Anda di halaman 1dari 6

Sosiohumaniora - Jurnal Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora Vol. 21, No.

2, Juli 2019: 210 - 215


ISSN 1411 - 0903 : eISSN: 2443-2660

KONSTRUKSI MASKULINITAS SUNJAYA PURWADISASTRA


(Perwira TNI AD dan Bupati Cirebon)

Ahmad Fauzan, Reiza Dienaputra dan Hazbini


Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran
E-mail: Fauzanahmad083@gmail.com

ABSTRAK. Penulis akan menggambarkan sosok salah satu pemimpin kepala daerah di Kabupaten Cirebon yang bernama Sunjaya
Purwadisastra (2013-2018). Beliau salah satu pemimpin yang mempunyai dua latar belakang berbeda yaitu sebagai militer dan sebagai
pemimpin sipil. Saat menjadi seorang bupati tentunya ada perbedaan konsep dan gaya kepemimpinan yang berbeda apakah nilai
maskulin lebih cenderung mengedepankan sisi militer ataukah justru sebaliknya. Untuk mengamati hal tersebut tentulah harus didukung
dengan berbagai analisis baik secara teori maupun secara dilapangan. Oleh karena itu, peneliti menggunakan kajian budaya sebagai dasar
pengamatan melalui teori maskulinitas untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih valid sesuai dengan tujuan dan manfaat penelitian
ini. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mendapatkan pengetahuan baru dalam hal menjadi seorang pemimpin tatkala di berbagai
macam multidsisplin ilmu atau setidaknya dapat belajar cara atau gaya jika hendak menjadi pemimpin. Metode dalam penelitian ini
adalah kualitatif sebagaimana sebatas gambaran sosial masyarakat yang memiliki hal yang bersifat alami tanpa adanya suatu percobaan
bahkan lebih menekankan makna. Penenelitian ini akan mendaptakan suatu maknamskulinitas dari suatu kebijakan seorang pemimpin,

Kata kunci: Gaya kepemimpinan; militer dan sipil; maskulin

CONTRUCTION OF THE MASCULINITY OF SUNJAYA PURWADISASTRA


(as an army officer AD and Regent of Cirebon)

ABSTRACT. The researcher will analyze to the leader of Cirebon that is name Sunjaya Purwadisastra in this period. Construction
of masculinity will be easily analyzed to the cultural studies by the reseacher. One analysis of masculinity in leadership of Sunjaya
as Cirebon regent in this time (2013-2018) is the leadership style of Sunjaya that displayed in each leads.In this case, Sunjaya has a
masculinity and intelligence. This research focus on the construction of Sunjaya’s masculinityhas a personal characteristics or leadership
Sunjaya’s style both military and civilian. The research has found there are constructions of masculinity to Sunjaya from several moments
contained in the background, policies. The researchers also found differences and similarities in the managing subordinates Sunjaya’s
attitudes. It influences to performance of the institution as masculinity. Leadership style of Sunjaya is ideal masculine man. If the people
who wants to be a leader, he has to be able to good image through the construction of masculinity. The results of this study also found to
be a leader study and it was built through private intelligence thus a positive impact for myself and others.

KeyWords: Leadership; Military and Civil; Masculinity


PENDAHULUAN lain, saat berbicara mengenai kekuasaan dan berpolitik,
tidak sedikit juga yang rela meninggalkan kesetiaan
Di era globalisasi semakin banyak kemajuan sebagai prajurit TNI dan Polri yang hendak berlomba-
dalam hal berekspresi di segala bidang. Khususnya lomba menjadi pemimpin terutama para pensiunan
dalam pembahasan ini mengenai sosok kepemimpinan militer, bahkan yang belum pensiun pun mereka rela
yang semakin berkembang. Berkembang dalam arti dari meninggalkan jabatan di militer hanya demi memimpin
berbagai macam latar belakang untuk menjadi seoarang masyarakat sipil yang notabenenya adalah multidispilin
pemimpin semuanya berhak, namun permasalahannya ilmu. Dengan kepemimpinan yang berbeda tentunya harus
apakah berpengaruh pada anggotanya terhadap gaya memiliki setrategi yang tepat supaya pemimpin tersebut
kepemimpinan seseorang berdasarkan latar belakang atau mendapat kepercayaan masyarakat termasuk kesetiaan
tidak sama sekali. Termasuk anggota TNI yang sedang dari jajaran dinas.
menjabat ataupun pensiunannya mereka berlomba- Dengan fenomena tersebut, peneliti mencoba
lomba untuk menjadi pemimpin sipil. Padahal dari dulu mengambil salah satu kepala daerah yang mempunyai
sampai sekarang seorang TNI dan Polri harus bersifat latar belakang militer, ini untuk mendapatkan data apakah
netral dalam menentukan hak pilihnya bahkan tidak mempunyai pengaruh besar dalam gaya kepemimpinanya
diperkenankan untuk memilih calon pemimpin siapapun. pada masyarakat, apakah tetap cenderung kemiliteran.
Hal ini bertujuan untuk menghindari konflik antar aparat Selain itu, peneliti berharap ada sebuah strategi atau
keamanan sebagaimana fungsi mereka adalah pengabdian pengetahuan baru dalam gaya kepemimpinan terhadap
dan mengayomi masyarakat seutuhnya tanpa ada masyarakat sehingga pemimpin tersebut dicintai oleh
pandangan sebelah pihak. Dengan demikian, tidak mudah masyarakat atau dapat disebut pemimpin yang mampu
dalam berekpresi untuk mereka karena perannya dibatasi menyesuaikan pada tempatnya. Sedangakan untuk
hanya untuk kedaulatan bangsa dan Negara. Di sisi mengamati gaya kepemimpinan tersebut, peneliti
DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v21i2.10099
Menyerahkan: 08 Nopember 2016, Diterima: 22 Mei 2018, Terbit: 03 Juli 2019
Sosiohumaniora, Vol, 21, No. 2, Juli 2019 211

