Anda di halaman 1dari 19

BAB 9

FONDASI

9.1. Pendahuluan
Fondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban
bangunan ke tanah atau batuan yang ada dibawahnya (Hardiyatmo, 2014).
Pondasi terdiri atas 2 jenis yaitu fondasi dangkal dan fondasi dalam. Fondasi
dangkal merupakan fondasi yang mendukung bebannya secara langsung, seperti
fondasi telapak, fondasi memanjang dan fondasi rakit. Fondasi dalam
didefinisikan sebagai fondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras
atau batuan yang terletak relatif jauh dari permukaan, contohnya fondasi
sumuran dan fondasi tiang. Gambar 9.1 berikut merupakan ilustrasi contoh jenis
fondasi.

Gambar 9.1 Berbagai jenis fondasi, (a) Fondasi memanjang, (b) Fondasi telapak, (c)
Fondasi rakit, (d) Fondasi Sumuran, (e) Fondasi tiang. (Hardiyatmo, 2014)
Menurut SNI 8640:2017 dalam proses perancangan fondasi harus
memperhatikan hal berikut :
a. Memenuhi persyaratan kekuatan, baik untuk struktur fondasinya
maupun untuk lapisan tanah pendukung fondasi tersebut (strength
requirement).
b. Memenuhi persyaratan penurunan yang ditentukan (serviceability
requirement).
78
9.1.1. Teori Keruntuhan Pondasi
Menurut Vesic (1973), mekanisme keruntuhan fondasi terbagi menjadi 3
macam, yaitu :
a. Keruntuhan geser umum (general shear failure)
Keruntuhan fondasi jenis ini terjadi menurut bidang runtuh yang dapat
diidentifikasi dengan jelas. Bidang longsor yang terbentuk, berupa
lengkung dan garis lurus yang berkembang hingga permukaan tanah. Saat
keruntuhan, terjadi gerakan massa tanah ke arah luar dan ke atas.
Keruntuhan ini terjadi dalam waktu yang related mendadak, diikuti
dengan penggulingan fondasi (Hardiyatmo, 2014).
b. Keruntuhan geser lokal (local shear failure)
Tipe keruntuhannya hampir sama dengan keruntuhan geser umum,
namun bidang runtuh yang terbentuk tidak sampai mencapai permukaan
tanah. Dalam tipe keruntuhan geser lokal , terdapat sedikit
penggembungan tanah disekitar fondasi, namun tidak terjadi
penggulingan fondasi (Hardiyatmo, 2014).
c. Keruntuhan penetrasi (penetration failure atau punching shear failure)
Pada keruntuhan ini, dapat dikatakan keruntuhan geser tanah tidak terjadi.
Akibat beban, karena lunaknya tanah, fondasi hanya menembus dan
menekan tanah ke samping, yang menyebabkan pemampatan tanah
didekat fondasi (Hardiyatmo, 2014).
Gambar 9.2 berikut mengilustrasikan ketiga jenis keruntuhan diatas.

