Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN

PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK


PEMBUATAN SABUN DAN SIFATNYA

Disusun Oleh:

NAMA : M. BIMO YUDHANTO


NIM : 2020/2021
HARI / TANGGAL PERCOBAAN : KAMIS / 12 NOVEMBER 2020
KELOMPOK : 3
NAMA INSTRUKTUR/DOSEN : ELIS DIANA ULFA, S.Pd., M.Si

PROGRAM STUDI PETRO DAN OLEO KIMIA


POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA KAMPUS PASER
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
A. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui prinsip penyabunan (saponifikasi)
2. Mengetahui reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun di laboratorium
3. Mengetahui beberapa sifat sabun berdasarkan percobaan yang dilakukan
4. Mengetahui bahan-bahan apa saja yang digunakan pada proses pembuatan
sabun di laboratorium

B. Dasar Teori
Sabun merupakan senyawa kimia yang dihasikan dari reaksi lemak atau minyak
dengan alkali. Sabun juga merupakan garam-garam monovalen dari asam karboksilat
dengan rumus umunya RCOOM, R adalah rantai lurus (alifatis) panjang dengan jumlah
atom C bervariasi, yaitu antara C12 – C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali atau
ion amonium (Austin, 1984).
Sabun adalah garam logam dari asam lemak. Pada prinsipnya sabun dibuat
dengan cara mereaksikan asam lemak dan alkali sehingga terjadi reaksi penyabunan
(saponifikasi). Beberapa cara pembuatan sabun, yaitu :
1. Proses dingin
Pembuatan sabun dilakukan pada suhu biasa. Pada proses ini reaksi penyabunan
berjalan lambat dan gliserol tidak dapat dipisahkan.
2. Proses panas
Minyak terlebih dahulu dipanaskan hingga suhu 90oC baru ditambahkan NaOH.
Pada proses ini reaksi berjalan cepat tetapi pada proses ini gliserol tidak dapat
dipisahkan
3. Proses pendidihan
Pada proses ini NaOH dan minyak dipanaskan bersama-sama. Kemudian
ditambahkan larutan garam misal NaCI untuk memisahkan gliserol
Sabun tidak pernah secara aktual ditemukan, namun berasal dari pengembangan
campuran antara senyawa alkali dan lemak/minyak. Bahan pembuatan sabun terdiri dari
dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun
adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam
pembuatan sabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai
guna maupun dari daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses
pembuatan sabun di antaranya natrium klorida, natrium karbonat, natrium fosfat,
parfum, dan pewarna.
Bahan Dasar Pembuatan Sabun
Secara teoritis semua minyak atau lemak dapat digunakan untuk membuat
sabun. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih
bahan mentah untuk membuat sabun. Beberapa bahan yang dapat digunakan dalam
pembuatan sabun antara lain (Fessenden, 1997).
1. Minyak atau Lemak
Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa
ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang
digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan
lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada
temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat (Fessenden, 1997).
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun
harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk
(sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain.
Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di
antaranya :
a. Tallow (Lemak Sapi)
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan
daging sebagai hasil samping. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan
dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam
pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak
terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer
point pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer point di bawah 40°C
dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari tallow yaitu : asam oleat 40-
45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam miristat 2-8%, asam
linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%.
b. Lard (Lemak Babi)
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak
jenuh seperti asam oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat (35-
40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial
terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari
lard berwarna putih dan mudah berbusa.
c. Palm Oil (Minyak Sawit)
Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna
karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun
harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan
bersifat keras dan sulit berbusa. Jika digunakan sebagai bahan baku pembuatan
sabun, maka minyak sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. Kandungan asam
lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%, asam linoleat 10%,
asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan asam miristat
0,5-1%.
d. Coconut Oil (Minyak Kelapa)
Minyak kelapa  merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri
pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui
ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki
kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%,
sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik.
e. Palm Kernel Oil (Minyak Inti Sawit)
Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat
digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih
rendah daripada minyak kelapa. Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm
kernel oil yaitu : asam laurat 40-52%, asam miristat 14-18%, asam oleat 11-19%,
asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%, asam kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%,
dan asam linoleat 2%.
f. Palm Oil Stearine (Minyak Sawit Stearin)
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam
lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam
lemak terbesar dalam minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-
32%. Selain itu juga terdapat asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam
miristat 1,2-1,3%, asam laurat 0,1- 0,4%
g. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
h. Castor Oil (Minyak Jarak)
Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan sebagai kosmetika, bahan
baku pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai massa jenis 0,957-
0,963 kg/liter, bilangan iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan 176-181
mg KOH/g. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal sebagai
senyawa ester. Komposisi asam lemak minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat
sebanyak 86%, asam oleat 8,5%, asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam
dihidroksi stearat 1-2% (G. Brown, 1973).
i. Olive Oil ( Minyak Zaitun )
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas
tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun
memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung
beberapa senyawa yang tak tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen,
dan squalen. Minyak zaitun juga mengandung triasil gliserol yang sebagian besar
di antaranya berupa asam lemak tidak jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam
oleat tersebut dapat mencapai 55-83% dari total asam lemak dalam minyak zaitun.
j. Campuran Minyak dan Lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran
minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur
dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa
memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat
sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi
dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
2. Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH,
KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines (sinonim: 2-Aminoethanol,
monoethanolamine, dengan rumus kimia C2H7NO, dan formulasi kimia
NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri
sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras.
KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut
dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat
menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida dari minyak
atau lemak (Fessenden, 1992).