menganalisis lewat sisi kontruksi maskulinitasnya latar belakang militer. Beliau salah satu prajurit TNI AD
supaya lebih memahami makna dari setiap kebijakan yang mendadak pensiun sebelum masa pengabdiannya,
maupun kepribadiannya termasuk sejarah hidupnya. namun pengabdian tersebut dilanjutkan yang lebih luas
Untuk mengetahui makna, maka peneliti menggunakan dan menantang yaitu memimpin masyarakat Cirebon.
teori representasi dan maskulinitas. Sehingga muncul Tidaklah mudah memanajemen kepemimpinan di ranah
pertanyaan mendasar yaitu kenapa Sunjaya Purwadisastra kepala daerah karena permaslahan yang dihadapi multi
dapat menjadi seorang militer dan bupati. Serta apakah komplek bahkan tidak mengenal waktu demi masyarakat.
kepemimpinannya lebih mengarah pada gaya konstruksi Berbagai macam permasalahan masyarakat seperti eko-
militer apakah memang beliau mampu menyesuaikan nomi, pendidikan, sosial, budaya, pembangunan dan
situasi dengan masyarakat sekaligus nilai konstruksi yang kerjasama dengan jenis multidisplin ilmu pada bawahannya
dimilikinya. “jajaran kepala dinas”. Semuanya harus ditanggung oleh
Melihat gambaran diatas. Jika lebih mempertahan- pemimpin kepala daerah walaupun aplikasinya dibantu
kan kemiliteranya hawatir ada kesan unsur pemaksaan oleh jajaran kepala dinas terkait. Permasalahannya jajaran
layaknya jaman kolonial, di jaman kolonial seakan kepala dinas memiliki multidisilin ilmu yang berbeda
seoarang pemimpin adalah orang yang berkuasa sesuai atau pemimpin harus bisa “the right man on the right
kehendaknya, hal ini yang dapat mengakibatkan hancur- job” sehingga program dapat berjalan sesuai harapan
nya ekonomi rakyat serta menimbulkan pergolakan masyarakat. Sisi inilah yang sering dijadikan alasan
masyarakat (Zakaria, 2011). Sebaliknya apabila Sunjaya seorang pemimpin terkadang tidak sesuai dengan janjinya
Purwadisastra lebih cenderung sipil maka seakan beliau sehingga berdampak menguranginya tingkat kepercayaan
bukan orang yang tegas dan berwibawa, atau dapat juga masyarakat.
kurang disebut sebagai pemimpin yang maskulin atau Peneliti akan lebih memfokuskan pada sisi strategi
dapat juga disebut “mantan militer ko gak tegas”. Secara baik dalam kebijakan maupun dalam penyikapan masalah.
tidak langsung, pemimpin militer lebih memiliki kontruksi Sisi tersebut yang dimaksud adalah nilai maskulinitas
maskulin karena tegas, berani, kuat jiwa dan raganya. yang dimiliki Sunjaya Purwadisastra baik saat menjadi
Menurut Hall (1997) yang membentuk maskulinitas militer maupun bupati Cirebon. Dengan demikian
adalah kebudayaan yang disesuaikan dengan lingkungan timbulah suatu permasalahan yaitu apakah Sunjaya
bukan pada hasil dari perbuatan orang manjadi baik dan Purwadisastra lebih cenderung gaya kepemimpinan
dikatakan langsung sebagai maskulin dan kehidupan
