Anda di halaman 1dari 5

Agustin R, Rozaliyani A, Hatta GF, Prawiroharjo P.

Tinjauan Etik Pembukaan Rahasia Medis dan ISSN 2598-179X (cetak)


Identitas Pasien pada Situasi Wabah Pandemi COVID-19 dan Kaitannya dengan Upaya Melawan Stigma ISSN 2598-053X (online)
Pasien Positif. JEKI. 2020;4(2):41–5. doi: 10.26880/jeki.v4i2.46.

Tinjauan Etik Pembukaan Rahasia Medis dan Identitas


Pasien pada Situasi Wabah Pandemi COVID-19 dan
Kaitannya dengan Upaya Melawan Stigma Pasien Positif
Rulliana Agustin1, Anna Rozaliyani2,3, Ghina Faradisa Hatta, Pukovisa Prawiroharjo2,4
1
Departemen Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
2

3
Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
4
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

Kata Kunci Abstrak Surveilans kesehatan masyarakat merupakan hal dasar yang
Pembukaan rahasia medis, identitas perlu dilaksanakan pada kejadian wabah penyakit menular. Akan
pasien, pandemi covid-19, stigma tetapi, pembukaan rahasia medis yang dikumpulkan pada kondisi
Korespondensi wabah (termasuk nama, alamat, diagnosis, riwayat keluarga, dan
pukovisa@ui.ac.id sebagainya) tanpa persetujuan pasien dapat berisiko bagi individu yang
Publikasi bersangkutan. Penanganan data tersebut perlu dilakukan secara hati-
© 2020 JEKI/ilmiah.id hati karena individu terkait dapat menghadapi stigmatisasi maupun
DOI diskriminasi bila informasi terkait dirinya, terutama data dengan hasil
10.26880/jeki.v4i2.46 tes positif, bocor ke publik. Maka dari itu, pengaturan dan panduan
Tanggal masuk: 21 Mei 2020 penggunaan pembukaan rahasia medis dalam kondisi wabah penyakit
Tanggal ditelaah: 24 Agustus 2020 menular memerlukan pendalaman etik yang baik. Terdapat beberapa
peraturan dan panduan yang mengatur kerahasiaan pasien dalam
Tanggal diterima: 28 Agustus 2020
kondisi wabah. Regulasi hukum serupa pun juga ditemukan pada
Tanggal publikasi: 4 September 2020 negara lainnya, seperti Amerika Serikat dan Inggris.

Abstract Public health surveillance is needed in any infectious disease outbreak. However, disclosing medical
secrets collected in an outbreak (including name, address, diagnosis, family history, etc.) without the patient’s
consent can pose a risk to the individual. The handling of this information needs to be done carefully because
the individual concerned can face stigmatization or discrimination if their information, especially in confirmed
patients, is leaked to the public. Therefore, the regulations and guidelines for the use of medical disclosures in
conditions of infectious disease outbreaks require a deep ethical discourse. There are several regulations which
assist the confidentiality of patients in epidemic conditions. Similar regulations are also found in other countries,
such as the United States and the United Kingdom.

Dalam menyikapi pandemi Coronavirus pola kedaruratan pada wabah pun diatur
Disease (COVID-19) yang tengah merebak pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik
tentunya diperlukan pengambilan keputusan Indonesia Nomor 1116/Menkes/SK/VII/2003
yang dituntut cepat, meskipun bukti untuk tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
pengambilan keputusan tersebut masih sedikit Surveilans Epidemiologi Kesehatan.3 Walaupun
dan sumber daya yang tersedia terbatas. surveilans kesehatan masyarakat merupakan
Observasi dan pengumpulan data yang hal yang mendasar dan wajib dilakukan pada
sistematis menjadi komponen yang esensial kejadian wabah penyakit menular, hal tersebut
dalam langkah penanganan, baik sebagai harus diikuti dengan pendalaman etik yang baik.
panduan manajemen di waktu sekarang Salah satunya adalah terkait pembukaan rahasia
maupun di masa yang akan datang. Mengacu medis dan identitas pasien serta dampaknya
pada Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun terhadap stigma di masyarakat.
1984 tentang Wabah Penyakit Menular1 dan
UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan2, Kewajiban perlindungan rahasia medis pada
salah satu upaya penanggulangan wabah kondisi wabah
yang harus dilakukan adalah penyelidikan Rahasia medis mengikat hubungan dokter
epidemiologis atau surveilans kesehatan oleh dan pasien dengan didasari oleh berbagai
pemerintah. Penyelenggaraan surveilans dengan peraturan. Sumpah Dokter Indonesia butir 4
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 2 Sep 2020 41
Tinjauan Etik Pembukaan Rahasia Medis dan Identitas Pasien pada Situasi Wabah Pandemi COVID-19
dan Kaitannya dengan Upaya Melawan Stigma Pasien Positif

