Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH WAKTU PENCELUPAN PADA PROSES

PENCELUPAN POLIAMIDA DENGAN ZAT WARNA ASAM


JENIS MILLING DENGAN METODE EXHAUST
PROGRESS REPORT

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktik Pencelupan 2


Dosen Pengampu Ikhwanul Muslim, S.ST., MT
Asisten dosen Ana Sumpena dan Fauzi

Elin Liamita Malau (18020029)


Fahmi Yahya Mahendra (18020033)
Ghinaa Aulia Faatin (18020038)
Hilda Pramesty Widana (18020041)
Ira Maulidina Harahap (18020045)

KELOMPOK 1
3K2

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2020
1.1 Maksud dan Tujuan
1.1.1 Maksud

Mengetahui pengaruh waktu pencelupan pada hasil pencelupan poliamida


dengan zat warna asam jenis milling pada ketuaan warna dan kerataan warna
menggunakan metode exhaust.

1.1.2 Tujuan

Mendapatkan hasil optimum berdasarkan evaluasi ketuaan warna dan


kerataan warna hasil pencelupan kain poliamida dengan zat warna asam jenis
milling variasi waktu pencelupan metode exhaust.

1.2 Teori Dasar


1.2.1 Serat Poliamida
Poliamida dikenal pula dengan sebutan nylon yang merupakan serat
sintetik yang cukup banyak digunakan baik untuk tekstil sandang maupun non
sandang. Poliamida untuk keperluan industri mempunyai kekuatan sangat tinggi
dengan mulur kecil, sedangkan yang ditujukan untuk pakaian mempunyai
kekuatan yang lebih rendah dengan mulur lebih tinggi. Sifat kimia yang dimiliki
poliamida adalah tahan terhadap asam-asam encer dan sangat tahan terhadap basa.

Poliamida dapat dicelup dengan zat warna dispersi, zat warna asam dan
zat warna reaktif. Poliamida yang banyak diproduksi adalah nylon 6 dan nylon 66.
Nylon 6 banyak digunakan untuk benang ban, tali pancing, tali temali, kaos kaki,
karpet, kain penyaring dan kain untuk pakaian. Kelebihan yang dimiliki oleh
nylon 6 dibandingkan dengan nylon 66 adalah pembuatan nylon 6 lebih
sederhana, tahan sinar, memiliki affinitas yang tinggi terhadap zat warna, daya
celup serta elastisitas dan stabilitas terhadap panas yang lebih baik. Nylon 66
memiliki kekuatan yang lebih besar (high tenacity) dibandingkan nylon 6
sehingga banyak digunakan untuk industri non sandang , memiliki sifat ketahanan
gosok dan elastisitas yang baik. Perbedaan proses manufaktur pada nylon
berpengaruh terhadap hasil pencelupannya (leaftlet dyeing of wool/synthetic
blends, 2002). Perkembangan terbaru dari serat poliamida adalah digunakan
sebagai serat penguat untuk komposit karena memiliki fleksibilitas yang baik dan
ketahanan abrasi yang tinggi (Judawisastra, H, 2010).
Poliamida memiliki gugus fungsi –N-H,-C-O-. Di bawah ini adalah
struktur nylon 6 dan nylon 66.

Gambar 1.1 Struktur Nylon dan Nylon 66 (Judawisastra, H, 2010)

1.2.2 Zat Warna Asam Milling


Zat warna asam termasuk zat warna yang larut dalam air karena
mempunyai gugus pelarut sulfonat atau karboksilat dalam struktur molekulnya.
Gugus-gugus tersebut berfungsi sebagai gugus fungsi untuk mengadakan ikatan
ionik dengan tempat-tempat positif dalam serat poliamida.

Menurut Stevens zat warna ini dibagi menjadi 3 subbagian untuk


klasifikasi zat warna asam, yaitu :

- Group I : Zat warna asam jenis levelling : zat warna ini memiliki
affinitas kecil pada serat poliamida pada kondisi netral atau asam
lemah sehingga pada pencelupannya memerlukan kondisi asam yang
lebih kuat (pH 3,0-4,0).