militer atau menyesuaikan dengan sipil, untuk mengamati
militer secara budaya memang dididik sebagai laki-laki
pertanyaan tersebut, maka peneliti mencari data-data yang
yang maskulin bahkan lebih dari sekedar laki-laki. Artinya
valid selama beliau menjabat sebagai bupati Cirebon.
budaya yang membentuk seseorang itu menjadi apa baik
Data tersebut dapat berupa kebijakan, komunikasi, serta
maskulin maupun feminin.
kegiatan yang berlangsung. Data-data tersebut akan
Secara umum, berbicara maskulinitas sama halnya
dihubungkan dengan teori representasi dan maskulinitas
dengan berbicara femininitas. Maskulin merupakan
yang akan menghasilkan konstruksi maskulinitas Sunjaya
sebuah bentuk konstruksi kelelakian terhadap laki-
Purwadisastra.
laki. Laki-laki tidak dilahirkan begitu saja dengan sifat
Di sisi lain penelitian ini akan menggambarkan
maskulinnya secara alami karena maskulinitas dibentuk
strategi khusus Sunjaya Purwadisastra dalam menghindari
oleh kebudayaan. Sebagaimana menurut Hall (1997)
image seorang militer yang tegas dan disiplin. Apakah
bahwa yang menentukan atau memengaruhi sifat laki-
nilai maskulin tersebut memang benar-benar tepat dalam
laki dan perempuan adalah kebudayaan. Di sisi lain,
maskulinitas tradisional menganggap tinggi nilai-nilai permasalahan yang tepat juga ataukah justru bersimpangan
yaitu kekuatan, kekuasaan, ketabahan, aksi, kendali, dengan pandangan para anak buahnya. Oleh karena itu,
kemandirian, kepuasan diri, dan kesetiakawanan sedang- penelitian ini bertujuan mengetahui sosok pemimpin yang
kan yang dipandang rendah adalah kemampuan verbal, tulus ataukah ada unsur kesengajaan pada masyarakat.
kelembutan, komunikasi, perempuan, dan anak-anak. Di sisi lain penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Kontruksi maskulinitas seseorang itu diciptakan oleh sistem pemerintahan daerah yang begitu beragam dan
lingkungan dan budaya, bukan atas dasar kehendak diri berkelanjutan. Berkelanjutan di sini yaitu pergantian
sendiri untuk sebagai apa, militer, ustadz, guru, entertainer antar pemimipin. Oleh karena itu penting penelitian in
dan sebagainya. Mereka dibentuk oleh masing-masing dilakukan supaya masyarakat lebih cerdas dalam memilih
budaya turun temurun dan dikuatkan oleh lingkungan pemimpin, jangan mudah karena uang atau program yang
sehingga mereka mempunyai penyesuaian sesuai dengan diberikan tetapi melihat dari sisi jejak maupun bukti yang
kenyamanan. telah diberikan masyarakat sesuai harapan semua.
Peneliti akan mengkaji seorang kepala daerah Supaya masyarakat tidak salah pilih, maka mereka
yang bernama Sunjaya Purwadisastra yang memiliki harus mengetahui asal usul calon pemimpinya terlebih
Konstruksi Maskulinitas Sunjaya Purwadisastra (Perwira TNI AD dan Bupati Cirebon)
(Ahmad Fauzan, Reiza Dienaputra dan Hazbini)
212 Sosiohumaniora, Vol, 21, No. 2, Juli 2019