Bahan Pendukung Pembuatan Sabun


Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan
sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun
menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan
bahan-bahan aditif (Rudianto, 2007).
1. Garam (NaCl)
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan
NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di
dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya
berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk
memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan
dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap.
NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang
berkualitas (Rudianto, 2007)
2. Bahan Aditif
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang
bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen.
Bahan-bahan aditif tersebut antara lain: builders, fillers inert, antioksidan,
pewarna,dan parfum.
a. Builders (Bahan Pembentuk/Penguat)
Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral
mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk
mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi
utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat
agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu
mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas (Rudianto, 2007).
b. Filler (Bahan Pengisi)
Filler (bahan pengisi) ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan
baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar
volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata
ditinjau dari aspekekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun
digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan
pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini
berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air (Rudianto, 2007).
c. Bahan Antioksidan
Bahan antioksidan pada sabun juga dapat menstabilkan sabun terutama pada bau
tengik atau rancid. Natrium Silikat, natrium hiposulfid, dan natrium tiosulfat
diketahui dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan
antioksidan yang sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai
bleaching agent (Perdana, 2009).
d. Bahan Pewarna (Coloring Agent)
Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar
memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun
membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu
terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun orange (Rudianto, 2007).
e. Bahan Pewangi (fragrances)
Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan
besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun
secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum
akan berakibat fatal. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan
sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring flower
(Rudianto,2007).

Pembuatan Sabun
Sabun dibuat dengan reaksi penyabunan. Reaksi penyabunan (saponifikasi)
dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau
KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Pemasakan minyak/lemak dalam larutan
alkali (NaOH atau KOH) pada suhu mendidih (95 –100oC). Reaksi penyabunan dapat
ditulis sebagai berikut:
C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk
utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga
memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan
alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki
struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi
sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.
Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus diperhatikan
pada saat penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas yang berlebihan. Pada
proses penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit
demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk menghasilkan sabun cair. Untuk
membuat proses yang lebih sempurna dan merata maka pengadukan harus lebih baik.
Sabun cair yang diperoleh kemudian diasamkan untuk melepaskan asam lemaknya
(Levenspiel, 1972).
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi reaksi penyabunan
(saponifikasi), antara lain:
1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH
Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri reaksinya,
dimana penambahan basa harus sedikit berlebih dari minyak agar tersabunnya
sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat akan menyebabkan terpecahnya
emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen, jika basa yang digunakan
terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
2. Suhu (T)
Ditinjau dari segi thermodinamikanya, kenaikan suhu akan menurunkan hasil, hal
ini dapat dilihat dari persamaan
Van`t Ho : RTHdTKdΔ=ln ............. (1).
Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka dengan
kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K (konstanta keseimbangan), tetapi
jika ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi. Hal
ini dapat dilihat dari persamaan Arhenius berikut ini (Smith 1987)
k = ARTEe− ......................(2)
Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor
tumbukan, E adalah energi aktivasi (cal/grmol), T adalah suhu (ºK), dan R adalah
tetapan gas ideal (cal/grmol.K).
Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya kenaikan suhu berarti harga
k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi pada kisaran suhu tertentu,
kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya menaikan hasil dalam waktu
yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya maka
akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan reaksi
K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata lain
hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan reaksi oleh
naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan yang bersifat eksotermis
(Levenspiel, 1972).
3. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan molekul-
molekul reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin
besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini sesuai
dengan persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi k akan semakin
besar dengan semakin sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan
konstanta A (Levenspiel, 1987).
4. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang dapat
tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah
mencapai kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan
jumlah minyak yang dihasilkan.
Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun padat.
Perbedaan utama dari kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam reaksi
pembuatan sabun. Sabun padat menggunakan natrium hidroksida/soda kaustik (NaOH),
sedangkan sabun cair menggunakan kalium hidroksida (KOH) sebagai alkali. Selain
itu, jenis minyak yang digunakan juga mempengaruhi wujud sabun yang dihasilkan.
Minyak kelapa akan menghasilkan sabun yang lebih keras daripada minyak kedelai,
minyak kacang, dan minyak biji katun (Livenia, 2013).

