Anda di halaman 1dari 12

Sinbiotik spesifik mengandung formula asam amino dalam tatalaksana diet

alergi susu sapi: sebuah uji acak terkontrol

Abstrak
Latar belakang:Di sini kami melaporkan data follow-up dari uji acak terkontrol
multisenter dengan double-blind, yang menginvestigasi perubahan mikrobiota
feses dengan formula berbasis asam amino atau acid-based formula (AAF)
meliputi sinbiotik pada bayi dengan alergi susu sapi atau cow’s milk allergy
(CMA) yang tidak dimediasi non-IgE.
Metode: Subjek diacak untuk menerima produk tes (AAF meliputi frukto-
oligosakarida dan Bifidobacterium breve M-16V) atau produk kontrol (AAF)
selama 8 minggu, di mana setelah itu bayi dapat menlanjutkan produk studi
hingga usia 26 minggu. Persentase feses dari bifidobakteria dan Eubacterium
rectale/kelompok Clostridium coccoides (ER/CC) dianalisis pada minggu 0, 8, 12,
dan 26. Titik akhir tambahan meliputi status imunitas saluran pencernaan dari
marker tinja, gejala klinis, dan penilaian keamanan meliputi efek samping dan
penggunaan obat.
Hasil: Uji coba ini meliputi 35 subjek, 36 kontrol, dan 51 pada kelompok
referensi definisi sehat. Produk studi dilanjutkan oleh 86% subjek studi dan 92%
kontrol antara minggu 8-12, dan oleh 71% dan 80% sesuai urutan sebelumnya
hingga usia 26 minggu. Pada usia 26 minggu, hasil median persentasi dari
bifidobacterial secara signifikan lebih tinggi pada subjek studi dibandingkan
kontrol [47,0% vs. 11,8% (p < 0,001)], sedangkan persentasi dari ER/CC sangat
rendah secara signifikan [(13,7% vs. 23,6% (p=0,003)]. Parameter keamanan
sama halnya di antara kedua kelompok. Hal ya menarik adalah penggunaan obat-
obat dermatologi dan laporan adanya infeksi telinga dikatakan rendah pada subjek
dibandingkan kontrol, p = 0,019 dan 0,011 secara berurutan. Gejala klinis dasar
dan marker tinja cenderung ringan (namun persisten) dan rendah. Gejala
berkurang seiring dengan rendahnya skor pada kedua kelompok.
Simpulan: Efek menguntungkan dari AAF ini meliputi sinbiotik spesifik pada
komposisi microbiota yang diamati selama 26 minggu, dan menunjukkan
perlunya tatalaksana diet untuk bayi dengan CMA yang dimediasi non-IgE.
Kata Kunci: Bifidobacterium breve M-16V, mikrobiota saluran cerna, prebiotik,
probiotik, alergi susu sapi, gejala

Pendahulaun
Alergi susu sapi atau cow’s milk allergy (CMA) merupakan kondisi yang sering
ditemukan pada masa kanak-kanak, namun tatalaksana optimal dapat dipengaruhi
oleh tantangan-tantangan dalam menegakkan diagnosis. Tantangan-tantangan ini
lebih besar pada bayi-bayi dengan CMA non-IgE, yang pada beberapa daerah,
bertanggung jawab hingga seperempat dari kasus CMA terkonfirmasi. Gejala
gastrointestinal dan kulit menunjukkan adanya CMA non-IgE, dan gejala dapat
muncul dari derajat berat hingga yang paling sering adalah gejala sedang hingga
ringan. Beberapa studi klinis telah mempublikasi tatalaksana efektif dari populasi
pasien dengan CMA non-IgE karena kesulitan dalam menentukan diagnosis serta
kurangnya uji validasi.