Gambar 9.2 Tipe keruntuhan Pondasi, (a) Keruntuhan geser umum, (b) keruntuhan
geser lokal, (c) keruntuhan penetrasi (Hardiyatmo, 2014)
79
9.1.2. Pertimbangan dalam Perancangan Fondasi
Menurut Hardiyatmo (2014), langkah-langkah perancangan fondasi
adalah sebagai berikut.
a. Menentukan jumlah beban efektif yang akan ditransfer ke tanah dibawah
fondasi. Untuk perancangan tulangan, perlu ditentukan besarnya beban
mati dan beban hidup dan beban-beban tersebut harus dikalikan faktor-
faktor pengali tertentu menurut peraturan yang berlaku.
b. Menentukan nilai kapasitas dukung ijin (qa). Luas dasar fondasi, secara
pendekatan ditentukan dari membagi jumlah beban efektif dengan
kapasitas dukung ijin (qa).
c. Didasarkan pada tekanan yang terjadi pada dasar fondasi, dapat dilakukan
perancangan struktur dari fondasinya, yaitu dengan menghitung momen-
momen lentur dan gaya-gaya geser yang terjadi pada pelat fondasi.
Sosrodarsono dan Nakazawa (2000) menyatakan ada beberapa hal yang
dipertimbangkan dalam menentukan macam pondasi, antara lain :
a. Keadaan tanah pondasi
b. Batasan-batasan akibat konstruksi di atasnya (superstructure)
c. Batasan-batasan dari sekelilingnya
d. Waktu dan biaya pekerjaan
Keadaan tanah pondasi merupakan faktor yang paling penting untuk
diperhatikan, secara lebih lanjut Sosrodarsono dan Nakazawa (2000)
menyarankan pemilihan jenis fondasi sesuai dengan keadaan tanah pondasi yang
bersangkutan sebagai berikut.
a. Bila tanah pendukung pondasi terletak pada permukuan tanah atau 2-3
meter dibawah permukaan tanah, dalam hal ini pondasinya adalah pondasi
telapak (spread foundation). Ilustrasi terdapat pada Gambar 9.3.
b. Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 10 meter
dibawah permukaan tanah, dalam hal ini dipakai pondasi tiang (tiang kayu
atau beton) atau pondasi tiang apung (floating pile foundation) untuk
memperbaiki tanah pondasi. Ilustrasi terdapat pada Gambar 9.4.
c. Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 20 meter
dibawah permukaan tanah, dalam hal ini bergantu dari penurunan
(settlement) yang diizinkan, dapat menggunakan fondasi tiang geser.
Apabila tidak boleh terjadi penurunan, digunakan pondasi tiang pancang
Ilustrasi terdapat pada Gambar 9.5.
d. Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 30 meter
dibawah permukaan tanah, biasanya dipakai kaison terbuka, tiang baja
atau tiang yang dicor ditempat. Ilustrasi terdapat pada Gambar 9.6.

80
e. Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman lebih dari 40
meter dibawah permukaan tanah, dalam hal ini yang paling baik adalah
tiang baja dan tiang beton yang dicor ditempat.

Gambar 9.3 Contoh-contoh fondasi bila lapisan pendukung fondasi cukup dangkal
(Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)

Gambar 9.4 Contoh fondasi bila lapisan pendukung fondasi berada sekitar 10 m
dibawah permukaan tanah (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)

Gambar 9.5 Contoh fondasi bila lapisan pendukung fondasi berada sekitar 20 m
dibawah permukaan tanah (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)

Gambar 9.6 Contoh fondasi bila lapisan pendukung fondasi berada sekitar 30 m
dibawah permukaan tanah (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)