dahulu. Untuk itu peneliti harus memiliki kerangka berfikir dan representasi karena keduanya merupakan alat
dari perkembangan ide yang berlangsung melalui proses untuk membedah makna dari gaya kepemimpinannya.
penjalinan hubungan antar bagian-bagian inforamsi yang Maskulinitas lebih mengarah pada pembentukan karak-
tersimpan dari suatu fenomena. Sebagaimana menurut ter kepribadian seseorang. Pembahasan sosok masku-
Kadir (2012) kerangka berfirikir adalah pondasi bagi linitas seorang pemimpin dimana pemimpin adalah
setiap pemahaman-pemahaman selanjutnya. Oleh karean sosok pusat perhatian oleh anggotanya. Seolah-olah
itu untuk mengetahui pemahaman selanjutnya, peneliti pemimpin bisa merepresentasikan dirinya dengan penuh
mengwali dari segi latar belakang fenomena tersebut pencitraan yang baik. Konsep maskulinitas dipakai untuk
termasuk latar belakang objek penelitian ini.Peneliti mengidentifikasi konstruksi maskulinitas dari setiap
mengambil sisi maskulinitas dari setiap kegiatan atau data-data yang dimiliki berupa kebijakan, komunikasi
kebijakan yang dimiliki oleh Sunjaya Purwadisastra untuk dan kegiatan berlangsung.
mengetahui fondasi permasalahan sehingga ia mampu
memimpin sipil. Salah satu melihat fondasi adalah dari HASIL DAN PEMBAHASAN
segi latar belakang permaslahan termasuk trad record nya
supaya mendapatkan data yang lebih valid bahwa benar Sunjaya Purwadisastra lahir pada tanggl 1 Juni
atau tidak beliau seorang pemimpin yang maskulin. 1965, di desa Beberan Palimanan Cirebon. Sunjaya anak
Adapun penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan. dari anggota TNI AD, dan ibunya adalah seorang petugas
Pertama, peneliti akan mengidentifikasi bagaimana kepe- desa Beberan (Sukarna. 2014:4). Tentunya Sunjaya
mimpinan Sunjaya Purwadisastra ditampilkan baik di tidak mungkin di asuh penuh oleh kedua orang tuanya,
militer maupun di sipil dari data-data yang valid. Kedua, Sunjaya langsung diambil alih oleh pembantunya yang
peneliti akan mengidentifikasi bagaimana konstruksi bernama Mbok Jenah. Sunjaya diasuh Mbok Jenah sejak
maskulinitas Sunjaya Purwadisastra dengan teori repre- tiga hari setelah lahir hingga usia kelas enam SD. Selama
sentasi dan maskulinitas yang ada. Ketiga, peneliti diasuh oleh mbok Jenah, Sunjaya didik untuk mandiri
akan menyimpulkan berbagai konstruksi maskulinitas dan tanggung jawab seperti berjualan es lilin, mengaji,
mengenai gaya kepemimpinan Sunjaya Purwadisastra dan patuh pada ucapan mbok jenah layaknya sudah
baik di militer maupun di sipil. menganggap orang tua kandung sendiri. Hal tersebut
bagian dari alasan kemaskulinitasnya seorang sunjaya
METODE saat kecil diamana ia harus berjuang langsung dengan
orang lain, sehingga Sunjaya Purwadisastra mampu
Penelitian berbasis pada inforamsi yang diperoleh melewati kesulitan ekonominya dengan penuh kekuatan
dari sistem pengamatan melalui metode pengamatan dan ketenangan. Sunjaya Purwadisastra berusaha untuk
atau yang disebut dengan metode non-ekperimen. Pene- mereprsentasikan bahwa dirinya sebagai laki-laki yang
liti lebih mengarahkan pada pengamatan langsung kuat maka harus dapat menemukan cara untuk menolong
terhadap objek yang diteliti, baik secara historis maupun Mbok Jenah.
langsung (Ikbar, 2014:104). Penelitian ini menggunakan Gambaran latar belakang tersebut adalah bentuk
jenis penelitian kualitatif dimana penelitian yang meng- pondasi Sunjaya akan memiliki kontsruksi bagaimana,
hasilkan data deskriptif berupa data-data tertulis atau di sini dapat dilihat dari sisi perjuangannya sehingga ia
lisan dari orang-orang yang diamati (Moleong.2004:3). kuat dengan keadaanya. Demi menghindari hal yang
Kualitatif untuk melihat kajian konstruksi maskulinitas tidak dimiliki oleh perempuan, maka Sunjaya terkesan
objek yang dianalisis. Penelitian lebih cenderung untuk mempunyai “laki-laki ko cengeng”. Maka dari itu Sunjaya
memahami situasi keberadaan objek. Secara historis, berusaha merepresentasikan dirinya sebagai laki-laki yang
peneliti menggambarkan sosok Sunjaya Purwadisastra kuat. Sebagaimana menurut Moose (1996:14) mengatakan
yang dapat mengarahkan bahwa ia sosok laki-laki yang bahwa konstruksi sosial yang membentuk dominasi peran
maskulin. Sedangakan secara langsung, penelitian tersebut laki-laki. Laki-laki dinilai memiliki sifat rasional, aktif,
melalui kegiatan berlangsung “pengamatan” saat peneliti superior, dan berkuasa, sedangkan perempuan memiliki
mengikuti kegiatan Sunjaya Purwadisastra termasuk sifat lembut dan perannya dibatasi dalam keluarga. Dengan
segala kebijakan dan gaya kepemimpinannya. Di sisi demikian, laki-laki sering disebut kaum yang paling
lain, peneliti untuk memperkuat data yaitu dengan meng- mendominasi dalam segala bidang (Barker. 2009:35).
gunakan metode wawancara dengan orang-orang pernah Dalam masyarakat secara umum (patriarkal) melihat
menjalani hidup bersama Sunjaya Puradisastra. laki-laki lebih pantas untuk memimpin dalam segala hal
Pendekatan ini menggunakan cultural studies, karena dinilai sebagai orang yang lebih kuat. Lebih kuat
sebagai multidisiplin ilmu di berbagai bidang. salah dalam arti kecenderungan orang melihat secara umum
satu kajian dalam cultural studies adalah maskulinitas bahwa laki-laki dapat mengatasi permasalahan secara
Konstruksi Maskulinitas Sunjaya Purwadisastra (Perwira TNI AD dan Bupati Cirebon)
(Ahmad Fauzan, Reiza Dienaputra dan Hazbini)
Sosiohumaniora, Vol, 21, No. 2, Juli 2019 213