Penelitian terhadap patogenesis dari alergi pada anak-anak dan
berhubungan dengan komposisi microbiota saluran cerna telah menunjukkan
kemungkinan peran microbiota saluran cerna pada usia dini dalam perkembangan
sistem imun. Efek menguntungkan dari pemberian ASI pada mikrobiota saluran
cerna dan maturase sistem imun pada awal masa kehidupan memberikan
rasionalisasi ilmiah untuk melakukan investigasi lebih lanjut pada prebiotik dan
probiotik pada bayi-bayi yang membutuhkan formula.
Formula berbasis asam amino (AAF) direkomendasikan untuk CMA berat
atau kompleks atau ketika formula terhidrolisasi ekstensif (eFH) gagal
menghentikan gejala. Studi klinis telah mengkonfirmasi keamanan AAF yang
mengandung sinbiotik (prebiotik dan probiotik) pada anak-anak. Berdasarkan
studi-studi ini, sebuah uji acak terkontrol (ASSIGN) menginvestigasi AAF yang
mengandung sinbiotik spesifik pada anak dengan CMA non-IgE. Hasil terdahulu
menunjukkan bahwa penggunaan selama 8 minggu dari AAF meliputi sinbiotik
spesifik dari microbiota feses yang dimodifikasi oleh peningkatan bifidobaktera,
yang jumlahnya banyak ditemukan pada bayi-bayi yang menyusui, serta
mengurangi Eubacterium rectale/Clostridium coccoides (ER/CC), yang biasanya
banyak ditemukan pada fase dewasa dari perkembangkan microbiota,
dibandingkan dengan AAF saja, yang dapat dijumpai hasilnya pada kelompok
bayi yang menyusui. Makalah ini melaporkan hasil studi yang dilakukan selama
26 minggu pada komposisi mikrobiota feses, keamanan, dan marker-marker yang
dinilai untuk kesehatan saluran cerna serta status imunitas.

Metode
ASSIGN merupakan studi acak terkontrol multisenter, double blind, dengan
kelompok bayi menyusui sehat yang tidak diacak. Percobaan ini disetujui oleh
komite etik dari pusat-pusat yang berpartisipasi dan para orang tua/wali dengan
informed consent tertulis. Metode detail meliputi kriteria inklusi dan eksklusi,
determinan jumlah sampel, protokol pengacakan dan blinding, penilaian studi,
serta pengukuran luaran, telah dipublikasi sebelumnya.
Singkatnya, kami mengikutsertakan subjek berusia < 13 bulan yang
memiliki gejala persisten, dengan kecurigaan kuat mengalami CMA non-IgE yang
terandomisasi untuk menerima tes atau formula kontrol selama 8 minggy.
Riwayat klinis atau kecurigaan kuat mengarah pada reaksi alergi terhadap protein
susu sapi didasarkan pada pemeriksaan penunjang diagnosis, yang secara kolektif
didesain oleh klinisi tim multidisiplin, terdiri dari spesialis anak bagian
gastroenterologi, alergi dan imunologi. Kriteria inklusi sesuai dengan yang telah
dipublikasi dan meliputi hasil negative dari uji IgE spesifik, dan/atau sebauah tes
skin prick dengan protein susu sapi, bila tes dilakukan. Selain itu, subjek memiliki
satu dari beberapa gejala GI berikut yang masuk kriteria inklusi protein susu sapi
pada diet mereka: pertumbuhan yang terhambat, sering mengakami regurgitasi
atau muntah, diare periodic dengan hasil negatif pada pemeriksaan feses (negative
untuk infeksi virus maupun bakteri), konstipasi dengan feses konsisitensi lembek,
darah di feses, anemia defisiensi besi akubat kehilangan darah makroskopis dari
feses karena infeksi atau kurangnya asupan, hasil endoskopi mengonfirmasi
enteropati eosinofilik, atau distress persisten/kolik (>3 jam per hati selama paling
tidak 3 hari dalam seminggu dalam jangka waktu 3 minggu). Bayi dieksklusi dari
