Anda di halaman 1dari 59

KEPERAWATAN KRITIS

KARDIOVASKULAR

OLEH KELOMPOK 1:

1. KETUT ALUS PARYASTINI (18089014002)


2. KADEK AYU KRISNA DEWI (18089014010)
3. KOMANG BERLY B. PRAWERTI (18089014011)
4. NI KD. DIAN ARTA MELANI (18089014014)
5. PUTU DEVA YANI (18089014016)
6. FENI SITI FAMELA (18089014025)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya Makalah
yang berjudul “ keperawatan keritis syok kardiogenik,chf dan gagal jantung “ ini dapat kami selesaikan.

Dalam penyelesaian Makalah ini kami banyak mengalami kesulitan, terutama saat
mengumpulkan materi tentang konsep pengelolaan pasien dengan kegawatdaruratan Gangguan
pernapasan. Namun berkat kerjasama kelompok, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, kami mohon maaf jika ada
kesalahan kata atau kalimat dalam pembuatan makalah ini. Dan kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat untuk kita semua.

Singaraja, 4 Maret 2021

Penyusun,
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... i

Daftar Isi ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................

1.2 Tujuan......................................................................................................

1.3 Manfaat....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi syok kardiogenik ......................................................................

2.2 Definisi Cardiac Arrest...........................................................................

2.3 Definisi chf ............................................................................................

BAB III TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian ...............................................................................................

3.2 Pengelompokan Data.....................................................................................

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ....................................................................................................

4.2 Saran ...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


Syok merupakan salah satu penyebab utama meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas di Instalasi Gawat Darurat ( IGD ) maupun Intensive Care Unit ( ICU ),
mengakibatkan kematian lebih dari 30% jutaan penderita tersebar diseluruh dunia
dan rata-rata sebanyak 1.400 klien meninggal setiap hari. Diperkirakan 6-20 juta
kematian bayi dan anak-anak setiap tahun di seluruh dunia diakibatkan oleh
dehidrasi dan syok. ( Dhilon and Bittner, 2010 ).
Syok merupakan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi
yang adekuat organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam
jiwa dan membutuhkan tindakan segera dan intensif untuk menyelamatkan jiwa
klien ( BPPPKMN, 2010 ). Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan
sirkulasi darah kedalam jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme.
Cardiac arrest merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan yang dapat
mengancam jiwa dan memerlukan response time yang cepat untuk diberikan
penanganan yang baik, tanpa dilakukan kompresi jantung paruatau pemberian
defibrilasi, maka akan terjadi kematian dalam hitungan menit ( Ismail Fahmi Dan
Tuti Afriani, 2017 ) . Di Amerika Serikat setiap tahunnya terjadi kejadian Out-of
Hospital Cardiac Arrest (OHCA) dengan jumlah korbannya mencapai 360.000
korban, di mana OHCA merupakan 15% dari penyebab seluruh kematian.
( Sasson C, dkk. 2013 ).
Henti jantung adalah keadaan dimana berhentinya fungsi mekanik jantung
yang ditandai dengan tidak terabanya nadi karotis, tidak adanya pernafasan dan
penurunan kesadaran, terjadi sangat cepat begitu dan dan gejala muncul Penyebab
terjadinya cardiac arrest bisa terjadi karena penyakit jantung, gangguan sirkulasi,
gangguan pernafasan, gangguan metabolik, keracunan. (American Heart
Association. 2015 ).

Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung


mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel
tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan
ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan
ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung
hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung
yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal
sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan
bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau
organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).

1.1 RUMUSAN MASALAH


1.1.1 Bagaimanakah konsep dasar penyakit Gagal jantung ?
1.1.2 Bagaimanakah konsep dasar penyakit syok kardiogenik?
1.1.3 Bagaimanakah konsep dasar penyakit CHF ?
1.2 TUJUAN MASALAH
1.2.1 Untuk mengetahui konsep dasar penyakit Gagal jantung
1.2.2 Untuk mengetahui konsep dasar penyakit syok kardiogenik
1.2.3 Untuk mengetahui konsep dasar penyakit CHF

BAB II
PEMBAHASAN TEORI
2.1  Konsep Dasar Shock
2.1.1 Pengertian
Syok merupakan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa dan
membutuhkan tindakan segera dan intensif untuk menyelamatkan jiwa klien ( BPPPKMN,
2010 ). Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah kedalam jaringan
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu
mengeluarkan hasil metabolisme.
Syok adalah sindroma yang ditandai dengan keadaan umun yang lemah, pucat, kulit
yang dingin dan basah, denyut nadi meningkat, vena perifer yang tak tampak, tekanan darah
menurun, produksi urine menurun dan kesadaran menurun. Syok yang berlangsung lama akan
mengganggu oksigenasi miokard sehingga menyebabkan syok kardiogenik sekunder. Pada
tahap lanjut, terjadi gagal fungsi ginjal, hati, paru, otak, dan jantung.
2.1.2 Epidemiologi shock
Syok merupakan salah satu penyebab utama meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas di Instalasi Gawat Darurat ( IGD ) maupun Intensive Care Unit ( ICU ),
mengakibatkan kematian lebih dari 30% jutaan penderita tersebar diseluruh dunia dan rata-
rata sebanyak 1.400 klien meninggal setiap hari. Diperkirakan 6-20 juta kematian bayi dan
anak-anak setiap tahun di seluruh dunia diakibatkan oleh dehidrasi dan syok ( Dhilon and
Bittner, 2010 ).
2.1.3 Klasifikasi shock
2.1.3.1 Syok Hopovolemik
Syok hipovolemik merujuk kepada suatu keadaan dimana terjadi kehilangan cairan
tubuh dengan cepat sehingga terjadi multiple organ failure akibat perfusi yang tidak
adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering timbul setelah terjadinya perdarahan hebat
( syok hemoragik ).
Menurut Enita ( 2010 ) gejala utama yang sering terjadi pada syok hipovolemik adalah :
kulit pucat, Penurunan sensori, pernafasan cepat dan dangkal, kulit teraba dingin, hipotensi,
sistolik <90 mmHg atau turun kurang lebih 30 mmHg dari semula, takikardia (denyut nadi
> 100x/menit, kecil, lemah/ tidak teraba ) capillary refill > 2 detik, gelisah dan cepat marah
dan penurunan kesadaran.
Stadium Syok Hipovolemik ( Agus Purwadianto, 2013 ) :
a. Presyok, plasma yang hilang 10-155 / kurang lebih 750 ml. pusing, takikardia ringan
sistolik 90-100 mmHg.
b. Ringan, plasma yang hilang 20-25 % / 1000-1200 ml. gelisah, keringat dingin, haus,
diuresis berkurang, takikardia > 100x/menit, sistolik 80-90 mmHg.
c. Sedang, plasma yang hilang 30-35 % / 1500-1750 ml. gelisah, pucat, dingin, oliguria,
takikardia > 100x/menit, sistolik 70-80 mmHg.
d. Berat, plasma yang hilang 35-50 % / 1750-2250 ml. pucat, sianotik, dingin, takipnea,
anuria, kolaps pembuluh darah, takikardia/ tidak teraba sistolik 0-40 mmHg.
( Agus Purwadianto, 2013 )
Klasifikasi Klinis Pengelolaan
Dehidrasi ringan : - Nadi normal / Penggantian volume
Kehilangan cairan tubuh meningkat cairan yang hilang
sekitar 5% - Selaput lender kering. dengan cairan kristaloid (
NaCL 0,9% atau Ringer
Laktat / Ringer Asetat. )
Dehidrasi Sedang : - Nadi cepat Penggantian volume
Kehilangan cairan tubuh - Tekanan darah cairan yang hilang
sekitar 8% BB menurun dengan cairan kristaloid (
- Selaput lender kering NaCL 0,9% atau Ringer
- Oliguria Laktat / Ringer Asetat. )
- Status menelan
tampak lesu dan
lemah.
Dehidrasi berat : - Nadi singkat, cepat, Penggantian volume
Kehilangan cairan tubuh kecil, sulit diraba. cairan yang hilang
sekitar 10% BB - Tekanan darah turun. dengan cairan kristaloid (
- Anuria. NaCL 0,9% atau Ringer
- Selaput lender pecah- Laktat / Ringer Asetat. )
pecah.
- Kesadaran menurun
Tabel 2.1 Syok Hipovolemik

