Sinbiotik Spesifik Mengandung Formula Asam Amino Dalam Tatalaksana Diet Alergi Susu Sapi
Sinbiotik Spesifik Mengandung Formula Asam Amino Dalam Tatalaksana Diet Alergi Susu Sapi
Abstrak
Latar belakang:Di sini kami melaporkan data follow-up dari uji acak terkontrol
multisenter dengan double-blind, yang menginvestigasi perubahan mikrobiota
feses dengan formula berbasis asam amino atau acid-based formula (AAF)
meliputi sinbiotik pada bayi dengan alergi susu sapi atau cow’s milk allergy
(CMA) yang tidak dimediasi non-IgE.
Metode: Subjek diacak untuk menerima produk tes (AAF meliputi frukto-
oligosakarida dan Bifidobacterium breve M-16V) atau produk kontrol (AAF)
selama 8 minggu, di mana setelah itu bayi dapat menlanjutkan produk studi
hingga usia 26 minggu. Persentase feses dari bifidobakteria dan Eubacterium
rectale/kelompok Clostridium coccoides (ER/CC) dianalisis pada minggu 0, 8, 12,
dan 26. Titik akhir tambahan meliputi status imunitas saluran pencernaan dari
marker tinja, gejala klinis, dan penilaian keamanan meliputi efek samping dan
penggunaan obat.
Hasil: Uji coba ini meliputi 35 subjek, 36 kontrol, dan 51 pada kelompok
referensi definisi sehat. Produk studi dilanjutkan oleh 86% subjek studi dan 92%
kontrol antara minggu 8-12, dan oleh 71% dan 80% sesuai urutan sebelumnya
hingga usia 26 minggu. Pada usia 26 minggu, hasil median persentasi dari
bifidobacterial secara signifikan lebih tinggi pada subjek studi dibandingkan
kontrol [47,0% vs. 11,8% (p < 0,001)], sedangkan persentasi dari ER/CC sangat
rendah secara signifikan [(13,7% vs. 23,6% (p=0,003)]. Parameter keamanan
sama halnya di antara kedua kelompok. Hal ya menarik adalah penggunaan obat-
obat dermatologi dan laporan adanya infeksi telinga dikatakan rendah pada subjek
dibandingkan kontrol, p = 0,019 dan 0,011 secara berurutan. Gejala klinis dasar
dan marker tinja cenderung ringan (namun persisten) dan rendah. Gejala
berkurang seiring dengan rendahnya skor pada kedua kelompok.
Simpulan: Efek menguntungkan dari AAF ini meliputi sinbiotik spesifik pada
komposisi microbiota yang diamati selama 26 minggu, dan menunjukkan
perlunya tatalaksana diet untuk bayi dengan CMA yang dimediasi non-IgE.
Kata Kunci: Bifidobacterium breve M-16V, mikrobiota saluran cerna, prebiotik,
probiotik, alergi susu sapi, gejala
Pendahulaun
Alergi susu sapi atau cow’s milk allergy (CMA) merupakan kondisi yang sering
ditemukan pada masa kanak-kanak, namun tatalaksana optimal dapat dipengaruhi
oleh tantangan-tantangan dalam menegakkan diagnosis. Tantangan-tantangan ini
lebih besar pada bayi-bayi dengan CMA non-IgE, yang pada beberapa daerah,
bertanggung jawab hingga seperempat dari kasus CMA terkonfirmasi. Gejala
gastrointestinal dan kulit menunjukkan adanya CMA non-IgE, dan gejala dapat
muncul dari derajat berat hingga yang paling sering adalah gejala sedang hingga
ringan. Beberapa studi klinis telah mempublikasi tatalaksana efektif dari populasi
pasien dengan CMA non-IgE karena kesulitan dalam menentukan diagnosis serta
kurangnya uji validasi.
Penelitian terhadap patogenesis dari alergi pada anak-anak dan
berhubungan dengan komposisi microbiota saluran cerna telah menunjukkan
kemungkinan peran microbiota saluran cerna pada usia dini dalam perkembangan
sistem imun. Efek menguntungkan dari pemberian ASI pada mikrobiota saluran
cerna dan maturase sistem imun pada awal masa kehidupan memberikan
rasionalisasi ilmiah untuk melakukan investigasi lebih lanjut pada prebiotik dan
probiotik pada bayi-bayi yang membutuhkan formula.