studi bila: berat lahir <2500 gram, usia gestasi <37 minggu dan membutuhkan
formulan bayi premature, penyakit berat yang berulang, gejala GI fungsional
tanpa adanya kecurigaan atopi dan alergi makanan, imun, autoimun atau
enteropati sensitive gluten, sindrom enterocolitis yang dipicu protein makanan,
diare akut atau kronis sekunder terhadap infeksi gastroenteritis, gangguan perilaku
terhadap makanan atau fobia makanan, operasi GI, sindrom-sindrom yang
berhubungan dengan penyakit GI fungsional, dan penggunaan probiotik, antibiotic
sistemik atau obat anti-mikotik 4 minggu sebelum mulai studi. Dua minggu
setelah pengacakan, resolusi gejala dievaluasi dan subjek dengan gejala persisten
dikaji ulang oleh peneliti dan hanya subjek dengan kecurigaan atau konfirmasi
CMA non-IgE yang dapat melanjutkan dalam studi. Subjek yang tidak sesuai pada
pengkajian ulang dikeluarkan. Subjek dalam kelompok referensi yang sehat dan
diberi ASI disesuaikan dengan usia minggu ke-8 dari kelompok acak. Formula uji,
AAF hipoalergenik, nutrisi lengkap (Neocate LCP; Nutricia Advanced Medical
Nutrition, Liverpool, Inggris) mengandung campuran prebiotik oligofruktosa
netral yang diturunkan dari chicory, inulin rantai panjang (BENEO-Orafti SA,
Oreye, Belgia) (9 : 1 rasio pada konsentrasi total 0,63 g / 100 ml) dan strain
probiotik Bifidobacterium breve M-16V (Morinaga Milk Industry, Tokyo, Japan)
pada konsentrasi 1,47 × 109 unit pembentuk koloni / 100 mL.
Formula kontrolnya adalah AAF yang tersedia secara komersial (Neocate
LCP; Nutricia Advanced Medical Nutrition, Liverpool, Inggris). Setelah 8
minggu, subjek menerima formula yang diresepkan sesuai dengan kondisi dan
usia mereka sesuai pilihan dan praktik dokter. Jika subjek diresepkan AAF
mereka melanjutkan dengan formula yang ditugaskan secara acak.
Sampel feses dikumpulkan pada minggu ke 0, 8, 12, dan 26, seperti yang
dilaporkan sebelumnya. Persentase kelompok bifidobacteria dan Eubacterium
rectale / Clostridium coccoides (ER / CC), Clostridium histolyticum, dan
Clostridium lituseburense dianalisis dengan fluorescent in situ hybridization
(FISH), seperti dijelaskan sebelumnya. Untuk mengeksplorasi potensi sejumlah
penanda tinja pada alergi makanan yang dimediasi non-IgE (FA), penelitian ini
menilai imunoglobulin A sekretori (sIgA), protein kationik eosinofil (ECP),
calprotectin (FC), dan alfa1-antitripsin dalam tinja.
Di bawah pengawasan klinis, orang tua / wali mencatat gejala klinis
sebelum memulai formula studi dan selama 3 hari selama minggu 1, 4, 8, 12, dan
26; Buku harian gejala ditinjau oleh peneliti selama kunjungan klinik. Skala
peringkat yang dilaporkan orang tua untuk gejala kulit, pernapasan,
gastrointestinal, dan umum, dan gejala kulit yang dilaporkan oleh dokter melalui
SCORAD ditentukan seperti yang dijelaskan sebelumnya. Secara singkat, skor
yang dilaporkan orang tua dikumpulkan menggunakan skala empat poin di mana
skor (1) dianggap normal tanpa gejala. Catatan feses tambahan, asupan formula
studi, dan evaluasi diet dikumpulkan seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Frekuensi dan derajat dari efek samping, gejala alergi, akrakteristik feses,
penggunaan obat konkomitan, dan pengukuran antopometri standard digunakan
untuk mengkaji tingkat keamanan dan toleransi selama 26 minggu.
