Anda di halaman 1dari 29

BAHTSUL MASAILMAKTABA SYAMELAUNCATEGORIZED

AYAT AL QURAN TENTANG IBADAH

AYAT AL QURAN TENTANG IBADAH

Surah Al-bayyinah ayat 5

ۚ
‫وﯾﺅﺘوﺍﺍﻟﺯﻛوﺓ وﺬا ﻟﻙ ﺪ ﯾﻥ ﺍ ﻟﻘﯾﻣﺔ‬ ‫وﻤﺎ ﺃ ﻤﺮوﺍﺇﻻ ﻟﯾﻌﺑﺪوﺍﺍﷲ ﻤﺨﻟﺼﯾﻦ ﻟﻪ ﺍ ﻟﺪ ﯾﻦ ﺤﻨﻓﺎﺀ وﯾﻘﯾﻤوﺍﺍ ﻟﺼﻟوﺓ‬

            a.Arti kata/ Mufrodat

Lafadh/ kalimat Arti/ terjemahan


‫مخلصين‬          Mengikhlaskan/ memurnikan
‫حنفاء‬ Lurus
‫يؤتون‬ Menunaikan/ membayar
‫القيمة‬ Lurus

b. Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang
lurus.(Qs. Al-Bayyinah: 5)
                         
c.      Asbabun Nuzul
Karena adanya perpecahan di kalangan mereka maka pada ayat ini dengan nada
mencerca Allah menegaskan bahwa mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah
Allah. Perintah yang ditujukan kepada mereka adalah untuk kebaikan dunia dan agama
mereka, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, yang berupa ikhlas lahir dan batin
dalam berbakti kepada Allah dan membersihkan amal perbuatan dari syirik serta mematuhi
agama Nabi Ibrahim yang menjauhkan dirinya dari kekafiran kaumnya kepada agama tauhid
dengan mengikhlaskan ibadat kepada Allah SWT.

         d.         Tafsir & Sarah surah Al-Bayyinah ayat 5


Ayat tersebut di atas tentang keikhlasan beribadat serta menjauhkan diri dari syirik,
mendirikan salat dan mengeluarkan zakat itulah yang dimaksud dengan agama yang lurus
yang tersebut dalam kitab-kitab suci lainnya.
Maksud ungkapan-ungkapan yang telah lalu bahwa orang-orang ahli Kitab berselisih
dalam memahami dasar-dasar agama mereka dan furuk-furuknya, padahal mereka
diperintahkan untuk memperhambakan diri kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam akidah.
Yang dimaksud mendirikan shalat adalah merupakan ibadah jasmani yang mulia.
mengerjakan terus-menerus setiap waktu dengan memusatkan jiwa kepada kebesaran Allah
ketika salat. Dan yang dimaksud dengan mengeluarkan zakat yaitu berbuat baik kepada kaum
fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Adapun agama yang lurus yaitu agama
yang berdiri tegak lagi adil atau ummat yang lurus dan tidak menyimpang.
Bahwasanya Allah SWT memerintahkan kepada umat manusia supaya menyembah kepada-
Nya, dengan cara memurnikan agama Islam, supaya mereka tidak termasuk orang-orang kafir
karena orang kafir merupakan seburuk-buruk makhluk Allah SWT, sebagaimana yang
diterangkan dalam ayat selanjutnya.

         E. Problematika sekarang


       * Orang menyembah Allah sekarang ada pamrihnya.
      * Keihlasan zaman sekarang hanya terucap dalam lisan.
      * Masih banyaknya orang yang meniggalkan Sholat dan Zakat.
         f.         Kesimpulan yang terkandung dalam surah Al-Bayyinah ayat 5
       a.       Manusia diciptakan hanya untuk menyembah kepada Allah SWT
       b.      Manusia diwajibkan mengingat Allah SWT diwaktu berdiri, duduk, maupun berbaring.
       c.       Menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dengan menjauhkan diri
dari sifat-sifat kemusyrikan. Artinya menjalankan agama haruslah dengan lurus, yaitu jauh
dari syirik dari kesesatan-kesesatan.

Surah Ad-Dzariyat ayat 56


َ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل ِ ْن‬
‫س إِاَّل لِيَ ْعبُدُو ِن‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬
a.        Arti kata/ Mufrodat

Lafadh/ kalimat Arti/ terjemahan


‫خلقت‬ Telah menciptakan
‫الجن‬ Jin
‫اإلنس‬ Manusia
‫ليعبدون‬ Untuk menyembah

b.Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku, (Qs. Ad-Dzariyat: 56).

c.        Asbabun Nuzul


Ketika para malaikat mengetahui bahwa Allah SWT akan menciptakan khalifah di
muka bumi. Allah SWT menyampaikan perintah-Nya kepada mereka secara terperinci. Dia
memberitahukan bahwa Dia akan menciptakan manusia dari tanah. Maka ketika Dia
menyempurnakannya dan meniupkan roh di dalamnya, para malaikat harus bersujud
kepadanya. Yang harus dipahami bahwa sujud tersebut adalah sujud penghormatan, bukan
sujud ibadah, karena sujud ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah SWT.

       d         Tafsir surah Ad-Dzariyat ayat 56


Maksud ayat tersebut adalah Allah menciptakan manusia dengan tujuan untuk
menyuruh mereka beribadah kepada-Nya, bukan karena Allah butuh kepada mereka. Ayat
tersebut dengan gamblang telah menjelaskan bahwa Allah Swt dengan menghidupkan
manusia di dunia ini agar mengabdi / beribadah kepada-Nya. Bukan sekedar untuk hidup
kemudian menghabiskan jatah umur lalu mati.
Shihab (2003:356),
Ibadah terdiri dari ibadah murni (mahdhah) dan ibadah tidak murni (ghairu mahdhah).
Ibadah mahdhah adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah, bentuk, kadar, atau
waktunya, seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Ibadah ghairu mahdhah adalah segala
aktivitas lahir dan batin manusia yang dimaksudkannya untuk mendekatkan diri kepada
Allah.
Berdasarkan ayat tersebut, dengan mudah manusia bisa mendapat pencerahan bahwa
eksistensi manusia di dunia adalah untuk melaksanakan ibadah / menyembah kepada Allah
Swt dan tentu saja semua yang berlaku bagi manusia selama ini bukan sesuatu yang tidak ada
artinya. Sekecil apapun perbuatan itu. Kehadiran manusia ke bumi melalui proses kelahiran,
sedangkan kematian sebagai pertanda habisnya kesempatan hidup di dunia dan selanjutnya
kembali menghadap Allah untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya semasa hidup di
dunia.

Syaikul Islam, Ibnu Taimiyah (dalam Nur Hasanah, 2002), memandang bahwa makna
ibadah lebih dalam dan luas. Makna ibadah sampai pada unsur yang rumit sekalipun. Unsur
yang sangat penting di dalam mewujudkan ibadah ialah sebagaimana yang telah
diperintahkan oleh Allah SWT yaitu unsur cinta. Tanpa unsur cinta tersebut, mustahil tujuan
pokok diciptakan manusia, para rasul diutus, diturunkan kitab-kitab, ialah hanya untuk
berbiadah kepada Allah SWT dapat tercapai.
e.Problematika sekarang
*Banyak orang menganggap bekerja dan uang adalah segalanya.
*Bekerja dan berusaha tanpa ada niat beribadah kepada Allah.
*Banyak orang sudah melupakan hakikat tujuan manusia diciptakan.
       f.Kesimpulan didikan yang terkandung dalam surah Ad-Dzariyat ayat 56
   -Ketika Allah memerintahkan kepada manusia untuk saling memberi peringatan kepada
sesamanya, karena memberi peringatan membuahkan manfa’at bagi dirinya sendiri lebih-
lebih terhadap orang-orang beriman, disamping itu pula pada ayat sesudahnya juga Allah
memberikan peringatan mengenai tujuan diciptakan manusia yakni untuk menyembah kepada
Allah SWT.
           - Jin dan manusia dijadikan Allah swt untuk tunduk dan merendahkan diri kepada-Nya.
        - Menguatkan perintah kepada manusia untuk selalu berzikir dan beribadah kepada Allah
swt.

SURAT AL LUQMAN AYAT 13-17


TEKS   AYAT

A.       ُ‫هُ أُ ُّمه‬I‫ ِه َح َملَ ْت‬I‫انَ بِ َوالِ َد ْي‬I‫س‬َ ‫ ْينَا اإْل ِ ْن‬I‫ص‬ َّ ‫) َو َو‬13( ‫ ْر َك لَظُ ْل ٌم ع َِظي ٌم‬I‫الش‬ ِّ َّ‫ش ِركْ بِاهَّلل ِ إِن‬ ْ ُ‫َوإِ ْذ قَا َل لُ ْق َمانُ اِل ْبنِ ِه َوه َُو يَ ِعظُهُ يَا بُنَ َّي اَل ت‬
َ‫ك‬IIَ‫س ل‬َ ‫ا لَ ْي‬II‫ ِركَ بِي َم‬I ‫ُش‬ ْ ‫) َوإِنْ َجا َهدَا َك َعلَى أَنْ ت‬14( ‫صي ُر‬ ِ ‫ش ُك ْر لِي َولِ َوالِ َد ْي َك إِلَ َّي ا ْل َم‬ ْ ‫صالُهُ ِفي عَا َم ْي ِن أَ ِن ا‬ َ ِ‫َو ْهنًا َعلَى َوه ٍْن َوف‬
ُ ْ ُ َ َ ُ َ
)15( َ‫ون‬II‫ا ُكنتُ ْم تَ ْع َمل‬II‫أنَبِّئُ ُك ْم بِ َم‬II‫اب إِل َّي ث َّم إِل َّي َم ْر ِج ُع ُك ْم ف‬ َ
َ َ‫سبِي َل َمنْ أن‬ ً ْ
َ ‫صا ِح ْب ُه َما فِي ال ُّدنيَا َم ْع ُروفا َواتَّبِ ْع‬ َ ‫بِ ِه ِع ْل ٌم فَاَل تُ ِط ْع ُه َما َو‬
( ‫ي ٌر‬IIِ‫فٌ َخب‬II‫ت بِ َها هَّللا ُ إِنَّ هَّللا َ لَ ِطي‬ ِ ْ‫ض يَأ‬ ِ ‫ت أَ ْو فِي اأْل َ ْر‬ِ ‫س َما َوا‬ َّ ‫ص ْخ َر ٍة أَ ْو فِي ال‬ َ ‫يَا بُنَ َّي إِنَّ َها إِنْ تَ ُك ِم ْثقَا َل َحبَّ ٍة ِمنْ َخ ْر َد ٍل فَتَ ُكنْ فِي‬
ُ ‫أْل‬ ْ
17( ‫صابَ َك إِنَّ ذلِ َك ِمنْ عَز ِم ا ُمو ِر‬ َ َ َ
َ ‫اصبِ ْر َعلى َما أ‬ ْ ْ
ْ ‫َن ال ُمن َك ِر َو‬ ْ
ِ ‫وف َوانهَ ع‬ ِ ‫صاَل ةَ َو ْأ ُم ْر بِا ْل َم ْع ُر‬
َّ ‫) يَا بُنَ َّي أَقِ ِم ال‬16