2.1.3.2 Syok Anafilaktik


Anafilaktik merupakan reaksi hipersensitifitas sistemik akut yang dimediasi oleh IgE
akibat pelepasan mediatos sel mask, basophil ( Suryana Ketut, 2013 ) .
Syok anafilaktik merupakan reaksi hipersensitifitas akut yang melibatkan dua organ atau
lebih ( system kulit / mukosa dan jaringan bawah kulit, system respirasi, system
kardiovaskuler, system gastrointestinal ) ( Imbawan Eka, 2010 ).
Etiologi
Factor pemicu timbulnya anafilaktik pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda adalah
sebagian besar oleh makanan. Sedangkan gigitan serangga dan obat-obatan menjadi factor
pemicu timbulnya reaksi ini pada kelompok usia pertengahan dan dewasa tua. Sebagian
besar pemicu spesifik terhadap reaksi anafilaktik bersifat universal, seperti di amerika utara
dan beberapa Negara di eropa dan asia, susu sapi , telur, kacang, ikan, kerang merupakan
penyebab tersering. Dibeberapa Negara eropa lainnya, buah peach adalah factor pemicu
tersering. Obat-obatan seperti antivirus, antimikroba, anti jamur, adalah penyebab paling
sering reaksi anafilaktik di dunia. Reaksi anafilaktik juga dapat dipicu oleh agen kemoterpi,
seperti carboplatin, doxorubicin, cetuximab. Agen lain yang dapat menyebabkan reaksi ini
adalah radiocontrast media, latex, yang bisa ditemukan di sungkup, endotrakeal tube, cuff
tensimeter, kateter, torniket, udara yang terlalu dingin atau air yang dingin. Sensitivitas host,
dosis, kecepatan, cara, dan waktu paparan dapat mempengaruhi reaksi anafilaksis, dimana
paparan oran lebih jarang menimbulkan reaksi. ( Estelle et.all 2011 )
2.1.3.3 Syok Septik
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan oleh infeksi
yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik
pengendalian infeksi, melakukan teknik aseptic yang cermat, melakukan debriden luka
untuk membuang jaringan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat
dan mencuci tangan secara menyeluruh.
1. Penyebab
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon
imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang
mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas kapiler,
pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.
2. Tanda dan gejala
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat bakteriemia
menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan penurunan perfusi jaringan dan
terjadi shock sepsis. Sekitar 40% pasien sepsis disebabkan oleh mikroorganisme gram-
positive dan 60% disebabkan mikroorganisme gram-negative. Pada orang dewasa
infeksi saluran kencing merupakan sumber utama terjadinya infeksi. Di rumah sakit
kemungkinan sumber infeksi adalah luka dan kateter atau kateter intravena. Organisme
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah staphylococcus aureus dan pseudomonas
. Pasien dengan sepsis dan shock sepsis merupakan penyakit akut. Pengkajian dan
pengobatan sangat diperlukan. Pasien dapat meninggal karena sepsis. Gejala umum
adalah:
a. Demam
b. Berkeringat
c. Sakit kepala
d. Nyeri otot
2.1.3.4 Syok Kardiogenik
1. Definisi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.Syok
yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekuat, seperti pada infark
miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia,
hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan.
(Kamus Kedokteran Dorland, 2010)
2. Penyebab
Syok kardiogenik dapat disebabkan oleh berbagai macam kelainan yang terjadi
pada jantung seperti : disfungsi sistolik, disfungsi sistolik, disfungsi katub, aritmia,
penyakit jantung coroner, komplikasi mekanik. Karena besarnya angka kejadian
ACS, maka ACS menjadi etiologi terhadap syok kardiogenik yang paling dominan
pada orang dewasa. Selain itu banyak pula kasus syok kardiogenik yang terjadi
akibat medikasi yang diberikan, contohnya pemberian penyekat beta dan
penghambat ACE yang tidak tepat dan tidak terpantau pada kasus ACS. Pada anak-
anak penyebab tersering adalah miokarditis oleh karena infeksi virus, kelainan
congenital dan konsumsi bahan-bahan yang toksik terhadap jantung. ( Ren X,
Lenneman A, 2013 )

2.1.4 Patofisiologi Syok


2.1.4.1 Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul
gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler.
Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke
jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor
humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah
dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar
oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan
kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk
memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal
mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi
jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.

2.1.4.2 Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi
mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah
arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah
melemah dan tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik
(venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke
jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis
kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated
Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan
pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia
dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan
bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung).
Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin
dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar
Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak,
integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan
metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi
peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
2.1.4.3 Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi meluas sehingga tidak dapat diperbaiki.
Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem
kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku,
timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapne

2.1.5 Web Of Coution ( WOC )

Penurunan curah jantung


Penurunan tekanan
arterial
Penurunan nutrisi Pembekuan
Penurunan aliran darah sistemik intravaskuler
jantung

Penurunan nutrisi jaringan Iskemia


Penurunan nutrisi
jaringan
otak
Penurunan nutrisi sist vaskuler Pelepasan
Penurunan aktifitas
DD toksin
vasomotor
Peningkatan permeabilitas
Dilatasi kapiler
D
vaskuler
Penurunan volume darah
Pengumpulan darah
vena
Penurunan alir balik vena
Depresi jantung

Gambar 2.1 Pathway Syok

2.1.6 Pemeriksaan Fisik


a. Kulit: suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena
begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia), Warna pucat (kemerahan pada syok
septik, sianosis pada syok kardiogenik dan syok hemoragi terminal)dan Basah pada
fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
b. Tekanan darah: Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada
penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal
syok septik)
c. Status jantung : Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
d. Status respirasi : Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian
menjadi lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)

e. Status Mental: Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi
menurun, sopor sampai koma.
f. Fungsi Ginjal: Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
g. Fungsi Metabolik: Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok
septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi
akibat takipnea
h. Sirkulasi: Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada
syok kardiogenik
i. Keseimbangan Asam Basa : Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan
pCO2 karena takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru)
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
a. Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin,
glukosa darah.
b. Analisa gas darah
c. EKG
2.1.8 Penatalaksanaan Medis.
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk
memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan
suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera
ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
2.1.8.1 Airway dan Breathing
Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan
mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100 % dengan cara :
a. Jaga dan pertahankan jalan nafas tetap bebas
b. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg
c. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan bila ada sekresi.
d. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
e. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup
(Ambu bag) atau ETT.
2.1.8.2 Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna
kulit, isi vena, dan produksi urin. Pemberian Cairan :
a. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah,
kejang, akan dioperasi/dibius dan yang akan mendapat trauma pada perut serta kepala
(otak) karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
b. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume
interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
c. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah
cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan
yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus
diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus
diganti dengan larutan isotonik.
d. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang
berlebihan.
e. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan
yang akan membebani jantung.
f. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada
syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction).
Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, "Swan Ganz" kateter,
dan pemeriksaan analisa gas darah Obat-obatan inetropik untuk mengobati disretmia,
perbaikan kontraklitas jantung tanpa menambah konsumsi oksigen miocard.

1) Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokmstrokuta.


2) Epinoprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
3) Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
4) Dobtanine : meningkatkan cardiak output.
5) Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas jantung,
menurunkan tekanan pembuluh darah sitemik.
2.1.8.3 Letakkan pasien dalam “posisi syok” yaitu mengangkat kedua tungkai lebih tinggi dari
jantung
2.1.8.4 Bila pasien syok karena perdarahan, lakukan penghentian sumber perdarahan yang tampak
dari luar dengan melakukan penekanan, di atas sumber perdarahan.
2.1.9 Komplikasi
a. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.
b. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler
karena hipoksia.
c. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan
yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.
2.1.10 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Syok.
2.1.10.1 Pengkajian Primer.
a. Airway
Jalan nafas dan prenafasan tetap merupakan prioritas pertama, untuk
mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen diberikan bila perlu untuk
menjaga tekanan O2 antara 80 – 100 mmHg.
b. Breathing
frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi dinding
dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji
adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada
dada.

c. Sirkulasi dan kontrol perdarahan


Prioritas adalah : kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena yang cukup besar
dan nilai perfusi jaringan. Perdarahan dan luka eksternal biasanya dapat dikontrol
dengan melakukan bebat tekan pada daerah luka, seperti di kepala, leher dan
ekstremitas. Perdarahan internal dalam rongga toraks dan abdomen pada fase pra RS
biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan. PSAG (gurita) dapat dipakai
mengontrol perdaran pelvis dan ekstermitas inferior, tetapi alat ini tidak boleh
mengganggu pemasangan infus. Pembidaian dan spalk-traksi dapat membantu
mengurangi perdarahan pada tulang panjang.
d. Disability – Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah menentukan tingkat
kesadaran, pergerakkan bola mata dan reaksi pupil, fungsi motorik dan sensorik. Data
ini diperlukan untuk menilai perfusi otak.
2.1.10.2 Pengkajian Sekunder
a. Identitas pasien
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit
mungkin hanya didapatkan dari keluarga, atau orang yang mengetahui kejadiannya
b. Keluhan utama
Klien dengan syok mengeluh sulit bernafas, mengeluh muntah dan mual, kejang-
kejang.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Riwayat trauma (banyak perdarahan)
2) Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
3) Riwayat infeksi (suhu tinggi)
4) Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)
d. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sbelumnya pernah mengalami penyakit yang sama
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah kelarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama seperti klien
sebelumnya.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit: suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena
begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia), Warna pucat (kemerahan pada syok
septik, sianosis pada syok kardiogenik dan syok hemoragi terminal)dan Basah
pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
2) Tekanan darah: Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada
penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal
syok septik)
3) Status jantung : Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
4) Status respirasi : Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi)
kemudian menjadi lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi
menjelek)
5) Status Mental: Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan
orientasi menurun, sopor sampai koma.
6) Fungsi Ginjal: Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
7) Fungsi Metabolik: Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal
syok septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis
respirasi akibat takipnea
8) Sirkulasi: Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada
syok kardiogenik
9) Keseimbangan Asam Basa : Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan
pCO2 karena takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru).
2.1.10.3 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul.
a. Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre load dan
afterload, kontraktilitas jantung.
b. Perfusi jaringan tidak efektif b/d gangguan afinitas Hb oksigen, penurunan
konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi, gangguan transport O2, gangguan
aliran arteri dan vena
c. Defisit Volume Cairan Berhubungan dengan:Kehilangan volume cairan secara aktif,
Kegagalan mekanisme pengaturan.
2.1.10.4 Intervensi Keperawatan.
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/Masalah Tujuan dan Kriteria Intervensi
Kolaborasi
Hasil
Penurunan curah NOC : NIC :
jantung b/d gangguan - Cardiac Pump - Evaluasi adanya nyeri
irama jantung, stroke effectiveness dada
volume, pre load - Circulation - Catat adanya disritmia
dan afterload, Status jantung
kontraktilitas jantung. - Vital Sign - Catat adanya tanda dan
Status gejala penurunan
DO/DS: - Tissue cardiac putput
- Aritmia, perfusion: - Monitor status
takikardia, perifer pernafasan
bradikardia - Monitor balance cairan
- Palpitasi, Setelah dilakukan - Monitor respon pasien
oedem asuhan terhadap efek
- Kelelahan Selama......penurunan pengobatan
- Peningkatan/pen kardiak antiaritmia
urunan JVP output klien teratasi - Atur periode latihan
- Distensi vena dengan kriteria hasil: dan istirahat untuk
jugularis - Tanda Vital menghindari
- Kulit dingin dan dalam rentang Kelelahan
lembab normal - Monitor adanya
- Penurunan (Tekanan darah, dyspneu, fatigue,
denyut nadi Nadi,respirasi) tekipneu dan ortopneu
perifer - Dapat - Monitor TD, nadi,
- Oliguria, kaplari mentoleransi suhu, dan RR
refill lambat aktivitas, tidak - Monitor VS saat
- Nafas pendek/ ada kelelahan pasien berbaring,
sesak nafas - Tidak ada duduk, atau berdiri
- Perubahan edema paru, - Monitor TD, nadi, RR,
warna kulit perifer, dan sebelum, selama, dan
- Batuk, bunyi tidak ada asites setelah aktivitas
jantung S3/S4 - Tidak ada - Monitor jumlah, bunyi
- Kecemasan penurunan dan irama jantung
kesadaran - Monitor frekuensi dan
- AGD dalam irama pernapasan
batas normal - Monitor suhu, warna,
- Tidak ada dan kelembaban kulit
distensi vena - Monitor sianosis
leher - Monitor adanya
- Warna kulit tekanan nadi yang
normal melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik
Table 2.2 intervensi syok

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Intervensi
Masalah
Kolaborasi Hasil
Perfusi jaringan NOC : NIC :
tidak - Cardiac pump - Monitor nyeri dada
efektif b/d gangguan Effectiveness (durasi, intensitas dan
afinitas Hb oksigen, Circulation status faktor-faktor
penurunan - Tissue Prefusion : presipitasi)
konsentrasi Hb, cardiac, - Observasi perubahan
Hipervolemia, periferal ECG
Hipoventilasi, - Vital Sign Statusl - Auskultasi suara
gangguan transport jantung dan paru
O2, Setelah dilakukan asuhan - Monitor irama dan
gangguan aliran selama…ketidakefektifan jumlah denyut jantung
arteri dan vena perfusijaringan - Monitor angka PT,
DS: kardiopulmonal teratasi PTT dan AT
- Nyeri dada dengan kriteria hasil: - Monitor elektrolit
- Sesak nafas (potassium dan
DO - Tekanan systole magnesium)
- AGD dan diastole - Monitor status cairan
abnormal dalam rentang - Evaluasi oedem perifer
- Aritmia yang diharapkan dan denyut nadi
- Bronko - CVP dalam batas - Monitor peningkatan
spasme normal kelelahan dan
- Kapilare - Nadi perifer kuat kecemasan
refill > 3 dtk dan simetris - Jelaskan pembatasan
- Retraksi dada - Tidak ada oedem intake kafein, sodium,
- - Penggunaan perifer dan kolesterol
asites dan lemak
otot-otot
- Denyut jantung, - Kelola pemberian obat-
tambahan AGD, ejeksi obat: analgesik, anti
- fraksi dalam batas koagulan,
normal nitrogliserin,
- Bunyi jantung vasodilator dan
abnormal tidak diuretik.
ada - Tingkatkan istirahat
- Nyeri dada tidak (batasi pengunjung)
ada
- Kelelahan yang
ekstrim tidak
ada

Table 2.3 intervensi syok

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Tujuan dan Kriteria Intervensi
Kolaborasi
Hasil
Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Berhubungan - Fluid balance - Pertahankan
dengan:Kehilangan - Hydration catatan intake
volume cairan secara - Nutritional Status : dan output yang
aktif, Kegagalan Food and Fluid akurat
mekanisme pengaturan Intake - Monitor status
hidrasi
DS : Setelah dilakukan tindakan - nadi adekuat,
- Haus keperawatan selama…. tekanan darah
defisit volume ortostatik ), jika
DO: cairan teratasi dengan diperlukan
- Penurunan turgor kriteria hasil: Monitor hasil lab
kulit/lidah yang sesuai
- Membran - Mempertahankan dengan retensi
mukosa/kulit urine output cairan
kering sesuai dengan usia - (BUN , Hmt ,
- Peningkatan dan BB, BJ osmolalitas urin,
denyut nadi, urine normal, albumin, total
penurunan - Tekanan darah, protein )
tekanan darah, nadi, suhu tubuh - Monitor vital
penurunan dalam batas normal sign setiap
- volume/tekanan - Tidak ada tanda 15menit – 1 jam
nadi tanda dehidrasi, - Kolaborasi
- Pengisian vena - Elastisitas turgor pemberian cairan
menurun kulit baik, IV
- Perubahan status - membran mukosa - Monitor status
mental lembab, tidak nutrisi
- Konsentrasi urine - ada rasa haus yang - Berikan cairan
meningkat berlebihan oral
- Temperatur tubuh - Orientasi terhadap - Berikan
meningkat waktu dan penggantian
- Kehilangan berat tempat baik nasogatrik sesuai
badan secara - Jumlah dan irama output (50 –
tibatiba pernapasan 100cc/jam)
- Penurunan urine dalam batas normal - Persiapan untuk
output - Elektrolit, Hb, Hmt tranfusi
- HMT meningkat dalam batas - Pasang kateter
- Kelemahan normal jika perlu
- pH urin dalam - Monitor intake
batas normal dan urin output
- Intake oral dan setiap 8 jam
intravena adekuat
Table 2.4 intervensi syok

2.1.10.5 Implementasi Keperawatan.


Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan tujuan spesifik. Implementasi
dilakukan pada klien dengan Syok adalah dengan tindakan sesuai intervensi yang telah
dilakukan sebelumnya. Dalam tindakan ini diperlukan kerja sama antara perawat
sebagai pelaksana asuhan keperawatan, tim kesehatan, klien dan keluarga agar asuhan
keperawatan yang diberikan mampu berkesinambungan sehingga klien dan keluarga
dapat menjadi mandiri.
2.1.10.6 Evaluasi Keperawtan.
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
a. Terpenuhunya penuruna cardiak output teratasi
b. Tercapainya perfusi jaringan kardiopulmonal
c. Tercapainya volume cairan secara adequate

2.2 Konsep Dasar Cardiac Arrest


2.2.1 Pengertian Cardiac Arrest
Henti jantung adalah keadaan dimana berhentinya fungsi mekanik jantung yang ditandai
dengan tidak terabanya nadi karotis, tidak adanya pernafasan dan penurunan kesadaran,
terjadi sangat cepat begitu dan dan gejala muncul Penyebab terjadinya cardiac arrest bisa
terjadi karena penyakit jantung, gangguan sirkulasi, gangguan pernafasan, gangguan
metabolik, keracunan. (American Heart Association. 2015 ).
2.2.2 Epidemiologi Cardiac Arrest.
Cardiac arrest merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan yang dapat mengancam
jiwa dan memerlukan response time yang cepat untuk diberikan penanganan yang baik, tanpa
dilakukan kompresi jantung paruatau pemberian defibrilasi, maka akan terjadi kematian
dalam hitungan menit ( Ismail Fahmi Dan Tuti Afriani, 2017 ) . Di Amerika Serikat setiap
tahunnya terjadi kejadian Out-of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) dengan jumlah korbannya
mencapai 360.000 korban, di mana OHCA merupakan 15% dari penyebab seluruh kematian
( Sasson C, dkk. 2013 ).
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) telah melakukan penelitian terhadap
kejadian henti jantung di Amerika Serikat selama periode 1 Oktober 2005–31 December
2010 didapatkan sekitar 31,689 kasus Out-of Hospital Cardiac Arrest (OHCA). Dari kejadian
tersebut, kurang dari 33, 3% dari kasus cardiac arrest yang mendapatkan bantuan Resusutasi
dari bystander dan hanya 3,7% yang mendapatkan bantuan automated external defibrillator
(AED) sebelum datangnya tim Emergency Medical Service (Ismail Fahmi Dan Tuti Afriani,
2017 ).

2.2.3 Etiologo Cardiac Arrest.

Penyebab paling sering dari henti jantung adalah adanya gangguan fungsi dan anatomi
dari organ jantung, namun beberapa kondisi non-cardias dapat menyebabkan terjadinya henti
jantung seperti hypoxemia, gangguan keseimbangan asam basa, gangguan kalium, kalsium,
dan magnesium. Hipovolemia, adverse drug effects, pericardial tamponade, tension
pneumothorax, pulmonary embolus, hypothermia, infark miokard.

Dengan cardiac arrest akan berakibat aliran darah yang efektif berhenti, hipoksia
jaringan, metabolisme anaerobic, dan terjadi akumulasi sisa metabolisme sel. Fungsi organ
terganggu dan kerusakan permanen akan timbul, kecuali resusitasi dilakukan dalam hitungan
menit ( tidak lebih dari 4 menit ) acidosis dari metabolisme anaerob dapat menyebabkan
vasodilatasi sistemik, visokonstriksi pulmoner dan penurunan respon terhadap katekolamin.

2.2.4 Tanda dan Gejala Cardiac Arrest.

Tanda-tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118 ( 2010 ) adalah
:

a. Ketiadaan respon : pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan di pundak
ataupun cubitan.
b. Ketiadaan bernafas normal : tidak terdapat pernafasan normal ketika jalan pernafasan
dibuka.
c. Tidak teraba denyut nadi di ateri besar ( karotis, femoralis, radialis ).

2.2.5 Patofisiologi Cardiac Arrest.

Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia : fibrilasi ventrikel (
VF ), takikardi ventrikel ( TV ), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan asistol ( diklat ambulans
gawat darurat 118, 2010 ).

a. Fibrilasi Ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yng sering menimbulkan kematian mendadak, pada keadaan
ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung hanya mampu bergetar
saja. Pada kasus ini tindakan yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau
defibrilasi.
b. Takhikardia Ventrikel.
Mekanisme penyebab terjadinya takikardi ventrikel biasanya karena adanya gangguan
otomatisasi ( pembentukan inpuls ) ataupun akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi
nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisisan ventrikel kiri akan memendek,
akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan
menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medica
metosa lebih diutamakan. Pada kasus VT dengan gangguan hemodinamik sampai terjadi
henti jantung ( VT tanpa nadi ), pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC
shock dan CPR adalah pilihan utama.
c. Pulseless Electrical Activity ( PEA )
Merupakan keadaan dimana aktivitas listrik jantung tidak menghasilkan kontraktilitas
ataupun menghasilkan tetapi tidak adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan
nadi tidak teraba. Pada kasus ini CPR adalah tindakan yang harus segera dilakukan.
d. Asitole.
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktivitas listrik pada jantung, dan pada
monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini tindakan yang
harus segera diambil adalah CPR.

2.2.6 Web Of Coution ( WOC )

Penyakit jantung Kelainan bawaan


Obat-obatan
(perubahan struktur )

Aritmia

penurunan Cardiac arrest


curah jantung

Suplay oksigen
menurun
Gangguan perfusi
jaringan
Hipoksia celebral

resiko tidak efektifnya


Penurunan kesadaran jalan nafas

Henti nafas pola nafas tidak


efektif

Suddent cardiac death

Kematian jika tidak


ditangani selama 10
menit

Gambar 2.2 Path Way Cardiac Arrest


2.2.7 Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum :
GCS :
- Ciri tubuh : kulit, rambut, postur tubuh.
- Tanda vital : nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan pernafasan.
2) Head to toe :
- Kepala
Inspeksi : bentuk kepala, distribusi, warna, kulit kepala.
Palpasi : nyeri tekan dikepala.
- Wajah
Inspeksi : bentuk wajah, kulit wajah.
Palpasi : nyeri tekan di wajah.
- Mata
Inspeksi : bentuk mata, sclera, konjungtiva, pupil,
Palpasi : nyeri tekan pada bola mata, warna mukosa konjungtiva, warna mukosa
sclera
- Hidung :
Inspeksi : bentuk hidung, pernapasan cuping hidung, secret
palpasi : nyeri tekan pada hidung
- Mulut :
Inspeksi : bentuk mulut, bentuk mulut, bentuk gigi
Palpasi : nyeri tekan pada lidah, gusi, gigi
- Leher
Inspksi : bentuk leher, warna kulit pada leher
Palpasi : nyeri tekan pada leher.
- Dada
Inspeksi : bentuk dada, pengembangan dada, frekuensi pernapasan.
Palpasi : pengembangan paru pada inspirasi dan ekspirasi, fokal fremitus, nyeri
tekan.
Perkusi : batas jantung, batas paru, ada / tidak penumpukan secret.
Auskultasi : bunyi paru dan suara napas
- Payudara dan ketiak
Inspeksi : bentuk, benjolan Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan -
Abdomen Inspeksi : bentuk abdomen, warna kulit abdomen
Auskultasi : bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan lien.
Perkusi :batas hepar,batas ginjal,batas lien,ada/tidaknya pnimbunan cairan
diperut
- Genitalia
Inspeksi : bentuk alat kelamin,distribusi rambut kelamin,warna rambut
kelamin,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada alat kelamin
- Integumen
Inspeksi : warna kulit,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada kulit
- Ekstremitas
Atas :
Inspeksi : warna kulit,bentuk tangan
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot
Bawah :
Inspeksi : warna kuliy,bentuk kaki
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot
2.2.8 Penatalaksanaan Medis
Penanganan henti jantung dilakukan untuk membantu menyelamatkan pasien/
mengembalikan fungsi kardiovaskuler, adapun prinsip-psindipnya yaitu :
1. Tahap I
a. Berikan bantuan hidup dasar.
b. Bebaskan jalan nafas, angkat leher/ topang dagu.
c. Bantuan nafas.
2. Tahap II
a. Bantuan hidup lanjut.
b. Jangan hentikan kompresi jantung danvenulasi paru.
c. Langkah berikutnya :
- Berikan adrenalin 0,5-1 mg ( IV ), ulangi dengan dosis yang lebih besar jika
diperlukan. Dapat diberikan Bic-Nat mg/kg BB ( IV ) jika perlu. Jika henti
jantung lebih dari 2 menin, ulangi dosis ini setiap 10 menit sampai timbul
denyut nadi.
- Pasang monitor EKG, apabila ada fibrilasi, asistol komplek yang aneh :
Defibrilasi : DC Shock.
- Pada fibrilasi ventrikel diberikan obat lodikain / xilokain 1-2 mg/kg BB.
- Jika asistol berikan vasopressor kalium klorida 10% 3-5 cc selama 3 menit.
2.2.9 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.

Konsep asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami henti jantung harus
segera dilakukan tindakan keperawatan seperti memberikan penanganan awal henti
jantung.

2.2.9.1 Penanganan Awal Henti Jantung (Cardiac Arrest) 


Empat jenis ritme jantung yang menyebabkan henti jantung yaitu ventricular
fibrilasi (VF), ventricular takikardia yang sangat cepat (VT), pulseless electrical activity
(PEA), dan asistol. Untuk bertahan dari empat ritme ini memerlukan bantuan hidup
dasar/ Basic Life Support dan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life
Support (ACLS) (American Heart Association (AHA)

Ventrikel fibrilasi merupakan sebab paling sering yang menyebabkan kematian


mendadak akibat SCA. The American Heart Association (AHA) menggunakan 4 mata
rantai penting untuk mempertahankan hidup korban untuk mengilustrasikan 4 tindakan
penting dalam menolong korban SCA akibat ventrikel fibrilasi. Empat mata rantai
tersebut adalah:
1. Sesegera mungkin memanggil bantuan Emergency Medical Service (EMS) atau
tenaga medis terdekat.
2. Sesegera mungkin melakukan RJP
3. Sesegera mungkin melakukan defibrilasi 
4. Sesegera mungkin dilakukan Advanced Life Support diikuti oleh perawatan
postresusitasi.
Sebagaimana kondisi VF, kondisi aritmia lain yang dapat menyebabkan SCA juga
memerlukan tindakan resusitasi jantung dan paru (RJP) yang sebaiknya segera
dilakukan. Adapun algoritma dari RJP yaitu:

2.2.9.2 Prinsip Pemberian RJP


Prinsip penangan RJP ada 3 langkah yaitu ABC (Airway/pembebasan jalan nafas,
Breathing/ usaha nafas, Circulation/ membantu memperbaiki sirkulasi). Namun sebelum
melakukan 3 prinsip penanganan penting dalam RJP tersebut, penolong harus melakukan
persiapan sebelumnya yaitu memastikan kondisi aman dan memungkinkan dilakukan RJP.
Setelah memastikan kondisi aman, penolong akan menilai respon korban dengan cara:
memanggil korban atau menanyakan kondisi korban secara langsung atau dengan
memberikan stimulus nyeri. Jika pasien merespon tapi lemah atau pasien merespon tetapi
terluka atau tidak merespon sama sekali segera panggil bantuan dengan menelepon nomor
emergency terdekat.

a. AIRWAY (Pembebasan jalan nafas) 