menyatakan bahwa “Saya akan merahasiakan menyangkut pembukaan nama penjabat publik
segala sesuatu yang saya ketahui karena dan nama tenaga medis yang menjadi korban
keprofesian saya”.4 Hal itu ditegaskan oleh dapat diberikan penghargaan oleh dunia profesi
Kode Etik Kedokteran Indonesia Tahun 2012 kedokteran dan negara.7
(Kodeki) pada Pasal 16 yang menyatakan “Setiap Dengan demikian, pembukaan rahasia
dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang medis yang dikumpulkan pada kondisi
diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan wabah (termasuk nama, alamat, diagnosis,
juga setelah pasien itu meninggal dunia”5 riwayat keluarga, dan sebagainya) tanpa
dan selaras dengan UU No. 29 tahun 2004 persetujuan pasien dapat berisiko bagi
tentang Praktik Kedokteran pasal 48 ayat 1 individu yang bersangkutan.8–10 Maka dari
yang menyebutkan “Setiap dokter atau dokter itu, organisasi kesehatan dunia (World Health
gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran Organization,WHO) menyarankan bahwa di balik
wajib menyimpan rahasia kedokteran”.6 kebutuhan negara untuk mengendalikan wabah,
Rahasia kedokteran hanya dapat dibuka negara juga harus memastikan perlindungan
apabila ada alasan etik yang kuat dan apabila yang cukup terhadap risiko tersebut. Hal ini
dilakukanpenuh kehati-hatian. Hal ini juga dapat dilakukan dengan memastikan hukum
ditambahkan pada penjelasan Pasal 16 ayat kerahasiaan informasi pada aktivitas surveilans
3 Kodeki yang menjelaskan “Seorang dokter dan penggunaan informasi terbatas hanya
tidak boleh menggunakan rahasia pasiennya untuk tujuan awal dikumpulkannya informasi
untuk merugikan pasien, keluarga atau kerabat tersebut. Penggunaan dan pembagian informasi
dekatnya dengan membukanya kepada pihak untuk kegiatan selain surveilans maupun
ketiga atau yang tidak berkaitan”.5 Kewajiban riset yang kurang berhubungan, memerlukan
menjaga rahasia tersebut juga selaras dengan pengajuan etik terhadap komite yang
kaidah dasar bioetika autonomy dan beneficence. bersangkutan.11 Untuk keperluan surveilans,
Prinsip autonomy berlaku karena pada pembukaan idedntitas pasien dalam batas
umumnya penjagaan rahasia tersebut adalah tertentu masih dapat diterima, tapi untuk riset
yang diinginkan pasien dan beneficence karena tidak bisa diterima karena tidak ada alasan apa
menekankan berbuat baik demi kepentingan pun yang memerlukan pembukaan rahasia
pasien. identitas subjek penelitian. Seluruh data klinik
Mengacu pada Surat Keputusan Majelis boleh diungkapkan, kecuali identitas subjek
Kehormatan Etika Kedokteran Nomor 015/ penelitian.
PB/K.MKEK/03/2020 tentang Fatwa Etik
Kedokteran, Kebijakan Kesehatan, dan Pembukaan rahasia medis kepada individual
Penelitian dalam Konteks Pandemi COVID-19, dan komunitas
identitas pasien, dengan atau tanpa gejala, Telah dituangkan dalam Surat Keputusan
serta kasus positif tetap harus dilindungi. Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Nomor
Pada keadaan tertentu, informasi dapat 015/PB/K.MKEK/03/2020 tentang Fatwa
dibuka sebatas inisial nama, jenis kelamin, Etik Kedokteran, Kebijakan Kesehatan, dan
status kesehatan singkat (meninggal, klinis Penelitian dalam Konteks Pandemi COVID-19,
kritis berat, ataupun sembuh), usia dan bahwa rahasia medis terkait kepentingan
kronologis yang relevan terhadap penelusuran pengumpulan informasi wabah dapat dibuka
penularan. Adapun informasi klinis lainnya dalam kondisi dan batasan tertentu. Partisipasi
yang mendalam, yang tidak ada kepentingan universal masyarakat dalam pengumpulan
kesehatan masyarakat yang luas, seperti status informasi surveilans kesehatan ini tentu harus
kesehatan terperinci, penyakit penyerta, dan diikuti timbal balik dari pemerintah berupa
tatalaksana sebaiknya tidak dibuka. Akan pelaksanaan surveilans yang “transparan”.
tetapi, hal ini kembali lagi pada pengecualian Transparan dalam hal ini berarti pasien juga
terhadap ketentuan peraturan perundang- harus sadar informasi apa saja yang mereka
undangan yang berlaku, termasuk dalam halnya berikan, untuk apa, dan kemungkinan
42 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 2 Sep 2020
Agustin R, Rozaliyani A, Hatta GF, dan Prawiroharjo P

