Anda di halaman 1dari 15

KEMITRAAN UNTUK PENDIDIKAN

A. KEMITRAAN KELUARGA DAN SEKOLAH


A. Latar Belakang
Orang tua adalah pendidik utama dan terpenting, namun juga yang paling tak tersiapkan. Pasalnya,
mereka harus mencari sendiri informasi dan pengetahuan tentang bagaimana menumbuhkan dan
mendukung pendidikan anak-anak mereka dalam kondisi positif. Selama ini, jika berbicara pendidikan
maka fokus pembicaraan hanya kerap jatuh kepada siswa dan guru. Sementara orangtua seperti
diabaikan dalam pendidikan. Padahal, orang tua memiliki peran sangat besar dalam pendidikan anak.
Keberhasilan pendidikan anak bergantung kepada keterlibatan keluarga. Banyak penelitian menunjukan
bahwa keterlibatan orang tua di sekolah
bermanfaat, antara lain:

(1) bagi peserta didik mendukung prestasi akademik, meningkatkan kehadiran, kesadaran terhadap
kehidupan yang sehat, dan meningkatkan perilaku positif;

(2) bagi orang tua memperbaiki pandangan terhadap sekolah, meningkatkan kepuasan terhadap guru,
dan mempererat hubungan dengan anak; dan

(3) bagi sekolah memperbaiki iklim sekolah, meningkatkan kualitas sekolah, dan mengurangi masalah
kedisiplinan. Sekolah tidak dapat memberikan semua kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan
peserta didiknya, sehingga diperlukan keterlibatan bermakna dari orangtua/keluarga dan anggota
masyarakat. Anak-anak belajar dengan lebih baik jika lingkungan sekitarnya mendukung, yakni orang
tua, guru, dan anggota keluarga lainnya serta masyarakat sekitar. Artinya, sekolah, keluarga, dan
masyarakat merupakan “tri sentra pendidikan” yang sangat penting untuk dapat menjamin
pertumbuhan anak secara optimal. Untuk itu, perlu dibangun kemitraan antara sekolah, keluarga, dan
masyarakat.

B. Tujuan Program Kemitraan


Tujuan Umum
Program kemitraan ini bertujuan untuk menjalin kerjasama dan keselarasan program pendidikan di
sekolah, keluarga, dan masyarakat sebagai tri sentra pendidikan dalam membangun ekosistem
pendidikan yang kondusif untuk menumbuh kembangkan karakter dan budaya berprestasi peserta didik.

Tujuan Khusus
Secara khusus, berikut ini tujuan program kemitraan satuan pendidikan
dengan keluarga dan masyarakat untuk:
• menguatkan jalinan kemitraan antara sekolah, keluarga, dan masyarakat dalam mendukung
lingkungan belajar yang dapat mengembangkan potensi anak secara utuh;
• meningkatkan keterlibatan orang tua/wali dalam mendukung keberhasilan pendidikan anak di rumah
dan di sekolah; dan
• meningkatkan peran serta masyarakat dalam mendukung program pendidikan di sekolah dan di
masyarakat.
C. Model Kemitraan

Kemitraan dibangun di atas dasar kebutuhan anak sehingga orang tua/wali dan masyarakat diharapkan
dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan sekolah. Model kemitraan melibatkan
jejaring yang luas dan melibatkan peserta didik, orang tua, guru, tenaga kependidikan, masyarakat,
kalangan pengusaha, dan organisasi mitra di bidang pendidikan.Selain itu, pihak sekolah membangun
kapasitas warganya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam bidang pendidikan
keluarga serta berbagi pengetahuan dengan orang tua terkait dengan pola pengasuhan anak. Keluarga
atau orang tua diharapkan membantu dan mendukung anak melalui bimbingan, arahan, motivasi, dan
tindakan mendidik lainnya yang selaras dengan program pendidikan yang dilaksanakan pihak sekolah,
misalnya ketika sekolah mengajarkan agar anak selalu menjaga kebersihan lingkungan sekolah, di rumah
juga diajarkan untuk menjaga kebersihan lingkungan rumah.
Masyarakat sesuai kapasitasnya dapat mendukung program pendidikan keluarga di sekolah melalui
berbagai cara misalnya salah satu tokoh masyarakat menjadi narasumber dalam kegiatan kelas orang
tua/wali, menjadi guru model, atau menjadi konsultan bagi pihak sekolah. Pemberdayaan,
pendayagunaan, dan kolaborasi tri sentra pendidikan tersebut diharapkan dapat membentuk ekosistem
sekolah yang aman, nyaman, dan menyenangkan, sehingga bisa menjamin tumbuh kembang fisik,
intelektual, sosial, emosional dan spiritual peserta didik.