81
9.2. Fondasi Telapak
Pondasi telapak adalah suatu fondasi yang mendukung bangunan secara
langsung pada tanah fondasi, bilamana terdapat lapisan tanah yang cukup tebal
dengan kualitas yang baik yang mampu mendukung bangunan itu pada
permukaan tanah atau sedikit dibawah permukaan tanah (Sosrodarsono dan
Nakazawa, 2000). Pondasi telapak umumnya bersatu dengan bagian utama
bangunan sehingga merupakan suatu konstruksi yang monolit.
Alas pondasi telapak terletak pada lapisan tanah pendukung yang
mempunyai kualitas cukup baik. Biasanya, selain lapisan batuan dasar atau
kerikil, lapisan tanah berpasir (sandy soil) memiliki nilai N-SPT lebih besar dari
30 dan tanah kohesif memiliki nilai N-SPT yang lebih besar dari 20 (Sosrodarsono
dan Nakazawa, 2000). Kedua macam tanah ini seyogyanya memiliki ketebalan
lapisan yang cukup (lebih dari 1,5 kali lebar pondasi) dan dibawahnya tidak
terdapat lapisan tanah yang kurang baik kualitasnya. Prosedur perencanaan
pondasi telapak menurut Sosrodarsono dan Nakazawa (2000) diperlihatkan pada
Gambar 9.7.
Secara umum kapasitas daya dukung ultimit (qult) (kN/m2) suatu fondasi
telapak dinyatakan dalam persamaan berikut.
𝑃𝑢
𝑞𝑢 =
𝐴
Dengan Pu = beban ultimit (kN) dan A = luas fondasi (m2)
Terzaghi (1943) menyatakan persamaan umum untuk kapasitas daya
dukung ultimit fondasi memanjang sebagai berikut.
𝑞𝑢 = 𝑐𝑁𝑐 + 𝐷𝑓 𝛾1 𝑁𝑞 + 0,5𝛾2 𝐵𝑁𝛾
Dengan,
c = Kohesi (kN/m2)
Df = Kedalaman fondasi (m)
B = Lebar fondasi (m)
𝛾1 = Berat volume tanah di atas dasar fondasi (kN/m3)
𝛾2 = Berat volume tanah di bawah dasar fondasi (kN/m3)
Nc, Nq, N𝛾 = Faktor kapasitas dukung Terzaghi (Tabel 9.1)
Persamaan diatas untuk fondasi memanjang pada kondisi tanah pasir
padat, kerakal dan lempung keras. Untuk keadaan dimana tanah pondasi adalah
pasir lepas atau lempung buruk maka nilai faktor kapasitas daya dukung
digunakan Nc’, Nq’, N𝛾’ untuk keadaan keruntuhan geser lokal (Sosrodarsono dan
Nakazawa, 2000).
nya.
82
Pada pondasi telapak biasa,
tidak diperhitungkan.

Gambar 9.7 Prosedur perencanaan fondasi telapak (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)
83
Untuk beberapa bentuk fondasi, digunakan persamaan daya dukung
ultimit sebagai berikut.
(i) Fondasi bujur sangkar
𝑞𝑢 = 1.3𝑐𝑁𝑐 + 𝐷𝑓 𝛾1 𝑁𝑞 + 0,4𝛾2 𝐵𝑁𝛾
(ii) Fondasi lingkaran
𝑞𝑢 = 1.3𝑐𝑁𝑐 + 𝐷𝑓 𝛾1 𝑁𝑞 + 0,3𝛾2 𝐵𝑁𝛾
(iii) Fondasi empat persegi panjang
𝑞𝑢 = 𝑐𝑁𝑐 (1 + 0,3𝐵/𝐿) + 𝐷𝑓 𝛾1 𝑁𝑞 + 0,5𝛾2 𝐵𝑁𝛾 (1 − 0.2𝐵/𝐿)
Dengan L = Panjang fondasi (m).
Tabel 9.1 Nilai faktor kapasitas dukung Terzaghi (Hardiyatmo, 2014)
Sudut gesek Keruntuhan geser Umum Keruntuhan geser lokal
(derajat) Nc Nq N𝛾 Nc’ Nq ’ N𝛾’
0 5.7 1.0 0.0 5.7 1.0 0.0
5 7.3 1.6 0.5 6.7 1.4 0.2
10 9.6 2.7 1.2 8.0 1.9 0.5
15 12.9 4.4 2.5 9.7 2.7 0.9
20 17.7 7.4 5.0 11.8 3.9 1.7
25 25.1 12.7 9.7 14.8 5.6 3.2
30 37.2 22.5 19.7 19.0 8.3 5.7
34 52.6 36.5 35.0 23.7 11.7 9.0
35 57.8 41.4 42.4 25.2 12.6 10.1
40 95.7 81.3 100.4 34.9 20.5 18.8
45 172.3 173.3 297.5 51.2 35.1 37.7
48 258.3 287.9 780.1 66.8 50.5 60.4
50 347.6 415.1 1153.2 81.3 65.6 87.1