Sifat-Sifat Sabun
a. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi
sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air
bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + NaOH
b. Sabun larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam pelarut lemak
Sabun + air → larutan koloid
c. Dalam air terlarut secara kolodial dan bersifat surfaktan yang terdiri dari molekul
yang suka air (hidrofil) dan tidak suka air (hidrofob).
d. Dalam air sadah (mengandung Ca dan Mg berlebih) mengendap sebagai sabun
kalsium/ natrium.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 →Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
e. Dalam asam, sabun akan terhidrolisa menjadi asam lemak kembali.
RCOONa + HCl → RCOOH + NaCl
f. Larutan encer sabun terionkan membentuk anion dari alkil karboksilat, yang aktif
sebagai pencuci (ZAP).
g. Hidrolisa dalam air bersifat alkali dan terbentuk molekul RCOONa, RCOOH, dan
ion-ion RCOO-, OH-, dan Na+.
h. Panjang rantai alkil akan mempengaruhi sifat fisik sabun seperti derajat hidrolisa,
suhu titer, dan titik keruh. Untuk sabun jumlah C-nya 14, 15, dan 17.

Fungsi sabun
Fungsi dari sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak
sehingga dapat dibuang dengan pembilasan, kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat
sabun yaitu :
1. Sabun alkali tanah untuk detergen (zat pencuci) RCOONa, RCOOK, RCOONH4.
2. Sabun alkali logam mineral untuk zat tahan air yang tidak permananen
(RCOO)2Ca, (RCOO)2Mg, (RCOO)3Al (Fessenden, 1992).
3. Sabun yang digunakan sebagai pencuci pada umumnya dibuat dari basa natrium
yang direaksikan dengan asam lemak berantai panjang. Untuk tujuan tertentu sabun
dapat dibuat dari garam kalium, misalnya untuk sabun yang lebih lunak dan lebih
larut dalam air.

C. Alat dan Bahan


1) Alat-alat yang digunakan dalam praktikum yaitu:
a. Gelas kimia                                        
b. Hot plate
c. Batang pengaduk                                       
d. Tabung reaksi dan rak
e. Penjepit kayu
f. Kertas saring                                              
g. Pipet tetes
h. Corong kaca
i. Sepatula
j. Kaca arloji
k. Bulp
2) Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu:
a. Minyak kelapa
b. Larutan NaOH 2 N
c. Etanol
d. Aquades
e. NaCl jenuh
f. Indikator universal
g. MgSO4
h. Phenolphthalein (PP)
i. Kerosin