Persiapan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan RJP adalah meletakan
korban pada permukaan yang keras dan memposisikan pasien dalam kondisi
terlentang. Beberapa point penting dalam melakukan pembebasan jalan nafas:
1. Gunakan triple maneuver (head tilt-chin lift maneuver untuk membuka jalan nafas
bagi korban yang tidak memiliki tanda-tanda trauma leher dan kepala).
2. Apabila terdapat kecurigaan trauma vertebra cervicalis, pembebasan jalan nafas
menggunakan teknik Jaw-thrust tanpa ekstensi leher.
3. Bebaskan jalan nafas dengan membersihkan hal-hal yang menyumbat jalan nafas
dengan finger swab atau suction jika ada.
b. BREATHING (Cek pernafasan)
Setelah memastikan jalan nafas bebas, penolong segera melakukan cek pernafasan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan cek pernafasan antara lain:
1. Cek pernafasan dilakukan dengan cara look (melihat pergerakan pengembangan
dada), listen (mendengarkan nafas), dan feel (merasakan hembusan nafas) selama 10
detik.
2. Apabila dalam 10 detik usaha nafas tidak adekuat (misalnya terjadi respirasi gasping
pada SCA) atau tidak ditemukan tanda-tanda pernafasan, maka berikan 2 kali nafas
buatan (masing-masing 1 detik dengan volume yang cukup untuk membuat dada
mengembang). 
3. Volume tidal paling rendah yang membuat dada terlihat naik harus diberikan, pada
sebagian besar dewasa sekitar 10 ml/kg (700 sampai 1000 ml).
4. Rekomendasi dalam melakukan nafas buatan ini antara lain: 
a. Pada menit awal saat terjadi henti jantung, nafas buatan tidak lebih penting
dibandingkan dengan kompresi dada karena pada menit pertama kadar oksigen
dalam darah masih mencukupi kebutuhan sistemik. Selain itu pada awal terjadi
henti jantung, masalah lebih terletak pada penurunan cardiac output sehingga
kompresi lebih efektif. Oleh karena inilah alasan rekomendasi untuk
meminimalisir interupsi saat kompresi dada
b. Ventilasi dan kompresi menjadi sama-sama penting saat prolonged VF SCA
c. Hindari hiperventilasi (baik pernapasan mulut-mulut/ masker/ ambubag) dengan
memberikan volume pernapasan normal (tidak terlalu kuat dan cepat)
d. Ketika pasien sudah menggunakan alat bantuan nafas (ET. LMA, dll) frekuensi
nafas diberikan 8-10 nafas/menit tanpa usaha mensinkronkan nafas dan kompresi
dada. 
5. Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk memberikan nafas buatan (misalnya
korban memiliki riwayat penyakit tertentu sehingga penolong tidak aman/resiko
tertular) maka lakukan kompresi dada.
6. Setelah pemberian pernafasan buatan, segera lakukan pengecekan sirkulasi dengan
mendeteksi pulsasi arteri carotis (terletak dilateral jakun/tulang krikoid).
7. Pada pasien dengan sirkulasi spontan (pulsasi teraba) memerlukan ventilasi dengan
rata-rata 10-12 nafas/menit dengan 1 nafas memerlukan 5-6 detik dan setiap kali
nafas harus dapat mengembangkan dada

c. CIRCULATION 

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan sirkulasi pada saat
melakukan resusitasi jantung dan paru:
1. Kompresi yang “efektif” diperlukan untuk mempertahankan aliran darah selama
resusitasi dilakukan.
2. Kompresi akan maksimal jika pasien diletakan terlentang pada alas yang keras dan
penolong berada disisi dada korban.
3. Kompresi yang efektif dapat dilakukan dengan melakukan kompresi yang kuat dan
cepat (untuk dewasa + 100 kali kompresi/menit dengan kedalam kompresi 2 inchi/4-5
cm; berikan waktu untuk dada mengembang sempurna setelah kompresi; kompresi
yang dilakukan sebaiknya ritmik dan rileks).
4. Kompresi dada yang harus dilakukan bersama dengan ventilasi apabila pernafasan
dan sirkulasi tidak adekuat. Adapun rasio yang digunakan dalam kompresi dada
dengan ventilasi yaitu 30:2 adalah berdasarkan konsensus dari para ahli. Adapun
prinsip kombinasi antara kompresi dada dengan ventilasi antara lain; peningkatan
frekuensi kompresi dada dapat menurunkan hiperventilasi dan lakukan ventilasi
dengan minimal interupsi terhadap kompresi. Sebaiknya lakukan masing-masing
tindakan (kompresi dada dan ventilasi) secara independen dengan kompresi dada
100x/menit dan ventilasi 8-10 kali nafas per menit dan kompresi jangan membuat
ventilasi berhenti dan sebaliknya, hal ini khususnya untuk 2 orang penolong).
2.3 Konsep Dasar CHF
2.3.1 Definisi CHF
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan
oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna
menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot
jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat
dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai
akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan
bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya
sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).

2.3.2 Epidemiologi CHF

Congestive Heart Failure (CHF) adalah ketidakmampuan jantung memompakan darah


untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan tubuh yang disebabkan kelainan
sekunder dari abnormalitas struktur jantung dan atau fungsi (yang diwariskan atau didapat)
yang merusak kemampuan ventrikel kiri untuk mengisi atau mengeluarkan darah.

CHF mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut American Heart Association


( AHA) penderita CHF di Amerika Serikat pada tahun 2008 sekitar 5,7 juta jiwa, pada tahun
2010 terjadi peningkatan menjadi 6,6 juta jiwa, dan diperkirakan pada tahun 2030 akan
bertambah sebanyak 3,3 juta jiwa dari tahun 2010. Hasil Riskesdas tahun menunjukkan CHF
merupakan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia setelah stroke dan hipertensi. Pada
tahun 2010 diperoleh data Incidence Rate penyakit jantung pada kelompok umur 15 tahun
atau lebih sebesar 2,2 %. Pada tahun 2013 jumlah penderita CHF meningkat sekitar 229.696
orang.

2.3.3 Etiologi CHF

Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1.     Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/
berat.
2.     Faktor interna (dari dalam jantung)
a.    Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD), stenosis
mitral, dan insufisiensi mitral.
b.    Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c.    Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d.    Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
2.3.4 Klasifikasi CHF

New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas:

kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan

kelas 2 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari
tanpa keluhan.

kelas 3 :  Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.

kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah
baring.

2.3.5 Tanda dan Gejala CHF.

Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda
seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali, edema
tungkai.

Secara lebih rinci dapat dilihat di Tabel berikut :

Gambaran klinis gagal jantung kiri Gambaran klinis gagal jantung kanan

Gejala : Gejala :

1. Penurunan kapasitas aktivitas 1. Pembengkakan pergelangan


2. Dipsnu (PND) kaki
3. Letargi atau kelelahan 2. Dipsnu (bukan PND)
4. Penurunan nafsu makan dan 3. Nyeri dada
berat badan 4. Penurunan aktivitas
Tanda : Tanda :

1. Kulit lembab 1. Denyut nadi meningkat


2. TD meningkat, rendah atau 2. Peningkatan JVP
normal 3. Edema
3. Denyut nadi (takikardi/aritmia) 4. Hepatomegali dan asites
4. Pergeseran apeks 5. Gerakan bergelombang
5. Efusi pleura parasternal
6. S3 atau S4 RV
7. Efusi pleura
Table 2.5 Tanda dan gejala CHF

Selain itu kriteria Firmingham dapat digunakan untuk diagnosis gagal jantung kongestif.
Menurut Framingham kriterianya gagal jantung kongestif ada 2 kriteria yaitu kriteria mayor dan
kriteria minor. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut :

a. Kriteria mayor terdiri dari:

1) Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea

2) Peningkatan vena jugularis

3) Ronchi basah tidak nyaring

4) Kardiomegali

5) Edema paru akut

6) Irama derap S3

7) Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O

b. Kriteria minor terdiri dari:

1) Edema pergelangan kaki

2) Batuk malam hari

3) Dyspnea

4) Hepatomegali

5) Efusi pleura

6) Kapasitas vital berkurang menjadi ? maksimum

7) Takikardi (>100 x/ menit)

2.3.6 Patofisiologi CHF.

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan


kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat
dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output)
adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang
harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.

Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu:

(1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa
jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung);

(2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel
dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium);

(3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).

Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan
pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan
meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu
sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua
atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat
yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.

Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial
atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi
denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya
meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan
cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan
penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti
pulmoner.

Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat
meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting
penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan
filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-
angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler
perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan
cairan.

Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam


sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal
jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium,
yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

2.3.7 Web Of Coution ( WOC )


Gambar 2.3 Path Way CHF

2.3.8 Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum :
GCS :
- Ciri tubuh : kulit, rambut, postur tubuh.
- Tanda vital : nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan pernafasan.
2) Head to toe :
- Kepala
Inspeksi : bentuk kepala, distribusi, warna, kulit kepala.
Palpasi : nyeri tekan dikepala.
- Wajah
Inspeksi : bentuk wajah, kulit wajah.
Palpasi : nyeri tekan di wajah.
- Mata
Inspeksi : bentuk mata, sclera, konjungtiva, pupil,
Palpasi : nyeri tekan pada bola mata, warna mukosa konjungtiva, warna mukosa
sclera
- Hidung :
Inspeksi : bentuk hidung, pernapasan cuping hidung, secret
palpasi : nyeri tekan pada hidung
- Mulut :
Inspeksi : bentuk mulut, bentuk mulut, bentuk gigi
Palpasi : nyeri tekan pada lidah, gusi, gigi
- Leher
Inspksi : bentuk leher, warna kulit pada leher
Palpasi : nyeri tekan pada leher.
- Dada
Inspeksi : bentuk dada, pengembangan dada, frekuensi pernapasan.
Palpasi : pengembangan paru pada inspirasi dan ekspirasi, fokal fremitus, nyeri
tekan.
Perkusi : batas jantung, batas paru, ada / tidak penumpukan secret.
Auskultasi : bunyi paru dan suara napas
- Payudara dan ketiak
Inspeksi : bentuk, benjolan Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan -
Abdomen Inspeksi : bentuk abdomen, warna kulit abdomen
Auskultasi : bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan lien.
Perkusi :batas hepar,batas ginjal,batas lien,ada/tidaknya pnimbunan cairan
diperut
- Genitalia
Inspeksi : bentuk alat kelamin,distribusi rambut kelamin,warna rambut
kelamin,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada alat kelamin
- Integumen
Inspeksi : warna kulit,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada kulit
- Ekstremitas
Atas :
Inspeksi : warna kulit,bentuk tangan
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot
Bawah :
Inspeksi : warna kuliy,bentuk kaki
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot
2.3.9 Pemeriksaan Diagnostik.
Sumber: Wajan Juni Udjianti (2010)
1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia vera
2. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa baik
metabolik maupun respiratorik.
4. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang merupakan resiko
CAD dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal
6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hepar
atau ginjal
8. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung, hipertropi
ventrikel
10. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang penurunan
kemampuan kontraksi.
11. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia
2.3.10 Penatalaksanaan Medis.
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O 2
melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan
aritmia.
b.   Digitalisasi
1). dosis digitalis
a).Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama 24
jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
b). Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
c).  Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
2). Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk pasien
usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3).  Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat:
a).    Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
b).   Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.