Analisis keamanan menggunakan set data all-subjects treated (AST) dan
analisis lainnya dilakukan dengan set data intention-to-treat, didefinisikan sebagai
subjek randomisasi. Titik akhir primer (persentase bifidobacteria dan ER / CC
pada minggu ke 8) pada kelompok acak dan kelompok referensi menyusui yang
sehat telah dilaporkan sebelumnya. Hasil eksplorasi termasuk gejala alergi,
penanda tinja, dan kelompok bakteri yang diuji untuk perbedaan antara kelompok
perlakuan dengan menggunakan ANCOVA atau van Elteren tergantung pada
normalitas residual. Parameter pertumbuhan dibandingkan menggunakan
ANCOVA dan obat-obatan bersamaan menggunakan uji Fisher. Konsistensi feses
dinilai menggunakan ANCOVA. Analisis subkelompok dilakukan pada semua
subjek acak yang tidak menggunakan antibiotik sistemik selama masa studi
hingga minggu ke 26 dan pada mereka yang melanjutkan asupan produk studi
hingga minggu ke 26. Data yang hilang dalam parameter hasil dianggap sebagai
Hilang Secara Acak (MAR) . Untuk parameter subjek batas deteksi (LOD)
berlaku aturan sebagai berikut: Jika nilai di bawah batas deteksi dan persentase
nilai di bawah batas deteksi paling banyak 30%, maka nilai tersebut diganti
dengan LOD / 2. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SAS
® (SAS Enterprise Guide versi 4.3 atau lebih tinggi) untuk Windows (SAS
Institute Inc., Cary, NC). Hasil dinyatakan sebagai nilai rata-rata ± SD kecuali
dinyatakan lain.

Hasil
Karakteristik subjek seimbang antara kelompok dan telah dilaporkan sebelumnya.
Gambar 1 merangkum aliran 71 subjek dengan CMA non-IgE dalam kelompok
acak dari minggu 0 sampai minggu 26, dan menunjukkan bahwa 26/35 (74,3%)
pada kelompok uji dan 30/36 (83,3%) pada kelompok kontrol menyelesaikan
studi sampai minggu ke 26. Pada awal 35/71 subjek (49,3%) diberi makan dengan
AAF, 32,4% dengan hidrolisat, 15,5% dengan formula protein utuh, sementara
2,8% disusui. Mayoritas populasi ITT (tes 20/35 dan kontrol 19/36) melanjutkan
dengan formula studi yang ditetapkan sampai minggu ke 26 sesuai rekomendasi
klinis mereka (file tambahan 1: Tabel S1). Pada masa studi akhir, minggu ke 12
sampai 26, 5 subjek pada kelompok tes dan 2 subjek pada kelompok kontrol
mendapatkan susu formula (file tambahan 1: Tabel S1).
Selama penelitian di kedua kelompok, alasan paling umum untuk
penghentian dini adalah penarikan subjek (Gambar 1; 8,6% dan 11,1% dalam tes
dan kontrol, masing-masing). Secara keseluruhan 9 subjek dalam kelompok uji
dilaporkan sebagai alasan penarikan: AE (n = 2), sAE (n = 1), penarikan
berdasarkan subjek (n = 3), tidak ada kecurigaan yang kuat terhadap CMA pada
evaluasi 2 minggu (n = 1), lainnya (1), mangkir (1). Pada kelompok kontrol (n =
6) alasan penarikan yang dilaporkan adalah: pelanggaran protokol (n = 1),
penarikan berdasarkan subjek (n = 4), dan lainnya (n = 1). Efek samping terkait
penarikan dini adalah konstipasi (n = 1) dan kolik infantil (n = 1) dan efek
samping serius terkait (n = 1) adalah radang tenggorokan akibat virus. Peristiwa
tersebut dilaporkan tidak mungkin dan tidak terkait dengan formula penelitian.
Tingkat penarikan awal tidak berbeda antara kelompok (Gbr. 1).