D. Prosedur Kerja
Pembuatan sabun
1) Diambil 34 mL minyak kelapa dan dimasukkan ke dalam gelas kimia
2)  Ditambahkan 36 mL etanol ke dalam gelas kimia yang telah  berisi minyak
kelapa
3) Ditambahkan 20 mL larutan NaOH 2N sambil diaduk.
4) Ditutup gelas kimia dengan kaca alroji
5) Dipanaskan campuran dalam gelas kimia sampai hilang bau dari alkohol
(etanol)
6) Didinginkan campuran dalam gelas kimia
7) Diamati apa yang terjadi dalam gelas kimia
8) Ditambahkan 120 mL larutan NaCl jenuh ke dalam gelas kimia
9) Diamati apa yang terjadi.
10) Diaduk campuran dengan baik, kemudian saring zat padat yang dihasilkan.
Sifat Sabun
1) Dimasukkan 1 mL kerosene dan 10 ml air dalam tabung reaksi. Dikocok
campuran tersebut dan dicatat hasil pengamatan.
2) Dimasukkan sedikit sabun ke dalam tabung reaksi yang berisi campuran
kerosene dan air. Dikocok dan diamati perubahan
3) Ditambahkan sedikit sabun dan dikocok jika tidak ada perubahan pada
campuran dan catat pengamatan. Dicatat pengaruh penambahan sabun pada
campuran tersebut.
4) Diambil tabung reaksi yang bersih, kemudian dilarutkan sedikit sabun dalam 5
ml air panas.
5) Ditambahkan 8-10 tetes larutan magnesium sulfat.
6) Dicatat pengaruh magnesium sulfat terhadap air sabun.
7) Diambil tabung reaksi yang bersih, kemudian dilarutkan sedikit sabun dalam 5
ml etanol.
8) Ditambahkan 2 tetes larutan phenolphthalein.
9) Dicatat hasil pengamatan.

Diagram Alir
Pembuatan Sabun

Minyak kelapa 34 mL

+ 36 mL Etanol
+ 20 mL NaOH 2N, ditutup dengan gelas arloji, dipanaskan sampai bau etanol hilan
Didinginkan
+ NaCl jenuh 120 mL
Diaduk dan disaring

Catat hasil pengamatan


Sifat Sabun

1 mL Kerosene

+ 10 mL air
dikocok
Amati dan catat perubahan

+ sabun
dikocok
dikocok
Amati dan catat perubahan

sabun

+ 5 mL air panas
+ 8-10 tetes MgSO4 dikocok

Amati dan catat perubahan

Sabun

+ 5 mL etanol
+3 tetes PP

Amati dan catat perubahan


E. Hasil Pengamatan
Pembuatan Sabun
No. Prosedur kerja Pengamatan
1 Minyak kelapa + etanol Berwarna kuning keruh

2 Minyak Kelapa + etanol + Terbentuk dua lapisan, kuning keruh diatas dan
larutan NaOH kuning di bawah

3 Campuran dipanaskan Terbentuk lapisan tak berwarna pada bagian atas


sampai bau etanol hilang dan lapisan berwarna kuning pada bagian bawah

4 Campuran didinginkan Lapisan tak berwarna pada bagian atas dan


lapisan kuning pada bagian bawah
5 Campuran dingin + larutan Campuran berubah berwarna putih
NaCl jenuh

6 Aduk campuran dan saring Terbentuk padatan putih


Sifat Sabun
No Prosedur kerja Pengamatan
.
1 Kerosin + air (dikocok) Terbentuk dua lapisan, lapisan berwarna kuning
pada bagian atas dan lapisan bening pada bagian
bawah
2 Larutan kerosin + sabun Campuran berbusa
(dikocok)
3 Sabun + air panas (dikocok) Tidak berbusa dan terbentuk lapisan putih pada
bagian atas
4 Larutan sabun + larutan Campuran tidak berwarna
MgSO4 (dikocok)
5 Sabun + etanol (dikocok) berwarna putih
5 Larutan sabun + PP berwarna putih

Perhitungan
Pembuatan larutan NaOH 2 N sebanyak 100 mL
Larutan NaOH 2 N dibuat dari larutan NaOH 10 M, sehingga dilakukan pengenceran
−¿¿

NaOH → Na +¿+OH ¿

Valensi basa = 1
N=M x b=10 x 1=10 N
Pengenceran larutan NaOH 10 N
N 1 V 1=N 2 V 2
10 N × V 1=2 N × 100 mL
2 N × 100 mL
V 1= =20 mL
10 N
Untuk membuat larutan NaOH 2 N sebanyak 100 mL diperlukan larutan NaOH 10 N
sebanyak 20 mL