      B.        ARTI MUFRODAT

‫ ِه‬Iِ‫ا َل لُ ْقمانُ اِل ْبن‬I‫وإِ ْذ ق‬ : ingatlah


َ ketika Lukman berkata kepada anaknya. Nama anaknya adalah
An’am,  Asykam, Matan, atau Tsaran menurut riwayat Suhayli.
 ُ‫ه‬I ُ‫و َي ِعظ‬I َ I‫ َو ُه‬ : ia member pelajaran kepadanya. Mau’izhah (pelajaran) adalah mengingatkan
kebaikan dengan cara lembut yang dapat melunakkan hati.
‫يا بُنَ َّي‬ : bentuk tashghir dari ibni untuk menunjukkan kerinduan dan kecintaan.
 ‫ ْر َك لَظُ ْل ٌم َع ِظي ٌم‬I ‫الش‬ ِّ َّ‫إِن‬ : sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman
yang besar. Kelaliman (zhalim) adalah meletakkan sesuatu  bukan pada tempatnya. Syirik
dikatakan zhalim, karena syirik menyamakam antara pemberi nikmat satu-satunya dengan
bukan pemberi nikmat.
َ‫ص ْينَا اإْل ِ ْنسان‬ َّ ‫و َو‬  : yakni
َ kami perintahkan dan kami wajibkan.
 ‫بِوالِ َد ْي ِه‬  : yakni untuk berbuat baik kepada keduanya.
ً ‫ َوهْنا‬  : kelemahan.
‫عَلى َوه ٍْن‬  : di atas kelemahan
ُ‫وفِصالُه‬ : menyapihnhya.
َ
 ‫فِي عا َم ْي ِن‬ : dalam dua tahun. Ini merupakan dalil bahwa waktu menyusui paling lama adalah
dua tahun.
  َ‫ش ُك ْر لِي َولِوالِ َديْك‬ ْ ‫أَ ِن ا‬ : ini merupakan penjelasan atas : ‫وصيّنا‬
‫صي ُر‬ ِ ‫ا ْل َم‬ : tempat kembali, maka Aku akan menghisabmu atas kesyukuran atau kekufuran.
ْ‫س لَكَ بِ ِه ِعل ٌم‬ َ ‫ما لَ ْي‬ : sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu
َ
‫فال ت ُِط ْع ُهما‬ : maka janganlah kamu mengikuti keduanya (dalam hal itu).
ً ‫ َم ْع ُروفا‬ : dengan baik
َ I‫بِي َل َمنْ أَن‬I ‫س‬
‫اب إِلَ َّي‬I َ ‫ ْع‬I ِ‫واتَّب‬  : dan
َ ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, yakni kembali
kepada-Ku dengan mentauhidkan dan mentaati-Ku dan mentaati Rasul-Ku.
َ‫فَأُنَبِّئُ ُك ْم بِما ُك ْنتُ ْم تَ ْع َملُون‬ : maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
‫إِنَّها إِنْ تَ ُك ِم ْثقا َل َحبَّ ٍة‬ : sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi
 ُ ‫ت بِ َها هَّللا‬ ِ ْ‫يَأ‬ : niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya)
 ‫لَ ِطيفٌ َخبِي ٌر‬ : Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
َ‫اصبِ ْر عَلى ما أَصابَك‬ ْ ‫و‬ : bersabarlah
َ terhadap apa yang menimpa kamu.
 ‫ ِمنْ ع َْز ِم اأْل ُ ُمو ِر‬: termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

      C.      TERJEMAH AYAT

13. Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar".
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu,
hanya kepada-Kulah kembalimu.
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak
ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.
16. (Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji
sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
17. Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
      D.       Asbabun nuzul & sarah
Penjelasan ayat  13
ْ ُ‫ َوإِ ْذ قَا َل لُ ْق َمانُ ال ْبنِ ِه َوه َُو يَ ِعظُهُ يَا بُنَ َّي ال ت‬/
(‫ش ِركْ بِاهَّلل ِ إِنَّ الش ِّْر َك لَظُ ْل ٌم ع َِظي ٌم‬
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah)
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar".)

    Pada ayat ini, Allah SWT memperingatkan kepada Rasulullah saw nasihat yang pernah
diberikan Luqman kepada putranya, waktu ia memberi pelajaran kepada putranya itu. Nasihat
itu ialah: "Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan sesuatu dengan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah kelaliman yang sangat besar. 
Mempersekutukan Allah dikatakan kelaliman, karena perbuatan itu berarti menempatkan
sesuatu tidak pada tempatnya, yaitu menyamakan sesuatu yang melimpahkan nikmat dan
karunia itu. Dalam hal ini menyamakan Allah SWT sebagai sumber nikmat dan karunia
dengan patung-patung yang tidak dapat berbuat sesuatupun. Dikatakan bahwa perbuatan itu
adalah kelaliman yang besar, karena yang disamakan itu ialah Allah Pencipta dan Penguasa
semesta alam, yang seharusnya semua makhluk mengabdi dan menghambakan diri kepada
Nya. 
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibnu Masud, ia berkata: tatkala turun ayat:
َ‫الَّ ِذينَ آ َمنُوا َولَ ْم يَ ْلبِسُوا ِإي َمانَهُ ْم بِظُ ْل ٍم أُولَئِكَ لَهُ ُم األ ْمنُ َوهُ ْم ُم ْهتَ ُدون‬
Artinya: 
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kelaliman
(syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka itu adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. Al An'am: 82)

Maka timbullah keresahan di antara para sahabat Rasulullah saw karena mereka berpendapat
bahwa amat beratlah rasanya tidak mencampur adukkan keimanan dan kelaliman, lalu
mereka berkata kepada Rasulullah saw: "Siapakah di antara kami yang tidak mencampur
adukkan keimanan dan kelaliman? Maka Rasulullah menjawab: "Maksudnya bukan
demikian, apakah kamu tidak mendengar perkataan Luqman: "Hai anakku, jangan kamu
memperserikatkan sesuatu dengan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah
kelaliman yang besar"

Dari ayat ini dipahami bahwa di antara kewajiban ayah kepada anak-anaknya ialah memberi
nasihat dan pelajaran, sehingga anak-anaknya itu dapat menempuh jalan yang benar, dan
menjauhkan mereka dari kesesatan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
ُ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا قُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم َوأَ ْهلِي ُك ْم نَارًا َوقُو ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرة‬
Artinya: 
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu". (Q.S. At Tahrim: 6)
 
Jika diperhatikan susunan kalimat ayat ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Luqman
sangat melarang anaknya melakukan syirik. Larangan ini adalah suatu larangan yang
memang patut di sampaikan Luqman kepada putranya karena mengerjakan syirik itu
adalah suatu perbuatan dosa yang paling besar

Anak adalah sambungan hidup dari orang tuanya, cita-cita yang tidak mungkin dapat dicapai
orang tua selama hidup di dunia diharapkannyalah anaknya yang akan mencapainya.
Demikian pula kepercayaan yang dianut orang tuanya di samping budi pekerti yang luhur
sangat diharapkannya agar anak-anaknya menganut dan memiliki semuanya itu di kemudian
hari. Seakan-akan dalam ayat ini diterangkan bahwa Luqman telah melakukan tugas yang
sangat penting kepada anaknya, yaitu telah menyampaikan agama yang benar dan budi
pekerti yang luhur. Cara Luqman menyampaikan pesan itu wajib dicontoh oleh setiap orang
tua yang mengaku dirinya muslim.
Penjelasan ayat 14
(‫صي ُر‬ ْ ‫صالُهُ فِي عَا َم ْي ِن أَ ِن ا‬
ِ ‫ش ُك ْر لِي َولِ َوالِ َديْكَ إِلَ َّي ا ْل َم‬ َ ِ‫سانَ بِ َوالِ َد ْي ِه َح َملَ ْتهُ أُ ُّمهُ َو ْهنًا َعلَى َوه ٍْن َوف‬
َ ‫ص ْينَا اإل ْن‬
َّ ‫ َو َو‬/
 Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.)
Allah memerintahkan kepada manusia agar berbakti kepada kedua orang tuanya, dengan
mencontoh dan melaksanakan haknya. Pada ayat-ayat lain juga Allah memerintahkan yang
demikian, firman Nya:
‫ك أَال تَ ْعبُدُوا إِال إِيَّاهُ َوبِ ْال َوالِ َدي ِْن إِحْ َسانًا‬ َ َ‫َوق‬
َ ُّ‫ضى َرب‬
Artinya: 
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (Q.S. Al Isra': 23) 

Kemudian disebut pula dalam ayat ini sebab-sebab diperintahkan berbuat baik kepada ibu,
yaitu: 
1. Ibu mengandung seorang anak sampai ia dilahirkan, selama masa mengandung itu ibu
menahan dengan sabar penderitaan yang cukup berat, mulai pada bulan-bulan pertama,
kemudian kandungan itu semakin lama semakin berat, dan ibu semakin lemah, sampai ia
melahirkan. Kemudian baru pulih kekuatannya setelah habis masa nifasnya. 
2. Ibu menyusukan anaknya sampai masa dua tahun. Amat banyak penderitaan dan kesukaran
yang dialami ibu dalam masa menyusukan anak itu. Hanyalah Allah yang mengetahui segala
penderitaan itu.
 
Dalam ayat ini hanya yang disebutkan apa sebabnya seorang anak harus menaati dan berbuat
baik kepada ibunya, tidak disebutkan apa sebabnya seorang anak harus menaati dan berbuat
baik kepada bapaknya. Hal ini menunjukkan bahwa kesukaran dan penderitaan dalam
mengandung, memelihara dan mendidik anaknya jauh lebih berat bila dibandingkan dengan
penderitaan yang dialami bapak dalam memelihara anaknya tidak hanya berupa pengorbanan
sebagian dari waktu hidupnya untuk memelihara anaknya, tetapi juga penderitaan jasmani,
rohani dan penyerahan sebagian zat-zat penting dalam tubuhnya untuk makanan anaknya
yang dihisap oleh anak itu dan darahnya sendiri selama anaknya itu dalam kandungannya.
Kemudian sesudah si anak lahir ke dunia lalu disusukannya dalam masa dua tahun lamanya.
Air susu ibu (ASI) ini juga terdiri dari zat-zat penting dalam darah ibu, yang disuguhkannya
kepada anaknya dengan rela kasih sayang untuk dihisap anaknya itu. Dalam ASl ini terdapat
segala macam zat yang diperlukan untuk pertumbuhan jasmani dan rohani anak itu, dan untuk
mencegah segala macam penyakit. Zat-zat ini tidak terdapat pada susu sapi, oleh sebab itu
susu sapi dan yang sejenisnya tidak akan sama mutunya dengan ASI bagaimanapun
mengusahakan agar sama mutunya. Maka segala macam bubuk susu, atau susu kaleng yang
dikenal dengan istilah Susu Kental manis (SKM) tidak ada yang sama mutunya dengan ASI. 
Sebab seorang ibu haruslah menyusui anaknya yang dicintainya itu dengan ASI, janganlah
hendaknya dia menggantikannya dengan bubuk susu atau SKM, kecuali dalam hal yang amat
memaksa. Apalagi mendapatkan ASI dari ibunya adalah hak anak itu, dan menyusukan anak
adalah suatu kewajiban yang telah dipikulkan oleh Allah SWT kepada ibunya. 
Oleh karena hal-hal yang disebutkan itu, maka dalam ayat ini Allah SWT hanya
menyebutkan sebab-sebabnya manusia harus menaati dan berbuat baik kepada ibunya. Nabi
saw sendiri memerintahkan agar seorang anak lebih mendahulukan berbuat baik kepada
ibunya dari pada kepada bapaknya, sebagaimana diterangkan dalam hadis:

ُ ‫ال قُ ْل‬Œ
َ Œَ‫ت ثُ َّم َم ْن ق‬
‫ال‬Œ َ ‫ا َل أُ َّم‬ŒŒَ‫ت ثُ َّم َم ْن ق‬
َ Œَ‫ك ق‬ َ ‫ا َل أُ َّم‬ŒŒَ‫رُّ ق‬ŒŒَ‫ت يَا َرسُو َل هَّللا ِ َم ْن أَب‬
ُ ‫ا َل قُ ْل‬ŒŒَ‫ك ق‬ ُ ‫قُ ْل‬ ‫ع َْن بَه ِْز ْب ِن َح ِك ٍيم ع َْن أَبِي ِه ع َْن َج ِّد ِه قَا َل‬
َ ‫ب فَاأْل َ ْق َر‬
‫ب‬ َ ‫ك ثُ َّم اأْل َ ْق َر‬َ ‫ت ثُ َّم َم ْن قَا َل ثُ َّم أَبَا‬ َ ‫أُ َّم‬
ُ ‫ك قَا َل قُ ْل‬
 
Artinya: 
"Dari Bahaz bin Hakim, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata "Aku bertanya Ya
Rasulullah. kepada siapakah aku wajib berbakti?" Jawab Rasulullah . "Kepada ibumu". Aku
bertanya: "Kemudian kepada siapa?". Jawab Rasulullah: "Kepada ibumu". Aku bertanya:
"Kemudian kepada siapa lagi?". Jawab Rasulullah: "Kepada ibumu". Aku bertanya:
"Kemudian kepada siapa lagi?". Jawab Rasulullah: "Kepada bapakmu". Kemudian kepada
kerabat yang lebih dekat. kemudian kerabat yang lebih dekat". (H.R. Abu Daud dan Tirmizi,
dikatakan sebagai hadis hasan)

Adapun tentang lamanya menyusukan anak, maka Al-Qur’an memerintahkan agar seorang
ibu menyusukan anaknya paling lama dalam masa dua tahun, sebagai yang diterangkan
dalam ayat ini, dengan firman Nya" dan menyapihnya dalam masa dua tahun" sebagai
disebutkan di atas.Dalam ayat-ayat yang lainpun Allah SWT menentukan lamanya
menyusukan anak itu, yaitu selama dua tahun juga. Allah SWT berfirman:
َ ‫ض ْعنَ أَوْ ال َده َُّن َحوْ لَي ِْن َكا ِملَي ِْن لِ َم ْن أَ َرا َد أَ ْن يُتِ َّم ال َّر‬
َ‫ضا َعة‬ ُ ‫َو ْال َوالِد‬
ِ ْ‫َات يُر‬
Artinya: 
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan. (Q.S. Al Baqarah: 233)

Firman Nya lagi:


‫صالُهُ ثَالثُونَ َش ْهرًا‬
َ ِ‫َو َح ْملُهُ َوف‬
Artinya: 
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan". (Q.S. Al Ahqaf: 15) 

Maksudnya: Lamanya seorang ibu mengandung anaknya. ialah enam bulan (dan ini adalah
masa mengandung yang paling kurang), dan masa menyusukan ialah dua puluh empat bulan. 
Jadi menurut yang diajarkan oleh Al-Qur’an, seorang ibu menyusukan anaknya hendaklah
dalam masa dua tahun. Pada ayat 233 surat Al Baqarah di atas diterangkan bahwa masa
menyusukan yang dua tahun itu adalah bagi seorang ibu yang hendak menyusukan anaknya
dengan sempurna. Maksudnya, bila ada sesuatu halangan, atau masa dua tahun itu dirasakan
amat berat, maka boleh dikurangi.
 
