengalaman belajar) agar keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan cara paling
efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan
secara efektif

1. 3.      Organisasi
Menurut (Taba, 1962 : 290), jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka isi dan
pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi
tujuan-tujuan pendidikan. Menurut pendapar Taba ini, materi dan pengalaman belajar dalam
kurkulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan.

1. 4.      Evaluasi
Evaluasi adalah komponen keempat dari kurikulum. Evaluasi ditujukan untuk melakukan
evaluasi terhadap belajar siswa (hasil dan proses) maupun keefektifan kurikulum dan
pembelajaran. Menurut (Zais, 1976 : 378) mengemukakan evaluasi secara luas merupakan suatu
usaha sangat besar yang kompleks yang mecoba menantang mengkodifikasi proses salah satu
dari istilah sekuensi atau komponen-komponen. Kegiatan evaluasi akan memberikan informasi
dan data tentang perkembangan belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran,
sehingga dapat dibuat keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.

5. Macam-macam Kurikulum
1. Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu
penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah
curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi
melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan
pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan
Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947,
baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut
kurikulum 1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal
pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya.
Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan
bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian
sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat
Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar
pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu
Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian,
Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada
awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan
sejak kelas 1. Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar
dan cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-
cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari,
bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana (pompa, timbangan, manfaat bes
berani), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi air
dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik.
Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal
dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang
guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu
sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat
mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak
tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.

1.  Rencana Pelajaran Terurai 1952


Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952.
“Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata
Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16
tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung era Presiden
Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada
pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran
diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan
dan kegiatan fungsional praktis.

1. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan
sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum
1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum
1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya.
Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di
lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang
pendidikan.

1. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by
objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD
Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap
satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus
(TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975
banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.

1.  Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang
disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum
1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode
1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta  periode 1984-
1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang
diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya,
banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang
kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak
lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.

1. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999


Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya.
“Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara
pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan. Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum
berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan
nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-
masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai
kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk
dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi
perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.

1. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar
kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan
dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih
berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih
banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan
kompetensi siswa. Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa,
dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru
pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.

1. KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi
pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan
pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini
disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan
kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kurikulum adalah sejumlah rencana isi yang merupakan sejumlah tahapan belajar yang di
desain untuk siswa dengan petunjuk institusi pendidikan yang berupa proses yang statis
ataupun dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki. Kurikulum adalah seluruh pengalaman
di bawah bimbingan dan arahan dari institusi pendidikan yang membawa ke dalam kondisi
belajar.
Kurikulum mempunyai komponen-komponen yang mempunyai tujuan utama atau tujuan
dari kurikulum tersebut. Karena komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan
menunjang untuk mencapai tujuan dari kurikulum maka di sebutlah kurikulum sebagai suatu
sistem.

Pengembangan kurikulum haruslah memperhatikan prinsip-prinsip kurikulumnya yang


terdiri dari tujuh prinsip pengembangan kurikulum antara lain : relevansi, efektivitas,
efisiensi, fleksibilitas, kontinuitas, objektifitas dan demokrasi.

B. Saran
Kebutuhan pendidikan kini semakin kompleks, begitu pula dengan kebutuhan kurikulum
yang ada juga semakin berkembang, maka disarankan agar tiap sekolah atau lembaga
pendidikan menerapkan suatu sistem kurikulum yang sesuai dengan keadaan lingkungan
sekolahnya, karena sesuai dengan ketetapan pemerintah kurikulum yang digunakan saat ini
adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), maka sudah selayaknya
pihakpengembang kurikulum mengembagkan kurikulum sesuai dengan potensi daerahnya.
Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan,
kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.

 DAFTAR PUSTAKA
 
Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum, Pustaka Setia, Bandung 1998
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/08/pengertian-kurikulum
http://zulharman79.wordpress.com/2007/08/04/evaluasi-kurikulum-pengertian-kepentingan-dan-
masalah-yang-dihadapi/
http://destalyana.blogspot.com/2007/09/beberapa-pengertian-kurikulum.html
Joko susilo, Muhammad, Kurikulun Tingkat Satuan Pendidikan, Pustaka Pelajar, yogyakrta,
2007
Mulyasa. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasution. 2005. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rusma. 2011. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Sukmadinata, Syaodih,  Nana. 2004. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek.Bandung:
PT Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai