Konsep Banjir
Konsep Banjir
1. Pengantar
Musim penghujan telah tiba, problem akibat banjir harus kita hadapi di Jakarta. Oleh
karenanya, dirasa pada tempatnya jika kita mencoba membahas permasalahan ini secara
komprehensif. Sifat komprehensif ini tidak membenarkan untuk membahas persoalan secara
sangat detail dalam tulisan yang relatif singkat, maka yang dibahas disini lebih menekankan ide
dasar penanggulangannya yang tentunya tetap didasari pengetahuan teknis yang terkini.
Penyebab banjir didaerah Jakarta memang sangat kompleks, namun secara garis besar
dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu akibat kiriman air dari luar jurisdiksi pemerintah Jakarta
dan akibat sistim dan instalasi pembuangan air hujan yang direncanakan tidak lagi dapat
menampung curah hujan yang terjadi. Biasanya banjir yang terparah adalah kombinasi akibat
kedua penyebab itu.
Kiriman air banjir dari luar Jakarta, umumnya melalui sungai-sungai yang berhulu
didaerah selatan dan bermuara di Jakarta. Dalam skala kecil, tentu saja ada kiriman air melalui
selokan atau kemiringan /cekungan tanah yang mengalirkan air hujan berlebihan dari luar
Jakarta.
Sedang sistem dan instalasi pembuangan air yang tidak lagi mencukupi disebabkan
asumsi yang dipakai dalam perencanaan sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan sebenarnya. Hal
ini terutama disebabkan air yang meresap kedalam tanah dan yang tertampung dalam tampungan
air sementara sudah jauh lebih kecil dari asumsi dalam desain. Sehingga debit air hujan yang
perlu cepat dialirkan menjadi lebih besar dari kapasitas sistem pembuangan air. Sebagaimana
diketahui, air hujan sebagian meresap kedalam tanah dan sebagian lagi mengalir melalui
permukaan tanah kedaerah yang lebih rendah. Secara sederhana besarnya volume air yang harus
disalurkan dapat ditulis dengan rumus :
Q=αCiA (1)
*
Dosen Tetap Teknik Sipil Ukrida
*
1
hujan yang terbawa aliran sungai tidak mengenal jurisprudensi, ia akan tetap mengalir dari hulu
ke hilir; dan dari daerah tinggi ke daerah rendah.
2
Semua prinsip sepertinya telah diketahui para pimpinan pemerintah, namun
perencanaannya perlu dilakukan oleh para ”expert” agar berhasil. Kesalahan dalam desain dapat
menjadi fatal atau sedikitnya menjadikan semua usaha menjadi mubazir dan hanya
menghamburkan uang saja.
Sumur resapan hanya efektif jika dibangun pada lahan yang letak muka air tanahnya agak
dalam. Ukurannya atau jumlahnya per kaveling mungkin juga perlu diperluas /diperbanyak.
Usaha-usaha kecil lain seperti keharusan membuat sumur resapan didaerah DKI relatif kecil
sumbangannya, apalagi jika dibangun didaerah yang tidak sesuai. Diluar negeri (USA),
pengembang supermarket/mall malah biasanya dibebani untuk membangun tandon air (detention
facilities) di bawah tanah dari beton. Perlu diketahui bahwa mall-mall di Amerika, biasanya
mempunyai lahan untuk parkir di permukaan tanah sangat luas, sehingga tidak terlalu sulit dan
mahal membuat tandon air tersebut. Tentunya pemerintah dapat memberi dispensasi pengganti
yang cukup menarik kepada developer. Untuk Jakarta, kiranya hal ini tidak mungkin karena
semua lahannya kelihatan sudah terpakai penuh untuk mall dan fasilitasnya. Sebagai pengganti
yang relatif murah, mungkin tandon air beton dapat dibuat di bawah jalan raya, tentunya perlu
dipikirkan apakah jalan tersebut akan dilalui oleh MRT di kemudian hari atau kendala lain.
Kembali kepada sumur resapan, mungkin jauh lebih besar manfaatnya jika ”dipaksakan”
agar dibangun di villa-villa di daerah hulu sungai. Luas lahan yang besar dapat dibuat sumur
rembesan yang bersifat retention, sehingga air yang terkumpul sementara dialirkan perlahan-
lahan dan melalui saringan alami dapat menambah muka air tanah.