kuat akan jiwanya dan raganya sesuai dengan gambaran Ketika seseorang telah mencapai sebuah kesuk-
maskulinitas secara umumnya. sesan, maka timbulah berbagai pengandaian dengan
Setelah Peneliti menganalisis sekilas perjalanan ukuran latar belakang dan ekonomi yang kuat. Dalam teori
hidup Sunjaya, peneliti akan lebih fokus pada kepe- maskulinitas dapat juga disebut dengan hipermaskulinitas,
mimpinan Sunjaya di militer dan sebagai bupati Cirebon. hipermaskulinitas lebih mengedepankan rasa kegagahan
Dengan kepemimpinan yang Sunjaya terapkan tentunya dan kepercayaan diri yang kuat. Sunjaya Purwadisastra
karena ada pembentukan mengenai dirinya sehingga saat menjadi prajurit TNI AD, beliau merasa kurang puas
menjadi kebiasaan dan ciri khas Sunjaya saat memimpin. dengan jabatan militer, sehingga beliau terdorong rasa
Hal itulah yang akan jadikan fokus bagi peneliti untuk hipermaskulin untuk menjadi bupati Cirebon. Contohnya,
mencari konstrusksinya bukan mengarah pada makna ketika Sunjaya Purwadisastra telah mengundurkan diri
atau gaya kepemimpinannya. Hal-hal yang membangun sebagai prajurit TNI, kemudian beliau memberanikan
dirinya sebagai karakter khusus kepemimpinan Sunjaya, diri sebagai bakal calon bupati. Sisi ini adalah bagian
secara tidak langsung apakah ada gaya yang berbeda dari representasi laki-laki yang hipermaskulin. Hal
dalam memimpin militer dan sipil secara kontruksi demikian hampir mirip dengan jaman orde baru, dahulu
maskulinitasnya. Bapak Soeharto sebagai jenderal TNI kemudian menjadi
Selain itu, peneliti akan menganlisis konstruksi presiden. Oleh karena itu, hal yang paling dihwatirkan
maskulinitas hanya sebatas kepemimpinan Sunjaya saat adanya suatu hipermaskulin dalam kepemimpinan yaitu
di militer yaitu sebagai kolonel dengan jabatan Ditajen- adanya ancaman gejolak masyarakat. Sebagaimana dalam
pandiaga (Direktur Jenderal Penyediaan Tenaga) yang jurnal (Santosa, 2010) ancaman terbesar bagi intergrasi
bertugas sebagai penerimaan calon anggota prajurit TNI nasional cenderung datang dari akumulasi kekecewaan.
AD di Markas besar TNI AD Jakarta. Sebagai kolonel, Pada tahun 2008, Sunjaya berniat untuk mencalon-
Sunjaya selalu mengedepankan sikap ketegasan dan kan diri sebagai bakal calon bupati Cirebon dari non
patuh menjalankan tugas TNI yaitu “sapta marga” partai “independent” yang berpasangan dengan Abdul
patuh terhadap atasan dan peraturan TNI AD. Sunjaya Muhyi pada tahun 2008-2013 namun ia langsung kalah
dipercaya sebagai pemimpin yang menyediakan tenaga dengan incumbent. Sunjaya selalu berusaha keras untuk
calon anggota TNI AD. Tugas tersebut tidaklah mudah mejadi seorang bupati Cirebon selama menunggu periode
karena harus bertanggung jawab penuh pada negara untuk berikutnya tahun 2013-2018. Sunjaya maju kembali pada