2.3.11 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan.

Pengkajian Primer
1. Airways
a.  Sumbatan atau penumpukan sekret
b.  Wheezing atau krekles
2. Breathing
a.  Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b.  RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c.  Ronchi, krekles
d.  Ekspansi dada tidak penuh
e.  Penggunaan otot bantu nafas
3. Circulation
a.  Nadi lemah , tidak teratur
b.  Takikardi
c.  TD meningkat / menurun
d.  Edema
e.  Gelisah
f.   Akral dingin
g.  Kulit pucat, sianosis
h.  Output urine menurun
Pengkajian Sekunder
      Riwayat Keperawatan
1.   Keluhan
a. Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b. Palpitasi atau berdebar-debar.
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat beraktivitas,
batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah.
d. Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
f.  Insomnia
g. Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h. Jumlah urine menurun
i.  Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
2.  Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes melitus, bedah
jantung, dan disritmia.
3.  Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
4.  Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid, jumlah
cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
5.  Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
6.  Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
7.  Postur, kegelisahan, kecemasan
8.  Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang merupakan faktor
pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.
2. Pemeriksaan Fisik.
a. Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi aktivitas, nadi
perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial presure, bunyi
jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
b. Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales, wheezing)
c. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks
d. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang kronis
e. Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
f. Konjungtiva pucat, sklera ikterik
g. Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna kulit pucat,
dan pitting edema.

3. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul.


1.   Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi,
dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup

2.    Pola nafas tidak efektif b/d penurunan volume paru

3.   Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan,
asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli

4.    Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer
yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.

5.    Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan natrium
oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
6.    Cemas b/d penyakit kritis, takut kematian atau kecacatan, perubahan peran dalam
lingkungan social atau ketidakmampuan yang permanen.

7.    Kurang pengetahuan b/d keterbatasan pengetahuan penyakitnya, tindakan yang


dilakukan, obat obatan yang diberikan, komplikasi yang mungkin muncul.

4. Rencana Asuhan Keperawatan.


Diagnosa
N Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
o Hasil

1 Penurunan curah NOC : Cardiac Care


jantung b/d respon
         Cardiac Pump - Evaluasi adanya nyeri dada
fisiologis otot jantung,
effectiveness ( intensitas,lokasi, durasi)
peningkatan frekuensi,
- Catat adanya disritmia jantung
dilatasi, hipertrofi atau          Circulation Status
- Catat adanya tanda dan gejala
peningkatan isi
         Vital Sign Status penurunan cardiac putput
sekuncup
- Monitor status kardiovaskuler
Kriteria Hasil:
- Monitor status pernafasan
         Tanda Vital dalam yang menandakan gagal
rentang normal (Tekanan jantung
darah, Nadi, respirasi) - Monitor abdomen sebagai
indicator penurunan perfusi
         Dapat mentoleransi
- Monitor balance cairan
aktivitas, tidak ada
- Monitor adanya
kelelahan
perubahan tekanan darah
         Tidak ada edema - Monitor respon pasien
paru, perifer, dan tidak terhadap efek pengobatan
ada asites antiaritmia
- Atur periode latihan dan
         Tidak ada penurunan
istirahat untuk
kesadaran
menghindari kelelahan
- Monitor toleransi
aktivitas pasien
- Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan
ortopneu
- Anjurkan untuk
menurunkan stress

Vital Sign Monitoring

- Monitor TD, nadi, suhu,


dan RR
- Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
- Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
- Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor adanya pulsus
paradoksus dan pulsus
alterans
- Monitor jumlah dan
irama jantung dan
monitor bunyi jantung
- Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
- Monitor suara paru, pola
pernapasan abnormal
- Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

2 Pola Nafas tidak efektif NOC NIC

  Respiratory status :          - Posisikan pasien untuk


Ventilation memaksimalkan ventilasi
Definisi : Pertukaran
udara inspirasi dan/atau   Respiratory status :          - Pasang mayo bila perlu
ekspirasi tidak adekuat Airway patency
        - Lakukan fisioterapi dada
Faktor yang   Vital sign Status jika perlu
berhubungan :
         - Keluarkan sekret dengan
          Hiperventilasi batuk atau suction
Setelah dilakukan
          Penurunan tindakan keperawatan          - Auskultasi suara nafas, catat
energi/kelelahan selama…. Pasien adanya suara tambahan
menunjukan keefektifan
                   - Berikan bronkodilator
pola napas, dibuktikan
Perusakan/pelemahan
dengan :          - Berikan pelembab udara
muskuloskletal
Kassa basah NaCl Lembab
          Obesitas
        - Atur intake untuk cairan
Kriteria Hasil :
          Kelelahan otot mengoptimalkan keseimbangan.
pernafasan  Mendemonstrasikan
         - Monitor respirasi dan
batuk efektif dan suara
          Hipoventilasi status O2
nafas yang bersih, tidak
sindrom
ada sianosis dan dyspneu         - Bersihkan mulut, hidung
          Nyeri (mampu mengeluarkan dan secret trakea
sputum, mampu bernafas
          Kecemasan          - Pertahankan jalan nafas
dengan mudah, tidak ada
yang paten
          Disfungsi pursed lips)
Neuromuskuler          - Observasi adanya tanda
 Menunjukkan jalan
tanda hipoventilasi
          Injuri tulang nafas yang paten (klien
belakang tidak merasa tercekik,          - Monitor adanya kecemasan
DS irama nafas, frekuensi pasien terhadap oksigenasi
pernafasan dalam rentang
-    Dyspnea          - Monitor vital sign
normal, tidak ada suara
-    Nafas pendek nafas abnormal)          - Informasikan pada pasien
dan keluarga tentang teknik
DO  Tanda Tanda vital
relaksasi untuk memperbaiki
dalam rentang normal
-    Penurunan tekanan pola nafas
(tekanan darah, nadi,
inspirasi/ekspirasi
pernafasan)          - Ajarkan bagaimana batuk
-    Penurunan pertukaran secara efektif
udara permenit
         - Monitor pola nafas
-    Menggunakan otot
pernafasan tambahan

-    Orthopnea

-    Pernafasan pursed-lip

-    Tahap ekspirasi


berlangsung sangat 
lama

-    Penurunan kapasitas


vital respirasi < 11-
24x/menit

3 Perfusi jaringan tidak NOC : NIC :


efektif b/d menurunnya
         Circulation status Peripheral Sensation
curah jantung,
Management (Manajemen
hipoksemia jaringan,          Tissue
sensasi perifer)
asidosis dan Prefusion : cerebral
kemungkinan thrombus - Monitor adanya daerah
Kriteria Hasil :
atau emboli tertentu yang hanya peka
a.       terhadap
mendemonstrasikan panas/dingin/tajam/tumpu
Definisi : status sirkulasi l
- Monitor adanya paretese
Penurunan pemberian          Tekanan systole
- Instruksikan keluarga
oksigen dalam dandiastole dalam
untuk mengobservasi
kegagalan memberi rentang yang diharapkan
kulit jika ada lsi atau
makan jaringan pada
         Tidak ada laserasi
tingkat kapiler
ortostatikhipertensi - Gunakan sarun tangan
Batasan karakteristik : untuk proteksi
         Tidak ada tanda
- Batasi gerakan pada
Renal tanda peningkatan
kepala, leher dan
tekanan intrakranial
          Perubahan tekanan punggung
(tidak lebih dari 15
darah di luar batas - Monitor kemampuan
mmHg)
parameter BAB
b.      
          Hematuria   Kolaborasi pemberian
mendemonstrasikan
analgetik
          Oliguri/anuria kemampuan kognitif
yang ditandai dengan:   Monitor adanya
          Elevasi/penurunan
tromboplebitis
BUN/rasio kreatinin    berkomunikasi
dengan jelas dan sesuai   Diskusikan menganai
Gastro Intestinal 
dengan kemampuan penyebab perubahan sensasi
          Secara usus
   menunjukkan
hipoaktif atau tidak ada
perhatian, konsentrasi
          Nausea dan orientasi

          Distensi abdomen    memproses


informasi
          Nyeri abdomen atau
tidak terasa lunak    membuat keputusan
(tenderness) dengan benar

Peripheral  c.        menunjukkan


fungsi sensori motori
          Edema
cranial yang utuh :
          Tanda Homan positif tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada
          Perubahan
gerakan gerakan
karakteristik kulit
(rambut, kuku, involunter
air/kelembaban)

          Denyut nadi lemah


atau tidak ada

          Diskolorisasi kulit

          Perubahan suhu kulit

          Perubahan sensasi

          Kebiru-biruan

          Perubahan tekanan


darah di ekstremitas

          Bruit

          Terlambat sembuh

          Pulsasi arterial


berkurang

          Warna kulit pucat


pada elevasi, warna
tidak kembali pada
penurunan kaki

Cerebral

          Abnormalitas bicara

          Kelemahan
ekstremitas atau paralis

          Perubahan status


mental

          Perubahan pada


respon motorik
          Perubahan reaksi
pupil

          Kesulitan untuk


menelan

          Perubahan kebiasaan

Kardiopulmonar 

          Perubahan frekuensi


respirasi di luar batas
parameter

          Penggunaan otot


pernafasan tambahan

          Balikkan kapiler > 3


detik (Capillary refill)