- Group II : Zat warna asam milling : zat warna ini memiliki afinitas
sedang sehingga dapat digunakan untuk mencelup poliamida pada pH
4,0 - 5,0.
- Group III: Zat warna asam supermilling : zat warna ini memiliki
affinitas yang tinggi pada serat poliamida sehingga dapat dicelup pada
kondisi dibawah netral atau asam lemah (pH 5.0–7.0).

Zat warna asam Group III ada dua jenis yaitu zat warna asam yang
mengandung logam dan tidak mengandung logam.

Gugus fungsi pada zat warna asam ada mempunyai 1 (satu) gugus
sulfonat dalam struktur molekulnya disebut zat warna asam monobasic dan ada
juga yang mempunyai 2 (dua) gugus sulfonat disebut yang zat warna asam dibasik
dan seterusnya.
Zat warna asam yang gugus pelarutnya lebih banyak, maka kelarutannya
makin tinggi sehingga pencelupannya menjadi lebih mudah rata tetapi tahan
luntur hasil pencelupan terhadap pencuciannya akan berkurang. Keunggulan dari
zat warna asam adalah warnanya yang cerah, hal tersebut disebabkan ukuran
partikelnya relatif kecil (lebih kecil dari ukuran zat warna direk).

Urutan ukuran partikel zat warna asam mulai dari yang paling kecil adalah
zat warna asam leveling, milling dan supermilling, sehingga kecerahan zat warna
asam leveling paling tinggi dibandingkan zat warna tipe asam lainnya. Ukuran
partikel zat warna juga menentukan besarnya ikatan sekunder antara zat warna
dengan serat yang berupa ikatan dari gaya Van Der Waals, di mana makin banyak
elektron dalam molekul (makin besar ukuran molekul) ikatan fisika (Van Der
Waals) zat warna makin besar. Oleh karena itu dapat dipahami bila tahan luntur
hasil pencelupan dengan zat warna asam milling lebih tinggi dibandingkan dengan
tahan luntur hasil pencelupan dengan zat warna asam levelling.

1.2.3 Pencelupan
Mekanisme pencelupan zat warna asam pada poliamida berdasakan ikatan
ionik antara molekul zat warna dengan gugus amina dan gugus amida dari serat
poliamida. Pada pH yang tidak terlalu rendah akan terjadi penyerapan ion H + oleh
gugus amina sehingga menjadi bermuatan positif yang selanjutnya dapat berikatan
ionik dengan anion zat warna asam. Karena jumlah gugus amida pada serat
poliamida terbatas, pada kondisi tersebut hanya cocok untuk pencelupan warna
muda. Untuk pencelupan warna sedang dan tua pH larutan pencelupan harus
diturunkan lebih lanjut sehingga akan terjadi penyerapan ion H+ pada gugus
amida yang jumlahnya sangat banyak. Oleh karena itu, makin rendah pH larutan
pencelupan penyerapan zat warna akan semakin besar. Ikatan antara zat warna
dengan serat berupa ikatan ionik yang merupakan gaya antar aksi jangka panjang
maka migrasi zat warna asam relatif kurang baik. Oleh karena itu untuk
mendapatkan kerataan hasil pencelupan penyerapan zat warna diawal proses
pencelupan harus diperlambat dengan cara memperlambat kenaikan suhu dan
menambahkan perata jenis retarder ke dalam larutan celupnya.
1.2.4 Zat Pembantu Pencelupan
Zat pembantu (auxilaries) adalah zat pembantu selain zat warna yang
digunakan pada proses pencelupan agar menghasilkan celupan yang rata dan
penyerapan zat warna yang maksimum, sesuai target warna yang diinginkan. Zat
pembantu ini meliputi zat pembasah, zat pengatur pH, zat perata, zat pelunak air
dan zat anti creasemark.

Untuk mencapai keasaman larutan celup sebaiknya digunakan asam


organik lemah ( seperti asam asetat/ asam oksalat) atau menggunakan sistem
penyangga pH (asam asetat + natrium asetat) agar pH lebih stabil, sehingga
reproduksibilitasnya lebih baik.