pembukaan informasi kepada pihak ketiga.7 9 ayat 3 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Selain itu, selaras dengan UU Nomor 36 Tahun Hak Asasi Manusia.2,13
2009 tentang Kesehatan Pasal 154, transparan Melalui hal ini, pembukaan informasi
juga merujuk pada kewajiban pemerintah medis tidak hanya terkait pembukaan
untuk mengumumkan hasil surveilans tersebut informasi ke publik, namun juga terkait
secara berkala, yakni mengumumkan jenis tujuan surveilans.8 Merujuk pada Surat
dan persebaran penyakit, termasuk daerah Keputusan MKEK terkait fatwa etik COVID-19,
yang berpotensi sebagai penularan. Hal ini pembukaan informasi medis terbatas pada hal
merupakan hal yang penting demi terjaganya yang relevan terhadap penelusuran penularan,
hak kesehatan masyarakat secara keseluruhan tanpa mengungkap identitas lengkap pasien.7
di semua wilayah.2 Perlu diingat bahwa suatu Tentunya, pengungkapan identitas tersebut
perbuatan dianggap baik/etis apabila tujuannya dapat mendapat pengecualian untuk beberapa
baik, dilakukan dengan cara yang baik, disertai tokoh dengan perundang-undangan dan
dilakukan pada waktu, tempat, dan situasi yang alasan etik yang kuat. Terkait penelitian dan
sesuai. surveilans, pembagian data yang dibutuhkan
WHO merekomendasikan pembagian juga harus melindungi rahasia medis terperinci
data secara cepat (rapid data sharing) terkait dan terbatas penggunaannya pada kegiatan yang
kegawatan kesehatan masyarakat. Pada kondisi relevan dan telah disetujui.7,8,14
wabah, yang merupakan keadaan penuh
ketidakpastian dan ketidakstabilan, pembagian Kebijakan pembukaan rahasia medis terkait
data berkala menjadi krusial dan mendesak. surveilans kesehatan di negara lain
Data dalam hal ini termasuk surveilans Di Amerika Serikat, rahasia medis
kesehatan, studi riset klinis, studi epidemiologis, dilindungi oleh kebijakan Health Insurance
kualitatif, maupun lingkungan. Setiap pihak Portability and Accountability Act (HIPAA)
yang berperan harus berkooperasi dalam tahun 1996 yang dikeluarkan oleh Kantor
membagikan data yang relevan dan akurat Hak Sipil (OCR) pada Departemen Kesehatan
demi penanggulangan wabah. Keterlibatan data dan Layanan Kemanusiaan (HHS) Amerika
yang banyak tersebut membutuhkan negara Serikat. Akhir Maret 2020 lalu, Kantor
untuk menelaah kembali hukum dan kebijakan Hak Sipil Amerika Serikat mengeluarkan
terkait pembagian data serta kerahasiaannya. pernyataan pedoman pembukaan informasi
Bagi masyarakat, pembagian informasi berkala kesehatan terlindungi atau dengan kata lain
secara transparan dapat melawan informasi yang adalah rahasia medis individu yang telah
salah, menenangkan kepanikan, memulihkan terinfeksi ataupun berkontak erat dengan
kepercayaan publik, serta mendorong bantuan penderita COVID-19 kepada penegak hukum,
masyarakat dalam krisis yang sedang terjadi— paramedis dan penolong pertama lainnya, serta
dalam kata lain urgensi pembagian data berkala petugas kesehatan masyarakat terkait Aturan
dapat melahirkan respons yang tepat guna.11 Privasi HIPAA 1996 tersebut. Pembukaan
Selain UU Kesehatan, terdapat beberapa rahasia medis terkait infeksi COVID-19 tanpa
peraturan lainnya yang mendukung transparansi persetujuan individu terkait dapat dilakukan
informasi kepada publik dalam kondisi wabah, secara bertanggung jawab ketika individu
yakni Pasal 12 Peraturan Komisi Informasi tersebut membutuhkan tatalaksana, penolong
Nomor 1 tahun 2010 tentang Standar Layanan pertama hendak melakukan penolongan dan
Informasi Publik mewajibkan badan publik yang berisiko terinfeksi, serta kewajiban melaporkan
memiliki kewenangan untuk mengumumkan kasus kepada petugas kesehatan masyarakat
informasi yang dapat mengancam hajat hidup berwenang untuk mencegah dan mengontrol
orang banyak, dalam hal ini termasuk informasi penyebaran COVID-19. Akan tetapi,
terkait epidemi dan wabah.12 Tentunya hal ini perlu diperhatikan untuk tetap membatasi
juga didukung hak atas kesehatan yang telah pembukaan informasi rahasia tersebut pada
dijamin dalam Pasal 4 UU Kesehatan serta Pasal batas minimum yang mencukupi, terkecuali
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 2 Sep 2020 43
Tinjauan Etik Pembukaan Rahasia Medis dan Identitas Pasien pada Situasi Wabah Pandemi COVID-19
dan Kaitannya dengan Upaya Melawan Stigma Pasien Positif