Penentuan dari Allah SWT bahwa masa menyusukan itu adalah dua tahun, adalah pengaturan
dari Tuhan untuk menjarangkan kelahiran. Dengan menjalankan pengaturan yang alamiyah
ini seorang ibu hanya akan berputra paling rapat sekali dalam masa tiga tahun, atau kurang
sedikit. Sebab dalam masa menyusukan, seorang wanita dianjurkan jangan dalam keadaan
mengandung. 
Kemudian Allah SWT menjelaskan yang dimaksud dengan "berbuat baik" yang
diperintahkan Nya dalam ayat 14 ini, yaitu agar manusia selalu bersyukur setiap saat
menerima nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan Nya kepada mereka setiap saat, dengan
tiada putus-putusnya, dan bersyukur pula kepada ibu bapak karena ibu bapak itulah yang
membesarkan, memelihara, dan mendidik dan bertanggung jawab atas diri mereka, sejak
dalam kandungan sampai kepada saat mereka sanggup berdiri sendiri. Dalam waktu-waktu
itu ibu bapak menanggung segala macam kesusahan dan penderitaan, baik dalam menjaga
diri maupun dalam usaha mencarikan nafkahnya.
 
Ibu bapak dalam ayat ini disebut secara umum, tidak dibedakan antara ibu bapak yang
muslim dengan yang kafir. Karena itu dapat disimpulkan suatu hukum berdasarkan ayat ini,
yaitu seorang anak wajib berbuat baik kepada ibu bapaknya, apakah ibu bapaknya itu muslim
atau kafir.
 
Di Samping yang disebutkan ada lagi beberapa hal yang mengharuskan anak menghormati
dan berbuat baik kepada ibu bapak, yaitu:
 
1. Ibu dan bapak telah mencurahkan kasih sayangnya kepada anak-anaknya. Cinta dan kasih
sayang itu terwujud dalam berbagai bentuk, di antaranya ialah usaha-usaha memberi nafkah,
mendidik dan menjaga serta memenuhi keinginan-keinginan anaknya. Usaha-usaha yang
tidak mengikat itu dilakukan tanpa mengharapkan balasan sesuatupun dari anak-anaknya,
kecuali agar anak-anaknya di kemudian hari berguna bagi agama, nusa dan bangsa 
2. Anak adalah buah hati dan pengarang jantung dari ibu bapaknya, seperti yang disebutkan
dalam suatu riwayat. Rasulullah saw bersabda: "Fatimah adalah buah hatiku". 
3. Anak-anak sejak dari dalam kandungan ibu sampai dia lahir ke dunia dan sampai pula
dewasa, makan, minum dan pakaian serta segala keperluan yang lain ditanggung ibu
bapaknya.
Dengan perkataan lain dapat diungkapkan bahwa nikmat yang paling besar yang diterima
oleh seorang manusia adalah nikmat dari Allah, kemudian nikmat yang diterima dari ibu
bapaknya. Itulah sebenarnya Allah SWT meletakkan kewajiban berbuat baik kepada kedua
orang ibu bapak, sesudah kewajiban beribadat kepada Nya.
Pada akhir ayat ini Allah SWT memperingatkan bahwa manusia akan kembali kepada Nya,
bukan kepada orang lain. Pada saat itu Dia akan memberikan pembalasan yang adil kepada
hamba-hamba Nya. Perbuatan baik akan dibalasi pahala yang berlipat ganda berupa surga
yang penuh kenikmatan sedang perbuatan jahat akan dibalasi dengan siksa berupa neraka
yang menyala-nyala.
Penjelasan ayat  15
َ َ‫سبِي َل َمنْ أَن‬
(‫اب إِلَ َّي ثُ َّم‬ َ ‫صا ِح ْب ُه َما فِي ال ُّد ْنيَا َم ْع ُروفًا َواتَّبِ ْع‬
َ ‫س لَ َك بِ ِه ِع ْل ٌم فَال تُ ِط ْع ُه َما َو‬
َ ‫ش ِركَ بِي َما لَ ْي‬ ْ ُ‫َوإِنْ َجا َهدَا َك عَلى أَنْ ت‬
َ‫إِلَ َّي َم ْر ِج ُع ُك ْم فَأُنَبِّئُ ُك ْم بِ َما ُك ْنتُ ْم تَ ْع َملُون‬ /
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali
kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu
apa yang telah kamu kerjakan.)

Ayat ini menerangkan dalam hal tertentu, maka seseorang anak dilarang menaati ibu
bapaknya. yaitu jika ibu bapaknya memerintahkan kepadanya memperserikatkan Allah, yang
dia sendiri memang tidak mengetahui bahwa Allah SWT mempunyai sekutu, karena memang
tidak ada sekutu bagi Nya. Maka sepanjang pengetahuan manusia Allah SWT tidak
mempunyai sekutu. Manusia menurut nalurinya mengesakan Tuhan.
 
Diriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan berhubungan dengan Saad Abu Waqqas, ia berkata:
"Tatkala aku masuk Islam ibuku bersumpah bahwa beliau tidak akan makan dan minum,
sebelum aku meninggalkan agama Islam itu". Untuk itu pada hari pertama aka mohon agar
beliau mau makan dan minum, tetapi beliau menolaknya dan beliau tetap bertahan pada
pendiriannya. Pada hari kedua aku juga mohon agar beliau mau makan dan minum, tetapi
beliau malah tetap pada pendiriannya. Pada hari ketiga aku mohon kepada beliau agar beliau
mau makan dan minum, tetapi beliau tetap menolaknya. Karena itu aku berkata kepadanya:
"Demi Allah, seandainya ibu mempunyai seratus jiwa, niscaya jiwa itu akan keluar satu
persatu, sebelum aku meninggalkan agama yang aku peluk ini". Setelah ibuku melihat
keyakinan dan kekuatan pendirianku, maka beliaupun makan".
 Dari sebab turunnya ayat ini diambil kesimpulan bahwa Saad tidak berdosa, karena tidak
mengikuti kehendak ibunya untuk kembali kepada agama syirik. Hukum ini berlaku pula
untuk seluruh umat Nabi Muhammad yang tidak boleh taat kepada orang tuanya mengikuti
agama syirik dan perbuatan dosa yang lain.
 
Selanjutnya Allah SWT memerintahkan agar seorang anak tetap memperlakukan kedua ibu
bapaknya dengan baik yang memaksanya mempersekutukan Tuhan itu dalam urusan
keduniawian, seperti menghormati, menyenangkan hati, memberi pakaian, tempat tinggal
yang layak baginya, biarpun kedua orang tuanya itu memaksanya mempersekutukan Tuhan
atau melakukan dosa yang lain
. Pada ayat yang lain diperingatkan bahwa seseorang anak wajib mengucapkan kata-kata
yang baik kepada ibu bapaknya. Jangan sekali-kali bertindak atau mengucapkan kata-kata
yang menyinggung hatinya, walaupun kata-kata itu "ah" sekalipun. Allah SWT berfirman:
ٍّ‫فَال تَقُلْ لَهُ َما أُف‬
Artinya: 
"... maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah". (Q.S. Al
Isra': 23
Setelah Allah melarang seorang anak menaati perintah orang tuanya memperserikatkan
Tuhan, maka pada akhir ayat ini kaum Muslimin diperintahkan agar mengikuti jalan orang
yang menuju kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa saja. Janganlah diikuti jalan orang yang
memperserikatkan Allah dengan makhluk Nya. Kemudian ayat ini ditutup dengan peringatan
dari Tuhan bahwa hanya kepada-Nyalah aku kembali dan Tuhan akan memberitahukan
kepadanya apa-apa yang telah dikerjakan selama hidup di dunia.
 
Ayat 14 dan 15 di atas seakan-akan memutuskan perkataan Luqman kepada anaknya. Pada
ayat 13 diterangkan wasiat Luqman kepada anaknya, sedangkan ayat 14 dan 15 merupakan
perintah Allah kepada orang-orang yang beriman agar berbuat baik kepada orang tua mereka.
Kemudian pada ayat 16 kembali diterangkan wasiat Luqman kepada anaknya. Cara
penyampaian yang demikian itu adalah untuk mengingatkan orang-orang yang beriman
bahwa beriman hanya kepada Allah dan berbuat baik kepada orang tua itu adalah suatu
perbuatan yang wajib dilakukan oleh setiap anak dan wajib disampaikan oleh orang tua
kepada anaknya, seperti telah dilakukan oleh Luqman kepada anaknya.

Penjelasan ayat 16
ِ ْ‫ض يَأ‬
(‫ت ِب َها هَّللا ُ إِنَّ هَّللا َ لَ ِطيفٌ َخبِي ٌر‬ ْ ‫ت أَ ْو فِي‬
ِ ‫األر‬ َّ ‫ص ْخ َر ٍة أَ ْو فِي ال‬
ِ ‫س َما َوا‬ َ ‫يَا بُنَ َّي إِنَّ َها إِنْ تَ ُك ِم ْثقَا َل َحبَّ ٍة ِمنْ َخ ْرد ٍَل فَتَ ُكنْ فِي‬ /
 (Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat
biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui)

Luqman mewasiatkan kepada anaknya agar selalu waspada terhadap rayuan yang telah
mengajak dan mempengaruhi manusia melakukan perbuatan-perbuatan dosa. Apa yang
dilakukan manusia, sejak dari yang besar sampai yang sekecil-kecilnya, yang nampak dan
yang tidak nampak, yang terlihat dan yang tersembunyi baik di langit maupun di bumi, pasti
diketahui Allah Karena itu Allah pasti akan memberikan pembalasan yang setimpal dengan
perbuatan manusia itu; perbuatan baik akan dibalasi dengan surga yang penuh kenikmatan,
sedang perbuatan jahat dan dosa akan dibalasi dengan neraka yang menyala-
nyala.Pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu yang tidak ada sedikitpun yang luput dari
pengetahuan Nya.
 
Keadilan Allah SWT dalam menimbang perbuatan manusia itu dilukiskan dalam firman Nya:
‫ظلَ ُم نَ ْفسٌ َش ْيئًا‬ْ ُ‫ازينَ ْالقِ ْسطَ لِيَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة فَال ت‬
ِ ‫ض ُع ْال َم َو‬
َ َ‫َون‬
Artinya: 
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan
seseorang barang sedikitpun. (Q.S. Al Anbiya: 47)
Penjelasan ayat  17
َ َ‫اصبِ ْر َعلَى َما أ‬
(‫صابَ َك إِنَّ َذلِ َك ِمنْ ع َْز ِم األ ُمو ِر‬ ْ ‫َن ا ْل ُم ْن َك ِر َو‬ ِ ‫صالةَ َو ْأ ُم ْر بِا ْل َم ْع ُر‬
ِ ‫وف َوا ْنهَ ع‬ َّ ‫يَا بُنَ َّي أَقِ ِم ال‬ /
Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah).)

Pada ayat ini Luqman mewasiatkan kepada anaknya:


 
1. Selalu mendirikan salat dengan sebaik-baiknya, sehingga salat itu diridai Allah. Jika salat
yang dikerjakan itu diridai Allah perbuatan keji dan perbuatan mungkar dapat dicegah. Jika
tetap demikian halnya, maka jiwa menjadi bersih, tidak ada kekhawatiran terhadap diri orang
itu, dan mereka tidak akan bersedih hati jika ditimpa cobaan Tuhan.
 
2. Berusaha mengajak manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang diridai Allah dan
berusaha agar manusia tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa, berusaha membersihkan
jiwa dan mencapai keberuntungan. Allah SWT berfirman:
َ َ‫قَ ْد أَ ْفلَ َح َم ْن زَ َّكاهَا َوقَ ْد خ‬
‫اب َم ْن َدسَّاهَا‬
Artinya: 
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya
merugilah orang-orang yang mengotorinya (Q.S. As Syams: 9-10)

3. Selalu bersabar terhadap segala macam cobaan yang menimpa, akibat dari mengajak
manusia berbuat baik dan meninggalkan perbuatan yang mungkar, baik cobaan itu dalam
bentuk kesenangan dan kemegahan, maupun dalam bentuk kesengsaraan dan penderitaan. 