Sosrodarsono dan Nazakawa (2000) memberikan beberapa patokan


untuk menentukan bentuk dan ukuran pondasi telapak pada situasi tertentu.
Gambar 9.8 dan Gambar 9.9 berikut memperlihatkan angka perbandingan antara
tinggi kepala jembatan (abutment) dan tiangnya, dengan lebar dasar pada suatu
jembatan jalan raya. Gambar 9.10 dan Gambar 9.10 memperlihatkan daerah
kekakuan dari tumpuan dimana tumpuan dapat dianggap sebagai suatu kesatuan
yang kaku (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000).
Kapasitas daya dukung ijin (qa) pada fondasi telapak dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut.
𝑞𝑢
𝑞𝑎 =
𝑆𝐹
Dengan SF = Faktor aman, umumnya digunakan 2,5-3. Nilai SF = 1,5-2 dapat
digunakan jika fondasi dimaksudkan untuk mendukung bangunan sementara,
yang pengaruh penurunan tidak merusak bangunannya sendiri dan bangunan
disekitar
84
Gambar 9.8 Hubungan antara lebar fondasi dengan tinggi kepala jembatan (abutment)
(Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)

Gambar 9.9 Hubungan antara lebar fondasi kolom (dalam sumbu jembatan) dan tinggi
kolom (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)

85
Gambar 9.10 Hubungan antara bentuk, lebar dan tebal tumpuan (Sosrodarsono dan
Nakazawa, 2000)

Gambar 9.11 Daerah yang “kaku” (rigid) untuk jenis pondasi telapak (Sosrodarsono dan
Nakazawa, 2000)
86
9.3. Fondasi Tiang
Fondasi tiang adalah suatu konstruksi fondasi yang mampu menahan
gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan (Sosrodarsono
dan Nakazawa, 2000). Fondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit
dengan menyatukan pangkal tiang pancang yang terdapat dibawah konstruksi
dengan tumpuan pondasi. Hardiyatmo (2014) menyatakan fondasi tiang dapat
dibagi menjadi 3 kategori yaitu :
a. Tiang perpindahan besar (large displacement pile), seperti tiang kayu, tiang
beton pejal, tiang beton prategang, tiang baja bulat ujung tertutup.
b. Tiang perpindahan kecil (small displacement pile), seperti tiang beton atau
prategang berlubang ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung
terbuka, tiang ulir.
c. Tiang tanpa perpindahan (non displacement pile), seperti tiang bor.
Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 macam,
yaitu :
a. Tiang dukung ujung (end bearing pile), dimana kapasitas dukungnya lebih
ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya berada dalam zona tanah
lunak yang didasari tanah keras.
b. Tiang gesek (friction pile), dimana kapasitas dukugnya lebih ditentukan
oleh perlawanan gesek antara sisi tiang dan tanah disekitarnya. Umumnya
berada dalam zona tanah lunak yang semakin dalam semakin keras.
Gambar 9.12 merupakan ilustrasi tiang dukung ujung dan tiang gesek.

Gambar 9.12 Jenis fondasi tiang ditinjau dari cara mendukung beban (Hardiyarmo, 2014)
Sosrodarsono dan Nakazawa (2000) menyatakan diagram alir prosedur
perencanaan fondasi tiang seperti pada Gambar 9.12.