D. Prinsip Kemitraan
Kemitraan antara sekolah dengan keluarga dan masyarakat dirancang agar terbentuk ekosistem
pendidikan yang dapat mendorong tumbuhnya karakter dan budaya prestasi semua warga sekolah.
Untuk mewujudkan harapan tersebut, maka kemitraan dilaksanakan dengan mengacu pada prinsip-
prinsip berikut.
1. Kesamaan Hak, Kesejajaran, dan Saling Menghargai.
Kemitraan antara sekolah dengan keluarga dan masyarakat dapat terjalin secara dinamis dan harmonis
apabila semua unsur yang terlibat memiliki kesamaan hak, kesejajaran, dan saling menghargai sesuai
dengan peran dan fungsinya. Prinsip ini akan mendorong peran aktif dan sukarela dari semua pihak
untuk terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program kemitraan.
2. Semangat Gotong-Royong dan Kebersamaan.
Kemitraan dibangun atas dasar semangat gotong royong dan kebersamaan. Prinsip ini akan terjadi
apabila semua pihak merasakan ada kebutuhan dan kepentingan yang sama terkait dengan pendidikan
anak atau peserta didik. Prinsip ini akan menumbuhkankan keinginan
dari semua pihak untuk berkolaborasi dan bersinergi untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang
dapat memberi pengalaman belajar yang kaya kepada peserta didik.
3. Saling Melengkapi dan Memperkuat.
Pihak sekolah tidak mungkin mampu melayani semua kebutuhan belajar peserta didiknya dengan segala
keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Untuk itu, perlu dijalin kemitraan dengan orang tua dan
masyarakat sehingga tercipta tri sentra pendidikan yang saling melengkapi dan memperkuat sesuai
perannya masing-masing.
4. Saling Asah, Saling Asih, dan Saling Asuh.
Prinsip saling asah, saling asih, dan saling asuh diharapkan dapat mewujudkan terjadinya proses berbagi
pengalaman, pengetahuan, keterampilan, dan nilai/norma antara satu dengan lainnya. Serta terjadi
proses saling membelajarkan antara pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat dilandasi oleh rasa cinta
dan kasih sayang dalam rangka menciptakan ekosistem pendidikan yang baik bagi peserta didik.
E. Bentuk Kemitraan
Bentuk-bentuk kemitraan sekolah, keluarga, dan masyarakat dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Penguatan Komunikasi Dua Arah
Komunikasi dua arah bertujuan untuk mendapat informasi dan masukan tentang perkembangan peserta
didik, baik dari keluarga kepada sekolah maupun sebaliknya. Komunikasi sekolah dengan keluarga dan
masyarakat dapat dilakukan dalam beragam bentuk dan media. Misalnya informasi yang dituliskan rutin
melalui buku penghubung, pertemuan rutin wali kelas dengan orang tua/wali, komunikasi dalam wadah
paguyuban orang tua per kelas, komunikasi melalui media komunikasi seperti melalui pesan singkat
(SMS), dan lain-lain yang sesuai.
2. Pendidikan bagi orang tua
Bentuk kemitraan ini ingin membantu orang tua/wali dalam membangun kesadaran akan pendidikan
anak, termasuk di antaranya adalah dengan mengembangkan lingkungan belajar di rumah yang kondusif
(aman, nyaman dan menyenangkan). Pendidikan orang tua ini bisa berupa kelas orang tua/wali yang
dilakukan rutin oleh sekolah atau masyarakat (komite sekolah, organisasi mitra dan komponen
masyarakat lain).

Kelas ini diharapkan dapat membantu orang tua/wali untuk:


a. memperoleh pemahaman yang benar tentang kondisi anak dan upaya-upaya yang dapat dilakukan;
b. meningkatkan peran positif dan tanggung jawab sebagai orang tua/wali dalam mengatasi
permasalahan anak; dan
c. meningkatkan kerjasama yang lebih harmonis antara orang tua/ wali dan sekolah dalam membantu
permasalahan anak.
3. Kegiatan Sukarela
Kegiatan ini bertujuan untuk menyalurkan aspirasi masing-masing pihak dalam mendukung dan
membantu kemajuan pendidikan anak.
4. Belajar di Rumah
Sekolah mengkomunikasikan orang tua/wali mengenai materi yang sebaiknya diperkaya dan diperdalam
kembali di rumah.

5. Kolaborasi dengan Masyarakat


Kemitraan ini bertujuan untuk mengoptimalkan peran masyarakat dalam mendukung pencapaian tujuan
pendidikan anak. Masyarakat dalam hal ini adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, ahli pendidikan atau
lainnya, pengusaha, professional, dan lembaga yang relevan baik bagi sekolah maupun bagi peserta
didik.

Pengorganisasian Program Kemitraan

Paguyuban Orang Tua/Wali di Tingkat Kelas


Paguyuban orang tua/wali di tingkat kelas dibentuk agar semua orang tua/wali peserta didik dapat
terlibat aktif dalam berbagai kegiatan kemitraan. Melalui media paguyuban ini pihak sekolah berfungsi
sebagai inisiator, fasilitator, dan pengendali kemitraan untuk dapat:
a. mensosialisasikan program dan kegiatan kemitraan kepada semua orang tua/wali sehingga mereka
dapat memahaminya dan tergugah untuk berpartispasi aktif;
b. mengidentifikasi orang tua/wali mana yang aktif dan tidak dengan berbagai alasannya, sehingga dapat
mendiskusikan dengan orang tua/wali lain yang aktif untuk mencari solusinya;
c. memulai program dan kegiatan kemitraan dan berkomunikasi dengan orang tua/wali tentang
perkembangan peserta didik;
d. membangun komunikasi agar terjadi keselarasan dalam pola pendidik, pengasuhan, pengarahan,
motivasi antara sekolah dengan keluarga/orang tua/wali; dan
e. mendiskusikan untuk mencari solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi peserta didik dalam
belajar, baik pihak sekolah maupun orang tua/wali.

Membentuk Jaringan Komunikasi dan Informasi


Komunikasi dan informasi merupakan kunci keberhasilan dalam menjalin kemitraan antara sekolah,
keluarga, dan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dirancang media-media yang dapat dimanfaatkan
sebagai jaringan komunikasi antara ketiga pihak tersebut. Media komunikasi dan informasi yang perlu
dibentuk diantaranya:
a. Dokumen RAPK;
b. Buku penghubung antara pihak sekolah dengan orang tua/wali;
c. Pertemuan tatap muka antara pihak sekolah dengan orang tua/wali;
1) Pertemuan yang melibatkan semua orang tua/wali, jika ada informasi yang perlu diketahui oleh
semua orang tua/wali.
2) Pertemuan antara guru/wali kelas atau Kepala Sekolah dengan orang tua tertentu, jika ada
permasalahan khusus menyangkut seorang peserta didik.
d. Surat menyurat dan/atau surat edaran;
e. Leaflet, booklet, banner, dan lainnya; dan
f. Media sosial: facebook, pesan singkat (SMS), Whatsapp, Twitter, laman, dan lainnya

Pelaksanaan Program Kemitraan


Pelaksanaan program kemitraan merupakan proses menjalankan kegiatan yang telah diprogramkan dan
diorganisasikan. Berikut adalah rangkaian pelaksanaan program kemitraan tri sentra pendidikan yang
dilakukan di sekolah.
1. Pengembangan Kapasitas Warga Sekolah
Hal terpenting dalam membangun kemitraan antara sekolah, orang tua/ wali, dan masyarakat agar
dapat berjalan dengan baik dan benar adalah pemahaman semua warga sekolah tentang hakikat
kemitraan yang meliputi tujuannya, program/kegiatan, dan dampak yang diharapkan sebagai muara
akhir dari kemitraan tersebut, yaitu terciptanya ekosistem pendidikan yang dapat membangun karakter
dan budaya berprestasi bagi semua warga sekolah khususnya peserta didik. Pengembangan kapasitas
warga sekolah tentang kemitraan antara sekolah, orang tua/wali dan masyarakat diantaranya
a. Diskusi membahas tentang hakikat kemitraan tri sentra pendidikan yang melibatkan narasumber ahli;
b. Pelibatan semua komponen warga sekolah dalam penyusunan RAPK; dan
c. Sosialisasi tentang kemitraan di lingkungan warga sekolah.
2. Pertemuan Wali Kelas dengan Orang Tua/Wali
Wali kelas berperan penting dalam menjalin kemitraan dengan orang tua/wali murid. Pertemuan wali
kelas dengan orang tua/wali murid dilaksanakan minimal 2 kali per semester atau 4 kali dalam 1 tahun
ajaran, yakni: (1) pada hari pertama masuk sekolah di bulan Juli; (2) menjelang ujian tengah semester 1
di bulan September; (3) Menjelang ujian tengah semester 2 di bulan Maret; dan (4) setelah ujian akhir
semester di bulan Juni.
3. Kelas Orang Tua/Wali
a. Kelas orang tua adalah wadah bagi orang tua/wali baik orang tua/wali per kelas maupun satu sekolah
untuk menambah pengetahuan atau ketrampilan mendidik anak. Kelas orang tua/ wali dilaksanakan
sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun.
b. Pada pertemuan pertama membahas tentang pengasuhan positif dan pada pertemuan kedua
membahas tentang mendidik anak di era digital.
c. Pada pertemuan selanjutnya, tema dan teknis pelaksanaan dapat disepakati bersama orang tua/wali,
sedangkan narasumbernya dapat berasal dari orang tua/wali atau narasumber lain sesuai kesepakatan.
d. Pertemuan ini diharapkan dapat dihadiri oleh seluruh orang tua/wali.
e. Tema-tema pendidikan keorang tuaan dapat dilihat di laman sahabat keluarga
(http://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id)
f. Kegiatan pendidikan keorang tua/walian dapat dilakukan dalam bentuk seminar, arisan, diskusi
mengenai pendidikan orang tua/ wali, dan lain-lain yang sesuai dengan kondisi satuan pendidikan yang
bersangkutan.
4. Pelibatan Orang Tua/Wali Sebagai Motivator/Inspirator bagi Peserta Didik
Kegiatan ini bertujuan untuk mendorong orang tua/wali yang terpilih untuk hadir memberikan
motivasi/inspirasi kepada peserta didik. Orang tua/wali yang terpilih diharapkan berbagi cerita yang
dapat menumbuhkan cita peserta didik.
Kegiatan ini diharapkan dapat membuka pintu interaksi positif antara orang tua/wali terpilih dengan
peserta didik. Kegiatan ini merupakan wujud kepedulian dan kesadaran para orang tua/wali akan peran
sentral nya dalam pendidikan anak. Kegiatan ini dapat dijadwalkan pada waktu yang strategis, seperti
pada upacara bendera atau pada waktu yang telah disepakati bersama. Jadwal kegiatan ini dapat
disepakati bersama diantara pihak sekolah dan orang tua/wali. Kegiatan ini dapat dijadwalkan sebulan
satu kali.
5. Pentas Kelas Akhir Tahun
Pentas akhir tahun merupakan ajang unjuk kreativitas peserta didik yang dilaksanakan di akhir tahun
ajaran sekolah. Pentas akhir tahun ini dirancang dan dilaksanakan oleh paguyuban orang tua/wali baik di
tingkat kelas maupun tingkat sekolah. Kegiatan dilakukan baik sebelum maupun pada saat pembagian
rapor peserta didik.
Tujuan dari pentas akhir tahun adalah (1) untuk menggembirakan
anak setelah mereka selesai ujian; (2) menjadi ajang untuk memberikan apresiasi atas prestasi non-
akademik anak, misalnya: peserta didik yang memiliki tingkat kehadiran terbaik, berpakaian paling rapih,
menjadi ketua kelas atau pengurus organisasi sekolah
lainnya. (untuk mendukung penumbuhan karakter anak); (3) memberikan penghargaan kepada orang
tua/wali yang berperan aktif sebagai penggerak dalam kegiatan di sekolah; dan (4) memberikan
penghargaan atas kiat hebat orang tua/wali dalam mendukung kemajuan belajar anaknya di rumah.
6. Kegiatan dan/atau Pelibatan Orang tua/Wali Lainnya
Keterlibatan orang tua/wali adalah kegiatan yang melibatkan orang tua/wali untuk mengamati kegiatan
anak sekaligus membantu pendidik dalam proses pembelajaran di kelompok/kelas. Jenis kegiatan dalam
keterlibatan orang tua/wali antara lain:
a. Melibatkan orang tua/wali untuk ikut serta dalam kegiatan pembelajaran,
b. Melibatkan orang tua/wali untuk memantau pembelajaran;
c. Keterlibatan orang tua/wali dalam program sukarela;
d. Keterlibatan dalam program belajar dirumah.
Pada akhirnya, dengan menerapkan pendidikan keluarga di sekolah, berbagai permasalahan tentang
anak diharapkan dapat difasilitasi dan dipecahkan dengan baik melalui keterlibatan semua unsur. Hal ini
dapat mendorong orang tua dan masyarakat untuk lebih terlibat dalam pendidikan yang baik bagi anak.

  Penanaman karakter harus dilakukan sejak usia dini. Tidak cukup dilakukan di sekolah,
tidak juga cukup dilakukan di keluarga saja. Harus ada kerjasama antara keluarga, dalam hal ini
orangtua dengan guru di  sekolah. Salah satu yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menilai
karakter seorang anak. Menilai prestasi anak mungkin mudah dengan memberikan nilai-nilai
tertentu sebagai simbul keberhasilan atau ketuntasan seorabng peserta didik. Baca juga : Pola
Asuh Demokratis Bagi Anak Milenial Lantas bagaimana menilai karakter seorang peserta didik?
Kirk Wheeler, kepala Sekolah  St. Thomas School, Washington, Amerika Serikat, seperti dikutip
dari parentmap.com memberikan beberapa tip  untuk bagaimana orangtua dan guru bekerjasama 
dalam hal penanaman karakter di rumah dan di kelas. Orangtua perlu menciptakan waktu untuk
bertemu secara khusus dengan guru anak di sekolah. Keterlibatan orang tua dan kemitraan aktif
dengan guru membawa hasil terbaik.  Awal tahun sekolah adalah waktu yang tepat untuk
bertemu dengan guru. Pertemuan itu menentukan bagaimana orangtua dapat mendukung
pertumbuhan karakter anak di rumah. Orangtua dapat mengajukan pertanyaan langsung tentang
bagaimana kurikulum atau misi sekolah dalam penanaman moral dan karakter.  Bertanya kepada
guru tentang peluang kepemimpinan dan bahkan program yang ditawarkan sekolah juga akan
membantu orangtua memahami bagaimana sekolah mendukung atau memperkenalkan
keterampilan karakter, seperti menjadi teladan yang kuat dan menavigasi pengambilan keputusan
yang etis.   Setelah orangtua memahami bagaimana guru mendukung pengembangan karakter di
sekolah, ciptakan peluang yang dapat ditindaklanjuti untuk mengembangkan kebiasaan di rumah.
Memperkenalkan sopan santun yang tepat, memimpin dengan memberi contoh, dan memberikan
tanggung jawab kepada anak di sekitar rumah akan membantu menanamkan nilai-nilai ini
dengan cara yang dapat dipahami anak-anak. Baik itu menerima surat setiap hari, membongkar
mesin pencuci piring, atau mengucapkan tolong dan terima kasih, mulai dari yang kecil dan
memperkenalkan nilai-nilai ini ke dalam kebiasaan yang dapat ditindaklanjuti dan dapat
ditindaklanjuti di rumah akan membantu meletakkan dasar bagi kompas moral yang kuat yang
dapat tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu.   Luangkan waktu untuk refleksi dan
percakapan keluarga. Dalam iklim politik dan sosial saat ini, anak-anak dihadapkan pada
tantangan yang sangat nyata, dan seringkali membingungkan. Mereka berada di puncak
memasuki dunia yang kompleks di mana mereka akan dipercaya untuk membuat keputusan yang
berdampak pada diri mereka sendiri, keluarga dan teman-teman mereka, serta komunitas lokal
dan global mereka. Meluangkan waktu untuk membahas apa yang terjadi dalam berita dan di
sekolah menghadirkan kesempatan bagi orang tua untuk membimbing, atau melatih, anak-anak
mereka dan membantu mereka memahami seperti apa toleransi, integritas, dan rasa hormat.
Kemampuan untuk merefleksikan, baik sebelum dan sesudah keputusan dibuat, adalah
keterampilan yang bermakna bagi siapa saja untuk mencapai dan meningkatkan saat kita
menjalani kehidupan kita. Meskipun refleksi bisa menjadi praktik yang membutuhkan waktu
sepenuhnya untuk merangkul anak-anak, penting bagi orang tua untuk memperkenalkan ide,
menjelaskan mengapa itu berharga, dan memecah refleksi menjadi potongan-potongan berukuran
gigitan untuk dipraktikkan. Ketika anak-anak merangkul kehidupan, baik di dalam maupun di
luar kelas, pengalaman tertanam di dalamnya dan menjadi pola untuk tindakan dan keputusan di
masa depan. Ketika anak-anak tahu bagaimana harus bertindak dengan karakter, mereka lebih
siap untuk memanfaatkan peluang ini dan menjadi kekuatan untuk kebaikan..

B. MENGATASI ANAK YANG PUTUS SEKOLAH


Pendidikan adalah sarana yang digunakan anak untuk mengembangkan kemampuan, membentuk
karakter, dan akhlak. Bahkan banyak juga orang tua yang mengharapkan dengan mengenyam
pendidikan, anak dapat memperbaiki kehidupan yang lebih baik nantinya. Sekolah merupakan
salah satu tempat yang menjadi sumber didapatnya pendidikan. Keadaan anak putus sekolah di
kota Surakarta sangat memprihatinkan. Di setiap titik lampu lalu lintas didapati anak-anak yang
mengamen dan meminta-minta. Keadaan yang terjadi disebabkan oleh berbagai hal. Misal salah
satu penyebabnya yaitu lingkungan. Lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan anak,
lingkungan yang baik akan menghasilkan anak yang baik, begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini,
anak putus sekolah menjadi bagian dari dampak lingkungan yang kurang baik atau kurang
mendukung anak. Biasanya anak putus sekolah mempunyai lingkungan yang hampir semua
memiliki nasib yang sama yaitu putus sekolah. Contohnya lingkungan yang disitu banyak orang
perokok, berjudi, narkoba, dan lain-lain. Jadi anak putus sekolah dapat dipengaruhi oleh
lingkungannya.
Ekonomi juga berpengaruh terhadap anak putus sekolah. Ekonomi merupakan kebutuhan setiap
orang. Contohnya adalah uang. Seorang anak membutuhkan uang untuk membiayai sekolahnya,
karena banyak kebutuhan sekolah yang harus dipenuhi dengan uang. Misal untuk membayar
SPP, membeli seragam, membeli buku, bahkan untuk uang saku setiap harinya. Anak yang putus
sekolah biasanya kurang mampu dalam ekonomi.
       Selain karena sebab lingkungan dan ekonomi, yang menjadi sebab anak putus sekolah
adalah karena rendahnya motivasi untuk melanjutkan sekolah. Biasanya anak dengan ekonomi
keluarga yang rendah akan lebih memilih untuk membantu orang tua dalam mencukupi
kebutuhan ekonomi keluarganya. Mereka akan beranggapan bahwa apabila melanjutkan sekolah
hanya akan tambah mempersulit keadaan ekonomi keluarganya. Motivasi dapat juga sangat
berpengaruh pada anak dalam melanjutkan sekolah. Jadi harus memikirkan bagaimana upaya
untuk mengatasi berbagai penyebab anak putus sekolah.
B.     Rumusan Masalah
1)      Apa pengertian dari anak putus sekolah ?
2)      Bagaimana keadaan anak putus sekolah di Surakarta ?
3)      Apa saja resiko anak putus sekolah ?
4)      Bagaimana upaya untuk mengatasi anak-anak yang putus sekolah ?

C.    Tujuan
1)      Untuk mengetahui pengertian dari anak putus sekolah.
2)      Untuk mengetahui keadaan anak putus sekolah di Surakarta.
3)      Untuk mengetahui resiko anak putus sekolah.
4)  Untuk mengetahui upaya untuk mengatasi anak-anak yang putus sekolah di   Surakarta.

D.    Teori Anak Putus Sekolah


Putus sekolah merupakan suatu permasalahan yang dihadapi oleh Negara berkembang atau
Negara miskin. Semakin tinggi angka anak putus sekolah mengindikasikan semakin rendahnya
mutu atau kualitas pendidikan di Negara yang bersangkutan, sebaliknya semakin rendah angka
anak putus sekolah menunjukkan tingginya kualitas pendidikan disuatu Negara. Dalam hal ini
dimaksdud adalah bahwa pendidikan sangat berpangaruh dalam pembangunan dalam suatu
Negara. Putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang
tidak mampu menyelesaiakan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat melanjutkan
studinya kejenjang pendidikan berikutnya (Ary H. Gunawan 2010: 18).
Putus sekolah  adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu
lembaga  pendidikan  tempat  dia  belajar.  Artinya  adalah  terlantarnya  anak  dari sebuah
lembaga pendidikan formal, yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah
satunya  kondisi  ekonomi  keluarga  yang  tidak  memadai (Musfiqon, 2007:19). Menurut
Departemen Pendidikan di Amerika Serikat MC Millen Kaufman, dan Whitener (1996)
mendefinisikan bahwa anak putus sekolah adalah murid yang tidak dapat menyelesaikan
program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang tidak tamat menyelesaikan
program belajarnya. Menurut Depag RI (2003:4), Anak putus sekolah (drop out) adalah anak
yang karena suatu hal tidak mampu menamatkan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
maupun menengah secara formal. Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi
anak. Hak ini wajib dipenuhi dengan kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga
pendidikan dan pemerintah. Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu
orang tua, lembaga masyarakat, pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang jalannya
pendidikan.
Pendidikan itu tanggung jawab semua masyarakat, bukan hanya tanggung jawab sekolah.
Konsekuensinya semua warga negara memiliki kewajiban moral untuk menyelamatkan
pendidikan. Sehingga ketika ada anggota masyarakat yang tidak bisa sekolah hanya karena tidak
punya uang, maka masyarakat yang kaya atau tergolong sejahtera memiliki kewajiban moral
untuk menjadi orang tua asuh bagi kelangsungan sekolah anak yang putus sekolah pada tahun ini
mencapai puluhan juta anak di seluruh Indonesia.
Pendidikan itu dimulai dari keluarga. Paradigma ini penting untuk dimiliki oleh seluruh orang
tua untuk membentuk karakter manusia masa depan bangsa ini. Keluarga adalah lingkungan
yang paling pertama dan utama dirasakan oleh seorang anak, bahkan sejak masih dalam
kandungan. Karena itu pendidikan di keluarga yang mencerahkan dan mampu membentuk
karakter anak yang soleh dan kreatif adalah modal penting bagi kesuksesan anak di masa – masa
selanjutnya.

E.     Metode
Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka. Karena teori secara
nyata dapat diperoleh melalui studi atau kajian kepustakaan. Nazir (2005 : 93) menyatakan
bahwa studi kepustakaan atau studi literatur, selain dari mencari sumber data sekunder yang akan
mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai ke mana ilmu yang
berhubungan dengan penelitian telah berkembang, sampai ke mana terdapat kesimpulan dan
generalisasi yang pernah dibuat sehingga situasi yang diperlukan diperoleh.
Menurut Pohan (2012) kegiatan ini (penyusunan kajian pustaka) bertujuan mengumpulkan data
dan informasi ilmiah, berupa teori-teori, metode, atau pendekatan yang pernah berkembang dan
telah di dokumentasikan dalam bentuk buku, jurnal, naskah, catatan, rekaman sejarah, dokumen-
dokumen, dan lain-lain yang terdapat di perpustakaan. Kajian ini dilakukan dengan tujuan
menghindarkan terjadinya pengulangan, peniruan, plagiat, termasuk suaplagiat. Dasar
pertimbangan perlu disusunnya kajian pustaka dalam suatu rancangan penelitian menurut Ratna
(2012) didasari oleh kenyataan bahwa setiap objek kultural merupakan gejala multidimensi
sehingga dapat dianalisis lebih dari satu kali secara berbeda-beda, baik oleh orang yang sama
maupun berbeda. Berdasarkan pendapat ahli di atas kajian pustaka adalah bahan-bahan bacaan
yang berkaitan dengan objek penelitian yang pernah dibuat dan didokumentasikan yang
digunakan untuk menganalisis objek penelitian yang dikaji.
Sumber kajian pustaka ini diambil dari metode buletin. Nazir (2005: 107) menyatakan bahwa
buletin adalah tulisan ilmiah pendek yang diterbitkan secara berkala dan berisi catatan ilmiah
ataupun petunjuk ilmiah tentang satu kegiatan operasional. Jika buletin berisi satu artikel
mengenai hasil penelitian, sering disebut contributions. Pencarian data mengenai anak putus
sekolah yang ada di kota Surakarta, peneliti melakukannya dengan cara sekunder, yaitu
dilakukan dengan cara membaca berita dari koran harian yaitu Solopos dan jawapos yang
membahas mengenai anak putus sekolah di Surakarta.