          Abnormal gas darah


arteri

          Perasaan
”Impending Doom”
(Takdir terancam)

          Bronkospasme

          Dyspnea

          Aritmia

          Hidung kemerahan

          Retraksi dada

          Nyeri dada

Faktor-faktor yang
berhubungan :

          Hipovolemia

          Hipervolemia

          Aliran arteri terputus

          Exchange problems

          Aliran vena terputus

          Hipoventilasi

          Reduksi mekanik


pada vena dan atau
aliran darah arteri

          Kerusakan transport


oksigen melalui alveolar
dan atau membran
kapiler

          Tidak sebanding


antara ventilasi dengan
aliran darah

          Keracunan enzim

          Perubahan
afinitas/ikatan O2
dengan Hb

          Penurunan
konsentrasi Hb dalam
darah

4 Gangguan pertukaran NOC : NIC :


gas b/d kongesti paru,
  Respiratory Status : Gas Airway Management
hipertensi pulmonal,
exchange
penurunan perifer yang
         Buka jalan nafas, guanakan
mengakibatkan asidosis  Respiratory Status :
teknik chin lift atau jaw thrust
laktat dan penurunan ventilation bila perlu
curah jantung.
  Vital Sign Status          Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil :
Definisi : Kelebihan          Identifikasi pasien perlunya
  Mendemonstrasikan
atau kekurangan dalam pemasangan alat jalan nafas
peningkatan ventilasi dan
oksigenasi dan atau buatan
oksigenasi yang adekuat
pengeluaran
         Pasang mayo bila perlu
karbondioksida di   Memelihara kebersihan
dalam membran kapiler paru paru dan bebas dari         Lakukan fisioterapi dada jika
alveoli tanda tanda distress perlu
pernafasan
         Keluarkan sekret dengan
  Mendemonstrasikan batuk atau suction
Batasan karakteristik :
batuk efektif dan suara
         Auskultasi suara nafas, catat
           Gangguan nafas yang bersih, tidak
adanya suara tambahan
penglihatan ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan          Lakukan suction pada mayo
           Penurunan CO2
sputum, mampu bernafas
         Berika bronkodilator bial
           Takikardi dengan mudah, tidak ada
perlu
pursed lips)
           Hiperkapnia
         Barikan pelembab udara
  Tanda tanda vital dalam
           Keletihan
rentang normal          Atur intake untuk cairan
           somnolen mengoptimalkan keseimbangan.

           Iritabilitas          Monitor respirasi dan status


O2
           Hypoxia

           kebingungan

Respiratory Monitoring
           Dyspnoe

           nasal faring          Monitor rata – rata,


kedalaman, irama dan usaha
           AGD Normal
respirasi
           sianosis
         Catat pergerakan dada,amati
           warna kulit kesimetrisan, penggunaan otot
abnormal (pucat, tambahan, retraksi otot
kehitaman) supraclavicular dan intercostal

           Hipoksemia          Monitor suara nafas, seperti


dengkur
           hiperkarbia
         Monitor pola nafas :
           sakit kepala ketika
bradipena, takipenia, kussmaul,
bangun
hiperventilasi, cheyne stokes,
           frekuensi dan biot
kedalaman nafas
         Catat lokasi trakea
abnormal
         Monitor kelelahan otot
Faktor faktor yang
diagfragma ( gerakan
berhubungan :
paradoksis )
-       ketidakseimbangan
         Auskultasi suara nafas, catat
perfusi ventilasi
area penurunan / tidak adanya
-      perubahan membran ventilasi dan suara tambahan
kapiler-alveolar
         Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas
utama

         Uskultasi suara paru setelah


tindakan untuk mengetahui
hasilnya

AcidBase Managemen

  Monitro IV line
  Pertahankanjalan nafas paten

  Monitor AGD, tingkat elektrolit

  Monitor status
hemodinamik(CVP, MAP, PAP)

  Monitor adanya tanda tanda


gagal nafas

  Monitor pola respirasi

  Lakukan terapi oksigen

  Monitor status neurologi

  Tingkatkan oral hygiene

5 Kelebihan volume NOC : Fluid management


cairan b/d berkurangnya
  Electrolit and acid base   Pertahankan catatan intake
curah jantung, retensi
balance dan output yang akurat
cairan dan natrium oleh
ginjal, hipoperfusi ke   Fluid balance   Pasang urin kateter jika
jaringan perifer dan diperlukan
hipertensi pulmonal
  Monitor hasil lAb yang sesuai
Kriteria Hasil:
dengan retensi cairan (BUN ,
         Terbebas dari Hmt , osmolalitas urin  )
Definisi : Retensi cairan
edema, efusi, anaskara
isotomik meningkat   Monitor status hemodinamik
         Bunyi nafas bersih, termasuk CVP, MAP, PAP, dan
Batasan karakteristik :
tidak ada PCWP
-     Berat badan dyspneu/ortopneu
  Monitor vital sign
meningkat pada waktu
         Terbebas dari
yang singkat   Monitor indikasi retensi /
distensi vena jugularis,
kelebihan cairan (cracles, CVP ,
-     Asupan berlebihan reflek hepatojugular (+)
edema, distensi vena leher,
dibanding output
         Memelihara tekanan asites)
-     Tekanan darah vena sentral, tekanan
  Kaji lokasi dan luas edema
berubah, tekanan arteri kapiler paru, output
pulmonalis berubah, jantung dan vital sign   Monitor masukan makanan /
peningkatan CVP dalam batas normal cairan dan hitung intake kalori
harian
         Terbebas dari
-     Distensi vena jugularis
kelelahan, kecemasan   Monitor status nutrisi
-     Perubahan pada pola
atau kebingungan
nafas, dyspnoe/sesak   Berikan diuretik sesuai
nafas, orthopnoe, suara         interuksi
nafas abnormal (Rales Menjelaskanindikator
  Batasi masukan cairan pada
atau crakles), kelebihan cairan
keadaan hiponatrermi dilusi
kongestikemacetan
dengan serum Na < 130 mEq/l
paru, pleural effusion
  Kolaborasi dokter jika tanda
-     Hb dan hematokrit
cairan berlebih muncul
menurun, perubahan
memburuk
elektrolit, khususnya
perubahan berat jenis Fluid Monitoring

-     Suara jantung SIII   Tentukan riwayat jumlah dan


tipe intake cairan dan eliminaSi
-     Reflek hepatojugular
positif   Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari ketidak
-     Oliguria, azotemia
seimbangan cairan (Hipertermia,
-     Perubahan status terapi diuretik, kelainan renal,
mental, kegelisahan, gagal jantung, diaporesis,
kecemasan disfungsi hati, dll )

  Monitor serum dan elektrolit


urine
Faktor-faktor yang
berhubungan :   Monitor serum dan
osmilalitas urine
Mekanisme pengaturan
melemah   Monitor BP, HR, dan RR

Asupan cairan berlebihan   Monitor tekanan darah


orthostatik dan perubahan irama
Asupan natrium berlebihan
jantung

  Monitor parameter
hemodinamik infasif

  Monitor adanya distensi


leher, rinchi, eodem perifer dan
penambahan BB

  Monitor tanda dan gejala dari


odema

6 Cemas b/d penyakit NOC : NIC :


kritis, takut kematian
  Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan
atau kecacatan,
kecemasan)
perubahan peran dalam  Coping
lingkungan social atau   Gunakan pendekatan yang
  Impulse control
ketidakmampuan yang menenangkan
permanen. Kriteria Hasil :
  Nyatakan dengan jelas
         Klien mampu harapan terhadap pelaku pasien
mengidentifikasi dan
Definisi :   Jelaskan semua prosedur dan
mengungkapkan gejala
apa yang dirasakan selama
Perasaan gelisah yang cemas
prosedur
tak jelas dari
         Mengidentifikasi,
ketidaknyamanan atau   Pahami prespektif pasien
mengungkapkan dan
ketakutan yang disertai terhdap situasi stres
menunjukkan tehnik
respon autonom
untuk mengontol cemas   Temani pasien untuk
(sumner tidak spesifik
memberikan keamanan dan
         Vital sign dalam
atau tidak diketahui oleh
mengurangi takut
individu); perasaan batas normal
keprihatinan disebabkan   Berikan informasi faktual
         Postur tubuh,
dari antisipasi terhadap mengenai diagnosis, tindakan
ekspresi wajah, bahasa
bahaya. Sinyal ini prognosis
tubuh dan tingkat
merupakan peringatan
aktivitas menunjukkan   Dorong keluarga untuk
adanya ancaman yang
berkurangnya kecemasan
akan datang dan menemani anak
memungkinkan individu
  Lakukan back / neck rub
untuk mengambil
langkah untuk   Dengarkan dengan penuh
menyetujui terhadap perhatian
tindakan
  Identifikasi tingkat
Ditandai dengan kecemasan

        Gelisah   Bantu pasien mengenal


situasi yang menimbulkan
        Insomnia
kecemasan
        Resah
  Dorong pasien untuk
        Ketakutan mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
        Sedih
  Instruksikan pasien
        Fokus pada diri
menggunakan teknik relaksasi
        Kekhawatiran
  Barikan obat untuk
        Cemas mengurangi kecemasan