Cara lama mencoba mengalirkan air dari badan jalan melalui lubang kecil di bawah
trotoar ke dalam selokan. Kita semua tahu bahwa berapa persen dari saluran-saluran kecil
tersebut yang selalu mampat. Di Amerika Serikat, badan jalan dan pinggiran badan jalan tertentu
dapat dijadikan saluran air sementara dan airnya dibuang melalui lubang (inlet) kedalam saluran.
Cara ini jauh lebih efektif daripada cara lama yang masih banyak kita lakukan di Jakarta. Jika hal
tersebut direncanakan dan dilakukan secara seksama, maka hal ini tidak akan merusak badan
jalan. Contoh perencanaan tentang hal ini akan dijelaskan dalam tulisan ini.
Pada kondisi tertentu, resapan air dapat menjadi sangat efektif untuk mengurangi banjir
seperti sistem ”rain water garden” di kota Burnsville, Minnesota, USA. Sistim peresapan ini
dapat mengurangi aliran air hujan (rainwater run-off) sebesar 90% (Civil Engineering Des.,
2006). Padahal ”rainwater garden” terlihat seperti kebun yang ditanami rumput dan tanaman
biasa (lihat gambar 2).
3
salah satu alternatif untuk menghindari gangguan tersebut. FHWA merupakan salah satu sumber
informasi yang membahas tentang hal ini.
?
Gambar 2. Sistem peresapan rain water garden di Burnsville, Minnesota, USA
Lubang (inlet) pada kanstin/saluran jalan tidak 100% efisien dalam menampung aliran air
hujan, sementara air akan dapat mengganggu permukaan jalan.Biasanya diperbolehkan hingga
35% dari banyaknya aliran air yang tidak tertampung pada lubang (inlet) pertama.Batas yang
masih diijinkan untuk desain pada curah hujan 50 tahunan atau 100 tahunan merupakan kriteria
utama untuk mendesain lubang (inlet) saluran jalan. Gambar 3 berikut ini memperlihatkan tipe
umum dari bentuk-bentuk kanstin dengan lubang (inlet). Sedangkan pada gambar 4
memperlihatkan pengaruh lubang inlet di saluran/kanstin pada aliran air di permukaan.
4
Gambar 4. Pengaruh lubang (inlet) di saluran/ kanstin pada aliran air di permukaan
ASCE Manual of Practice no.77, memberi petunjuk, dimana aliran air tidak boleh
melewati bagian atas kanstin, untuk klasifikasi jalan sebagai berikut :
1. Jalan setempat/lokal; diperbolehkan aliran air mengalir hingga puncak
jalan.
2. Jalan kolektor; salah satu jalur jalan harus bebas dari aliran air
3. Jalan arteri; satu jalur jalan pada masing-masing arah harus bebas dari
aliran air
4. Jalan bebas hambatan; tidak diijinkan ada gangguan aliran air pada jalur
lalulintas.
Kapasitas hidraulik tergantung dari bentuk saluran,sifat aliran dan sesuai cerukan
(bagian yang rendah) setempat/ lokal. Selain bentuk saluran beberapa hal yang juga berpengaruh
seperti kemiringan jalan baik arah panjang atau melintang, kedalaman saluran, kekasaran
permukaan saluran, kecepatan aliran. Pada gambar 5 diperlihatkan potongan melintang saluran
yang berbentuk segitiga.
5
n = koefisien kekasaran Manning untuk permukaan saluran
Sx = kemiringan saluran arah melintang
S = kemiringan saluran arah memanjang
T = lebar aliran ft
Debit aliran ditentukan dengan metode rasional yang dimodifikasi dengan prediksi curah hujan
yaitu :
Q=CiA .........(pers 3)
Sebuah jalan dengan jarak dari puncak dibagian tengah jalan sampai kanstin ketepi jalan = 26 ft,
tinggi kanstin 6”, kemiringan saluran merata arah melintang/ memanjang, lebar lubang (inlet)
dengan penutup trali/grating = 2 ft/acre, intensitas curah hujan 10.5 in/h dengan kriteria desain T
= 8ft , Sx = 0.03 ft/ft , S = 0.03 ft/ft dan n = 0.016.