 Pembahasan
1)      Keadaan anak putus sekolah di Surakarta
Berdasarkan Koran harian Solopos yang membahas mengenai Kasus anak Solo putus sekolah
menerangkan bahwa Sebanyak 3.696 anak putus sekolah. Mereka yang tidak melanjutkan wajib
belajar pendidikan sembilan tahun ini terjadi pada usia 7 hingga 18 tahun.
Anak-anak yang putus sekolah terdiri dari  jenjang SD, SMP dan SMA. Kepala Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) menyatakan ada banyak faktor yang
menyebabkan anak-anak tersebut tak mendapat pendidikan secara penuh. Diantaranya kondisi
ekonomi keluarga, kondisi lingkungan yang tak mendukung, serta motivasi dari anak yang
kurang kuat. Dari ketiga sebab tersebut dapat dikatakan bahwa lingkungan sangat mempengaruhi
perkembangan anak, lingkungan yang baik akan menghasilkan anak yang baik, begitu juga
sebaliknya. Dalam hal ini, anak putus sekolah menjadi bagian dari dampak lingkungan yang
kurang baik atau kurang mendukung anak. Biasanya anak putus sekolah mempunyai lingkungan
yang hampir semua memiliki nasib yang sama yaitu putus sekolah. Contohnya lingkungan yang
disitu banyak orang perokok, berjudi, narkoba, dan lain-lain. Jadi anak putus sekolah dapat
dipengaruhi oleh lingkungannya.
Ekonomi juga berpengaruh terhadap anak putus sekolah. Ekonomi merupakan kebutuhan setiap
orang. Contohnya adalah uang. Seorang anak membutuhkan uang untuk membiayai sekolahnya,
karena banyak kebutuhan sekolah yang harus dipenuhi dengan uang. Misal untuk membayar
SPP, membeli seragam, membeli buku, bahkan untuk uang saku setiap harinya. Anak yang putus
sekolah biasanya kurang mampu dalam ekonomi.
Selain karena sebab lingkungan dan ekonomi, yang menjadi sebab anak putus sekolah adalah
karena rendahnya motivasi untuk melanjutkan sekolah. Biasanya anak dengan ekonomi keluarga
yang rendah akan lebih memilih untuk membantu orang tua dalam mencukupi kebutuhan
ekonomi keluarganya. Mereka akan beranggapan bahwa apabila melanjutkan sekolah hanya akan
tambah mempersulit keadaan ekonomi keluarganya. Motivasi dapat juga sangat berpengaruh
pada anak dalam melanjutkan sekolah.
2)      Resiko Anak Putus Sekolah
Sekolah sebagai satuan pendidikan berperan maksimal dalam kehidupan  masyarakat,maka
masyarakat dapat tercerdaskan dan terangkat harkat dan pendidikannya. Semakin tinnginya
sekolah seseorang juga mampu mengangkat status sosial di masyarakat. Anak yang bersekolah
sangat berperan penting dalam meningkatkan pembangunan di dalam suatu Negara, karena anak
merupakan generasi penerus bangsa. Namun bagaiman dengan anak yang tidak bersekolah,
tentunya hal tersebut menjadi suatu masalah yang sangat serius dan menjadi penghambat
pembangunan dalam suatu Negara. Meningkatnya angka penganguran menjadikan banyak
masyarakat miskin dan tentunya hal tersebut merupakan masalah yang diakibatkan karena
pengetahuan yang minim Dan tentunya mempunyai resiko tersendiri bagi anak. Berikut
merupakan akibat yang ditimbulkan bagi anak putus sekolah :
a)  Akibat dalam putus sekolah mengakibatkan banyaknya jumlah pengangguran dan merupakan
tenaga kerja yang tidak terlatih. Dalam sebuah Negara seperti Indonesia hal tersebut merupakan
masalah yang sangat besar sehingga harus ditangani dengan serius. Adanya kekurang cocokan
kebutuhan dan penyediaan tenaga kerja, dimana friksi profil lulusan merupakan akibat langsung
dari perencanaan pendidikan yang tidak berorientasi pada realitas yang terjadi dalam masyarakat.
Pendidikan dilaksanakan sebagai bagian parsial, terpisah dari konstelasi masyarakat yang terus
berubah.
b)  Anak putus sekolah dapat pula mengganggu keamanan masyarakat. Tidak adanya kegiatan
yang menentu menjadikan anak dapat menimbulkan kelompok liar dimana kegiatan kelompok
tersebut bersifat negative seperti, mencuri, memakai narkoba, mabuk-mabukan, menipu,
menodong dan sebagainya.
c)   Menjadi subjek dan objek kriminalitas seperti ; kenakalan remaja, tawuran, kebut-kebutan
dijalan raya, perkelahian. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya pembekalan skill bagi mereka
yang putus sekolah.