mneyediakan tenaga sesuai dengan standar peraturan periode tersebut dan Sunjaya masuk partai politik dan
TNI. Pada dasarnya tugas tersebut merupakan tugas yang langsung ditunjuk sebagai bakal calon bupati Cirebon.
benar-benar paham dengan karakter dan kesehatan orang Sunjaya berpasangan dengan ketua PDIP kabupaten
baik jasmani maupun rohaninya sesuai dengan aturan TNI Cirebon yaitu Tasiyah Soemadi Al Gotas. Sunjaya bisa
AD. Sunjaya menjabat seorang kolonel sekitar dua tahun mengalahkan lawan-lawanya dengan dua kali putaran,
dan beliau telah menjalani tugasnya di berbagai daerah bahkan bisa menang cukup besar yaitu 53 % . Sunjaya
termasuk daerah pelosok nusantara maupun daerah rawan lolos sebagai bupati Cirebon. Sunjaya dilantik sebagai
konflik. bupati Cirebon pada tanggal 19 maret 2014 oleh gubernur
Peneliti mengambil salah satu contoh maskulinitas jawa barat (Sukarna, 2014). Sunjaya diuntungkan dengan
dalam militer yaitu Sunjaya Purwadisastra. Tentunya latar belakang yang memiliki perjuangan yang berbeda
prajurit militer memiliki jiwa nasionalisme karena setiap dimana ia paham tentang strategi kemenangan saat
calon prajurit TNI harus ditanamkan jiwa nasionalisme menjadi prajurit TNI AD.
yaitu setia pada bangsa dan Negara diatas setia segalanya. Dengan mencalonkan sebagai Bupati Cirebon,
Dalam penelitian militer tentunya tidak akan ada beliau berusaha menjadi laki-laki lebih dari sekedar laki-
keraguan dalam sisi maskulinitasnya karena dasar dan laki yang biasa. Hipermaskulinitas selalu mengedepankan
kepribadian harus kuat, nasionalis dan berkepribadian puas dan lebih puas dengan apa yang belum dimilikinya
yang baik, semuanya adalah bentuk konstruksi mas- sehingga ia mampu untuk menjadi hegemoni maskulinitas.
kulinitas. Kemudian Sunjaya Purwadisastra telah Pemimpin lebih cenderung memiliki hipermaskulin
menjalankan tugas dengan penuh kesiapan dan tantangan karena merasa dirinya lebih puas sebagai penguasa atau
bahkan beliau berhasil membantu perdamaian di daerah disebut dengan hegemoni maskulinitas. Maskulinitas
rawan konflik. Sebagaimana nilai maskulin menurut diidentikkan dengan laki-laki harus dapat bersaing, laki-
Mosse (1996) maskulinitas ideal adalah sikap seseorang laki harus kuat, tidak cengeng, laki-laki harus dapat yakin
layaknya berani, kuat dan mempunyai jiwa nasionalisme. dari apa yang kurang memungkinkan karena laki-laki
Sunjaya Purwadisastra berusaha menjadi laki-laki yang dianggap kaum superioritas (Cornwall,1997:21). Sunjaya
maskulin ideal baik dalam tugas militernya maupun Purwadisastra memutuskan dirinya sebagai anggota TNI,
kebijakannya. seakan ingin menjadi laki-laki yang mampu bersasing
Konstruksi Maskulinitas Sunjaya Purwadisastra (Perwira TNI AD dan Bupati Cirebon)
(Ahmad Fauzan, Reiza Dienaputra dan Hazbini)
214 Sosiohumaniora, Vol, 21, No. 2, Juli 2019