Pada akhir ayat ini Allah menerangkan sebabnya Dia memerintahkan tiga hal tersebut di atas,
yaitu karena hal-hal itu merupakan pekerjaan yang diwajibkan Allah kepada hamba-hamba
Nya, amat besar faedahnya bagi yang mengerjakannya dan memberi manfaat di dunia dan di
akhirat.
      

Blog Mimut
Sabtu, 10 Januari 2015

AYAT-AYAT TENTANG KISAH DAN SEJARAH


AYAT-AYAT TENTANG KISAH DAN SEJARAH

A.    PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

Di dalam Al-Qur’an terkandung pokok pembahasan yaitu mengenai aqidah, ibadah, akhlak,
janji ancaman serta kisah dan sejarah. Al-Qur’an menganjurkan untuk mempelajari sejarah secara
menyeluruh. Tidak hanya mempelajari pertumbuhan dan kemajuannya, tapi juga mampu
mengahayati kisah-kisah pada zaman dahulu serta mampu mengambil hikmahnya.

Al-Qur’an banyak berbicara tentang manusia dan bangsa, didalamnya menyebutkan betapa
bangsa demi bangsa telah bangkit dan hancur, hanya mereka yang beriman kepada Allah sajalah
yang mendapatkan sukses besar. Sedangkan mereka yang tidak beriman kepada Allah dan
mengingkari petunjuk-Nya mengalami kehancuran.

Nabi Muhammad SAW telah meletakkan pola baru bagi studi sejarah manusia. Berkat beliau,
kisah umat masa lalu itu bukan kisah, juga bukan rekaman cemerlang dari kemajuan yang telah
mereka capai, melainkan kisah yang serius dan menyedihkan tentang kegagalan manusia. Amat
disayangkan bahwa umat terdahulu tidak pernah mempelajari contoh pelajaran dari kesalahan umat
yang mengalami keruntuhan yang ia gantikan.

Seharusnya hal ini menjadi petunjuk yang besar. Menurut hukum Allah, keruntuhan suatu
umat terjadi bila ia lalai dalam mempelajari fakta sejarah orang-orang terdahulu dan puing
kehancurannya bahkan ia berusaha menggelapkan sejarah itu.

2.      Rumusan Masalah

a.       Apa pengertian kisah dan sejarah?

b.      Bagaimana hukum-hukum  sejarah dalam Al-Qur’an?

c.       Bagaimana ayat-ayat tentang kisah dan sejarah dalam Al-Qur’an?

d.      Bagaimana tujuan kisah dan sejarah bagi kehidupan manusia?

B.     PEMBAHASAN

1.      Pengertian kisah dan sejarah

Istilah sejarah adalah terjemahan dari kata tarikh (bahasa arab) dan history (bahasa inggris).
Semua kata tersebut berasal dari bahasa yunani yaitu istoria yang berarti ilmu. Istoria digunakan
untuk penjelasan mengenai gejala-gejala manusia dalam urutan kronologis.[1] Sedangkan secara
terminologi menurut Al-Maqrizi membatasi sejarah ia memberikan informasi tentang sesuatu yang
pernah terjadi di dunia.

Definisi sejarah lebih umum adalah semasa lampau manusia, baik yang berhubungan dengan
peristiwa politik, sosial, ekonomi, maupun gejala alam. Definisi ini memberi pengertian bahwa
sejarah tidak lebih dari sebuah rekaman peristiwa masa lampau manusia dengan segala sisinya.

Dalam kamus umum bahasa Indonesia W.J.S Poerwadinata mengatakan sejarah adalah
kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lalu.

2.      Hukum-hukum sejarah dalam Al-Qur’an

Penuturan kisah-kisah dalam Al-Qur’an sarat dengan muatan edukatif bagi manusia,
khususnya pembaca dan pendengarnya. Kisah-kisah tersebut menjadi bagian dari metode
pendidikan yang efektif bagi pembentukan jiwa yang mentauhidkan Allah SWT. Karena itu
ditegaskan Allah SWT.

َّ ‫َيَت َف‬
 (QS. Al-A’raf : 176 ) ‫ك ُرون‬ ‫ص لَ َعلَّ ُه ْم‬ ِ ‫ص‬
َ ‫ص‬
َ ‫ص الْ َق‬ ُ ْ‫فَاق‬........
            Artinya: Maka kisahkanlah kisah-kisah agar mereka berfikir.

Jika kita telaah secara lebih jauh, kebanyakan ayat-ayat Al-Qur’an yang terdapat muatan
kisah-kisah turun saat Nabi Muhammad SAW di kota Makkah (periode Makkiyyah). Seperti
dimaklumi, periode tersebut prioritas dakwah Rasulullah lebih banyak diarahkan pada penanaman
aqidah tauhid. Hal ini memberikan isyarat bahwa, kisah-kisah sangat berpengaruh bagi upaya untuk
mendidik seseorang yang awalnya belum memiliki keyakinan tauhid menjadi hamba Allah yang
bertauhid.

Selain itu, pada periode Makkah Nabi Muhammad SAW juga banyak mengadakan upaya
penanaman akhlaq al-karimah  dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat jahiliyyah  yang berperilaku
tidak baik. Pemberian contoh kisah-kisah umat terdahulu beserta akibat yang dialami bagi orang
yang menentang perintah Allah serta berperilaku tidak baik secara tidak langsung mengetuk hati
orang yang merenungkan hikmah di balik kisah tersebut. Kisah menjadi sarana yang lembut untuk
merubah kesalahan dan kekufuran suatu komunitas masyarakat, dengan tidak secara langsung
menyalahkan atau menggurui mereka. [2]

3.      Ayat-ayat tentang kisah dan sejarah dalam Al-Qur’an

a.    QS at-Thaaha ayat 99

 (QS. At-Thaaha: 99) ‫اك ِم ْن لَ ُدنَّا ِذ ْكًرا‬ ِ ‫ص علَيك ِمن أَْنب‬


َ َ‫آء َما قَ ْد َسبَ َق َوقَ ْد آَتْين‬ ِ
َ ْ َ ْ َ ُّ ‫ك َن ُق‬
َ ‫َك َذل‬
Artinya: Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah (umat) yang telah lalu,
dan sungguh, telah kami berikan kepadamu suatu peringatan (Al-Qur’an) dari sisi kami.

1)    Tafsir
Pada ayat ini, Allah menjelaskan kepada Nabi Muhammad SAW bahwa kisah-kisah  yang
diberitakan pada ayat-ayat yang lalu seperti kisah Musa bersama Fir’aun dan Samiri itu, demikian
pula kisah nabi-nabi sebelumnya patut menjadi contoh teladan baginya dalam menghadapi kaumnya
yang sangat ingkar dan durhaka. Karena memang demikianlah keadaan setiap Rasul walaupun telah
diturunkan kepadanya kitab-kitab dan mukjizat-mukjizat untuk menyatakan kebenaran dakwahnya
namun kaumnya tetap juga ingkar dan berusaha sekuat tenaga menentang seruannya dan tetap
memusuhi bahkan ingin membunuhnya untuk melenyapkannya sehingga tidak terdengar lagi suara
kebenaran yang disampaikannya.

Sebagaimana Allah telah menurunkan Kitab Zabur kepada Nabi  Daud as. Taurot kepada Nabi
Musa as, dan Injil kepada Nabi Isa as, Allah telah menurunkan Al-Qur’an kepada nabi Muhammmad,
Kitab yang patut mereka terima dengan baik kerena ajaran-ajaran yang terkandung didalamnya
adalah untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an adalah Kitab
suci yang lengkap mengandung berbagai pedoman tentang hukum-hukum, pergaulan, ekonomi,
akhak dan sebagainya. Selain itu Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar Nabi. Tiada seorangpun sanggup
menandingi keindahan bahasanya dan ketinggian sastranya. Oleh sebab itu hendaklah nabi bersabar
dan jangan sekali-kali berputus asa atau bersedih hati, tetap berjuang sampai tercapai kemenangan
dan semua kebatilan lenyap dari muka bumi, tidak ada yang patut di sembah kecuali Allah Yang
Maha Esa dan Maha Kuasa.[3]  

2)    Munasabah

Pada ayat yang lalu Allah telah menerangkan kisah Nabi Musa as bersama Fir’aun dan Samiri,
dua pemimpin yang kafir dan durhaka, ini merupakan pengalaman pahit yang biasa diderita oleh
setiap rasul dan orang-orang yang berusaha menegakkan kebenaran dan meninggikan kalimah Allah.
Maka pada ayat-ayat ini Allah menerangkan kepada Nabi Muhammad SAW kisah para nabi
sebelumnya sebagai peringatan bagi umat manusia dan hiburan yang bisa melenyapkan kesedihan
yang bersemi dalam hati Nabi karena sikap kaumnya yang tetap saja ingkar dan tidak mau menerima
petunjuk-petunjuk Allah yang telah disampaikannya, ditambah lagi dengan penganiayaan dan
cemoohan yang dilontarkan mereka atas dirinya. Jadi apa yang diderita oleh Nabi Muhammad SAW
dalam menyampaikan risalah-Nya telah dirasakan pula oleh nabi-nabi dan rasul-rasul sebelumnya.[4]

3)    Asbabul Nuzul

b.    QS ar-Rum ayat 42

ِ ‫ين ِم ْن َقْب ُل َكا َن أَ ْكَث ُر ُه ْم‬ ِ َّ ِ ِ


َ ‫ُم ْش ِرك‬
(QS. Ar-Rum: 42) ‫ني‬ َ ‫ف َكا َن َعاقبَةُ الذ‬
َ ‫ض فَانْظُُروا َكْي‬ ْ ‫قُ ْل سريُوا يِف‬
ِ ‫األر‬

Artinya:  Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-
orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”

1)   Tasir

Dalam ayat ini, Allah meminta Nabi Muhammad menyampaikan kepada kaum musyrikin
Mekah untuk melakukan perjalanan kemana pun di bumi ini guna menyaksikan bagaimana
kehancuran yang dialami umat-umat yang ingkar pada masa lampau. Mereka itu hanya tinggal
puing-puing atau nama-nama tanpa bekas. Hal itu, hendaknya dijadikan pelajaran bagi mereka
bahwa Allah dapat saja membinasakan mereka, bila tetap kafir.
Perintah itu juga berlaku terhadap siapapun setelah mereka sampai akhir zaman. Bila mereka
ragu tentang kebenaran Islam, silahkan mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri puing-
puing itu atau meneliti peninggalan-peninggalan sejarah mereka. Umat-umat itu binasa karena
keingkaran mereka kepada Allah, dan berbuat onar terhadap sesama manusia dan lingkungan.
Kehancuran itu adalah akibat dampak buruk perbuatan mereka sendiri. [5]

2)   Munasabah

Ayat ini bermunasabah dengan surat Ar-Rum: 41

‫ض الَّ ِذي َع ِملُوا لَ َعلَّ ُه ْم َيْر ِجعُو َن‬ ِ ِ ِ ‫ظَهر الْ َفساد يِف الْبِّر والْبح ِر مِب ا َكسبت أَي ِدي الن‬
َ ‫َّاس ليُذي َق ُه ْم َب ْع‬ ْ ْ ََ َ ْ َ َ َ ُ َ َ َ
Artinya: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia;
Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar).

Pada ayat yang lalu diterangkan bahwa manusia tetap saja menyekutukan Allah padahal
Dialah yang menciptakan, memberi rezeki, mewafatkan dan menghidupkan mereka kembali di
akhirat. Karena paham syirik itu, merekapun melakukan perbuatan yang dilarang, seperti memungut
riba. Pada ayat-ayat berikut ini diterangkan bahwa kerusakan di darat dan di laut diakibatkan oleh
ulah tangan orang-orang musyrik, kafir dan muslim yang tidak sadar bahwa alam semesta adalah
juga milik Allah yang harus dijaga dan dipelihara seperti diri sendiri. [6]

3)   Asbabul Nuzul

c.    QS Yusuf ayat 111

1)   Tafsir

2)   Munasabah

3)   Asbabul Nuzul

d.   QS Ali Imran ayat 137

1)   Tafsir

2)   Munasabah

3)   Asbabul Nuzul
4.       Tujuan  kisah bagi kehidupan manusia

Kisah-kisah dalam AlQur’an memiliki maksud dan tujuan yang bisa diambil manfaat
dan faidahnya oleh umat Islam khususnya serta seluruh umat manusia pada umumnya. Di antara
tujuan dari kisah kisah Al-Qur’an tersebut adalah :

a.                   Penjelasan atas ajaran Tauhid sebagai Platform para Nabi dan Rasul.