87
Gambar 9.13 Prosedur perencanaan fondasi tiang (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)

Daya dukung ultimit vertikal/aksial tiang tunggal terdiri atas tahanan


ujung tiang yang berasal dari dasar tiang dan tahanan friksi yang bekerja atas
88
interaksi tanah dengan selimut tiang. Kondisi tersebut dinyatakan dalam
persamaan berikut.
𝑄𝑢 = 𝑄𝑝 + 𝑄𝑠 − 𝑊
𝑄𝑢 = 𝐴𝑝 𝑓𝑝 + 𝐴𝑠 𝑓𝑠 − 𝑊
Dengan,
Qu = Daya dukung ultimit tiang (kN)
Qp = Tahanan ujung bawah ultimit tiang (kN)
Qs = Tahanan gesek ultimit tiang (kN)
Ap = Luas penampang ujung bawah tiang (m2)
As = Luas selimut tiang (m2)
fp = Tahanan ujung bawah per satuan luas tiang (kN/m2)
fs = Tahanan gesek per satuan luas tiang (kN/m2)
W = Berat sendiri tiang (kN)
Dengan mengggunakan metode Meyerhof (1976), tahanan ujung tiang
umumnya dapat dinyatakan dengan bersamaan berikut.
𝑄𝑝 = 𝐴𝑝 (𝑐𝑁𝑐 ∗ + 𝑞′𝑁𝑞 ∗ )
Dengan,
c = Kohesi undrained (kN)
q’ = Tekanan vertikal efektif di ujung tiang (kN/m 2) (berat volume tanah
dikali dengan kedalaman ujung tiang)
Nc*, Nq*= Faktor daya dukung (diperoleh menggunakan Gambar 9.14)

Gambar 9.14 Hubungan antara sudut gesek dengan Nc*, Nq* (Meyerhof, 1976)
Pada tanah non kohesif, nilai Qp dinyatakan dalam persamaan berikut.
𝑄𝑝 = 𝐴𝑝 𝑞′𝑁𝑞 ∗ ; dengan qmax = 50 tan 𝜙

89
Pada tanah kohesif, nilai Qp dinyatakan dalam persamaan berikut.
𝑄𝑝 = 9(𝐴𝑝 𝑐𝑢 )

Pada kondisi tanah non kohesif, nilai fs dapat dihitung menggunakan


persamaan berikut.
𝑓𝑠 = 𝐾𝜎′𝑣 tan 𝛿
Dengan,
K = Koefisien tekanan tanah lateral
(K=Ko pada tiang bor, K = 1,4 Ko pada tiang pancang ; Ko = 1-sin𝜙)
𝜎 ’v = Tekanan vertikal efektif pada titik tinjauan. (kN/m2)
𝛿 = Sudut friksi antara tanah dan tiang (umumnya 𝛿 = 2/3𝜙)
Nilai fs meningkat hingga kedalaman 15d, setelah itu menjadi konstan.
Pada kondisi tanah kohesif, nilai fs dapat dihitung menggunakan persamaan
berikut.
𝑓𝑠 = 𝛼 𝑐𝑢
Dengan,
𝛼 = Faktor adhesi yang tergantung dari cu (lihat Tabel 9.2)
Tabel 9.2 Nilai faktor adhesi (𝛼) terhadap cu (Hardiyatmo, 2014)
Cu (kPa) Faktor 𝛼
0 1.0
50 0.95
100 0.8
150 0.65
200 0.6
250 0.55
300 0.5

9.3.1. Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Uji Kerucut Statis (CPT)
Perhitungan kapasitas daya dukung tiang dalam tanah granuler dapat
dihitung menggunakan beberapa metode antara lain :
a. Metode Scmertmann dan Nottingham
Nilai Qu dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.
𝑄𝑢 = 𝐴𝑝 𝑓𝑝 + 𝐴𝑠 𝑓𝑠 − 𝑊
Nilai fp dihitung menggunakan persamaan berikut.
𝑓𝑝 = 𝜔𝑞𝑐𝑎 ≤ 150 kg/cm2
Dengan,
𝜔 = Koefisien korelasi yang bergantung pada OCR (Tabel 9.3)