Penambahan zat pelunak air digunakan untuk mencegah terjadinya


agregasi zat warna oleh ion logam seperti Ca2+ dan Mg2+ yang dapat
menyebabkan proses difusi zat warna ke dalam serat menjadi terhambat,
akibatnya terjadi ring dyeing yang menyebabkan ketahanan luntur warnanya
turun dan warna hasil pencelupannya suram. Selain itu air sadah dapat
menyebabkan hasil pencelupan tidak rata karena kelarutan zat warna menurun.
Pelunak air yang digunakan umumnya jenis EDTA yang dapat mengikat ion
logam Ca2+, Mg2+, Fe2+, Mn2+ dan Cu2+.Zat pembasah digunakan untuk meratakan
dan mempercepat proses pembasahan poliamida sehingga penyerapan zat warna
menjadi lebih rata. Pada pencelupan poliamida zat pembasah berperan juga
sebagai retarder yang dapat memblokir muatan positif dari poliamida sebelum
digantikan oleh anion zat warna.

1.2.5 Pengaruh Variasi


Semakin lama waktu pencelupannya pada suhu yang optimum akan
menyebabkan difusi zat warna ke dalam serat semakin banyak yang akan
membuat warna semakin tua, untuk kerataan warna karena zat warna asam
memiliki ukuran molekul yang sangat kecil sehingga akan mudah bermigrasi
didalam serat dan mudah untuk mencapai kerataan yang diinginkan, semakin lama
waktu pencelupan akan menambah kemungkinan warna yang dihasilkan semakin
rata karena semakin banyak zat warna yang bermigrasi didalam serat.
1.3 Diagram Alir Proses
Persiapan larutan celup

Pencelupan

Pencucian

Pengeringan

Evaluasi kerataan warna dan ketuaan warna

1.4 Resep Dan Perhitungan


1.4.1 Resep Pencelupan
Zat warna asam milling : 2% owf
Asam Asetat 35% : 2 ml/L
NaCl : 5 g/L
Vlot : 1:20
Waktu : 15, 30, 45, 60 menit
Suhu : 100oC
1.4.2 Resep Pencucian
Sabun : 1 g/L
Suhu : 70oC
Waktu : 10 menit
Vlot : 1:20
1.4.3 Perhitungan Resep Pencelupan
Resep 1-4 perhitungan sama, berbeda di variasi suhu waktu pencelupan
Berat bahan = 60 gram
Vlot = 1:20
= 60 x 20
= 1200 ml
ZW Asam milling = 2 % owf

= 120 ml
Asam asetat 35% = 2 ml/l
=
= 2,4 ml
NaCl = 5 g/l

=
= 6 gr
Suhu Optimum = 100oC
Waktu = variasi 1 : 15 menit
variasi 2 : 30 menit
variasi 3 : 45 menit
variasi 4 : 60 menit
Kebutuhan Air = 1200 – 120 – 2,4 – 6 = 1071,6 mL
1.4.4 Perhitungan Resep Pencucian

Vlot = 1 : 20
= 60 x 20
= 1200 ml
Sabun = 1 g/l
=
= 1,2 gr
Waktu = 10 menit
Suhu optimum = 70°C
Kebutuhan Air = 1200 – 1,2 = 1198,8 mL
1.5 Skema Proses
Zw Asam
Asam Asetat

Kain

1.6 Fungsi Zat


ZW Asam Milling : memberikan warna pada bahan
Asam Asetat 35% : berfungsi untuk mendapatkan suasana asam.
NaCl pada pH>3 : berfungsi untuk mendorong penyerapan zat warna
sedangkan pada pH rendah berfungsi sebagai perata.
Sabun : untuk proses pencucian setelah proses pencelupan
untuk menghilangkan zat warna asam yang hanya
menempel di permukaan serat.