Sungguh pun kisah-kisah itu nampak sebagai sebuah cerita masa lalu, namun dalam Al-
Qur’an tak pernah terlepas dari upaya memantapkan dan meneguhkan aqidah tauhid yang telah
diwahyukan kepada para nabi dan rasul terdahulu. Hal ini selaras dengan firman Allah SWT.  QS.Al-
Anbiya’ : 25 :

‫ِ و َ َما أَر ْ َس ْلنَا ِمن قَ ْبلِك َ ِمن َّر سُول ٍ إِال َّ نُوح ِ ي إِلَ ْی ِھ أَ َّن ھُ ال َ إِلَھَ إِال َّ أَنَا فَاع ْ بُدُون‬   

“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul sebelum kamu kecuali Kami wahyukan kepadanya bahwa
tiada tuhan yang wajib disembah kecuali Aku, maka sembahlah kalian kepada-Ku”.

 Penjelasan ini sekaligus menguatkan akan mata rantai ajaran tauhid yang dibawa Rasulullah
SAW dengan para Nabi dan Rasul Allah yang terdahulu.Dengan demikian, ajaran tauhid merupakan
platform yang menjadi ajaran utama para Nabi dan Rasul sejak Nabi Adam AS hingga Rasulullah
SAW. Salah satu faktor yang menjadikan bangsa Arab pada masa Nabi Muhammad SAW tidak
beriman adalah keragu- raguan atas ajaran Nabi yang berbeda dengan para Nabi sebelumnya. Begitu
pula keengganan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) untuk mengimani Nabi Muhammad saw juga .
Karena itu, kisah-Kisah dalam Al-Qur’an ini bisa menghidupkan memori atas kebenaran para Nabi
dan rasul terdahului yang wajib diyakini dan dipercaya sebagai utusan Allah swt. Bahkan
dalam kisah-kisah tersebut juga bisa dilihat jejak-jejak yang diringgalkan serta pelajaran yang telah
diwariskan mereka.[7]

b.       Menguatkan dan Meneguhkan hati Rasulullah SAW

[1]Atang Abdul Hakim, Metodologi Studi Islam, (Bandung: PT  Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 137 

[2] Hami Naqrah, Sikolujiyyah al-Qishshah fi al-Qur’an,( Jami’ah al-Jazair :Risalah Dukturah, 1971),


hlm. 85

[3] Kementerian Agama RI,Al-Qur’an dan Tafsirannya jilid VI,(Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm. 191

[4] Kementerian Agama RI,Al-Qur’an dan Tafsirannya jilid VI, hlm. 190-191

[5] Kementerian Agama RI,Al-Qur’an dan Tafsirannya jilid VII,(Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm. 516
[6] Kementerian Agama RI,Al-Qur’an dan Tafsirannya jilid VII, hlm. 513-514

[7]Sa’id Yusuf Abu Aziz, Qshash al-Qur’an : Durus wa ‘Ibar, Dar al-Fajr li al-turats, Kairo, 1999, hal. 7-8
 Utama

 Mengenai Saya

IKUTILAH ALLAH DAN RASUL-NYA


“(KATAKANLAH KEPADA MEREKA WAHAI MUHAMMAD):
"TURUTLAH APA YANG TELAH DITURUNKAN KEPADA
KAMU DARI TUHAN KAMU DAN JANGANLAH KAMU
MENURUT PEMIMPIN-PEMIMPIN YANG LAIN DARI
ALLAH; (TETAPI SAYANG) AMATLAH SEDIKIT KAMU
MENGAMBIL PERINGATAN.” (SURAH AL-‘ARAAF:AYAT 3)
 cari

START HERE

 Mengenai Saya

Sunnah Sumber Agama


JANUARI 1, 2014 5:42 PM / TINGGALKAN KOMEN
SUNNAH SUMBER AGAMA

Oleh: Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari


Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus Nabi Muhammd Shallallahu ‘alaihi wa sallam,agar beliau
mengeluarkan manusia dari berbagai kegelapan menuju cahaya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah melaksanakan kewajiban dengan sebaik-baiknya, menunaikan amanah, menyampaikan risalah dan
menasihati ummat. Sehingga tidaklah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, kecuali agama Islam
telah sempurna, nyata, terang-benderang, tidak ada yang menyimpang darinya kecuali pasti binasa.
Kemudian, risalah Islam ini diteruskan oleh generasi-generasi terbaik umat ini. Mereka menerima dan
menyampaikan yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berupa Al Qur’an dan As Sunnah.
Al Qur’an, kitab suci yang tidak ada kebatilannya semenjak diturunkan, karena memang dijaga oleh Allah
Al-‘Aziz (Yang Maha Perkasa), Al ‘Alim (Yang Maha Mengetahui). DanAs Sunnah, merupakan penjelasan
Al Qur’an. Seperti telah disepakati oleh seluruh umat Islam yang terdahulu semuanya, bahawa Sunnah
Nabi merupakan sumber kedua di dalam syari’at Islam dalam seluruh sisi kehidupan beragama.
Dalam tulisan ini, secara ringkas akan kami sampaikan dalil-dalil dari para ulamatentang kewajiban
berpegang dengan Sunnah, dalam seluruh sisi kehidupan. Namun sebelumnya, kami akan
menyampaikan erti As Sunnah secara ringkas, agar tidak terjadi salah pemahaman.
Secara bahasa, erti As Sunnah ialah jalan atau ajaran. Meliputi jalan yang baik atau yang buruk. Adapun
Sunnah yang dimaksudkan dalam tulisan ini, ialah Sunnah menurut istilah ulama ushul fiqih, yaitu
berupa dalil-dalil agama yang datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bukan berupa Al
Qur’an, meliputi qaul (perkataan), fi’il(perbuatan), dan taqrir (penetapan, pengakuan) Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam [1]. Yang dimaksudkan dalam tulisan ini bukan Sunnah dalam istilah ahli fiqih, yang
semakna dengan mustahab, mandub, tathawwu’, atau  nafilah. Juga bukan Sunnah dalam istilah ulama
aqidah atau ulama Salaf, yang bermakna ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya,
yang lawannya adalah bid’ah. Tetapi Sunnahyang dimaksudkan dalam tulisan ini, yaitu menurut istilah
ulama ushul fiqih, sebagaimana di atas. Inilah dalil-dalil yang menunjukkan bahawa Sunnah merupakan
hujjah dan satu sumber agama yang wajib diikuti.
 DALIL AL-QUR’AN
1. Perintah Mentaati Allah Dan Rasul
Allah Azza wa Jalla berfirman:

َ ِ‫َوأَ ِطيعُوا هللاَ َو َرسُولَهُ إِن ُكنتُم ُّم ْؤ ِمن‬


‫ين‬
“Dan taatlah kepada Allah dan RasulNya jika kamu adalah orang-orang beriman“. [Al Anfal:1].
 Dalam menafsirkan ayat ini, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya keimanan itu mengajak kepada ketaatan kepada Allah dan RasulNya,  sebagaimana jika
orang yang tidak mentaati Allah dan RasulNya, maka dia bukanlah seorang mukmin” [2].
Mentaati Allah, yaitu dengan mentaati Al Qur’an, dan mentaati RasulNya ialah denganmentaati Sunnah
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
 2. Berpaling Dengan Tidak Mentaati Allah Dan Rasul, Merupakan Sifat Orang-Orang Kafir.
Allah Azza wa Jalla berfirman:

َ ‫قُلْ أَ ِطيعُوا هللاَ َوال َّرسُو َل فَإِن تَ َولَّ ْوا فَإ ِ َّن هللاَ الَ ي ُِحبُّ ْال َكافِ ِر‬
‫ين‬
“Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan RasulNya; Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang kafir“. [Ali Imran:32].
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ini menunjukkan, bahawa menyelisihi (menyalahi) beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam thariqah (jalan, ajaran) merupakan kekafiran. Allah tidak menyukai
orang-orang yang bersifat dengannya,walaupun dia mengaku dan menyangka pada dirinya bahawa dia
mencintai Allah dan mendekatkan diri kepadaNya, sampai dia mengikuti Rasul, Nabi yang ummi, penutup
seluruh rasul, dan utusan Allah kepada jin dan manusia”. [3]
 3. Perintah Mengembalikan Segala Perkara Yang Diperselisihkan Kepada Allah Dan RasulNya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:

‫ين َءا َمنُوا أَ ِطيعُوا هللاَ َوأَ ِطيعُوا ال َّرسُو َل َوأُ ْولِى ْاألَ ْم ِر ِمن ُك ْم فَإِن تَنَا َز ْعتُ ْم فِي َش ْى ٍء‬
َ ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذ‬
ً‫ك َخ ْي ُُر َوأَحْ َس ُن تَأْ ِويال‬
َ ِ‫ون بِاهللِ َو ْاليَ ْو ِم ْاألَ ِخ ِر َذل‬
َ ُ‫ُول إِن ُكنتُ ْم تُ ْؤ ِمن‬ ِ ‫فَ ُر ُّدوهُ إِلَى‬
ِ ‫هللا َوال َّرس‬
“Hai orang-orang yang beriman,  ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(Nya), dan  ulil amri(ulama dam umara’)
diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya“. [An Nisaa:59].
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk taat
kepadaNya dan taat kepada RasulNya. Allah mengulangi kata kerja (yakni: ta’atilah!) sebagai
pemberitahuan bahawa mentaati RasulNya wajib secara mutlak, dengan tanpa meninjau (mengukur) apa
yang beliau perintahkan dengan Al Qur’an. Bahkan jika beliau memerintahkan, maka wajib ditaati secara
mutlak, baik yang beliau perintahkan itu terdapat dalam Al Qur’an ataupun tidak. Karena sesungguhnya,
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi Al Qur’an dan yang semisalnya”. [4]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah juga berkata: “Kemudian Allah memerintahkan orang-orang
beriman agar mengembalikan permasalahan yang mereka perselisihkan kepada Allah dan RasulNya, jika
mereka benar-benar orang-orang yang beriman. Dan Allah memberitahu mereka, bahawa hal itu lebih
utama bagi mereka di dunia ini, dan lebih baik akibatnya di akhirnya. Ini mengandung beberapa perkara.
Pertama : Orang-orang yang beriman terkadang berselisih pada sebagian hukum-hukum. Perselisihan
pada sebagian hukum tidak mengakibatkan mereka keluar dari keimanan (tidak kufur), jika mereka
mengembalikan masalah yang mereka perselisihkan kepada Allah dan RasulNya, sebagaimana yang
Allah syaratkan. Dan tidak disangsikan lagi, bahawa satu ketetapan hukum yang diterikat dengan satu
syarat, maka ketetapan itu akan hilang jika syaratnya tidak ada.
Kedua : Firman Allah “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu“, (maksudnya)
mencakup seluruh masalah yang diperselisihkan oleh orang-orang yang beriman, berupa masalah
agama, baik kecil atau yang besar, yang terang dan yang samar.
Ketiga : Manusia telah sepakat bahawa mengembalikan kepada Allah, maksudnyamengembalikan
kepada kitabNya. (Dan) mengembalikan kepada RasulNya adalah mengembalikan kepada diri beliau di
saat hidupnya dan kepada Sunnahnya setelah wafatnya.
Keempat : Allah menjadikan “mengembalikan apa yang mereka perselisihkan kepada kepada Allah dan
RasulNya” termasuk tuntutan dan  natijah iman. Sehingga jika itu tidak ada, iman pun hilang.[5]
 4. Hidayah (Petunjuk) Hanyalah Dengan Mengikuti Sunnah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam
.

ُ‫ ال َّرسُو َل فَإِن تَ َولَّ ْوا فَإِنَّ َما َعلَ ْي ِه َما ُح ِّم َل َو َعلَ ْي ُكم َّما ُح ِّم ْلتُ ْم َوإِن تُ ِطيعُوه‬Œ‫قُلْ أَ ِطيعُوا هللاَ َوأَ ِطيعُوا‬
ُ ِ‫غ ْال ُمب‬
‫ين‬ ُ َ‫ُول إِالَّ ْالبَال‬
ِ ‫تَ ْهتَ ُدوا َو َما َعلَى ال َّرس‬
“Katakanlah: “Ta’atlah kepada Allah dan ta’atlah kepada Rasul; dan jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya kewajiban Rasul hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, kewajiban kamu adalah apa
yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan
tiada lain kewajiban Rasul hanya menyampaikan (amanat Allah) dengan terang“. [An Nuur:54].
Dalam menafsirkan ayat “Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk”, Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata : “Menuju jalan yang lurus dalam perkataan dan
perbuatan. Sehingga tidak ada jalan bagimu menuju petunjuk, kecuali dengan mentaatinya. Tanpa itu,
tidak mungkin, bahkan mustahil”. [6]
5. Ancaman Keras Terhadap Orang-Orang Yang Menyelisihi Perintah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa
Sallam.