3)      Upaya Untuk Mengatasi Anak Putus Sekolah


Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam usaha mengatasi anak putus sekolah dengan
melibat semua unsure yang terkait baik instansi pemerintahan maupun organisasi
kemasyarakatan. Hal tersebut sebagai perwujudan dari UUD 1945 yang mewajibkan sekolah
semua masyarakat dengan tujuan :
a)  Pendidikan yang murah dapat membuat masyarakat dari semua golongan mampu menikmati
sekolah. Sehingga dengan adanya pendidikan yang murah tidak akan memberatkan masyarakat
yang tidak mampu dalam memperoleh pendidikan.
b)  Menggalang kepedulian masyarakat pada permaslahan pendidikan. Masyarakat tidak akan
memiliki kepedulian dengan pendidikan yang murah, tetapi kepedulian dipicu oleh keikut sertaan
banyak pihak dalam lembaga pendidikan. Dengan pendidkan yang murah maka kualitas
masyarakat dapat ditingkatkan.
Selanjutnya, menurut Suyanto (2010: 348-349) menyatakan untuk mencegah anak putus sekolah
dapat dilakukan dua hal berikut yaitu :
a)      Intervensi dini mencegah anak putus sekolah
1.  Pemasyarakatan lembaga pra sekolah, Penelitian membuktikan bahwa anak yang melalui
jenjang pendidikan TK rata-rata memiliki kemmpuan beradaptasi dan prestasi belajar yang lebih
baik disbanding anak yang tidak melalui jenjang pendidikan TK
2.  Penangan anak yang bermasalah, khususnya anak yang memiliki prestasi belajar relatif buruk
disekolah. Anak yang tinggal kelas lama-kelamaan akan sering membolos, semakin jauhnya
jarak dengan guru dan akhirnya anak putus sekolah.
3. Memanfaatkan dukungan dari lembaga-lembaga lokal yang sekiranya dapat dimanfaatkan
untuk membantu kegiatan belajar anak yang rawan putus sekolah.
b)      Otonomi dan fleksibilitas sekolah
Depertamen Pendidikan Nasional menyediakan pendidikan alternative untuk anak yang tidak
putus sekolah. Adapun program yang dilakukan saat ini untuk mengatsi anak putus sekolah
ayaitu dengan mengikuti Program Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang terdiri dari paket
A bagi anak yang tidak tamat SD, paket B bagi yang tidak tamat SMP dan paket C untuk yang
tidak tamat SMA.
Pendidikan kesetaraan ini ditujukan untuk menunjang penuntasan wajib Sembilan Tahun serta
memperluas akses pendidikan menengah yang menekankan kepada keterampilan fungsional dan
kepribadian professional. Pendidikan kesetaraan merupakan salah satu program pada jalur
pendidikan non formal.
Berikut ini upaya yang dapat digunaka untuk mengatasi anak putus sekolah dilihat dari faktor
ekonomi, faktor motivasi, dan faktor lingkungan :
a)      Faktor Ekonomi
Dengan melihat banyaknya anak putus sekolah di kota surakarta maka pemerintah kota surakarta
memberikan bantuan berupa dana BOS. Dana BOS merupakan bantuan untuk biaya operasional
sekolah untuk anak – anak dari keluarga tidak mampu meliputi pengadaan buku- buku paket dan
bantuan pembiayaan pendidikan yang manfaatnya adalah untuk mengurangi biaya pendidikan
yang dikeluarkan siswa. Meski dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diharapkan dapat
meningkatkan jumlah keikutsertaan siswa/peserta didik, tetapi masih banyak anak – anak yang
tidak dapat bersekolah, putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang
pendidikan berikutnya. Salah satu penyebab hal tersebut adalah kesulitan orangtua/keluarga
dalam memenuhi kebutuhan pendidikan lainnya seperti baju seragam, buku tulis, sepatu, biaya
transportasi maupun biaya pendidikan lainnya yang tidak ditanggung oleh dana BOS. Hal inilah
yang melatarbelakangi dikembangkannya Program Bantuan BPMKS (Bantuan Pendidikan
Masyarakat Kota Surakarta). BPMKS dibagi menjadi 3 jenis kartu kategori yaitu silver,
gold  dan platinum :
1.      Kartu BPMKS Silver. Kriteria Siswa yang dapat menerima :
a)   Siswa dari warga mampu yang bersekolah pada jenjang SD/MI Negeri, SMP/MTs Negeri.
b)     Siswa dari keluarga mampu yang bersekolah jenjang SDLB, SMPLB dan SMALB
Negeri/Swasta.
2.      Kartu BPMKS Gold. Kriteria yang dapat menerima :
a)     Siswa dari keluarga tidak mampu yang bersekolah jenjang SD/MI/SDLB Negeri/Swasta,
SMP/MTs/SMPLB Negeri/Swasta, SMA/MA/SMALB Negeri/Swasta.
b)  Siswa dari keluarga tidak mampu yang tidak bersekolah, tetapi masih dalam usia sekolah
jenjang SD/MI/SDLB Negeri/Swasta, SMP/MTs/SMPLB Negeri/Swasta, SMA/MA/SMALB
Negeri/Swasta serta akan melanjutkan
3.      Kartu BPMKS Platinum. Kriteri Siswa yang dapat menerima :
a)  Siswa dari keluarga yang tidak mampu yang bersekolah pada sekolah plus (sekolah bertaraf
internasional) jenjang SD, SMP dan SMK.
b)  Siswa yang tidak bersekolah, tetapi masih dalam usia sekolah jenjang SD, SMP dan SMK
serta yang akan melanjutkan ke Sekolah Plus (sekolah bertaraf internasional).
b)      Faktor motivasi
Banyak fenomena yang membuat motivasi ank-anak untuk bersekolah menjadi rendah. Ada
beberapa cara untuk meningkatkan motivasi anak-anak yaitu dengan cara:
1.      Hal-Hal yang Dilakukan Oleh Guru.
a)  Memilih cara dan metode mengajar yang tepat termasuk memperhatikan penampilannya.
b)  Menginformasilkan dengan jelas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
c)      Menghubungkan kegiatan belajar dengan minat siswa.
d)  Melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran misalnya melalui kerja
kelompok.
e)  Melakukan evaluasi dan menginformasikan hasilnya, sehingga siswa mendapat informasi
yang tepat tentang keberhasilan dan kegagalan dirinya.