bahkan seakan menunjukan beliau sebagi laki-laki yang “simpatik” seakan duduk bersama dengan masyarakat,
superior. Oleh karena itu, beliau memberanikan pensiun jajan bareng, dan seakan peduli dengan suatu keadaan saat
demi kompetisi Bupati, kemudian beliau mampu menjadi ada celah memungkinkan untuk masuk sebagai pencitraan
sebagai pemenang pesta demokrasi di kabupaten Cirebon. bahkan dapat dibilang tanpa sebab akibat. Artinya seorang
Akhirnya terasa lengkap dalam hidupnya karena sudah pemimpin yang maskulin, selain mempunyai latar
melalui tahap beberapa menjadi laki-laki yang lebih dari belakang yang positif tetapi juga saat sebelum dan sedang
laki-laki atau di sebut dengan hegemoni maskulinitas menjadi pemimpin ia selalu mengedepankan kepentingan
“bupati Cirebon”. umum dan memberikan contoh teladan beserta bukti-bukti
Di sisi lain, ini memiliki pengetahuan tentang yang dimiliki tanpa harus dengan ekspos media, ataupun
bagaimana dalam memilih calon pemimpin dari segi maksud untuk mengambil hati masyarakat.
kebaikan yang alamiah atau hanya sebatas pencitraan Oleh karena, itu peneliti menganggap penting untuk
semata. Untuk menajwab demikian maka diperlukan dilakukan karena di jaman demokrasi sangatlah rentan
dengan kajian budaya yaitu teori representasi dalam dengan representasi pencitraan semata ataukah meamang
pembahasan maskulinitas. Budaya untuk melihat sisi benar ketulusan pengabdian masyarakat. Banyak masya-
proses pembentukan calon pemimpin dapat menjadi apa rakat tidak mengetahui calon pemimpinnya, enatah karena
dan bagaiaman gaya kepribadiannya. Sedangkan repre- memang tidak mau tau atau meamng kurang adanya
sentasi untuk melihat setiap moment atau kebijakan yang sosialisasi yang dalam mengenai program dan trad record
diberikan sebatas pencitraan atau tidak. Salah satu kegiatan yang dimilikinya. Untuk melakukan kegiatan tersebut
berlangsung beliau yaitu saat adanya suatu demonstrasi di dibutuhkannya suatu strategi dalam politik sehingga dapat
depan Kantor Bupati, kemudian ia langsung menemui dan memenangkan kompetisi. Terkadang calon pemimpin
mengklarifikasi. Mungkin jarang atau banyak pemimpin terlepas dari trade record baik atau tidak, pemimpin tersebut
yang melakukan demikian namun setidaknya berjalan bermain spekulasi dan cara instant yaitu dengan money
sendiri dan menghadapinya langsung adalah hal cukup politik yang akan menghasilkan citra pada msyarakat
sulit buat seorang pemimpin karena akan dihawatirkan seakan “yang kasih uang yang dipilih oleh masyarakat”.
membahyakan keselamatannya saat berlangsung orasi. Hal ini yang akan dijadikan pondasi ketertarikan dalam
Peneliti memandang kejadian ini adalah bukan representasi penelitian ini sehingga masyarakat cerdas dalam memilih
yang didapat karena bersifat urgent dan beralasan. baik lingkup lokal maupun nasional. Dengan demikian,
Sehingga kasus tersebut merupakan bagian dari kontruksi peneliti akan mengkaji suatu kepemimpinan regional yang
makulinitas yang dimiliki Sunjaya Purwadisastra karena berbasis daerah supaya lebih mudah dalam mencari data
adanya suatu latar belakang yang dahulu serba kekurangan dan proses dilapangnnya
ekonomi maka ia berusaha keras untuk dapat mmenuhi
kebutuhan hidupnya. Dengan terbiasa hal demikian, saat SIMPULAN
ia mencalonkan diri seabagai prajurit TNI AD, beliau
tidak langsung diterima karena belum memiliki kualifikasi Peneliti menyimpulkan bahwa nilai pengaruh atau tidak,
yang tepat pada seleksi TNI AD. Sunjaya selalu berusah pengetahuan baru dan sebagai pencitraan atau tidak. Semua
mencari cara baik melalui tes maupun dengan berusaha akan peneliti simpulkan secara singkat sesuai dengan teori
mendekati jajaran TNI AD supaya ia dapat dikasih yang gunakan yaitu representasi dan maskulinitas. Peneliti
kepercayaan oleh mereka dengan modal nekad. Saat dalam kepengaruhan peneliti melihat dari sisi berbagai
mencalonkan sebagai bupati Cirebon, ia tidak langsung kebijakan yang ada yaitu lebih cenderung masih pengaruh
menang dalam kompetisi pemilihan kepala daerah. Dalam dengan kehendak pribadi lebih kuat dibandingkan
periode berikutnya Sunjaya mencalonkan kembali lewat pertimbangan lain. Seakan hegemoni dalam militer masih
partai politik, kemudian ia berhasil memenangkan pesta berlaku dan seakan sempurna sebagai laki-laki yang
demokrasi di kabupaten Cirebon. maskulin dengan ketegasannya dan keberaniannya untuk
Sunjaya Purwadisastra dapat dibilang mengemas menciptakan hal baru. Sedangakan dalam pengetahuan
sebagai pencitraan yang murni karena proses gaya barunya adalah beliau mempunyai strategi khusus dalam
kepemimpinannya dengan sebab akibat, contohnya saat ia memimpin sipil yaitu memanfaatkan masyarakat saat
menghadapi para pendemo langsung menemuinya dengan beramasalah dengan dirinya dengan menemui langsung
berani melawan isu saat itu juga segera klasrifikasi. Beliau dan berani menghadapi dengan tegas tanpa memikirkan
merepresentasikan diri sebagai laki-laki yang mampu akibatnya, secara tidak langsung beliau menunjukan bahwa
menghegemoni suatu keadaan pada dirinya dengan situasi ia pemberani dan langsung ada masalah cepat tanggap,
dan alasan yang tepat. Berbeda dengan tipe pemimpin hal ini bagian dari nilai hipermaskulinitas. Sedangkan
yang lebih mengarah pada pencitraan yaitu saat pemimpin untuk menjawab yang terakhir yaitu sebagai pencitraan
tersebut dengan hal yang berbau mendadak da nada kesan atau tidak, peneliti melihat dari represntasi yang ada yaitu
Konstruksi Maskulinitas Sunjaya Purwadisastra (Perwira TNI AD dan Bupati Cirebon)
(Ahmad Fauzan, Reiza Dienaputra dan Hazbini)
Sosiohumaniora, Vol, 21, No. 2, Juli 2019 215

