PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Pembahasan mengenai pengertian ini penting karena ada dua alasan utama.
Pertama,seringkali kurikulum diartikan dalam pengertian yang sempit dan teknis. Dalam
kotak pengertian ini maka definisi yang dikemukakan mengenai pengertian kurikulum
kebanyakanadalah mengenai komponen yang harus ada dalam suatu kurikulum.Untuk itu
berbagaidefinisi diajukan para akhli sesuai dengan pandangan teoritik atau praktis yang
dianutnya. Inimenyebabkan studi tentang kurikulum dipenuhi dengan hutan definisi tentang
arti kurikulum.
Alasan kedua adalah karena definisi yang digunakan akan sangat berpengaruh terhadap
apayang akan dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Pengertian sempit atau
tekniskurikulum yang digunakan untuk mengembangkan kurikulum adalah sesuatu yang
wajar danmerupakan sesuatu yang harus dikerjakan oleh para pengembang kurikulum.
Sayangnya,pengertian yang sempit itu turut pula mnyempitkan posisi kurikulum dalam
pendidikansehingga peran pendidikan dalam pembangunan individu, masyarakat, dan bangsa
menjaditerbatas pula.
Pembahasan mengenai posisi kurikulum adalah penting karena posisi itu akan
memberikanpengaruh terhadap apa yang harus dilakukan kurikulum dalam suatu proses
pendidikan.Tidak seperti halnya dengan pengertian kurikulum para akhli kurikulum tidak
banyak berbeda dalam posisi kurikulum. Kebanyakan mereka memiliki kesepakatan
dalammenempatkan kurikulum di posisi sentral dalam proses pendidikan. Kiranya bukanlah
sesuatuyang berlebihan jika dikatakan bahwa proses pendidikan dikendalikan, diatur, dan
dinilaiberdasarkan criteria yang ada dalam kurikulum. Pengecualian dari ini adalah apabila
prosespendidikan itu menyangkut masalah administrasi di luar isi pendidikan. Meski pun
demikianterjadi perbedaan mengenai koordinat posisi sentral tersebut dimana ruang lingkup
setiapkoordinat ditentukan oleh pengertian kurikulum yang dianut.
B. PENGERTIAN KURIKULUM
Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum,para ahli mengemukakan
pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang
sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus
ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa:
“ A Curriculun is a written document which may contain many ingredients, but basically it is
a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”. Dalam pandangan
modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang
nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell
(1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children
have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974)
yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of courses study and
list of subject and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices
or direction of school.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam Kata Pengantar Kurikulum 1975, Menteri Pendidikan Republik Indonesia Sjarif
Thajeb, menjelaskan tentang latar belakang ditetapkanya Kurikulum 1975 sebagai pedoman
pelaksanaan pengajaran di sekolah. Penjelasan tersebut sebagai berikut :
1. Sejak Tahun 1969 di Negara Indonesia telah banyak perubahan yang terjadi sebagai akibat
lajunya pembangunan nasional, yang mempunyai dampak baru terhadap program
pendidikan nasional. Hal-hal yang mempengaruhi program maupun kebijaksanaan
pemerintah yang menyebabkan pembaharuan itu adalah :
(a) Selama Pelita I, yang dimulai pada tahun 1969, telah banyak timbul gagasan baru
tentang pelaksanaan sistem pendidikan nasional.
(b) Adanya kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan nasional yang digariskan
dalam GBHN yang antara lain berbunyi : “Mengejar ketinggalan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk mempercepat lajunya pembangunan.
(c) Adanya hasil analisis dan penilaian pendidikan nasional oleh Departemen Pendidikan
dan Kebudayaaan mendorong pemerintah untuk meninjau kebijaksanaan pendidikan
nasional.
(d) Adanya inovasi dalam system belajar-mengajar yang dianggap lebih efisien dan efektif
yang telah memasukidunia pendidikan Indonesia.
(e) Keluhan masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan untuk meninjau sistem yang kini
sedang berlaku.
2. Pada Kurikulum 1968, hal-hal yang merupakan faktor kebijaksanaan pemerintah yang
berkembangdalam rangka pembangunan nasional tersebut belum diperhitungkan, sehingga
diperlukan peninjauanterhadap Kurikulum 1968 tersebut agar sesuai dengan tuntutan
masyarakat yang sedangmembangun.Atas dasar petimbangan tersebut maka dibentuklah
kurikulum tahun 1975 sebagai upaya untuk mewujudkan strategi pembangunan di bawah
pemerintahan orde baru dengan program Pelita dan Repelita.