Formula berbasis asam amino (AAF) direkomendasikan untuk CMA berat
atau kompleks atau ketika formula terhidrolisasi ekstensif (eFH) gagal
menghentikan gejala. Studi klinis telah mengkonfirmasi keamanan AAF yang
mengandung sinbiotik (prebiotik dan probiotik) pada anak-anak. Berdasarkan
studi-studi ini, sebuah uji acak terkontrol (ASSIGN) menginvestigasi AAF yang
mengandung sinbiotik spesifik pada anak dengan CMA non-IgE. Hasil terdahulu
menunjukkan bahwa penggunaan selama 8 minggu dari AAF meliputi sinbiotik
spesifik dari microbiota feses yang dimodifikasi oleh peningkatan bifidobaktera,
yang jumlahnya banyak ditemukan pada bayi-bayi yang menyusui, serta
mengurangi Eubacterium rectale/Clostridium coccoides (ER/CC), yang biasanya
banyak ditemukan pada fase dewasa dari perkembangkan microbiota,
dibandingkan dengan AAF saja, yang dapat dijumpai hasilnya pada kelompok
bayi yang menyusui. Makalah ini melaporkan hasil studi yang dilakukan selama
26 minggu pada komposisi mikrobiota feses, keamanan, dan marker-marker yang
dinilai untuk kesehatan saluran cerna serta status imunitas.
Metode
ASSIGN merupakan studi acak terkontrol multisenter, double blind, dengan
kelompok bayi menyusui sehat yang tidak diacak. Percobaan ini disetujui oleh
komite etik dari pusat-pusat yang berpartisipasi dan para orang tua/wali dengan
informed consent tertulis. Metode detail meliputi kriteria inklusi dan eksklusi,
determinan jumlah sampel, protokol pengacakan dan blinding, penilaian studi,
serta pengukuran luaran, telah dipublikasi sebelumnya.
Singkatnya, kami mengikutsertakan subjek berusia < 13 bulan yang
memiliki gejala persisten, dengan kecurigaan kuat mengalami CMA non-IgE yang
terandomisasi untuk menerima tes atau formula kontrol selama 8 minggy.
Riwayat klinis atau kecurigaan kuat mengarah pada reaksi alergi terhadap protein
susu sapi didasarkan pada pemeriksaan penunjang diagnosis, yang secara kolektif
didesain oleh klinisi tim multidisiplin, terdiri dari spesialis anak bagian
gastroenterologi, alergi dan imunologi. Kriteria inklusi sesuai dengan yang telah
dipublikasi dan meliputi hasil negative dari uji IgE spesifik, dan/atau sebauah tes
skin prick dengan protein susu sapi, bila tes dilakukan. Selain itu, subjek memiliki
satu dari beberapa gejala GI berikut yang masuk kriteria inklusi protein susu sapi
pada diet mereka: pertumbuhan yang terhambat, sering mengakami regurgitasi
atau muntah, diare periodic dengan hasil negatif pada pemeriksaan feses (negative
untuk infeksi virus maupun bakteri), konstipasi dengan feses konsisitensi lembek,
darah di feses, anemia defisiensi besi akubat kehilangan darah makroskopis dari
feses karena infeksi atau kurangnya asupan, hasil endoskopi mengonfirmasi
enteropati eosinofilik, atau distress persisten/kolik (>3 jam per hati selama paling
tidak 3 hari dalam seminggu dalam jangka waktu 3 minggu). Bayi dieksklusi dari
studi bila: berat lahir <2500 gram, usia gestasi <37 minggu dan membutuhkan
formulan bayi premature, penyakit berat yang berulang, gejala GI fungsional
tanpa adanya kecurigaan atopi dan alergi makanan, imun, autoimun atau
enteropati sensitive gluten, sindrom enterocolitis yang dipicu protein makanan,
diare akut atau kronis sekunder terhadap infeksi gastroenteritis, gangguan perilaku
terhadap makanan atau fobia makanan, operasi GI, sindrom-sindrom yang
berhubungan dengan penyakit GI fungsional, dan penggunaan probiotik, antibiotic
sistemik atau obat anti-mikotik 4 minggu sebelum mulai studi. Dua minggu
setelah pengacakan, resolusi gejala dievaluasi dan subjek dengan gejala persisten
dikaji ulang oleh peneliti dan hanya subjek dengan kecurigaan atau konfirmasi
CMA non-IgE yang dapat melanjutkan dalam studi. Subjek yang tidak sesuai pada
pengkajian ulang dikeluarkan. Subjek dalam kelompok referensi yang sehat dan
diberi ASI disesuaikan dengan usia minggu ke-8 dari kelompok acak. Formula uji,
AAF hipoalergenik, nutrisi lengkap (Neocate LCP; Nutricia Advanced Medical
Nutrition, Liverpool, Inggris) mengandung campuran prebiotik oligofruktosa
netral yang diturunkan dari chicory, inulin rantai panjang (BENEO-Orafti SA,
Oreye, Belgia) (9 : 1 rasio pada konsentrasi total 0,63 g / 100 ml) dan strain
probiotik Bifidobacterium breve M-16V (Morinaga Milk Industry, Tokyo, Japan)
pada konsentrasi 1,47 × 109 unit pembentuk koloni / 100 mL.