Mikrobiota feses
Perbedaan antara kelompok dalam komposisi mikrobiota terlihat pada minggu ke
8 (titik akhir percobaan primer) dipertahankan dengan tindak lanjut penelitian
yang lebih lama. Pada minggu ke 12 dan 26, kelompok uji memiliki persentase
bifidobakteri yang lebih tinggi dan persentase ER / CC yang lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok kontrol (Gbr. 2). Pada minggu ke 26, efek
signifikan secara statistik pada mikrobiota tinja dipertahankan dalam analisis
subkelompok yang terdiri dari 54 subjek (29 tes dan 25 kontrol) yang tidak
menggunakan antibiotik sistemik selama masa penelitian hingga minggu ke 26
(Tabel 1a), dan dalam analisis subkelompok dari 39 subjek ( 20 tes dan 19
kontrol) yang terus mengambil produk studi yang dialokasikan sampai minggu ke
26 (Tabel 1b). Subkelompok komplementer dari subjek yang menerima antibiotik
selama masa studi juga menunjukkan persentase bifidobakteri yang lebih tinggi
dan ER / CC yang lebih rendah pada tes versus kontrol; namun, jumlah subjek
dalam kelompok komplementer ini terlalu kecil untuk interpretasi statistik
(masing-masing 6 vs 11; data tidak ditampilkan). Subkelompok pelengkap dari
subjek yang tidak melanjutkan produk studi sampai minggu ke 26 menunjukkan
tren yang sama tetapi juga terlalu kecil untuk menarik kesimpulan (9 vs 10 subjek;
data tidak ditampilkan).
Persentase kelompok feses Clostridium histolyticum menurun dari minggu
0 hingga 8 pada kelompok uji (perubahan median -0,5; Q1-Q3: -2,4 hingga 0,1),
namun meningkat pada kelompok kontrol di minggu 8 (P=0,002), dan 26
(P<0,001). Tidak terdapat perbedaan antara kelompok pada tingkat Clostridium
lituseburense.
Marker eksploratori pada feses
Pada minggu 8 sIgA feses, FC, dan alpha1-antitrypsin semua berada di rentang
referensi bayi sehat menyusui. Nilai median level ECP feses berada di bawah
persentil 25 dari referensi sehat. Tatalaksana tidak berbeda secara statistic.

Karakteristik feses
Karakteristik feses tidak berbeda dalam statistic secara signifikan antara kelompok
perlakuan dan kontrol pada minggu 0, 8, 12, dan 26.

Gejala klinis
Secara umum, gejala klinis bersifat ringan (namun persisten) pada nilai dasar.
Selama studi ini nilai rata-rata gejala muntah, meludah, dan flatus menurun pada
kedua kelompok ke skor terendah dan tidak berbeda dalam statistic angtar
kelompok. Gejala respiratori menurun seiring waktu (batuk, hidung tersumbat),
atau tetap sama seperti awal studi dilakukan.
Menangis, tanda-tanda ketidaknyamanan (punggung melengkung), dan
gejala kulit menurun hingga ke titik terendah pada kedua kelompok di minggu ke-
26.
Median dasar [Q1 – Q3] SCORAD adalah 6,0 [0,0–19,0] dan 9,0 [0,0–
20,0] pada kelompok uji dan kontrol. Skor median menurun antara minggu 0 dan
26 sebesar 6,0 (Q1 – Q3: - 13.0, 0.0) dan 7.0 (Q1 – Q3: - 13.0, 0.0) masing-
masing pada kelompok uji dan kontrol (data tidak ditampilkan).

Parameter pertumbuhan dan keamanan


Parameter pertumbuhan yang diukur semuanya dalam rentang yang diharapkan
untuk usia (File tambahan 4: Tabel S2). Lingkar kepala (antara perbedaan
kelompok 0,57; 95% CI: 0,13, 1,02) dan lingkar kepala-untuk-usia-skor Z (antara
perbedaan kelompok 0,41; 95% CI: 0,07, 0,75) secara statistik berbeda signifikan
antara kelompok uji dan kontrol pada minggu 8 (P = 0,013 dan P = 0,019, masing-
masing), tetapi tidak pada minggu 12 dan 26. Berat, panjang, pertambahan berat
badan, skor Z BB/usia, skor Z TB/usia dan skor Z BB/TB tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan dalam statistic pada kelompok perlakuan
maupun kontrol.