seorang pemimpin sayogianya harus memiliki citra yang memberanikan diri untuk pensiun hanya karena demi
kuat di masyarakat, namun harus berlandaskan tingkat sebagai bupati Cirebon. Padahal pencalonannya belum
kewajaran dan beretika. Sunjaya lebih mengarah pada citra tentu ia menjadi pemenang hanya karena ingin menjadi
pada sisi ketegasan di jajaran dinas namun lebih cenderung laki-laki lebih dari sekedar laki-laki. Terakhir, saat menjadi
pada hal menunjang untuk beliau dan pemerintahannya. Bupati Cirebon, beliau seakan menunjukan sebagai laki-
Singkatnya sedikit yang mengarah pada sosok Sunjaya laki yang mampu menghegemoni semua jajaran dinas
sebagai pemimpin yang mempunyai pencitraan semata. dan masyarakat Cirebon. Melalui gaya kepemimpinanya
Sisi lain, apabila dikaji secara perjalanan maskulinitasnya, yang cenderung tegas dan berani dalam menghadapi
beliau banyak memiliki konstuksi maskulinitas dimana situasi, yang direpresntasikan saat beliau menghadapi
maskulinitas adalah segala hal-hal yang dimiliki oleh para pendemo langsung di lapangan seakan beliau laki-
laki-laki tapi tidak untuk perempuan (Coates, 2003:23). laki yang kuat dan paling mendominasi. Seakan sebagai
Semua jenis pertanyaan tadi sebagai dasar menjawab hegemoni maskulinitas karena telah mampu melewati dari
pertanyaan bagaimanakah konstruksi maskulinitas dalam berbagai tahapan baik di militer maupun sebagai bupati
kepemimpinan Sunjaya Purwadisastra. Sunjaya adalah Cirebon. Semua itu hanya sebatas strategi yang dimiliki
laki-laki yang selalu berusaha menjadi laki-laki yang Sunjaya Purwadisastra dengan penuh perjuangan dan
seutuhnya, dengan beberapa tahapan untuk menjadi laki- kecerdasannya sehingga ia mampu menjadi pemimpin di
laki yang maskulin. Dari mulai sejarah hidupnya sampai militer dan bupati Cirebon.
menjadi bupati Cirebon, peneliti hanya mengambil
DAFTAR PUSTAKA
beberapa contoh yang didapat melalui metode yang
digunakan yaitu inforamsi pengamatan sekitar objek yang Barker, C. (2009). Cultural Studies. Yogyakarta: Kreasi
diteliti sehingga konstruksi Sunjaya Purwadisastra telah Wacana
mudah didapatkan.
Coates, J. (2003). Men Talk, Story in the making of
Dalam prinsip dasar militer bahwa profesional militer
masculinities. Blackwell Publishing. LTD.
memiliki nilai atau konstruksi maskulinitas terhadap jiwa
nasional yang dimiliki. Sebagaimana menurut Kaelan Cornwall, A. (1997). “Men, masculinity and gender in
(2003) bahwa nasionalisme adalah warga Negara yang development.” Men and Masculinity. Ed. Caroline
memiliki rasa dan tindakan kebangsaan sebagai kesetiaan Sweetman. Oxford: Oxfam
seseorang secara total diabdikan langsung pada bangsa
Hall, S. (1997). Representation Cultural Representations
dan Negara (Kaelan, 2003: 44). Salah satu nilai utama
and Signifying Practices.London: Sage Open
dalam militer adalah mempunyai jiwa nasionalisme
University.
yang tinggi. Militer harus bisa siap dalam menjalankan
tugasnya baik di medan perang dengan misi perdamaian Ikbar, Y. (2014). Metodologi Penelitian Sosial Kualitatif.
maupun membantu kegiatan sosialisasi masyarakat. Bandung:Refika Aditama.
Perang berarti siap akan segala risikonya yaitu keberanian Kaelan, (2003). Pancasila dan Kewarganegaraan.
dan kematian. Sebagaiamana menurut Mosse (1998), Yogyakarta: Paradigma
“the ideal masculinity was invoked on all sides as a
Kadir. A (2008). IlmuSosialBudayaDasar. Bandung :PT.
symbol of personal and national regeneration”. Maskulin
Citra AdityaBakti
ideal terdapat identitas diri pribadi yang memiliki jiwa
kebangsaan yang tinggi. Dalam militer selalu menge- Moleong, L.J. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif.
depankan kepentingan bangsa dan negara di atas Bandung: PT Remaja Rosdakarya
kepentingan pribadi
Mosse, George L. (1996). Introduction: The Masculine
Secara historis, Sunjaya Purwadisastra telah memiliki laki-
Stereotype In The Image of Man: The Creation
laki yang maskulin yang terdapat pada kekuatan dalam
of Modern Masculinity. New York: Oxford
mengahadapi hidup bersama orang yang membesarkanya
University Press
yang tergolong orang tidak mampu, kemudian Sunjaya
berjualan es lilin. Ia hanya menunjukan bahwa dirinya Sukarna, U. (2014). Sunjaya Anak Desa. Yogyakarta:
mampu sebagai laki-laki ya harus kuat. Dalam maskulinitas Writing Revolution.
laki-laki tidak boleh cengeng, kuat dan berwibawa. Zakaria, M.M (2011). Dinamika Sosial Ekonomi Priangan
Sedangakan saat menjadi prajurit TNI, Sunjaya mampu Abad 19. Sosiohumaniora, 13, (1) 98-99
menjadi laki-laki yang hipermaskulin, dimana laki-laki
lebih dari sekedar laki-laki. Representasi tersebut melalui Santosa, P. (2010) Disintergrasi, Pemerintah Lokal
tugas yang penuh tantangan dan mampu melewatinya dan Dana Perimbangan Pusat dan Daerah.
serta saat hendak menjadi bakal calon bupati, beliau Soiohumaniora, 12, (1) 15-16

Konstruksi Maskulinitas Sunjaya Purwadisastra (Perwira TNI AD dan Bupati Cirebon)


(Ahmad Fauzan, Reiza Dienaputra dan Hazbini)

Anda mungkin juga menyukai