‫ُصيبَهُ ْم َع َذابٌ أَلِي ٌم‬


ِ ‫صيبَهُ ْم فِ ْتنَةٌ أَ ْو ي‬
ِ ُ‫ون َع ْن أَ ْم ِر ِه أَن ت‬ َ ‫فَ ْليَحْ َذ ِر الَّ ِذ‬
َ ُ‫ين يُ َخالِف‬
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya (Rasul) takut akan ditimpa cobaan atau
ditimpa azab yang pedih“. [An Nuur:63].
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “FirmanNya ‘Maka hendaklah orang-orang yang
menyalahi perintahnya’, (perintah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam), yaitu jalan, ajaran, Sunnah, dan
syari’at beliau. Sehingga seluruh perkataan dan perbuatan ditimbang dengan perkataan dan perbuatan
Beliau. Yang sesuai dengan itu diterima, dan yang menyelisihinya dikembalikan kepada orang yang
mengatakannya atau orang yang melakukannya, siapa pun orang itu”.
Hendaklah orang yang menyelisihi / menyalahi syari’at Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, secara
lahir atau batin, takut (akan ditimpa fitnah, cobaan, musibah), yakni di dalam hati mereka, yang
berupa kekufuran atau kemunafikan atau bid’ah. (Atau ditimpa azab yang pedih), yakni di dunia dengan
pembunuhan, had (hukuman), penahanan atau semacamnya”. [7]
6. Perintah Mengikuti Wahyu Yang Diturunkan Allah Kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa
Sallam, Yang Mencakup Al Qur’an Dan As Sunnah.
Allah Azza wa Jalla berfirman:

َ ‫نز َل إِلَ ْي ُكم ِّمن َّربِّ ُك ْم َوالَ تَتَّبِعُوا ِمن ُدونِ ِه أَ ْولِيَآ َء قَلِيالً َما تَ َذ َّكر‬ُ
‫ُون‬ ِ ‫اتَّبِعُوا َمآ أ‬
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-
pemimpin selainNya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya)“. [Al A’raf : 3].
 Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk mengikuti
apa yang diturunkan dariNya secara khusus. Dia memberitahukan,barangsiapa mengikuti selainNya,
maka dia telah mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya“.[8].
Ketahuilah, bahawa yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah Al Kitab (Al Qur’an) dan Al Hikmah (As Sunnah), sebagaimana Allah Azza wa Jalla telah
berfirman:
ِ ‫هللا َعلَ ْي ُك ْم َو َمآأَن َز َل َعلَ ْي ُكم ِّم َن ا ْل ِكتَا‬
‫ب َوا ْل ِح ْك َم ِة‬ ِ َ‫َو ْاذ ُك ُروا نِ ْع َمت‬
“Dan ingatlah nikmat Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al Hikmah“. [Al Baqarah : 231].

َ‫اب َو ْال ِح ْك َمة‬


َ َ‫ك ْال ِكت‬
َ ‫َوأَن َز َل هللاُ َعلَ ْي‬
“Dan Allah telah menurunkan Al Kitab  dan Al Hikmah  kepadamu“. [An Nisaa’:113]
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata: “Allah menyebutkan Al Kitab, yaitu Al Qur’an. Dan
menyebutkan Al Hikmah. Aku telah mendengar orang yang aku ridhai, yaitu orang yang ahli ilmu Al
Qur’an mengatakan, ‘Al Hikmah adalah Sunnah Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam“. [9]
7. Wajib Menyerah Terhadap Hukum Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam
Allah Azza wa Jalla berfirman:

‫وا فِي أَنفُ ِس ِه ْم َح َرجًا ِّم َّما‬


ْ ‫ك فِي َما َش َج َر بَ ْينَهُ ْم ثُ َّم الَ يَ ِج ُد‬
َ ‫ون َحتَّى يُ َح ِّك ُمو‬
َ ُ‫ك الَ ي ُْؤ ِمن‬
َ ِّ‫فَالَ َو َرب‬
‫ْت َويُ َسلِّ ُموا تَ ْسلِي ًما‬
َ ‫ضي‬ َ َ‫ق‬
“Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim
dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya“. [An Nisaa:65].
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan diriNya yang
mulia, yang suci, bahawa seseorang tidak beriman sehingga menjadikanRasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sebagai hakim di dalam segala perkara. Apa yang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam putuskan
adalah haq, wajib dipatuhi secara lahir dan batin. Oleh karena itu Allah berfirman ‘kemudian mereka tidak
merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya’. Yaitu jika mereka telah menjadikanmu sebagai hakim,mereka mentaatimu di dalam
batin mereka, kemudian tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan,
dan mereka tunduk kepadanya lahir batin, dan menerimanya dengan sepenuhnya, tanpa menolak dan
membantah”. [10]
8. Wajib Tunduk Tanpa Pilihan, Terhadap Keputusan Allah Dan Keputusan RasulNya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:

‫ون لَهُ ُم ْال ِخيَ َرةَ ِم ْن أَ ْم ِر ِه ْم‬


َ ‫ضى هللاُ َو َرسُولَهُ أَ ْمرًا أَن يَ ُك‬
َ َ‫ان لِ ُم ْؤ ِم ٍن َوالَ ُم ْؤ ِمنَ ٍة إِ َذا ق‬
َ ‫َو َما َك‬
‫ضالَالً ُّمبِينًا‬ َ ‫ض َّل‬ َ ‫ْص هللاَ َو َرسُولَهُ فَقَ ْد‬
ِ ‫َو َمن يَع‬
“Dan  tidaklah patut  bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila
Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat,
sesat yang nyata“. [Al Ahzab : 36].
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ayat ini umum dalam segala perkara. Yaitu, jika Allah dan
RasulNya telah menetapkan sesuatu, maka tidak ada hak bagi siapa pun menyelisihinya, dan tidak ada
pilihan (yang lain) bagi siapapun, tidak juga ada pendapat dan perkataan“. [11].
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata : “Sesungguhnya tidak ada perbedaan
antara keputusan Allah dengan keputusan RasulNya. Orang mukmin tidak ada pilihan untuk menyelisihi
keduanya. Dan maksiat kepada Rasul (sama ertinya) seperti maksiat  kepada Allah. Yang demikian itu
merupakan kesesatan yang nyata“. [12]

 9. As Sunnah Adalah Penjelas Al Qur’an, Maka


Keduanya Tidak Boleh Dipisahkan.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
َ ‫اس َما نُ ِّز َل إِلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّهُ ْم يَتَفَ َّكر‬
‫ُون‬ َ ‫َوأَن َز ْلنَآ إِلَ ْي‬
ِ َّ‫ك ال ِّذ ْك َر لِتُبَي َِّن لِلن‬
“Dan Kami turunkan Adz Dzikr (peringatan, Al Qur’an) kepadamu, agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan“. [An Nahl : 44].
 Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata : “Firman Allah ‘Dan Kami turunkan Adz Dzikr(peringatan)
kepadamu – yakni Al Qur’an – agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka – yaitu dari Rabb mereka -‘. Karena pengetahuanmu terhadap makna yang telah Allah
turunkan, dan karena keinginanmu terhadapnya dan engkau mengikutinya, dan karena pengetahuan
Kami bahawa engkau adalah sebaik-baik makhluk dan penghulu anak Adam, sehingga engkau
menjelaskan dan menerangkan apa yang (Al Qur’an) menyebutkan secara umum, dan engkau
menjelaskan kepada mereka apa yang susah difahami (supaya mereka memikirkan), yaitu
memperhatikan diri mereka, kemudian mendapatkan petunjuk, lalu meraih keberuntungan dengan
keselamatan di dua negeri (dunia dan akhirat)”. [13]
Dengan demikian, orang-orang yang berusaha memisahkan Al Qur’an dengan As Sunnah, dengan
sangkaan bahawa sebagian Sunnah bertentangan dengan Al Qur’an atau dengan akal, maka alangkah
jauhnya mereka dari akal yang sehat, jalan yang lurus, dan dari iman yang benar!
 10. Larangan Mendahului Allah Dan RasulNya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:

‫ي هللاِ َو َرسُولِ ِه َواتَّقُوا هللاَ إِ َّن هللاَ َس ِمي ٌع َعلِي ُُم‬ َ ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذ‬
ِ ‫ين َءا َمنُوا الَ تُقَ ِّد ُموا بَي َْن يَ َد‬
“Hai orang-orang yang beriman,  janganlah kamu mendahului  Allah dan RasulNya
danbertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“. [Al Hujurat :
1].
 Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata : “Yaitu  janganlah engkau berkata sebelum dia( Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam) berkata. Janganlah engkau memerintah sebelum dia (Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam) memerintah. Janganlah engkau berfatwa sebelum dia  ( Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ) berfatwa. Janganlah engkau memutuskan perkara sebelum dia ( Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam) yang memutuskan perkara padanya dan melangsungkan keputusannya“. [14]

DALIL AS SUNNAH
1. Wasiat Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Untuk Berpegang Dengan Sunnahnya Dan Sunnah Khulafaur
Rasyidin.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

‫ًّا فَإِنَّهُ َم ْن يَ ِعشْ ِم ْن ُك ْم بَ ْع ِدي فَ َسيَ َرى‬Œ´‫وصي ُك ْم بِتَ ْق َوى هَّللا ِ َوال َّس ْم ِع َوالطَّا َع ِة َوإِ ْن َع ْبدًا َحبَ ِشًي‬ ِ ُ‫أ‬
‫ين تَ َم َّس ُكوا بِهَا َو َعضُّ وا َعلَ ْيهَا‬ َ ‫َّاش ِد‬
ِ ‫ِّين الر‬ َ ‫ت َو ُسنَّ ِة ْال ُخلَفَا ِء ْال َم ْه ِدي‬
ِ َّ‫اختِاَل فًا َكثِيرًا فَ َعلَ ْي ُك ْم بِ ُسن‬
ْ
ٌ‫ضاَل لَة‬ َ ‫ور فَإ ِ َّن ُك َّل ُمحْ َدثَ ٍة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬ ُ ِ ‫اج ِذ َوإِيَّا ُك ْم َو ُمحْ َدثَا‬
ِ ‫ت اأْل ُم‬ ِ ‫بِالنَّ َو‬
“Aku wasiatkan kepadamu untuk bertaqwa kepada Allah; mendengar dan taat (kepada penguasa kaum
muslimin), walaupun (ia) seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa hidup
setelahku, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagimu berpegang kepada Sunnahku
dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan gigitlah dengan gigi
geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama), karena semua perkara baru (dalam agama)
adalah bid’ah, dan semua bid’ah merupakan kesesatan”. [HR Abu Dawud, no. 4.607; Tirmidzi, 2.676; Ad
Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah].
2. Kewajiban Mentaati Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, Dan Diantara Penyebab Kebinasaan Umat, Ialah
Karena Menyelisihi Para Nabinya.
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
‫اختِاَل فِ ِه ْم َعلَى أَ ْنبِيَائِ ِه ْم فَإ ِ َذا نَهَ ْيتُ ُك ْم َع ْن‬
ْ ‫ان قَ ْبلَ ُك ْم بِ ُس َؤالِ ِه ْم َو‬ َ َ‫َد ُعونِي َما تَ َر ْكتُ ُك ْم إِنَّ َما هَل‬
َ ‫ك َم ْن َك‬
‫َش ْي ٍء فَاجْ تَنِبُوهُ َوإِ َذا أَ َمرْ تُ ُك ْم بِأ َ ْم ٍر فَأْتُوا ِم ْنهُ َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم‬
“Biarkan aku apa yang aku tinggalkan. Sesungguhnya orang-orang sebelum engkau binasa disebabkan
oleh pertanyaan mereka dan penyelisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka. Jika aku melarangmu dari
sesuatu, maka jauhilah ia, dan jika aku memerintahkanmu dengan sesuatu, maka lakukanlah
semampumu“ [HR Bukhari, no. 7.288, dari Abu Hurairah].
3. Apa Yang Diharamkan Oleh Nabi Shallallahu Alihi Wa Sallam Wajib Diterima, Sebagaimana Apa Yang
Diharamkan Oleh Allah.
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