Pengobatan bersamaan konsisten dengan populasi anak-anak yang diteliti.
Penggunaan obat-obatan dermatologis secara statistik lebih rendah secara
signifikan pada tes dibandingkan kelompok kontrol pada minggu ke 26 (Tabel 2).
Subkategori khusus 'emolien dan protektif' (p = 0,023) dan 'agen antijamur' (p =
0,054) lebih rendah pada kelompok uji
Jenis dan jumlah efek samping seimbang antar kelompok. Efek samping
dicatat pada 25/35 (71%) subjek dalam kelompok uji dan 28/35 (80%) subjek
dalam kelompok kontrol (File tambahan 5: Tabel S3). Efek samping yang paling
sering dilaporkan selama masa studi 26 minggu adalah gangguan gastrointestinal
(termasuk sembelit, diare, perut kembung, dan penyakit gastroesophageal reflux)
serta infeksi dan infestasi (nasofaringitis, infeksi saluran pernapasan atas, dan
infeksi telinga). Meskipun kejadian efek samping secara keseluruhan tidak
berbeda antar kelompok, kejadian infeksi dan infestasi subkategori 'infeksi telinga'
secara signifikan lebih rendah pada kelompok uji dibandingkan pada kelompok
kontrol (0% vs 20%, masing-masing; P = 0,011) . Efek samping yang serius
dilaporkan pada 5 subjek selama penelitian hingga minggu ke 26 (File tambahan
5: Tabel S3), dan semua dikategorikan sebagai tidak terkait atau tidak mungkin
terkait dengan produk penelitian. Jenis efek samping (serius) yang dilaporkan
(penyakit gastroesophageal reflux, laringitis virus, dan bronchiolitis yang
memerlukan rawat inap (n = 2), dan reaksi anafilaksis terhadap nanas) dan tingkat
keparahannya konsisten dengan populasi yang diteliti dari anak-anak dengan
CMA.
Diskusi
Tujuan primer studi ini adalah untuk mengetahui dan mebuktikan analisis
microbiota feses yang menunjukkan bahwa 8 minggu penggunaan produk
penelitian secara signifikan (p<0,001) meningkatkan bifidobakteri dan
menurunkan ER/CC dengan persentase mendekati nilai yang menjadi referensi
pada subjek sehat dan menyusui. Kami sekarang mealporkan bahwa perbedaan
microbiota feses antar kelompok dijaga selama masa studi yaitu 26 minggu, gejala
klinis turun pada kedua kelompok hingga ke skor terendah, dan formula meliputi
oligofruktosa, inulin rantai panjang dan B. breve M-16V dapat ditoleransi dan
sesuai untuk tatalaksana gejala CMA.
Manajemen diet CMA termasuk eHF untuk kasus ringan dan AAF untuk
kasus yang lebih parah atau kompleks, atau saat eHF gagal mengatasi gejala.
Meskipun pendekatan ini direkomendasikan dalam pedoman, mereka tidak
menangani mikrobiota usus, yang sekarang secara luas diakui memainkan peran
penting dalam perkembangan kekebalan. Komposisi sinbiotik dari produk uji
dikembangkan setelah penelitian praklinis dan klinis yang menunjukkan efek
positif pada mikrobiota dan pengelolaan potensial alergi. Pemberian sinbiotik
spesifik ini dengan AAF menghasilkan perubahan signifikan dalam komposisi
mikrobiota tinja, yang dipertahankan, seperti yang dilaporkan dalam penelitian
ini, pada minggu ke-26 pada populasi ITT. Perbedaan signifikan antara kelompok
uji dan kontrol dipertahankan di semua titik waktu baik dalam populasi ITT dan
analisis subkelompok subjek yang melanjutkan produk uji selama 26 minggu.