Formula kontrolnya adalah AAF yang tersedia secara komersial (Neocate
LCP; Nutricia Advanced Medical Nutrition, Liverpool, Inggris). Setelah 8
minggu, subjek menerima formula yang diresepkan sesuai dengan kondisi dan
usia mereka sesuai pilihan dan praktik dokter. Jika subjek diresepkan AAF
mereka melanjutkan dengan formula yang ditugaskan secara acak.
Sampel feses dikumpulkan pada minggu ke 0, 8, 12, dan 26, seperti yang
dilaporkan sebelumnya. Persentase kelompok bifidobacteria dan Eubacterium
rectale / Clostridium coccoides (ER / CC), Clostridium histolyticum, dan
Clostridium lituseburense dianalisis dengan fluorescent in situ hybridization
(FISH), seperti dijelaskan sebelumnya. Untuk mengeksplorasi potensi sejumlah
penanda tinja pada alergi makanan yang dimediasi non-IgE (FA), penelitian ini
menilai imunoglobulin A sekretori (sIgA), protein kationik eosinofil (ECP),
calprotectin (FC), dan alfa1-antitripsin dalam tinja.
Di bawah pengawasan klinis, orang tua / wali mencatat gejala klinis
sebelum memulai formula studi dan selama 3 hari selama minggu 1, 4, 8, 12, dan
26; Buku harian gejala ditinjau oleh peneliti selama kunjungan klinik. Skala
peringkat yang dilaporkan orang tua untuk gejala kulit, pernapasan,
gastrointestinal, dan umum, dan gejala kulit yang dilaporkan oleh dokter melalui
SCORAD ditentukan seperti yang dijelaskan sebelumnya. Secara singkat, skor
yang dilaporkan orang tua dikumpulkan menggunakan skala empat poin di mana
skor (1) dianggap normal tanpa gejala. Catatan feses tambahan, asupan formula
studi, dan evaluasi diet dikumpulkan seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Frekuensi dan derajat dari efek samping, gejala alergi, akrakteristik feses,
penggunaan obat konkomitan, dan pengukuran antopometri standard digunakan
untuk mengkaji tingkat keamanan dan toleransi selama 26 minggu.
Analisis keamanan menggunakan set data all-subjects treated (AST) dan
analisis lainnya dilakukan dengan set data intention-to-treat, didefinisikan sebagai
subjek randomisasi. Titik akhir primer (persentase bifidobacteria dan ER / CC
pada minggu ke 8) pada kelompok acak dan kelompok referensi menyusui yang
sehat telah dilaporkan sebelumnya. Hasil eksplorasi termasuk gejala alergi,
penanda tinja, dan kelompok bakteri yang diuji untuk perbedaan antara kelompok
perlakuan dengan menggunakan ANCOVA atau van Elteren tergantung pada
normalitas residual. Parameter pertumbuhan dibandingkan menggunakan
ANCOVA dan obat-obatan bersamaan menggunakan uji Fisher. Konsistensi feses
dinilai menggunakan ANCOVA. Analisis subkelompok dilakukan pada semua
subjek acak yang tidak menggunakan antibiotik sistemik selama masa studi
hingga minggu ke 26 dan pada mereka yang melanjutkan asupan produk studi
hingga minggu ke 26. Data yang hilang dalam parameter hasil dianggap sebagai
Hilang Secara Acak (MAR) . Untuk parameter subjek batas deteksi (LOD)
berlaku aturan sebagai berikut: Jika nilai di bawah batas deteksi dan persentase
nilai di bawah batas deteksi paling banyak 30%, maka nilai tersebut diganti
dengan LOD / 2. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SAS
® (SAS Enterprise Guide versi 4.3 atau lebih tinggi) untuk Windows (SAS
Institute Inc., Cary, NC). Hasil dinyatakan sebagai nilai rata-rata ± SD kecuali
dinyatakan lain.
Hasil
Karakteristik subjek seimbang antara kelompok dan telah dilaporkan sebelumnya.
Gambar 1 merangkum aliran 71 subjek dengan CMA non-IgE dalam kelompok
acak dari minggu 0 sampai minggu 26, dan menunjukkan bahwa 26/35 (74,3%)
pada kelompok uji dan 30/36 (83,3%) pada kelompok kontrol menyelesaikan
studi sampai minggu ke 26. Pada awal 35/71 subjek (49,3%) diberi makan dengan
AAF, 32,4% dengan hidrolisat, 15,5% dengan formula protein utuh, sementara
2,8% disusui. Mayoritas populasi ITT (tes 20/35 dan kontrol 19/36) melanjutkan
dengan formula studi yang ditetapkan sampai minggu ke 26 sesuai rekomendasi
klinis mereka (file tambahan 1: Tabel S1). Pada masa studi akhir, minggu ke 12
sampai 26, 5 subjek pada kelompok tes dan 2 subjek pada kelompok kontrol
mendapatkan susu formula (file tambahan 1: Tabel S1).