F. Pembahasan
Sabun adalah pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara basa Natrium
atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau hewani. Sabun termasuk
kebutuhan pokok manusia. Sabun adalah garam alkali dari asam-asam lemak telah
dikenal secara umum oleh masyarakat karena merupakan keperluan penting di dalam
rumah tangga sebagai alat pembersih dan pencuci. Kandungan zat-zat yang terdapat
pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun. Zat-zat tersebut dapat
menimbulkan efek, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan.
Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam
lemak dan glisrol dalam kondisi basa. Sabun juga merupakan garam-garam monovalen
dari asam karboksilat dengan rumus umunya RCOOM, R adalah rantai lurus (alifatis)
panjang dengan jumlah atom C bervariasi, yaitu antara C12 – C18 dan M adalah kation
dari kelompok alkali atau ion amonium (Austin, 1984). Pembuat kondisi basa yang
biasanya digunakan adalah NaOH (natrium/sodium hidroksida) dan KOH
(kalium/potasium hidroksida). Asam lemak yang berikatan dengan natrium atau kalium
inilah yang kemudian dinamakan sabun. Berikut reaksi penyabunan atau saposifikasi:

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui prinsip penyabunan, reaksi yang


terjadi pada proses penyabunan, sifat-sifat sabun serta bahan-bahan yang diperlukan
pada proses pembuatan sabun. Bahan utama yang digunakan adalah minyak kelapa dan
NaOH sebagai alkali. Proses yang digunakan dalam pembuatan sabun pada praktikum
ini adalah proses pendidihan. Pada proses ini NaOH dan minyak kelapa dipanaskan
secara bersama-sama.
Sebelum ditambahkan larutan NaOH, minyak kelapa ditambahkan etanol yang
bertujuan untuk meningkatkan polaritas dari minyak kelapa. Meningkatnya polaritas
minyak kelapa dapat mempermudah rekasi dengan larutan NaOH yang ditambahkan.
Setelah penambahan etanol minyak kelapa yang mulanya berwarna kuning bening
menjadi kuning keruh. Penambahan larutan NaOH pada campuran minyak dan etanol
terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan atas berwarna kuning keruh dan lapisan bawah
berwarna kuning bening. Terbentuknya lapisan keruh menandakan reaksi saponifikasi
mulai terjadi. Reaksi saponifikasi adalah ketika trigliserida suatu minyak dipanaskan
dengan alkali, gugus ester pada trigliserida terhidrolisis dan membentuk garam
karboksilat dan gliserol (Clayden, 2012).
Setelah ditambahkan NaOH, campuran dipanaskan untuk menghilangkan etanol
dari campuran. proses pemanasan berlangsung pada suhu rendah (kurang dari 78 oC).
Reaksi penyabunan atau sapnifikasi merupakan reaksi eksotermis sehingga harus
diperhatikan pada saat penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas yang
berlebihan. Hal ini lakukan agar etanol bisa membantu meningkatkan polaritas minyak
kelapa dan tepat bereaksi dengan larutan NaOH sehingga proses safonifikasi berjalan
dengan baik. Pengguaan suhu pemanasan yang rendah akan membuat reaksi
berlangsung lama. Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula
minyak yang dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi
jika reaksi telah mencapai kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan
meningkatkan jumlah minyak yang dihasilkan.
Saat dipanaskan terbentuk dua lapisan yaitu lapisan tak berwarna pada bagian
atas dan lapisan berwarna kuning pada bagian bawah. Pemanasan dilakukan hingga bau
etanol hilang. Proses pencampuran antara minyak dan alkali kemudian akan
membentuk suatu cairan yang mengental, yang disebut dengan trace. Setelah
dipanaskan campuran didinginkan, saat didinginkan terbentuk lapisan tak berwarna
pada bagian atas dan lapisan kuning pada bagian bawah. Setelah campuran dingin
ditambahkan larutan NaCl jenuh. Penambahan larutan NaCl jenuh bertujuan untuk
memisahkan antara produk sabun dan gliserin. Setelah ditambahkan larutan NaCl jenuh
dan diaduk secara merata, campuran berubah warna menjadi warna putih. Campuran
kemudian disaring dan diambil zat padat pada bagian atas. Pada akhir praktikum
diperoleh produk akhir berupa sabun berwarna putih. Jenis minyak yang digunakan
juga mempengaruhi wujud sabun yang dihasilkan. Minyak kelapa akan menghasilkan
sabun yang lebih keras daripada minyak kedelai, minyak kacang, dan minyak biji katun
(Livenia, 2013).
Pada pembutan sabun ini juga dipengaruhi oleh konsentrasi larutan NaOH yang
digunakan. Proses saponifikasi pada percobaan ini berlangsung lama karena
menggunakan konsentrasi NaOH yang rendah. Konsentrasi basa yang digunakan
dihitung berdasarkan stokiometri reaksinya, dimana penambahan basa harus sedikit
berlebih dari minyak agar tersabunnya sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu
pekat akan menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak
homogen, jika basa yang digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan
waktu yang lebih lama.
Sabun yang dihasilkan kemudian dilakukan uji sifatnya. Sabun memiliki
beberapa sifat, yaitu basa, emulgator, tidak berbuih pada air sadah dan lain-lain.
Pengujian sifat sabun menggunakan kerosin, air panas, larutan MgSO 4, dan indikator
PP.
Campuran air dan kerosin apabila ditambahkan sabun dan dikocok menghasilkan
emulsi pada bagian atas tabung reaksi yang membuktikan sabun berfungsi sebagai
pengemulsi (emulgator). Sabun kemudian diuji dengan air panas dan menghasilkan
lapisan putih pada bagian atas tabung reaksi, sabun yang dihasilkan pada praktikum kali
ini tidak menghasilkan busa, hal ini mungkin terjadi karena pada proses pembuatan
sabun masih terdapat gliserin yang merupakan produk samping reaksi saponifikasi.
Larutan sabun yang ditambahkan dengan MgSO4 tidak menghasilkan busa. Tujuan
penambahan larutan MgSO4 adalah untuk menguji kinerja sabun dalam air sadah yang
mengandung ion Ca2+ atau Mg2+. Adanya ion ini menurunkan kemampuan sabun
sebagai pembersih yang dibuktikan dengan tidak munculnya busa pada pengujian
dengan MgSO4. Larutan Sabun diuji dengan etanol menghasilkan larutan berwarna
putih menunjukan bahwa sabun larut dalam alkohol, larutan sabun juga diuji dengan
indikator PP untuk mengetahui adanya sisa NaOH. Pada produk akhir tidak terjadi
perubahan warna menjadi merah muda saat diuji dengan indikator PP menandakan
jumlah NaOH yang tersisa pada sabun sangat sedikit.