90
qca = ½ (qc1 + qc2) (kg/cm2)
qc1 = qc rata-rata pada zona 0,7d atau 4d di bawah dasar tiang (kg/cm2)
qc2 = qc rata-rata pada zona 8d di atas dasar tiang (kg/cm2)
Tabel 9.3 Faktor 𝜔 (Hardiyatmo, 2014)
Kondisi Tanah Faktor 𝜔
Pasir terkonsolidasi normal (OCR=1) 1
Pasir mengandung banyak kerikil kasar; pasir dengan
0.67
OCR = 2-4
Kerikil halus; pasir dengan OCR = 6-10 0.5
Nilai fs dhitung menggunakan persamaan berikut.
𝑓𝑠 = 𝐾𝑓 𝑞𝑓 ≤ 1,2 kg/cm2 (120 kPa)
Dengan,
Kf = Koefisien tak berdimensi (interpolasi 0 di permukaan tanah sampai
2,5 di kedalaman 8d. lebih dalam nilainya berkurang dari 2,5 sampai
0,9 dikedalaman 20d hingga seterusnya)
qf = Gesek satuan lokal sisi konus (sleeve friction) (kg/cm2)
bila sleeve friction tidak diperhitungkan, maka fs dhitung menggunakan
persamaan berikut.
𝑓𝑠 = 𝐾𝑐 𝑞𝑐 ≤ 1,2 kg/cm2 (120 kPa)
Dengan,
Kc = Koefisien tak berdimensi berdasarkan tipe tiang (tiang beton, 1,2%
; tiang baja ujung terbuka, 0,8% ; tiang baja ujung tertutup, 1,8%)
qc = tahanan konus (sleeve friction) (kg/cm2)
b. Metode Meyerhof
Nilai Qu dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.
𝑄𝑢 = 𝐴𝑝 𝑓𝑝 + 𝐴𝑠 𝑓𝑠 − 𝑊
Nilai fp dihitung menggunakan persamaan berikut.
𝑓𝑝 = 𝜔1 𝜔2 𝑞𝑐𝑎 ≤ 150 kg/cm2
Dengan,
𝜔1 = {(d + 0.5)/2d}n ; koefisien modifikasi pengaruh skala, jika d > 0,5 m.
jika d < 0,5 m, nilainya dianggap 1.
𝜔2 = L/10d = koefisien modifikasi untuk penetrasi tiang, saat L < 10d. jika
L > 10d, nilainya dianggap 1.
L = Kedalaman tiang (m)
d = Diameter tiang (m)
n = Nilai eksponensial

91
Nilai fs dhitung menggunakan persamaan berikut.
𝑓𝑠 = 𝐾𝑓 𝑞𝑓 ≤ 1,2 kg/cm2 (120 kPa) ; dengan Kf = 1, atau
𝑓𝑠 = 𝐾𝑐 𝑞𝑐 ≤ 1,2 kg/cm2 (120 kPa) ; dengan Kc = 0,005

Perhitungan kapasitas daya dukung tiang dalam tanah kohesif dapat


dihitung menggunakan metode deRuiter dan Beringen :
Nilai Qu dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.
𝑄𝑢 = 𝐴𝑝 𝑓𝑝 + 𝐴𝑠 𝑓𝑠 − 𝑊
Nilai fp dihitung menggunakan persamaan berikut.
𝑞𝑐
𝑓𝑝 = 5 ≤ 150 kg/cm2
𝑁𝑘
Dengan,
Nk = Koefisien tak berdimensi, umumnya diambil 20, dalam rentang 15-
20.
Nilai fs dhitung menggunakan persamaan berikut.
𝑓𝑠 = 0.05𝛼𝑞𝑐 ≤ 1,2 kg/cm2 (120 kPa)
Dengan 𝛼 = Faktor adhesi, diambil 1 untuk lempung terkonsolidasi
normal ; 0.5 untuk lempung overconsolidated.