B. TUJUAN KURIKULUM
Kurikulum merupakan suatu sistem pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan
karan berhasil atau tidaknya sistem pembelajaran diukur dari banyaknya tujuan-tujuan yang
tercapai. Tujuan pendidikan menurut permendiknas No.22 Tahun 2007 pada tingkat satuan
pendidikan dasar dan menengah ialah sebagai berikut.
2. Landasan Sosial-Budaya-Agama
Di Indenesia penyusunan dan pengembangan kurikulum sekolah-sekolah mulai dari TK
sampai PT perlu mempertimbangkan landasan-landasan social-budaya-agama yang hidup
dan berkembang di Indonesia.Dengan dmikian anak setelah tamat dari sekolah yang
bersangkutan tidak akan canggung lagi menyesuaikan diri dengan lingkungan social-
budaya-agamanya masing-masing.
Langkah-langkahnya yaitu:
1) Inisiatif pengembangan berasal dari bawah (para pengajar).
2) Tim pangajar dari beberapa sekolah ditambah narasumber lain orang tua
peserta didik atau masyarakat luas yang relevan.
3) Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan.
4) Untuk memantapkan konsep perkembangan yang telah dirintisnya diadakan
lokal karya mencari input yang diperlukan.
c. Model Demonstrasi
Model yang ini, inisiatif berasal dari kebersamaan dan hasilnya diumumkan
disekolah sekitar yaitu langkah-langkahnya:
1) Staf, pengajar pada suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan
ternyata hasilnya lebih baik.
2) Dan kemudian hasilnya disebarluaskan disekolah sekitar.
Pada tingkat ini, pengembangan kurikulum dibahas dalam ruang lingkup nasional baik
secara vertical maupun horizontal dalam rangka pencapaian tujuan nasional.
Pengembangan kurikulum pada tingkat ini dilakukan dalam bentuk menyusun atau
mengembangkan silabus bidang studi berisi standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator, sistem penilaian, alokasi waktu,
dan sumber/bahan/alat belajar. Pengembangan silabus harus ilmiah, relevan, sistematis,
konsisten, memadai, actual, kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh.
Pada tahap ini pengembang kurikulum melakukan analisis kebutuhan program dan
merumuskan berbagai pertimbangan, termasuk hal-hal apa yang harus dikembangkan.
Analisis kebutuhan dapat dilakukan terhadap kebutuhan peserta didik, kebutuhan
masyarakat dan dunia kerja, kebutuhan pembangunan (nasional dan daerah).
Pada tahap ini, pengembang kurikulum menyusun suatu konsep perencanaan awal
kurikulum. Berdasarkan rumusan kemampuan yang akan dikembangkan pada tahap pertama,
kemudian dirumuskan tujuan kurrikulum yang mendasari rumusan isi dan struktur
kurikulum yang diharapkan.
Pada tahap ini, pengembang kurikulum membaut rencana operasional kurikulum, yang
meliputipenyusunan silabus, pengembangan bahan ajar, dan menentukan sumber-sumber
belajar, seperti buku, modul, narasumber, dan sebagainya.
Pada tahap ini pengembang kurikulum harus melakukan minimal dan kegiatan pokok yaitu
diseminasi, pelaksanaan kurikulum dalam ruang lingkup yang lebih luas, dan melaksanakan
kurikulum secara menyeluruh untuk semua jenis dan jenjang pendidikan
Pada tahap ini pengembang kurikulum melakukan monitoring dan evaluasi kurikulum yang
meliputi tahap masukan sesuai dengan desain kurikulum dan hasil atau dampak pelaksanaan
kurikulum
Pada tahap ini pengembang kurikulum harus melakukan perbaikan dan penyesuaian apabila
berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi kurikulum ternyata terdapat hal-hal yang
menyimpang atau tidak sesuai dengan keadaan. Perbaikan bisa dilakukan terhadap
perencanaan kurikulum, strategi penyampaian, materi pembelajaran, teknik reinforcement,
sistem penilaian, dan sebagainya.