Step-step penyelesaian:
1. Q = 4.5 ft3/s (bila saluran dan permukaan jalan mempunyai kekasaran
berbeda maka Q akan berbeda untuk masing-masing permukaan)
6
2. Q = CiA = 0.8 x 10.5 in/h x 26x L/43.56, L = jarak inlet (ft) dan 43.560 = 1
acre-foot (ft3)
Q = 0.005 L = 0.005 ft3/s/ft
L = Q/0.005 = 4.5 ft 3/s/0.005 ft3/s/ft = 900 ft (jarak maximum untuk lubang pertama
dari tempat dimana kemiringan saluran dimulai)
3. Tentukan rasio aliran dibagian cekungan depan inlet dan lebar total saluran
w/T = 2/8 = 0.25 dan Sw /Sx =1 dengan memakai chart 1 didapat Eo = 0.55
9. Tentukan Qb = Q – Qi .........(pers 7)
= 4.5 – 2.56 = 1.94 ft3/s
(Note: 44% dari total aliran tidak dapat ditampung lubang /inlet)
7
Dari grafik 3 dengan Sx = 0.03 , S = 0.035, Q = 5 ft 3/s ,L = 10 ft dan n = 0.016 didapat L T
= 43 ft dengan pers 9 didapat Eo = 0.38 dan kapasitas dilubang (inlet) = 0.38 x 5 = 1.9 ft3/s.
Dengan memperbesar area cekungan didepan lubang (inlet) ,efisiensi E o lebih besar dan
kapasitas aliran yang dapat ditampung saluran akan lebih besar juga.
8
Gambar 6. Grafik untuk menentukan efisiensi dari lubang (inlet)
9
8. Penutup
Pada dasarnya penanggulangan banjir merupakan usaha yang meliputi perencanaan yang
terintegrasi dari sub-sistim drainase dan peresapan dsb.Tulisan diatas telah menggambarkan
beberapa cara penanggulangan yang belum lazim dilaksanakan di Indonesia, seperti kerja sama
antar daerah, sistim tandon air (detention and retention system), pengaliran air sementara melalui
badan jalan, maupun membahas kendala/kekurangan cara sumur peresapan yang sudah
dicanangkan di DKI Jakarta.
Garis besar dasar sistim penanggulangan kiranya perlu ditentukan, namun sebaiknya
dipilih yang dapat dilaksanakan secara bertahap dan masing-masing tahap bisa langsung terasa
manfaatnya. Masalahnya jika dipilih rencana yang baru terlihat faedahnya jika seluruh rencana
selesai, maka hal itu tentunya sekaligus memerlukan biaya yang sangat besar sehinggga tidak
realistis untuk keadaan kita. Sistim tandon air (detention dan retention system) dapat dilakukan
secara bertahap. Begitu pula pelaksanaan sistim resapan yang benar, sehingga dapat disarankan
agar pelaksanaannya di-intensifkan.
9. Daftar Referensi:
1. ASCE Standard. (Dec, 2006). American Society of Civil Engineers
2. Denver Urban Drainage and flood Control District. (2001). Urban Strom Drainage
Criteria Manual. Vol 2& Vol 3.Best Management Practices, Denver, Colorado.
3. Hatcher Vanessa and Noll,J L. (2006). Designing Surface Water Runoff Controls for
Paved Surfaces. Professional Development Series, CE News.
4. Hydraulic Engineering Circular No.22. (2nd edition-2001). Urban Drainage Design
Manual. FHWA-NH1-01-021, National Highway Institute, FHWA, US Departement of
Transportation.
5. Suripin. (2004). Sistim Drainase Perkotaan yang berkelanjutan. Penerbit Andi,
Yogyakarta.
6. Paulus Limasalle and S.P.Limasalle. (2005). Sumur Peresapan dan Sistem Tampungan
air sementara sebagai bagian dari Ekodrainase air hujan.Teknokrida Vol.4 No.2.
7. US. EPA. Post Construction Storm Water Management in New Development &
Redevelopment- Dry Extended Detention Pond.
8. Ways, L.W. (2001). Stormwater Collection System Design Handbook. McGraw Hills.
10