7 Kurang pengetahuan b/d NOC : NIC :


keterbatasan
  Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
pengetahuan
process
penyakitnya, tindakan   Berikan penilaian tentang
yang dilakukan, obat   Kowledge : health tingkat pengetahuan pasien
obatan yang diberikan, Behavior tentang proses penyakit yang
komplikasi yang spesifik
Kriteria Hasil :
mungkin muncul dan
  Jelaskan patofisiologi dari
perubahan gaya hidup         Pasien dan keluarga
penyakit dan bagaimana hal ini
menyatakan pemahaman
berhubungan dengan anatomi
tentang penyakit,
dan fisiologi, dengan cara yang
Definisi : kondisi, prognosis dan
tepat.
program pengobatan
Tidak adanya atau          Pasien dan keluarga   Gambarkan tanda dan gejala
kurangnya informasi mampu melaksanakan yang biasa muncul pada
kognitif sehubungan prosedur yang dijelaskan penyakit, dengan cara yang tepat
dengan topic spesifik. secara benar
  Gambarkan proses penyakit,
         Pasien dan keluarga dengan cara yang tepat
mampu menjelaskan
Batasan karakteristik :   Identifikasi kemungkinan
kembali apa yang
memverbalisasikan penyebab, dengna cara yang
dijelaskan perawat/tim
adanya masalah, tepat
kesehatan lainnya.
ketidakakuratan
  Sediakan informasi pada
mengikuti instruksi,
pasien tentang kondisi, dengan
perilaku tidak sesuai.
cara yang tepat

  Hindari harapan yang kosong


Faktor yang
  Sediakan bagi keluarga atau
berhubungan :
SO informasi tentang kemajuan
keterbatasan kognitif,
pasien dengan cara yang tepat
interpretasi terhadap
informasi yang salah,   Diskusikan perubahan gaya
kurangnya keinginan hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencari untuk mencegah komplikasi di
informasi, tidak masa yang akan datang dan atau
mengetahui sumber- proses pengontrolan penyakit
sumber informasi.
  Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan

  Dukung pasien untuk


mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan

  Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat

  Rujuk pasien pada grup atau


agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat

  Instruksikan pasien mengenai


tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat

Table 2.6 Askep CHF


5. Implementasi Keperawatan.
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan tujuan spesifik. Implementasi
dilakukan pada klien dengan Syok adalah dengan tindakan sesuai intervensi yang telah
dilakukan sebelumnya. Dalam tindakan ini diperlukan kerja sama antara perawat sebagai
pelaksana asuhan keperawatan, tim kesehatan, klien dan keluarga agar asuhan keperawatan
yang diberikan mampu berkesinambungan sehingga klien dan keluarga dapat menjadi mandiri.
Contoh kasus

Pengkajian
Anamneses biodata klien dan penanggung jawab
a. airwy
a) Batuk dengan atau tanpa sputum

b) Penggunaan bantuan otot pernafasan

c) Oksigen

2. Breating

a) Dispnoe saat aktifitas

b) Tidur sambil duduk atau beberapa bantal

3. Circulation

a)Riwayat HT, MCI akut, GJK sebelumnya, penyakit katub jantung, anemia, syok

dll.

b)Tekanan darah, nadi, frekwensi jantung, irama jantung, nadi afical, bunyi jantung

S3, gallop, nadi ferifer berkurang, perubahan dalam denyut nadi jugularis, warna

kulit, kebiruan punggung, kuku pucat dan syanosis, hepar ada pembesaran, bunyi

nafas krekels atau ronchi, odema.

PENGKAJIAN SEKUNDER

1. Aktivitas/istirahat

Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnoe saat

istirahat atau aktifitas, perubahan status mental,tanda vital berubah saat

beraktifitas.

2. Integritas ego

Ansietas, strees, marah, takut dan mudah tersinggung

3. Eliminasi

Gejala penurunan jumlah urine. Urine berwarna pekat, berkemih pada malam

hari, diare/konstifasi

4. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB signifikan,

pembengkan ekstremitas bawah, diit tinggi garaam penggunaan diyretic

distensi abdomen, odema umum.

5. Hygine

Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang

6. Neurosensori

Kelemahan, pusing, letargi,perubahan prilaku dan mudah tersinggung

7. Nyeri/kenyamanan

Nyeri dada akut /kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, gelisah

8. Interaksi sosisl

Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

a)Daftar Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan after load


b. Nyeri akut hubungan dengan Agen cedera biologis ( suplai oksigen tidak
adekuat
c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan Hiperventilasi
d. Intoleransi aktivitas fisik berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen dengan kebutuhan oksigen tubuh
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Dypsnea
b) Intervensi Nanda NIC NOC

Tanggal Dx NOC NIC dan Intervensi


/Jam Kep Dan Indikator
I NOC: NIC
Status jantung paru Setelah I. Perawatan jantung
dilakukan tindakan 1.1 evaluasi adanya
keperawatan selama 3x7 jam nyeri dada
Masalah penurunan curah 1.2 monitor adanya
jantung dapat teratasi dengan dypsneu, fatigue
indicator. 1.3 catat adanya
1. Tekanan darah sistol, di disritmia jantung
pertahankan pada 3 1.4 monitor TTV
deviasi sedang dari kisaran 1.5 berikan oksigen
normal ditingkatkan ke sesuai terapi
4 deviasi ringan dari 1.6 monitor balance
kisaran normal cairan
1.7 monitor suhu warna
dan kelembapan
kulit
1.8 kolaborasi
pemberian obat-
obat jantung
1.9 kelola pemberian
obat-obat jantung
1.10 anjurkan pasien
bed rest
II NOC Pain Management
1. Pain control 2.1 Lakukan
Setelah dilakukan tindakan pengkajian nyeri
keperawatan selama 3x24 secara komprehensif
jam masalah nyeri akut dapat 2.2 Observasi reaksi
teratasi dengan kriteria hasil : nonverbal dari
Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan
1. Melaporkan nyeri 2.3 Ajarkan tentang
berkurang tekhnik non
2. Menyatakan rasa nyaman farmakologi
2.4 Tingkatkan istirahat
2.5 Kurangi factor
presipitasi nyeri
III Respiratory status : Airway Management
Ventilation 3.1 Pemberian nasal
Setelah dilakukan tindakan kanul
keperawatan selama 3x24 3.2 Monitor status
jam masalah ketidakefektifan respirasi dan status
pola nafas dapat teratasi O2
dengan kriteria hasil : 3.3 Monitor tanda-tanda
1. menunjukkan jalan nafas vital
yang paten (klien tidak 3.4 Monitor kualitas
merasa tercekik,irama nadi
nafas, frekuensi 3.5 Monitor pola nafas
pernafasan dalam yang abnormal
rentang normal, tidak 3.6 Monitor adanya
ada suara nafas siaonsis
abnormal)
2. tanda-tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah,nadi, pernafasan)

IV NOC Nic
Toleransi Aktivitas Terapi Aktifitas
Setelah dilakukan tindakan 4.1 Observasi adanya
keperawatan selama 3x24 pembatasan klien
jam masalah intoleransi dalam melakukan
aktivitas dapat teratasi aktivitas
dengan kriteria 4.2 Kajiadanya factor
hasil: menyebabkan
1. Frekuensi nadi ketika kelelahan
beraktivitas pertahankan
4.3 Monitor pasien
pada 3 cukup terganggu di akan adanya
tingkatkan kelelahan fisik atau
ke 4 sedikit terganggu emosi yang
berlebihan
2. Frekuensi pernafasan 4.4 Monitor respon
ketika beraktivitas, di kardiovaskuler
pertahankan pada 3 cukup terhadap
terganggu di tingkatkan ke aktivita
4 sedikit terganggu (takikardi,disritmia,
sesaknafas,diapores
is, perubahan
hemodinamik)

4.5 Bantu untuk


memilih aktivitas
konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik
psikologi dan
social
4.6 Bantu ADL pasien
V Kelelahan: Efek yang NIC
Mengganggu 1. Peningkatan Tidur
Setelah dilakukan tindakan 5.1 Monitor pola tidur
keperawatan selama 3x7 jam dan jumlah jam
masalah gangguan pola tidur tidur
dapat teratasi dengan kriteria 5.2 Monitor pola tidur
hasil: pasien, dan catat
1. Gangguan dengan aktivitas kondisi fisik
sehari-hari dipertahankan (misalnya, apnea
pada 3 tidur, sumbatan
sedang ditingkatkan ke 4 jalan nafas, nyeri,
ringan dan
frekuensi buang
air kecil) dan
psikologis
(misalnya,
ketakutan atau
kecemasan keadaan
yang
mengganggu tidur
5.3 Lakukan pemberian
Inspiratory Muscle
Training
5.4 Monitor makanan
sebelum tidur dan
intake minuman
yang dapat
memfasilitasi/
mengganggu tidur
5.5 Ajarkan pasien
untuk menghindari
makanan
sebeumdan
minuman yang
dapat mengganggu
tidur
Kesimpulan

Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah kedalam jaringan
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak
mampu mengeluarkan hasil metabolisme.dan Henti jantung adalah keadaan
dimana berhentinya fungsi mekanik jantung, Congestive Heart Failure (CHF)
adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa
darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara
adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna
menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau
mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa
darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak
mampu memompa dengan kuat.

3
4

Daftar pustaka

Hamm, C. W. et al. ESC Guidelines for the management of


Acute Coronary Syndrome in Patients Presenting Without Persistent ST-
Segment Elevation. European Heart Journal. Vo.32,2999-3054.

Kozier and Erb. (2010). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5.
Jakarta :EGC

Carpenitto, Lynda Juall. 2007. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,


edisi 10. Jakarta: EGC

Doenges E. Marlynn.2010. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakart

Anda mungkin juga menyukai