dibutuhkan secara hukum.15 Selain itu, Kantor dan pemerintah. Tak dapat dipungkiri,
Hak Sipil Amerika Serikat juga mengeluarkan di tengah ketidakpastian keadaan wabah,
izin dan pedoman dalam penggunaan kebutuhan akan informasi dan data menjadi
informasi medis oleh fasilitas kesehatan untuk kebutuhan yang mendesak. Seperti yang telah
menginformasikan dan menanyakan kesediaan disinggung sebelumnya, perhatian yang cukup
dalam mendonasikan darah dan plasma untuk perlu diberikan pada bagaimana informasi
aktivitas berbasis populasi terkait peningkatan data tersebut ditangani karena individu
koordinasi kesehatan, manajemen kasus, dan terkait dapat menghadapi stigmatisasi ataupun
pelayanan.16 diskriminasi apabila informasi terkait dirinya,
Di Inggris dan Wales, terdapat regulasi terlebih dengan hasil tes positif, bocor kepada
hukum penggunaan data rahasia pasien publik.11,17 Selain dampak negatif pada pasien,
yang kompleks. Selain persyaratan Undang- dampak lainnya yang perlu dikhawatirkan
Undang Perlindungan Data 1998, terdapat adalah memberikan rasa malu atau takut akan
juga kewajiban berdasarkan Common Law Duty diskriminasi pada pasien COVID-19 lainnya
of Confidence. Berdasarkan Hukum Inggris, untuk maju memeriksakan penyakitnya sehingga
terlepas dari Duty of Confidence sehubungan dapat menyebabkan pemerintah lebih sulit lagi
dengan data pasien, juga terdapat dasar untuk mengendalikan wabah ini. Stigma dapat
hukum untuk memproses informasi rahasia dilawan dengan mengedukasi masyarakat dan
pasien untuk tujuan kesehatan masyarakat. melawan informasi yang salah.11,17,18
Hal ini diatur dalam Peraturan Perlindungan
Kesehatan (pemberitahuan) tahun 2010 yang KESIMPULAN
memperbolehkan pengesampingan tugas
hukum (menjaga rahasia medis) dengan Kondisi wabah COVID-19 memerlukan
kewajiban hukum (pengendalian wabah) kegiatan surveilans kesehatan sebagai tindakan
pada praktisi medis dalam notifikasi penyakit dasar dalam penanganannya. Dalam prosesnya,
menular tertentu dan kontaminasi yang informasi data pasien banyak terlibat dan dapat
mungkin terjadi kepada otoritas lokal melalui menimbulkan isu etik. Informasi identitas
Public Health England (PHE).14 pasien harus tetap dilindungi dan pembukaan
informasi medis terbatas pada hal yang relevan
Stigmatisasi dan diskriminasi terhadap hasil terhadap penelusuran penularan. Hal ini
positif dikhawatirkan dapat menimbulkan stigmatisasi
Keadaan darurat kesehatan masyarakat, di masyarakat dan menambah kesulitan
seperti wabah COVID-19 ini, tentu pemerintah dalam mengendalikan wabah.
menimbulkan tekanan bagi masyarakat. Transparansi pembagian informasi terkait
Ketakutan dan kecemasan terhadap suatu wabah juga menjadi hal yang mendesak dalam
penyakit dapat menyebabkan stigma sosial kondisi saat ini.
terhadap orang, tempat, atau hal lain. Tentunya,
beberapa kelompok rentan terhadap stigma, KONFLIK KEPENTINGAN
seperti, pasien suspek, personel medis, bahkan
pasien yang telah dinyatakan sembuh sekalipun. Tidak ada konflik kepentingan.
Stigma sosial dapat menimbulkan penolakan
sosial, diskriminasi dalam edukasi, pelayanan REFERENSI
kesehatan, pekerjaan, hingga menimbulkan
kekerasan fisik.17,18 1. Undang-Undang Republik Indonsia Nomor
Terdapat beberapa hal yang dapat 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
dilakukan untuk melawan stigma dalam Menular. Jakarta; 1984.
respons COVID-19 ini, namun yang paling
penting adalah menjaga kerahasiaan identitas
pasien sebagai tanggung jawab fasilitas medis
44 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 2 Sep 2020
Agustin R, Rozaliyani A, Hatta GF, dan Prawiroharjo P