‫ان َعلَى أَ ِري َكتِ ِه يَقُو ُل َعلَ ْي ُك ْم بِهَ َذا‬ ُ ‫ك َر ُج ٌل َش ْب َع‬ ِ ‫اب َو ِم ْثلَهُ َم َعهُ أَاَل ي‬
ُ ‫ُوش‬ َ َ‫يت ْال ِكت‬ُ ِ‫أَاَل إِنِّي أُوت‬
‫آن فَ َما َو َج ْدتُ ْم فِي ِه ِم ْن َحاَل ٍل فَأ َ ِحلُّوهُ َو َما َو َج ْدتُ ْم فِي ِه ِم ْن َح َر ٍام فَ َحرِّ ُموهُ أَاَل اَل يَ ِحلُّ لَ ُك ْم‬ ِ ْ‫ْالقُر‬
‫ب ِم ْن ال َّسب ُِع َواَل لُقَطَةُ ُم َعا ِه ٍد إِاَّل أَ ْن يَ ْستَ ْغنِ َي َع ْنهَا‬ ٍ ‫ار اأْل َ ْهلِ ِّي َواَل ُكلُّ ِذي نَا‬ ِ ‫لَحْ ُم ْال ِح َم‬
ُ‫احبُهَا َو َم ْن نَ َز َل بِقَ ْو ٍم فَ َعلَ ْي ِه ْم أَ ْن يَ ْقرُوهُ فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْقرُوهُ فَلَهُ أَ ْن يُ ْعقِبَهُ ْم بِ ِم ْث ِل قِ َراه‬
ِ ‫ص‬َ
“Ingatlah, sesungguhnya aku diberi Al Kitab (Al-Qur’an) dan (diberi) yang semisalnya (yaitu As Sunnah)
bersamanya.”
“Ingatlah, hampir ada seorang laki-laki yang kenyang berada di atas tempat tidurnya yang dihiasi, dia
akan berkata : “Kamu wajib berpegang dengan Al Qur’an ini. Apa yang kamu dapati di dalamnya perkara
yang halal, maka halalkanlah ia! Dan apa yang kamu dapati di dalamnya perkara yang haram, maka
haramkanlah ia!”
“Ingatlah, tidak halal bagi kamu daging keledai jinak, dan (tidak halal) seluruh yang bertaring dari
binatang buas, dan (tidak halal) barang temuan milik orang kafir mu’ahid[15], kecuali jika pemiliknya
tidak memerlukannya. Barangsiapa bertamu kepada satu kaum, maka mereka wajib menjamunya. Jika
mereka tidak menjamunya, maka dia berhak mengambil dari mereka dengan semisal jamuannya“. [HR
Abu Dawud, no. 4.604; Tirmidzi, Ahmad, dan Al Hakim dari Al Miqdam bin Ma’di Karib. Dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani].
Dalam riwayat lain dengan lafazh :

‫ث ِم ْن َح ِديثِي فَيَقُو ُل بَ ْينَنَا َوبَ ْينَ ُك ْم ِكتَابُ هَّللا ِ َع َّز‬ ُ ‫ك ال َّر ُج ُل ُمتَّ ِكئًا َعلَى أَ ِري َكتِ ِه يُ َح َّد‬
ٍ ‫ث بِ َح ِدي‬ ُ ‫ُوش‬
ِ ‫ي‬
‫َو َج َّل َما َو َج ْدنَا فِي ِه ِم ْن َحاَل ٍل ا ْستَحْ لَ ْلنَاهُ َو َما َو َج ْدنَا فِي ِه ِم ْن َح َر ٍام َح َّر ْمنَاهُ أَاَّل َوإِ َّن َما َح َّر َم‬
ُ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِم ْث ُل َما َح َّر َم هَّللا‬
َ ِ ‫َرسُو ُل هَّللا‬
“Hampir ada seorang laki-laki yang bersandar di atas tempat tidurnya yang dihiasi, disampaikan
kepadanya sebuah hadits dariku, lalu dia akan berkata: “Diantara kami dan kamu ada kitab Allah . Apa
yang kita dapati di dalamnya perkara yang halal, maka kita menghalalkannya. Dan apa yang kita dapati di
dalamnya perkara yang haram, maka kita mengharamkannya!”
“Ingatlah, sesungguhnya apa yang diharamkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti apa
yang diharamkan oleh Allah”. [HR Ibnu Majah, no. 12, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani].

 4. Mentaati Rasul Merupakan Jalan Ke Syurga.


Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
‫ون ْال َجنَّةَ إِاَّل َم ْن أَبَى قَالُوا يَا َرسُو َل هَّللا ِ َو َم ْن يَأْبَى قَا َل َم ْن أَطَا َعنِي َد َخ َل‬
َ ُ‫ُكلُّ أُ َّمتِي يَ ْد ُخل‬
‫صانِي فَقَ ْد أَبَى‬
َ ‫ْال َجنَّةَ َو َم ْن َع‬
“Seluruh umatku akan masuk Syurga,  kecuali yang enggan!” Para sahabat bertanya,“Wahai, Rasulullah!
Siapakah yang enggan?” Beliau menjawab, “Siapa saja mentaatikudia masuk Syurga, dan siapa
saja bermaksiat kepadaku, maka dia benar-benar enggan (masuk Syurga).”. [HR Bukhari, no. 7.280, dari
Abu Hurairah].

 5. Berpegang Dengan Al Kitab Dan As Sunnah


Merupakan Jaminan Terhindar Dari Kesesatan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

‫اب هللاِ َو ُسنَّةَ َرس ُْولِ ِه‬ ِ َ‫ت فِ ْي ُك ْم أَ ْم َري ِْن لَ ْن ت‬


َ َ‫ ِكت‬: ‫ضلُّ ْوا َما تَ َم َّس ْكتُ ْم بِ ِه َما‬ ُ ‫تَ َر ْك‬
“Aku telah tinggalkan untukmu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya.
(Yaitu)  Kitab Allah dan  Sunnah RasulNya“. [Hadits shahih lighairihi, HR Malik; Al Hakim; Al Baihaqi; Ibnu
Nashr; Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim Al Hilali di dalam At Ta’zhim Wal Minnah Fil Intisharis
Sunnah, hlm. 12-13].
Dari keterangan di atas, jelaslah kedudukan As Sunnah terhadap Al Qur’an. Pertama. Memiliki kedudukan
yang sama sebagai sumber agama, karena As Sunnah dan Qur’an, keduanya merupakan wahyu. Kedua.
Memiliki kedudukan yang sama sebagai hujjah (argumen) dan wajib untuk diikuti.
 Kesimpulannya, Al Qur’an dan As Sunnah adalah dua yang saling menyatu, tidak berpisah. Dua yang
saling mencocoki, tidak bertentangan. Al hamdulillahi Rabbil ‘alamin.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus/Tahun VIII/1425H/2004M.]
Notakaki
[1]. Lihat kitab-kitab ushul fiqih dalam Bab: As Sunnah
[2]. Tafsir Taisir Karimir Rahman, surat Al Anfal : 1
[3]. Tafsir Ibnu Katsir, surat Ali ‘Imran: 32
[4]. I’lamul Muwaqqi’in (1 atau 2/46), Penerbit Darul Hadits, Kairo, Th. 1422 H / 2002 H.
[5]. Diringkas dari I’lamul Muwaqqi’in (2/47-48), Penerbit Darul Hadits, Kairo, Th. 1422 H / 2002 H.
[6]. Tafsir Taisir Karimir Rahman, surat An Nuur : 54
[7]. Tafsir Ibnu Katsir, surat An Nuur : 63
[8]. I’lamul Muwaqqi’in (2/46), Penerbit Darul Hadits, Kairo, Tahun 1422 H / 2002 H.
[9]. Ar Risalah, hlm. 32, 33.
[10]. Tafsir Ibnu Katsir, surat An Nisa’: 65
[11] Tafsir Ibnu Katsir, surat Al Ahzaab : 36
[12]. Al Hadits Hujjatun Binafsihi, hlm. 33.
[13]. Tafsir Ibnu Katsir, surat An Nahl : 44
[14]. I’lamul Muwaqqi’in (2/49), Penerbit Darul Hadits, Kairo, Th. 1422 H / 2002 H.
[15]. Orang kafir yang ada perjanjian keamanan dengan kaum muslimin
LATEST POSTS

 SUNNAH SUMBER AGAMA


‫‪‬‬ ‫الصفحة الرئيسية‬

‫‪Siti Rahmayanti‬‬
‫‪Thursday, March 14, 2013‬‬

‫‪Dalil-dalil tentang akhlak‬‬

‫‪Firman Allah subhanahu wa ta’ala :‬‬


‫َظ ٍيم‬ ‫ك لَ َعلى ُخلُ ٍ‬
‫قع ِ‬ ‫َوإِنَّ َ‬
‫‪Dan sesungguhnya kamu benar-benar berakhlak yang agung. ( QS. Al-‬‬
‫) ‪Qalam : 4‬‬

‫‪Firman Allah Subhanahu wa ta’ala :‬‬


‫إِنَّا أَ ْخلَصْ نَاهُم بِخَالِ َ‬
‫ص ٍة ِذ ْك َرى ال َّد ِ‬
‫ار‬

‫‪Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan‬‬


‫‪(menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu‬‬
‫) ‪mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.(QS.Shaad : 46‬‬

‫‪Hadits dari Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :‬‬

‫ك بْنُ‬ ‫ش ْالبَ ْغدَا ِديُّ َح َّدثَنَا َحبَّانُ بْنُ ِهاَل ٍل َح َّدثَنَا ُمبَا َر ُ‬ ‫سنن الترمذي ‪َ :١٩٤١‬ح َّدثَنَا أَحْ َم ُد بْنُ ْال َح َس ِن ب ِْن ِخ َرا ٍ‬
‫ضالَةَ َح َّدثَنِي َع ْب ُد َربِّ ِه بْنُ َس ِعي ٍد ع َْن ُم َح َّم ِد ب ِْن ْال ُم ْن َك ِد ِر ع َْن َجابِ ٍر‬ ‫فَ َ‬
‫اسنَ ُك ْم أَ ْخاَل قًا َوإِ َّن‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل إِ َّن ِم ْن أَ َحبِّ ُك ْم إِلَ َّي َوأَ ْق َربِ ُك ْم ِمنِّي َمجْ لِسًا يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة أَ َح ِ‬
‫أَ َّن َرسُو َل هَّللا ِ َ‬
‫ض ُك ْم إِلَ َّي َوأَ ْب َع َد ُك ْم ِمنِّي َمجْ لِسًا يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة الثَّرْ ثَارُونَ َو ْال ُمتَ َش ِّدقُونَ َو ْال ُمتَفَ ْي ِهقُونَ قَالُوا يَا َرسُو َل هَّللا ِ قَ ْد َعلِ ْمنَا‬ ‫أَ ْب َغ َ‬
‫الثَّرْ ثَارُونَ َو ْال ُمتَ َش ِّدقُونَ فَ َما ْال ُمتَفَ ْي ِهقُونَ قَا َل ْال ُمتَ َكبِّرُونَ‬
‫ضهُ ْم هَ َذا‬‫َريبٌ ِم ْن هَ َذا ْال َوجْ ِه َو َر َوى بَ ْع ُ‬ ‫يث َح َس ٌن غ ِ‬ ‫قَا َل أَبُو ِعي َسى َوفِي ْالبَاب ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ َوهَ َذا َح ِد ٌ‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َولَ ْم يَ ْذ ُكرْ فِي ِه‬
‫ضالَةَ ع َْن ُم َح َّم ِد ب ِْن ْال ُم ْن َك ِد ِر ع َْن َجابِ ٍر ع َْن النَّبِ ِّي َ‬ ‫يث ع َْن ْال ُمبَا َر ِك ب ِْن فَ َ‬ ‫ْال َح ِد َ‬
‫اس فِي ْالكَاَل ِم‬ ‫ق الَّ ِذي يَتَطَا َو ُل َعلَى النَّ ِ‬ ‫صحُّ َوالثَّرْ ثَا ُر هُ َو ْال َكثِي ُر ْالكَاَل ِم َو ْال ُمتَ َش ِّد ُ‬
‫ع َْن َع ْب ِد َربِّ ِه ب ِْن َس ِعي ٍد َوهَ َذا أَ َ‬
‫َويَ ْب ُذو َعلَ ْي ِه ْم‬
‫‪Sunan Tirmidzi 1941: dari Jabir bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi‬‬
‫‪wasallam bersabda: "Sesungguhnya di antara orang yang paling aku‬‬
‫‪cintai dan yang tempat duduknya lebih dekat kepadaku pada hari kiamat‬‬
‫‪ialah orang yang akhlaknya paling bagus. Dan sesungguhnya orang‬‬
‫‪yang paling aku benci dan paling jauh tempat duduknya dariku pada‬‬
‫‪hari kiamat ialah orang yang paling banyak bicara (kata-kata tidak‬‬
‫‪bermanfaat dan memperolok manusia)." Para shahabat bertanya,‬‬
‫‪"Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling banyak bicara itu?" Nabi‬‬
‫"‪menjawab: "Yaitu orang-orang yang sombong.‬‬
‫‪Hadits dari Ibnu Abu Mulaikah :‬‬