G. Kesimpulan
Berdasakan praktikum yang dilakukan dan pembahasan di atas ini dapat
disimpulkan bahwa:
1. Prinsip dari penyabunan (saponifikasi) adalah reaksi antara asam lemak dengan
suatu alkali
2. Reaksi yang terjadi pada proses penyabunan adalah asam laurat yang terkandung
dalam minyak kelapa memiliki gugus ester, gugus tersebut terhidrolisis
membentuk garam karboksilat dan gliserol
3. Sabun memiliki sifat sebagai pengemulsi, tidak berbusa pada air sadah, dapat larut
dalam alcohol dan bersifat basa.
4. Bahan yang digunakan dalam pembuata sabun pada praktikum ini adalah minyak
kelapa, larutan NaOH, etanol, dan larutan NaCl jenuh.
H. Daftar Pustaka
Austin,
Calyden dkk. 2012. Organic Chemistry. Oxford University
Fesenden, R.J. dan Fessenden J.S. 1997. Kimia Organik Jilid II. Edisi ketiga.  Jakarta: Erlangga
Livenia. 2013.
Retnowati, R.A.S.. 2015. Pengembangan Prototype Alat Ion Exchanger Berbasis
Karbon Aktif untuk Pengolahan Air Sanitasi DIII Teknik Kimia. Universitas
Diponegoro.

I. Lampiran
Foto Praktikum

Gambar 1 Pembuatan Gambar 2 Pengujian Sifat Gambar 3 Pengujian Sifat


Sabun Sabun Sabun

Anda mungkin juga menyukai