Pengamatan ini menunjukkan bahwa AAF termasuk sinbiotik menopang
perubahan komposisi mikrobiota usus, seperti yang diukur dalam tinja. Beberapa
faktor lain dapat mempengaruhi perkembangan dan keragaman mikrobiota usus
pada masa bayi, termasuk paparan antibiotik sistemik. Analisis subkelompok dari
perubahan mikrobiota tinja pada subjek yang tidak menerima antibiotik sistemik
selama periode penelitian 26 minggu menunjukkan bahwa AAF termasuk
sinbiotik meningkatkan bifidobakteri dan penurunan ER / CC di semua titik
waktu. Subkelompok komplementer yang menerima antibiotik selama penelitian,
menunjukkan hasil yang serupa. Meskipun jumlah subjek terlalu kecil untuk
interpretasi statistik, ini dapat menunjukkan bahwa efek microbiota saluran cerna
oleh AAF termasuk sinbiotik dapat dijaga dalam populasi CMA yang menerima
antibiotic sistemik.
Menariknya, data penuh selama 26 minggu menunjukkan bahwa
penggunaan agen untuk tujuan dermatologis secara signifikan lebih rendah dan
insiden infeksi telinga yang lebih rendah pada kelompok uji dibandingkan dengan
kelompok kontrol, menunjukkan kemungkinan efek sistemik sinbiotik di luar
modifikasi mikrobiota usus. Prevalensi eksim pada awal seimbang antara
kelompok. Meskipun penggunaan obat dermatologis yang lebih jarang pada
kelompok uji menunjukkan kemungkinan perbaikan gejala kulit, tidak ada
perbedaan yang terdeteksi oleh pelaporan yang dinilai orang tua. Interpretasi dari
data ini mungkin dibingungkan oleh heterogenitas rejimen pemberian makanan
sebelum studi
dan perbedaan dalam praktek klinis antar pusat; studi lebih lanjut diperlukan
untuk mengkonfirmasi efek potensial AAF yang mengandung sinbiotik spesifik
ini pada gejala kulit. Studi klinis prebiotik dan probiotik telah menunjukkan
beberapa perbaikan atau pengurangan eksim pada bayi dengan kondisi alergi,
tetapi tidak satupun dari studi ini secara khusus memasukkan subjek dengan CMA
non-IgE. Efek peningkatan komposisi mikrobiota usus pada kesehatan usus secara
keseluruhan dan status kekebalan masih harus ditentukan. Studi klinis telah
menunjukkan bahwa AAF atau eHF yang mengandung prebiotik dan / atau
probiotik memiliki efek positif pada mikrobiota pada bayi alergi, namun,
heterogenitas dalam populasi penelitian dan perbedaan dalam formula yang
dipelajari, dan pra-dan / atau probiotik yang dikandungnya, berarti itu sulit untuk
membandingkan studi ini.
Penanda feses secara non-invasif dapat memberikan gambaran tentang
status kekebalan 'bawaan' dari mukosa usus dan beberapa telah diidentifikasi
sebagai penanda untuk mendiagnosis kondisi gastrointestinal, seperti penyakit
Crohn. Sebaliknya, data mengenai jenis penanda yang terkait dengan FA ini,
terutama di FA yang dimediasi non-IgE, tetap langka dan kontroversial. Penelitian
menunjukkan sIgA berperan dalam pertahanan kekebalan mukosa, sedangkan
ECP dan FC dapat mencerminkan tingkat mukosa eosinofil dan neutrofil.