G. STRUKTUR KURIKULUM
Kerangka dasar kurikulum sebagai tatanan konseptual kurikulum dikembangkan berdasarkan standar
nasional pendidikan (SNP), terutama mengacu pada SKL, standar isi, standar proses, dan
standar penilaian. Kerangka dasar kurikulum digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan dan
menetapkan:
(1) Struktur kurikulum nasional yang berisi pengorganisasian Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar,
muatan Pembelajaran, mata pelajaran, dan beban belajar pada setiap satuan pendidikan dan
program pendidikan;
(2) Pedoman pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP);
(3) Kurikulum muatan lokal Pada struktur kurikulum nasional, kompetensi inti mencakup sikap
spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan dan berfungsi sebagai pengintegrasi muatan
Pembelajaran, mata pelajaran atau program dalam mencapai SKL.
Sedangkan Kompetensi Dasar merupakan kemampuan untuk mencapai Kompetensi Inti yang harus
diperoleh Peserta Didik melalui pembelajaran, yang mencakup sikap spiritual, sikap sosial,
pengetahuan, dan keterampilan dalam muatan Pembelajaran, mata pelajaran, serta dikembangkan
dalam konteks muatan Pembelajaran, pengalaman belajar, dan mata pelajaran. Berdasarkan kompetensi
inti disusun mata pelajaran dan/atau muatan pembelajaran dan alokasi waktu yang sesuai dengan
karakteristik satuan pendidikan. Mata pelajaran terdiri atas
(1) Mata pelajaran kelompok A yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan merupakan mata pelajaran
yang wajib diberikan untuk semua peserta didik,
(2) Mata pelajaran kelompok B yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dapat
dilengkapi/diperkaya dengan muatan lokal/daerah dan muatan satuan pendidikan sesuai kebutuhan dan
wajib diberikan untuk semua peserta didik, serta
(3) Mata pelajaran kelompok C yang substansinya dikembangkan oleh pusat dan merupakan
mata pelajaran pilihan peminatan akademik dan/atau pendalaman minat akademik, pilihan peminatan
bokasional bagi peserta didik, khususnya pada jenjang pendidikan menengah.
Kelompok Mata pelajaran A dam B (Wajib) merupakan bagian dari pendidikan umum yaitu pendidikan
bagi semua warganegara bertujuan memberikan pengetahuan tentang bangsa, sikap sebagai bangsa, dan
kemampuan penting untuk mengembangkan kehidupan pribadi peserta didik, masyarakat dan bangsa.
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN KURIKULUM
Secara etimologi, kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya
“pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Itu berarti istilah kurikulum berasal dari dunia
olah raga pada zaman Yunani Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang
harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai finish, kemudian di gunakan oleh dunia
pendidikan.
Secara terminologi, istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan, yaitu sejumlah
pengetahuan atau kemampuan yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai
tingkatan tertentu secara formal dan dapat dipertanggung jawabkan. Para ahli mengartikan
kurikulum itu yaitu:
1. Menurut Nasution, “Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan
proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga
pendidikan beserta staf pengajarnya.”
2. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan
keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran.
3. Menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan
dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi
kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan
pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu
institusi pendidikan.
4. John Dewey 1902;5 kurikulum dapat diartikan sebagai pengajian di sekolah dengan
mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini. Pembentukan kurikulum
menekankan kepetingn dan keperluan masyarakat.
5. Frank Bobbit 1918, Kurikulum dapat diartikan keseluruhan pengalaman, yang tak terarah
dan terarah, terumpu kepada perkembangan kebolehan individu atau satu siri latihan
pengalaman langsung secara sedar digunakan oleh sekolah untuk melengkap dan
menyempurnakan pendedahannya. Konsep beliau menekankan kepada pemupukan
perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan
oleh sekolah.
6. Menurut Hasan Kurikulum bersifat fleksibilitas mengandung dua posisi. Pada posisi
pertama berhubungan dengan fleksibilitas sebagai suatu pemikiran kependidikan bagi diklat.
Dengan demikian, pada posisi teoritik yang harus dikembangkan dalam kurikulum sebagai
rencana. Pengertian kedua yaitu sebagai kaidah pengembang kurikulum. Terdapatnya posisi
pengembang ini karena adanya perubahan pada pemikiran kependidikan atau pelatihan.
7. Hilda Taba ;1962 Kurikulum sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang
direncanakan untuk dipelajari oleh siswa. Sementara itu, pandangan lain mengatakan bahwa
kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat rencana untuk peserta didik selama di
sekolah
8. Menurut Saylor J. Gallen & William N. Alexander dalam bukunya “Curriculum
Planning” menyatakan Kurikulum adalah “Keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi
belajar baik berlangsung dikelas, dihalaman maupun diluar sekolah”.