9.3.2. Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Uji Penetrasi Standar (SPT)
Pada perhitungan kapasitas daya dukung tiang menggunakan nilai N-
SPT, Meyerhof (1976) mengusulkan persamaan untuk menghitung tahanan ujung
tiang sebagai berikut.
𝑄𝑝 = 𝐴𝑝 (38 𝑁𝑎𝑣𝑔 )(𝐿𝑏 /𝑑) ≤ 380 𝑁𝑎𝑣𝑔 (𝐴𝑝 )
Dengan,
Navg = Nilai N-SPT rata-rata dihitung dari 8d di atas dasar tiang dan 4d
dibawah dasar tiang.
Lb/d = Rasio kedalaman
Untuk perhitungan tahanan gesek satuan (fs), Meyerhof (1976) menyarankan
persamaaan berikut :
a. Untuk tiang perpindahan besar pada tanah tidak kohesif.
1
𝑓𝑠 = 𝜎𝑁
50 𝑟 60
b. Untuk tiang perpindahan kecil pada tanah tidak kohesif.
1
𝑓𝑠 = 𝜎𝑁
100 𝑟 60
Dengan 𝜎r = Tegangan referensi = 100 kN/m2
92
9.3.3. Efisiensi Kelompok Tiang
Perhitungan efisiensi tiang kelompok menggunakan persamaan
Converse-Labarre formula sebagai berikut.
(𝑛′ − 1)𝑚 + (𝑚 − 1)𝑛′
𝐸𝑔 = 1 − 𝜃
90𝑚𝑛′
Dengan,
Eg = Efisiensi kelompok tiang
m = Jumlah baris tiang
n’ = Jumlah tiang dalam satu baris
𝜃 = arc tg d/s, dalam derajat
s = Jarak antar pusat-pusat tiang (m)
d = Diameter tiang (m)

kapasitas dukung ultimit kelompok tiang dihitung menggunakan


persamaan berikut.
𝑄𝑔 = 𝐸𝑔 𝑛𝑄𝑢
Dengan n adalah jumlah tiang dalam kelompok.

9.3.4. Penurunan (settlement) pada Kelompok Tiang


Pada kondisi tanah kohesif terkonsolidasi normal, penurunan (Sc) dapat
dihitung menggunakan persamaan berikut.
𝐻 𝜎0 + ∆𝜎
𝑆𝑐 = 𝐶𝑐 𝑙𝑜𝑔
1 + 𝑒0 𝜎0
Dengan,
Cc = Koefisien kompresi tanah
H = Tebal lapisan yang berpotensi mengalami penurunan (m)
e0 = Angka pori awal tanah
𝜎0 = Tekanan overburden tanah (kN/m2)
𝛥𝜎 = Pertambahan tekanan tanah akibat beban fondasi (kN/m 2)

9.3.5. Daya Dukung Ijin dan Faktor keamanan


Kapasitas daya dukung ijin (Qa) pada fondasi tiang dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut.
𝑄𝑢
𝑄𝑎 =
𝑆𝐹
Dengan SF = Faktor keamanan umumnya digunakan 2,5 untuk tiang pancang
(Tomlinson, 1977). Pada fondasi tiang bor nilai SF = 2,5 juga digunakan.

93
Acuan
Hardiyatmo, Hary C. (2014). “Analisis dan Peraancangan Fondasi I dan II”, UGM Press. Yogyakarta.
Meyerhof, G.G. (1963). “Bearing Capacity and Settlement of Pile Foundations” ASCE Journal of
Geotechnical Eng. Div. Vol.102, No.GT3,pp.197-228.
Sosrodarsono, Suyono dan Nakazawa, Kazuto. (2000).”Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi”.Pradnya
Paramita. Jakarta.
Standar Nasional Indonesia. (2017) “SNI 8460:2017 tentang Persyaratan Perancangan Geoteknik,”
Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Terzaghi, K. (1943). “Theoritical Soil Mechanics” John Wiley and Sons. New York.
Tomlinson, M.J. (1977; 1994). “Pile Design and Construction Practice, The Garden City Press Limited,
Lechwoth, Herfordshire SG6 1JS.
Vesic, A.S. (1973). “Analysis of Ultimate Loads of Shallow Foundations” JSMFD, ASCE, vol. 99, SM1.
Pp.45-73.

94
B

Ingin punya versi ebook dari buku ini ?

95
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Reza Satria Warman, ST 199404222019031004

Anda mungkin juga menyukai