Antitripsin alfa1 tinja telah disarankan sebagai penanda enteropati yang
kehilangan protein. Dalam penelitian ini, penanda feses berada dalam rentang
referensi yang sehat. Namun, ECP feses rata-rata lebih rendah daripada persentil
ke-25 dari referensi kesehatan yang disusui. Hal ini sejalan dengan hubungan
yang dilaporkan sebelumnya dari peningkatan ECP tinja dan menyusui. Meskipun
calprotectin tinja telah disarankan sebagai penanda potensial untuk memantau
respons terhadap diet eksklusi, atau menantang FA yang terbukti, ini hanya telah
dikonfirmasi pada anak-anak berusia 1 tahun atau lebih. Studi menunjukkan
bahwa kadar FC tergantung pada usia dan akurasi diagnostik mungkin sulit untuk
ditafsirkan pada bayi, yang dapat kami konfirmasi berdasarkan pengamatan saat
ini. Sepengetahuan kami, penanda ini tidak pernah dilaporkan pada populasi CMA
non-IgE spesifik ini dan pada bayi FA pada usia ini. Hasilnya menunjukkan
penanda ini tidak meyakinkan dalam populasi penelitian ini. Ini akan diselidiki
apakah ini disebabkan oleh gejala klinis yang relatif ringan sampai sedang, atau
penanda (kekebalan) yang berbeda akan lebih cocok untuk menyelidiki
mekanisme yang terlibat dalam FA yang dimediasi non-IgE.
Karena formula hipoalergenik dan gejala ringan yang relatif, analisis kami
tidak menunjukkan perbedaan yang terdeteksi pada pengkajian klinis atau gejala
klinis yang dilaporkan oleh orang tua di antara kedua kelompok. Formula
hipoalergenik yang digunakan sebelum studi dilakukan menghambat kemampuan
studi dalam menelusuri perbedaan antar kelompok dalam skor gejala. Namun
demikian studi ini tidak didesain untuk menelusuri lebih lanjut perbaikan dari
gejala klinis dan parameter imun serta mengindikasikan bahwa studi yang lebih
besar dengan randomisasi awal dibutuhkan untuk meneliti efek klinis pada
populasi CMA non-IgE.
Studi ini juga menegaskan bahwa AAF termasuk sinbiotik dapat
ditoleransi dengan baik dan tidak ada masalah keamanan yang terungkap dengan
tindak lanjut yang lebih lama. Insiden dan tingkat keparahan efek samping pada
minggu ke 26 tidak berbeda secara signifikan antara kelompok uji dan kontrol
yang menunjukkan bahwa pemberian AAF dengan sinbiotik setidaknya selama 8
minggu, dan hingga 26 minggu, dapat ditoleransi dengan baik dan terkait dengan
pertumbuhan dan perkembangan dalam kondisi normal. jarak. Penelitian
sebelumnya pada bayi dengan CMA juga tidak menemukan masalah keamanan
dengan penambahan B. breve M-16V dan prebiotik pada AAF.
Saat berusaha untuk memperluas bukti sinbiotik pada subjek dengan CMA
non-IgE, penelitian kami secara inheren dibatasi oleh tantangan dalam membuat
dan memastikan diagnosis yang spesifik dan akurat. Tantangan alergen tidak
wajib untuk memastikan diagnosis, berpotensi memungkinkan subjek dengan
selain presentasi alergi CMA yang ketat berada dalam populasi percobaan. Kami
mengembangkan pekerjaan diagnostik yang kuat untuk mengurangi kemungkinan
ini dan inklusi membutuhkan penilaian gejala yang cermat dan pengujian IgE
khusus dan pengujian skinprick (jika dinilai) untuk mengecualikan CMA yang
dimediasi IgE. Kehati-hatian secara keseluruhan harus diambil dalam menafsirkan
hasil, terutama dalam kasus analisis subkelompok dengan jumlah subjek yang
lebih kecil.
Hasil-hasil ini spesifik terhadap produk tes yang mengandung kombinasi
unik dari prebiotik dan B. breve M-16V dan tidak dapat diekstrapolasi menjadi
AAF lainnya atau formulasi sinbiotik berbeda.
Sebagai kesimpulan, penggunaan AAF termasuk sinbiotik spesifik yang
diinvestigasi dalam studi ini menghasilkan adanya perbaikan pada komposisi
microbiota selama 26 minggu. Gejala klinis berkurang pada kedua kelompok ke
skor terendah. AAF dengan sinbiotik spesifik bersifat aman dan cocok untuk
tatalaksana diet bayi dengan kecurigaan CMA non-IgE.

Anda mungkin juga menyukai