1.7 Hipotesis

Semakin lama waktu pencelupannya pada suhu yang optimum akan


menyebabkan difusi zat warna ke dalam serat semakin banyak yang akan
membuat warna semakin tua, untuk kerataan warna karena zat warna asam
memiliki ukuran molekul yang sangat kecil sehingga akan mudah bermigrasi
didalam serat dan mudah untuk mencapai kerataan yang diinginkan, semakin lama
waktu pencelupan akan menambah kemungkinan warna yang dihasilkan semakin
rata karena semakin banyak zat warna yang bermigrasi didalam serat.
Referensi :

Broadbent, A. D. (2001). In A. D. Broadbent, Basic Principles of Textile


Coloration (pp. 270-275). Sherbrooke: Society of Dyers and Colourists.

1.8 Hasil Evaluasi


1.8.1 Ketuaan Warna

Nama/ Kain Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4


Elin 1 2 3 4
Fahmi 1 2 3 4
Ghinaa 1 2 3 4
Hilda 1 2 3 4
Ira 1 2 3 4
∑ 5 10 15 20
Keterangan : semakin tinggi nilai semakin tua kain yang dihasilkan

1.8.2 Kerataan Warna

Nama/ Kain Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4


Elin 1 2 3 4
Fahmi 1 2 3 4
Ghinaa 1 2 3 4
Hilda 1 2 3 4
Ira 1 2 3 4
∑ 5 10 15 20
Keterangan : semakin tinggi nilai semakin rata kain yang dihasilkan
1.9 Grafik Pengaruh Variasi
1.9.1 Grafik Ketuaan Warna
25

20

15
Nilai Ketuaan
Warna

10

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu Pencelupan
(menit)

1.9.2 Grafik Kerataan Warna


20
18
16
14
12
Nilai Kerataan

10
8
Warna

6
4
2
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu Pencelupan
(menit)
1.10 Diskusi

Setelah dilakukan pencelupan kain poliamida dengan zat warna asam


leveling metode exhaust dengan variasi waktu pencelupan yaitu 15 menit, 30
menit, 45 menit dan 60 menit, lalu dilakukan evaluasi terhadap ketuaan warna
pada kain hasil celup. Berdasarkan literature, semakin lama waktu pencelupan
maka difusi zat warna ke dalam serat akan semakin banyak dan akan membuat
warna pada kain hasil celupnya semakin tua, sedangkan untuk kerataan warna
hasil celupannya, semakin lama waktu pencelupannya maka semakin besar
kemungkinan warna yang dihasilkan semakin rata karena semakin banyak zat
warna yang bermigrasi kedalam serat yang dikarenakan oleh sifat zat warna asam
milling yang memiliki ukuran sedang.

Berdasarkan hasil evaluasi data hasil praktikum, didapatkan ketuaan warna


hasil celup yang sesuai dengan literature yaitu semakin lama waktu pencelupan
akan membuat warna semakin tua, dari penilaian 5 pengamat warna kain yang
memiliki warna paling tua yaitu yang dicelup dengan variasi waktu pencelupan 60
menit dan yang paling muda adalah yang dicelup dengan variasi waktu
pencelupan 15 menit.

Pada evaluasi kerataan warna, diperoleh hasil yang paling baik pada waktu
pencelupan 60 menit, namun terjadi penurunan pada variasi waktu 30 menit, hal
ini dikarenakan karena sifat dari zat warna asam milling yang sangat mudah
bermigrasi, maka ketika waktu pencelupan semakin lama, kita tidak bisa
mengontrol laju migrasinya apakah dia masuk kedalam serat atau bahkan keluar
dari serat. Kerataan warna hasil celup dengan menggunakan zat warna asam
miling umumnya sudah baik.

1.11 KESIMPULAN

Dari evaluasi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa titik optimum
ketuaan warna dan kerataan warna yaitu dengan menggunakan variasi waktu
pencelupan 60 menit.
DAFTAR PUSTAKA

M. Ichwan dan Rr. Wiwiek Eka Mulya. 2013. Bahan Ajar Praktikum Teknologi
Pencelupan II. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
Broadbent, A. D. (2001). In A. D. Broadbent, Basic Principles of Textile
Coloration (pp. 270-275). Sherbrooke: Society of Dyers and Colourists.

Anda mungkin juga menyukai