2. Undang-Undang Republik Indonesia 11. World Health Organization. Guidance


Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. For Managing Ethical Issues In Infectious
2009. Disease Outbreaks [online]. 2016.
Accessed at: https://www.who.int/ethics/
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
publications/infectious-disease-outbreaks/
Indonesia Nomor 1116/Menkes/SK/
en/. Accessed April 12, 2020.
VII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan. 12. Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 tahun
Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2010 tentang Standar Layanan Informasi
2003. Publik. Jakarta: Komisi Informasi Republik
Indonesia; 2010.
4. Sumpah Dokter Indonesia. Jakarta; 1984.
13. Undang-Undang Republik Indonesia
5. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Indonesia. Kode etik kedokteran tahun
Manusia. Jakarta; 1999.
2012. Jakarta: Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran Indonesia; 2012. 14. Taylor MJ. Legal Bases for Disclosing
Confidential Patient Information for Public
6. Undang-Undang Republik Indonesia
Health: Distinguishing between Health
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Protection and Health Improvement: Med
Kedokteran pasal 37. Jakarta; 2004.
Law Rev [online serial]. 2015;23:348–374.
7. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Accessed at: https://academic.oup.com/
Indonesia. Fatwa Etik Kedokteran, medlaw/article-lookup/doi/10.1093/
Kebijakan Kesehatan, dan Penelitian dalam medlaw/fwv018.
Konteks Pandemi COVID-19. Majelis
15. Office of Civil Rights of U.S. Deparment
Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia;
of Health and Human Services. COVID-19
2020.
and HIPAA: Disclosures to law enforcement,
8. Nicol TE. Confidentiality versus disclosure paramedics, other first responders and
of a patient’s infectious status. Gen Dent public health authorities [online]. 2020.
[online serial]. 45:78–80. Accessed at: http:// Accessed at: https://www.hhs.gov/sites/
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9171485. default/files/covid-19-hipaa-and-first-
responders-508.pdf. Accessed April 12,
9. Myers J, Frieden TR, Bherwani KM,
2020.
Henning KJ. Ethics in Public Health
Research. Am J Public Health [online serial]. 16. Office of Civil Rights of U.S. Deparment of
2008;98:793–801. Accessed at: http:// Health and Human Services. Guidance on
ajph.aphapublications.org/doi/10.2105/ HIPAA and Contacting Former COVID-19
AJPH.2006.107706. Patients about Blood and Plasma Donation.
2020.
10. El Emam K, Mercer J, Moreau K, Grava-
Gubins I, Buckeridge D, Jonker E. Physician 17. Centers for Disease Control and Prevention.
privacy concerns when disclosing patient Reducing stigma. 2020.
data for public health purposes during a
18. World Health Organization. A guide to
pandemic influenza outbreak. BMC Public
preventing and addressing social stigma.
Health [online serial]. 2011;11:454. Accessed
2020.
at: http://bmcpublichealth.biomedcentral.
com/articles/10.1186/1471-2458-11-454.

Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 4 No. 2 Sep 2020 45

Anda mungkin juga menyukai