f)  Melakukan improvisasi-improvisasi yang bertujuan untuk menciptakan rasa senang anak
terhadap belajar. Misalnya kegiatan belajar diseling dengan bernyanyi bersama atau sekedar
bertepuk tangan yang meriah.
g)    Menanamkan nilai atau pandangan hidup yang positif tentang belajar misalnya dalam agama
islam belajar dipandang sebagi sebuah kegiatan jihad yang akan mendapatkan nilai amal disisi
Allah.
h)    Menceritakan keberhasilan para tokoh-tokoh dunia yang dimulai dengan mimpi-mimpi
mereka dan ceritakan juga cara-cara mereka meraih mimpi-mimpi itu. Ajak siswa untuk
bermimpi meraih sukses dalam bidang apa saja seperti mimpinya para tokoh dunia tersebut.
i) Memberikan respon positif kepada siswa ketika mereka berhasil melakukan sebuah tahapan
kegiatan belajar. Respon positif ini bisa berupa pujian, hadiah, atau pernyataan-pernyataan
positif lainnya.
2.      Hal-Hal yang dilakukan oleh Orang Tua.
a)   Mengontrol perkembangan belajar anak. Orang tua perlu menyediakan waktu untuk
mengontrol kegiatan anak.
b)      Mengungkap harapan-harapan yang realistis terhadap anak.
c)  Menanamkan pemahaman agama yang baik khususnya yang terkait dengan motivasi.
d) Melatih anak untuk memecahkan masalahnya sendiri, orang tua melakukan pembimbingan
seperlunya.
e) Tanyakanlah keinginan dan cita-cita mereka. Berikan dukungan terhadap keingginan dan cita-
cita mereka. Arahkan mereka untuk meraih cita-cita itu dengan benar.
f) Menggunakan hasil evaluasi yang diberikan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar
selanjutnya.
3.      Hal-Hal Yang Dikerjakan oleh Ortu dan Guru Secara Bersama
Ketika permasalahan rendahnya motivasi sudah menjadi permasalahan yang serius yang tidak
bisa diantispasi oleh guru sendiri atau oleh orang tua sendiri, maka kerja sama antara guru dan
orang tua harus segera dilakukan. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan di ataranya :
a)   Mengidentifikasi masalah yang terjadi pada siswa, cari factor penyebab yang mengakibatkan
rendahnya motivasi belajar siswa, identifikasi masalahnya.
b)  Mencari solusi-solusi untuk memecahkan masalah yang terjadi pada anak. Cari masalah yang
bisa diatasi oleh guru, atau masalah yang bisa diatasi oleh orang tua
c) Memberikan perlakuan yang tepat terhadap anak, mereka sedang mengalami permasalahan,
maka orang tua dan guru harus mempunyai komitemen yang tinggi untuk tidak menambah beban
mereka dengan menyalahkan, mencemooh anak-anak.
d)   Libatkan siswa untuk memecahkan permasalahannya. Orang tua, guru dan siswa perlu duduk
bersama untuk menyelesaikan permasalahannya.
c)      Faktor Lingkungan
Berdasarkan fenomena-fenomena yang sering kita temui banyak anak-anak yang belum cukup
usia sudah bekerja untuk membantu keuangan keluarga sehingga mereka tidak bisa merasakan
pendidikan. Dan ditambah lagi dengan keadaan teman sebayanya yang berada di lingkungan
sekitarnya juga bernasib sama, mereka juga banyak yang putus sekolah. Sehingga itu juga dapat
memperngaruhi alasan anak untuk tidak melanjutkan sekolah. Bahkan terkadang orang tua dari
anak tersebut juga banyak yang sudah tidak sekolah dulunya. Jadi bila terus didiamkan, generasi
putus sekolah di lingkungan tersebut dapat terus turun-temurun dan tidak ada perkembangan.
Keadaan putus sekolah yang turun-temurun ini dapat diatasi dengan sosialisasi ke lingkungan
tersebut mengenai pentingnya bersekolah untuk memperbaiki masa depan yang lebih baik,
sehingga mindset mereka dapat berubah. Khususnya untuk para orang tua agar mau
menyekolahkan anaknya. Karena banyak orang tua yang berfikir bahwa bersekolah itu tidak
merubah keadaan ekonomi mereka, yang ada malah menghabis-habiskan uang saja. Kegiatan
sosialisasi ke lingkungan tersebut dapat dilakukan dengan perlahan, misal awalnya dengan
mengadakan sekolah berjalan yang masuk ke lingkungan tersebut untuk menumbuhkan semangat
belajar dari anak-anak tersebut. Jadi sosialisasi dilakukan tidak hanya pada anak-anaknya saja
tapi juga pada orang tuanya.
Kedepannya dengan semakin banyaknya anak yang bersekolah. Maka secara otomatis keadaan
lingkungan yang awalnya tidak baik tersebut dapat perlahan-lahan membaik, sehingga dapat
mencetak generasi yang lebih baik.
H.    Kesimpulan
Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap dan
perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh
kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak. Hak wajib dipenuhi dengan
kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan dan pemerintah. Pendidikan
akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu orang tua, lembaga masyarakat, pendidikan
dan pemerintah bersedia menunjang jalannya pendidikan. Akibat yang disebabkan anak putus
sekolah adalah kenakalan remaja, tawuran, kebut-kebutan di jalan raya , minum – minuman dan
perkelahian, akibat lainnya juga adalah perasaan minder dan rendah diri.
Dengan adanya keseriusan dan kesigapan dari pemerintah dengan cara mengeluarkan kebijakan-
kebijakan seperti halnya kebijakan BPMKS (Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta).
Untuk mengurangi jumlah anak yang putus sekolah, maka angka anak yang putus sekolah di
Indonesia akan dapat di tekan. Disamping itu peranan dari pihak sekolah beserta dengan orang
tua dalam menekan jumlah anak yang putus sekolah juga sangat diperlukan dan berpengaruh
akan jumlah anak yang akan putus sekolah.

Anda mungkin juga menyukai