9. Menurut B. Ragan, beliau mengemukakan bahwa “Kurikulum adalah semua pengalaman
anak dibawah tanggung jawab sekolah”.
10. Menurut Soedijarto, “Kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang
direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa atau mahasiswa untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”.
Jadi, kurikulum itu merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk menciptakan suatu
pengalaman belajar pada siswa dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk
mencapai suatu tujuan. Pengertian kurikulum secara luas tidak hanya berupa mata pelajaran atau
kegiatan-kegiatan belajar siswa saja tetapi segala hal yang berpengaruh terhadap pembentukan
pribadi anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
2. Prinsip-prinsip Kurikulum
Oemar Hamalik (2001) membagi prinsip pengembangan kurikulum menjadi delapan macam,
antara lain:
1. Prinsip Fleksibilitas
Kurikulum yang luwes mudah disesuaikan, diubah, dilengkapi atau dikurangi berdasarkan
tuntutan dan keadaan ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak statis atau kaku. Misalnya
dalam suatu kurikulum disediakan program pendidikan ketrampilan industri dan pertanian.
Pelaksanaaan di kota, karena tidak tersedianya lahan pertanian., maka yang dialaksanakan
program ketrampilan pendidikn industri. Sebaliknya, pelaksanaan di desa ditekankan pada
program ketrampilan pertanian. Dalam hal ini lingkungan sekitar, keadaaan masyarakat, dan
ketersediaan tenaga dan peralatan menjadi faktor pertimbangan dalam rangka pelaksanaan
kurikulum.
1. Prinsip Kontiunitas
Kurikulum disusun secara berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-spek, materi, dan
bahan kajian disusun secara berurutan, tidak terlepas-lepas, melainkan satu sama lain memilik
hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang pendidikan, struktur dalam satuan
pendidikn, tingkat perkembangan siswa. Dengan prinsip ini, tampak jelas alur dan keterkaitan
didalam kurikulum tersebut sehingga mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
1. Prinsip Keseimbangan
Penyusunan kurikulum memerhatikan keseimbangan secara proposional dan fungsional antara
berbagai program dan sub-program, antara semau mata ajaran, dan antara aspek-aspek perilaku
yang ingin dikembangkan. Keseimbangan juga perlu diadakan antara teori dan praktik, antara
unsur-unsur keilmuan sains, sosial, humaniora, dan keilmuan perilaku. Dengan keseimbangan
tersebut diaharapkan terjalin perpaduan yang lengkap dan menyeluruh, yang satu sama lainnya
saling memberikan sumbangan terhadap pengembangan pribadi.
1. Prinsip Keterpaduan
Kurikulum dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prinsip keterpaduan, perencanaan terpadu
bertitik tolak dari masalah atau topik dan konsistensi antara unsur-unsusrnya. Pelaksanaan
terpadu dengan melibatkan semua pihak, baik di lingkungan sekolah maupun pada tingkat inter
sektoral. Dengan keterpaduan ini diharapkan terbentuk pribadi yang bulat dan utuh. Diamping itu
juga dilaksanakan keterpaduan dalam proses pembalajaran, baik dalam interaksi antar siswa dan
guru maupun antara teori dan praktek.
1. Prinsip Mutu
Pengembangan kurikulum berorientasi pada pendidikan mutu, yang berarti bahwa pelaksanaan
pembelajaran yang bermutu ditentukan oleh derajat mutu guru, kegiatan belajar mengajar,
peralatan,/media yang bermutu. Hasil pendidikan yang bermutu diukur berdasarkan kriteria
tujuan pendidikan nasional yang diaharapkan.
3. Fungsi Kurikulum
Fungsi kurikulum menurut Hendyat Soetopo Wasty Soemanto
1. kurikulum berfungsi sebagai media untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang ingin
dicapai.
2. kurikulum juga berpungsi bagi perkembangan siswa karena kurikulum berperan
organisasi belajar ( learning oprganisatior) yang tersusun dengan cermat.
3. sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman belajar siswa.
4. sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap tingkat perkembangan siswa
dalam rangka menyerap sejumlah ilmu pengetahuan sebagai pengalaman bagi mereka.
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi
kurikulum, yaitu :
1) Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yang mampu menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan social. Lingkungan itu sendiri senantiasa
mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus memiliki
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
2) Fungsi Integrasi
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian
integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan
untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.