Selama penelitian di kedua kelompok, alasan paling umum untuk
penghentian dini adalah penarikan subjek (Gambar 1; 8,6% dan 11,1% dalam tes
dan kontrol, masing-masing). Secara keseluruhan 9 subjek dalam kelompok uji
dilaporkan sebagai alasan penarikan: AE (n = 2), sAE (n = 1), penarikan
berdasarkan subjek (n = 3), tidak ada kecurigaan yang kuat terhadap CMA pada
evaluasi 2 minggu (n = 1), lainnya (1), mangkir (1). Pada kelompok kontrol (n =
6) alasan penarikan yang dilaporkan adalah: pelanggaran protokol (n = 1),
penarikan berdasarkan subjek (n = 4), dan lainnya (n = 1). Efek samping terkait
penarikan dini adalah konstipasi (n = 1) dan kolik infantil (n = 1) dan efek
samping serius terkait (n = 1) adalah radang tenggorokan akibat virus. Peristiwa
tersebut dilaporkan tidak mungkin dan tidak terkait dengan formula penelitian.
Tingkat penarikan awal tidak berbeda antara kelompok (Gbr. 1).
Mikrobiota feses
Perbedaan antara kelompok dalam komposisi mikrobiota terlihat pada minggu ke
8 (titik akhir percobaan primer) dipertahankan dengan tindak lanjut penelitian
yang lebih lama. Pada minggu ke 12 dan 26, kelompok uji memiliki persentase
bifidobakteri yang lebih tinggi dan persentase ER / CC yang lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok kontrol (Gbr. 2). Pada minggu ke 26, efek
signifikan secara statistik pada mikrobiota tinja dipertahankan dalam analisis
subkelompok yang terdiri dari 54 subjek (29 tes dan 25 kontrol) yang tidak
menggunakan antibiotik sistemik selama masa penelitian hingga minggu ke 26
(Tabel 1a), dan dalam analisis subkelompok dari 39 subjek ( 20 tes dan 19
kontrol) yang terus mengambil produk studi yang dialokasikan sampai minggu ke
26 (Tabel 1b). Subkelompok komplementer dari subjek yang menerima antibiotik
selama masa studi juga menunjukkan persentase bifidobakteri yang lebih tinggi
dan ER / CC yang lebih rendah pada tes versus kontrol; namun, jumlah subjek
dalam kelompok komplementer ini terlalu kecil untuk interpretasi statistik
(masing-masing 6 vs 11; data tidak ditampilkan). Subkelompok pelengkap dari
subjek yang tidak melanjutkan produk studi sampai minggu ke 26 menunjukkan
tren yang sama tetapi juga terlalu kecil untuk menarik kesimpulan (9 vs 10 subjek;
data tidak ditampilkan).
Persentase kelompok feses Clostridium histolyticum menurun dari minggu
0 hingga 8 pada kelompok uji (perubahan median -0,5; Q1-Q3: -2,4 hingga 0,1),
namun meningkat pada kelompok kontrol di minggu 8 (P=0,002), dan 26
(P<0,001). Tidak terdapat perbedaan antara kelompok pada tingkat Clostridium
lituseburense.
Marker eksploratori pada feses
Pada minggu 8 sIgA feses, FC, dan alpha1-antitrypsin semua berada di rentang
referensi bayi sehat menyusui. Nilai median level ECP feses berada di bawah
persentil 25 dari referensi sehat. Tatalaksana tidak berbeda secara statistic.
Karakteristik feses
Karakteristik feses tidak berbeda dalam statistic secara signifikan antara kelompok
perlakuan dan kontrol pada minggu 0, 8, 12, dan 26.
Gejala klinis
Secara umum, gejala klinis bersifat ringan (namun persisten) pada nilai dasar.
Selama studi ini nilai rata-rata gejala muntah, meludah, dan flatus menurun pada
kedua kelompok ke skor terendah dan tidak berbeda dalam statistic angtar
kelompok. Gejala respiratori menurun seiring waktu (batuk, hidung tersumbat),
atau tetap sama seperti awal studi dilakukan.
Menangis, tanda-tanda ketidaknyamanan (punggung melengkung), dan
gejala kulit menurun hingga ke titik terendah pada kedua kelompok di minggu ke-
26.
Median dasar [Q1 – Q3] SCORAD adalah 6,0 [0,0–19,0] dan 9,0 [0,0–
20,0] pada kelompok uji dan kontrol. Skor median menurun antara minggu 0 dan
26 sebesar 6,0 (Q1 – Q3: - 13.0, 0.0) dan 7.0 (Q1 – Q3: - 13.0, 0.0) masing-
masing pada kelompok uji dan kontrol (data tidak ditampilkan).