‫ُّوب ع َْن اب ِْن أَبِي ُملَ ْي َكةَ ع َْن‬ ‫اق ع َْن َم ْع َم ٍر ع َْن أَي َ‬ ‫سنن الترمذي ‪َ :١٨٩٦‬ح َّدثَنَا يَحْ يَى بْنُ ُمو َسى َح َّدثَنَا َع ْب ُد ال َّر َّز ِ‬
‫ت‬ ‫عَائِ َشةَ قَالَ ْ‬
‫صلَّى‬‫ِّث ِع ْن َد النَّبِ ِّي َ‬‫ب َولَقَ ْد َكانَ ال َّر ُج ُل يُ َحد ُ‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِم ْن ْال َك ِذ ِ‬ ‫ُول هَّللا ِ َ‬ ‫ق أَ ْبغ َ‬
‫َض إِلَى َرس ِ‬ ‫َما َكانَ ُخلُ ٌ‬
‫َث ِم ْنهَا تَوْ بَةً‬ ‫هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِ ْال ِك ْذبَ ِة فَ َما يَزَا ُل فِي نَ ْف ِس ِه َحتَّى يَ ْعلَ َم أَنَّهُ قَ ْد أَحْ د َ‬
‫يث َح َس ٌن‬ ‫قَا َل أَبُو ِعي َسى هَ َذا َح ِد ٌ‬
‫;‪Sunan Tirmidzi 1896: dari Ibnu Abu Mulaikah dari Aisyah ia berkata‬‬
‫‪Tidak ada akhlak yang paling dibenci Allah melebihi sifat dusta.‬‬
‫‪Hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi rahimahulaah :‬‬

‫ب ب ِْن أَبِي‬ ‫ار َح َّدثَنَا َع ْب ُد الرَّحْ َم ِن بْنُ َم ْه ِديٍّ َح َّدثَنَا ُس ْفيَانُ ع َْن َحبِي ِ‬ ‫سنن الترمذي ‪َ :١٩١٠‬ح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ بَ َّش ٍ‬
‫ب ع َْن أَبِي َذرٍّ قَا َل‬ ‫ون ب ِْن أَبِي َشبِي ٍ‬ ‫ت ع َْن َم ْي ُم ِ‬ ‫ثَابِ ٍ‬
‫اس بِ ُخلُ ٍ‬
‫ق‬ ‫ق النَّ َ‬ ‫ق هَّللا ِ َح ْيثُ َما ُك ْنتَ َوأَ ْتبِ ْع ال َّسيِّئَةَ ْال َح َسنَةَ تَ ْم ُحهَا َوخَالِ ِ‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اتَّ ِ‬
‫قَا َل لِي َرسُو ُل هَّللا ِ َ‬
‫َح َس ٍن‬
‫ص ِحي ٌح َح َّدثَنَا َمحْ ُمو ُد بْنُ َغ ْياَل نَ َح َّدثَنَا أَبُو‬ ‫يث َح َس ٌن َ‬ ‫قَا َل َوفِي ْالبَاب ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ قَا َل أَبُو ِعي َسى هَ َذا َح ِد ٌ‬
‫ب ب ِْن أَبِي‬ ‫ب بِهَ َذا اإْل ِ ْسنَا ِد نَحْ َوهُ قَا َل َمحْ ُمو ٌد َح َّدثَنَا َو ِكي ٌع ع َْن ُس ْفيَانَ ع َْن َحبِي ِ‬ ‫أَحْ َم َد َوأَبُو نُ َعي ٍْم ع َْن ُس ْفيَانَ ع َْن َحبِي ٍ‬
‫َّحي ُح‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم نَحْ َوهُ قَا َل َمحْ ُمو ٌد َوالص ِ‬ ‫ب ع َْن ُم َعا ِذ ب ِْن َجبَ ٍل ع َْن النَّبِ ِّي َ‬ ‫ون ب ِْن أَبِي َشبِي ٍ‬ ‫ثَابِ ٍ‬
‫ت ع َْن َم ْي ُم ِ‬
‫يث أَبِي َذرٍّ‬ ‫َح ِد ُ‬

‫‪Sunan Tirmidzi 1910: dari Abu Dzar ia berkata; Rasulullah shallallahu‬‬


‫‪'alaihi wasallam pernah bersabda kepadaku: "Bertakwalah kamu kepada‬‬
‫‪Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah setiap keburukan dengan‬‬
kebaikan yang dapat menghapuskannya, serta pergauilah manusia
dengan akhlak yang baik."

Di hadits lain diririwayatkan pula :

‫َار ع َْن اب ِْن أَبِي ُملَ ْي َكةَ ع َْن يَ ْعلَى‬ ٍ ‫ َح َّدثَنَا ابْنُ أَبِي ُع َم َر َح َّدثَنَا ُس ْفيَانُ َح َّدثَنَا َع ْمرُو بْنُ ِدين‬:١٩٢٥ ‫سنن الترمذي‬
‫ب ِْن َم ْملَ ٍك ع َْن أُ ِّم الدَّرْ دَا ِء ع َْن أَبِي الدَّرْ دَا ِء‬
ُ‫ق َح َس ٍن َوإِ َّن هَّللا َ لَيُ ْب ِغض‬ ٍ ُ‫َان ْال ُم ْؤ ِم ِن يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة ِم ْن ُخل‬
ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َما َش ْي ٌء أَ ْثقَ ُل فِي ِميز‬
َ ‫أَ َّن النَّبِ َّي‬
‫ش ْالبَ ِذي َء‬ َ ‫اح‬ ِ َ‫ْالف‬
‫ص ِحي ٌح‬ َ ‫يث َح َس ٌن‬ ٌ ‫يك َوهَ َذا َح ِد‬ٍ ‫س َوأُ َسا َمةَ ب ِْن َش ِر‬ ٍ َ‫قَا َل أَبُو ِعي َسى َوفِي ْالبَاب ع َْن عَائِ َشةَ َوأَبِي هُ َر ْي َرةَ َوأَن‬

Sunan Tirmidzi 1925: dari Abu Darda` bahwasanya Nabi shallallahu


'alaihi wasallam bersabda: "Tidak sesuatu yang lebih berat dalam
timbangan seorang mukmin kelak pada hari kiamat daripada akhlak
yang baik. Sesungguhnya Allah amatlah murka terhadap seorang yang
keji lagi jahat."

Sungguh bahwa akhlak yang buruk itu sangat tidak disukai sehingga
Rasulullahshalallahu’alaihi wa sallam sendiri berlindung dari akhlah yang
buruk sebagaimana diriwayatkan dalam hadits sebagai berikut:

َ‫ير َوأَبُو أُ َسا َمةَ ع َْن ِم ْس َع ٍر ع َْن ِزيَا ِد ب ِْن ِعاَل قَة‬ ٍ ‫يع َح َّدثَنَا أَحْ َم ُد بْنُ بَ ِش‬
ٍ ‫ َح َّدثَنَا ُس ْفيَانُ بْنُ َو ِك‬:٣٥١٥ ‫سنن الترمذي‬
‫ع َْن َع ِّم ِه قَا َل‬
‫ال َواأْل َ ْه َوا ِء‬ ِ ‫ق َواأْل َ ْع َم‬
ِ ‫ت اأْل َ ْخاَل‬
ِ ‫ك ِم ْن ُم ْن َك َرا‬َ ِ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل اللَّهُ َّم إِنِّي أَعُو ُذ ب‬
َ ‫َكانَ النَّبِ ُّي‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه‬
َ ‫احبُ النَّبِ ِّي‬ ِ ‫ص‬ َ ‫طبَةُ بْنُ َمالِ ٍك‬ ْ ُ‫َريبٌ َو َع ُّم ِزيَا ِد ب ِْن ِعاَل قَةَ هُ َو ق‬ ِ ‫يث َح َس ٌن غ‬ ٌ ‫قَا َل أَبُو ِعي َسى هَ َذا َح ِد‬
‫َو َسلَّ َم‬
Sunan Tirmidzi 3515: dari Mis'ar dari Ziyad bin 'Ilaqah dari pamannya
dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan:
"ALAAHUMMA INNII A'UUDZU BIKA MIN MUNKARAATIL AKHLAAQ
WAL A'MAALI WAL AHWAAAI" (Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu
dari berbagai kemungkaran akhlak, amal maupun hawa nafsu)."
Diriwayatkan bahwa sesuatu yang paling berat dalam timbangan seorang
mukmin pada hari kiamat adalah akhlak yang baik, sebagaimana
disebutkan dalam hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :

‫َار ع َْن اب ِْن أَبِي ُملَ ْي َكةَ ع َْن يَ ْعلَى‬


ٍ ‫ َح َّدثَنَا ابْنُ أَبِي ُع َم َر َح َّدثَنَا ُس ْفيَانُ َح َّدثَنَا َع ْمرُو بْنُ ِدين‬:١٩٢٥ ‫سنن الترمذي‬
‫ب ِْن َم ْملَ ٍك ع َْن أُ ِّم الدَّرْ دَا ِء ع َْن أَبِي الدَّرْ دَا ِء‬
ُ‫ق َح َس ٍن َوإِ َّن هَّللا َ لَيُ ْب ِغض‬ ٍ ُ‫َان ْال ُم ْؤ ِم ِن يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة ِم ْن ُخل‬
ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َما َش ْي ٌء أَ ْثقَ ُل فِي ِميز‬
َ ‫أَ َّن النَّبِ َّي‬
‫ش ْالبَ ِذي َء‬ َ ‫اح‬ ِ َ‫ْالف‬
‫ص ِحي ٌح‬ َ ‫يث َح َس ٌن‬ ٌ ‫يك َوهَ َذا َح ِد‬ٍ ‫س َوأُ َسا َمةَ ب ِْن َش ِر‬ ٍ َ‫قَا َل أَبُو ِعي َسى َوفِي ْالبَاب ع َْن عَائِ َشةَ َوأَبِي هُ َر ْي َرةَ َوأَن‬
Sunan Tirmidzi 1925: dari Abu Darda` bahwasanya Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Tidak sesuatu yang lebih berat dalam
timbangan seorang mukmin kelak pada hari kiamat daripada akhlak
yang baik. Sesungguhnya Allah amatlah murka terhadap seorang yang
keji lagi jahat."

Hadits yang menyebutkan bahwa yang paling banyak memasukkan orang-


orang kedalam surga adalah akhlak yang mulia sebagaimana hadits sebagai
berikut :

‫يس َح َّدثَنِي أَبِي ع َْن َجدِّي ع َْن‬ َ ‫ب ُم َح َّم ُد بْنُ ْال َعاَل ِء َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ إِ ْد ِر‬
ٍ ‫ َح َّدثَنَا أَبُو ُك َر ْي‬:١٩٢٧ ‫سنن الترمذي‬
‫أَبِي هُ َر ْي َرةَ قَا َل‬
‫ق َو ُسئِ َل ع َْن‬ ِ ُ‫اس ْال َجنَّةَ فَقَا َل تَ ْق َوى هَّللا ِ َو ُحسْنُ ْال ُخل‬ َ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ع َْن أَ ْكثَ ِر َما يُ ْد ِخ ُل الن‬
َ ِ ‫ُسئِ َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫اس النَّا َر فَقَا َل ْالفَ ُم َو ْالفَرْ ُج‬َ َّ‫أَ ْكثَ ِر َما يُ ْد ِخ ُل الن‬
ُّ‫يس هُ َو ابْنُ يَ ِزي َد ب ِْن َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن اأْل َوْ ِدي‬
َ ‫َريبٌ َو َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ إِ ْد ِر‬ ِ ‫ص ِحي ٌح غ‬ َ ‫يث‬ ٌ ‫قَا َل أَبُو ِعي َسى هَ َذا َح ِد‬

Sunan Tirmidzi 1927: dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah


shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya tentang sesuatu yang paling
banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, maka beliau pun
menjawab: "Takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia." Dan beliau
juga ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke
dalam neraka, maka beliau menjawab: "Mulut dan kemaluan."

Posted by Siti RahmayantiPisces at 7:09 AM

Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

No comments:

Post a Comment

Older Post Home


Total Pageviews
45,721
Followers
Google+ Followers
Popular Posts

Dalil-dalil tentang akhlak

Firman Allah subhanahu wa ta’ala : ‫ َوإِ َّنكَ َلعَ لى ُخل ُ ٍق عَ ظِ ٍيم‬Dan sesungguhnya kamu benar-benar berakhlak yang
agung.  ( QS. Al-Qalam...

 (no title)

Ketika Umar ibnul Khaththab radhiallahu'anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam:
"Wahai Rasulullah, har...

 (no title)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pula bersabda: "Empat perkara termasuk dari kebahagiaan,
yaitu wanita (istri) yang ...

 (no title)

Berkata Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah: "Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan kepada
para sahabatnya bahwa tidak b...

 (no title)

 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Umar ibnul Khaththab radhiallahu'anhu:
"Maukah aku beritakan kepadamu ...

 Dunia bagaikan samudra

Wahai anakku! dunia ini bagaikan samudra tempat banyak ciptaan-ciptaan nya yang tenggelam. Maka
jelajahilah dunia ini dengan menyebut namaa...

 (no title)
Abu Hurairoh r.a berkata : Rasulullah saw memegang tanganku dan berkata : Allah menjadikan tanah pada
hari sabtu dan menjadikan bukit pad...

Anda mungkin juga menyukai