3) Fungsi Diferensiasi
Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan,
baik dari aspek fisik maupun psikis yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.
4) Fungsi Persiapan
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu,
kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat
seandainya sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
5) Fungsi Pemilihan
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
membarikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai
dengan kemapuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi
diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya
kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan
kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih
luas dan bersifat fleksibel.
6) Fungsi Diagnostik
Fungsi diagnostic mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan
kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengambangkan
sendiri kekuatan yang dimilikinya aau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.
1. 1. Tujuan
Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum adalah kekuatan-kekuatan fundamental yang peka
sekali, karena hasil kurikuler yang diinginkan tidak hanya mempengaruhi bentuk kurikulum,
tetapi memberi arahan dan fokus untuk seluruh program pendidikan.
1. 3. Organisasi
Menurut (Taba, 1962 : 290), jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka isi dan
pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi
tujuan-tujuan pendidikan. Menurut pendapar Taba ini, materi dan pengalaman belajar dalam
kurkulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan.
1. 4. Evaluasi
Evaluasi adalah komponen keempat dari kurikulum. Evaluasi ditujukan untuk melakukan
evaluasi terhadap belajar siswa (hasil dan proses) maupun keefektifan kurikulum dan
pembelajaran. Menurut (Zais, 1976 : 378) mengemukakan evaluasi secara luas merupakan suatu
usaha sangat besar yang kompleks yang mecoba menantang mengkodifikasi proses salah satu
dari istilah sekuensi atau komponen-komponen. Kegiatan evaluasi akan memberikan informasi
dan data tentang perkembangan belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran,
sehingga dapat dibuat keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.
5. Macam-macam Kurikulum
1. Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu
penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah
curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi
melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan
pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan
Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947,
baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut
kurikulum 1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal
pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya.
Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan
bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian
sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat
Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar
pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu
Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian,
Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada
awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan
sejak kelas 1. Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar
dan cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-
cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari,
bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana (pompa, timbangan, manfaat bes
berani), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi air
dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik.
Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal
dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang
guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu
sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat
mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak
tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
1. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan
sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum
1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum
1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya.
Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di
lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang
pendidikan.
1. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by
objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD
Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap
satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus
(TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975
banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.
1. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang
disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum
1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode
1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-
1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang
diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya,
banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang
kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak
lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
1. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar
kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan
dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih
berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih
banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan
kompetensi siswa. Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa,
dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru
pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
1. KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi
pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan
pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini
disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan
kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kurikulum adalah sejumlah rencana isi yang merupakan sejumlah tahapan belajar yang di
desain untuk siswa dengan petunjuk institusi pendidikan yang berupa proses yang statis
ataupun dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki. Kurikulum adalah seluruh pengalaman
di bawah bimbingan dan arahan dari institusi pendidikan yang membawa ke dalam kondisi
belajar.
Kurikulum mempunyai komponen-komponen yang mempunyai tujuan utama atau tujuan
dari kurikulum tersebut. Karena komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan
menunjang untuk mencapai tujuan dari kurikulum maka di sebutlah kurikulum sebagai suatu
sistem.
B. Saran
Kebutuhan pendidikan kini semakin kompleks, begitu pula dengan kebutuhan kurikulum
yang ada juga semakin berkembang, maka disarankan agar tiap sekolah atau lembaga
pendidikan menerapkan suatu sistem kurikulum yang sesuai dengan keadaan lingkungan
sekolahnya, karena sesuai dengan ketetapan pemerintah kurikulum yang digunakan saat ini
adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), maka sudah selayaknya
pihakpengembang kurikulum mengembagkan kurikulum sesuai dengan potensi daerahnya.
Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan,
kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum, Pustaka Setia, Bandung 1998
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/08/pengertian-kurikulum
http://zulharman79.wordpress.com/2007/08/04/evaluasi-kurikulum-pengertian-kepentingan-dan-
masalah-yang-dihadapi/
http://destalyana.blogspot.com/2007/09/beberapa-pengertian-kurikulum.html
Joko susilo, Muhammad, Kurikulun Tingkat Satuan Pendidikan, Pustaka Pelajar, yogyakrta,
2007
Mulyasa. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasution. 2005. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rusma. 2011. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Sukmadinata, Syaodih, Nana. 2004. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek.Bandung:
PT Remaja Rosdakarya