KARDIOVASKULAR
OLEH KELOMPOK 1:
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya Makalah
yang berjudul “ keperawatan keritis syok kardiogenik,chf dan gagal jantung “ ini dapat kami selesaikan.
Dalam penyelesaian Makalah ini kami banyak mengalami kesulitan, terutama saat
mengumpulkan materi tentang konsep pengelolaan pasien dengan kegawatdaruratan Gangguan
pernapasan. Namun berkat kerjasama kelompok, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, kami mohon maaf jika ada
kesalahan kata atau kalimat dalam pembuatan makalah ini. Dan kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat untuk kita semua.
Penyusun,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
1.2 Tujuan......................................................................................................
1.3 Manfaat....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Shock
2.1.1 Pengertian
Syok merupakan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa dan
membutuhkan tindakan segera dan intensif untuk menyelamatkan jiwa klien ( BPPPKMN,
2010 ). Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah kedalam jaringan
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu
mengeluarkan hasil metabolisme.
Syok adalah sindroma yang ditandai dengan keadaan umun yang lemah, pucat, kulit
yang dingin dan basah, denyut nadi meningkat, vena perifer yang tak tampak, tekanan darah
menurun, produksi urine menurun dan kesadaran menurun. Syok yang berlangsung lama akan
mengganggu oksigenasi miokard sehingga menyebabkan syok kardiogenik sekunder. Pada
tahap lanjut, terjadi gagal fungsi ginjal, hati, paru, otak, dan jantung.
2.1.2 Epidemiologi shock
Syok merupakan salah satu penyebab utama meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas di Instalasi Gawat Darurat ( IGD ) maupun Intensive Care Unit ( ICU ),
mengakibatkan kematian lebih dari 30% jutaan penderita tersebar diseluruh dunia dan rata-
rata sebanyak 1.400 klien meninggal setiap hari. Diperkirakan 6-20 juta kematian bayi dan
anak-anak setiap tahun di seluruh dunia diakibatkan oleh dehidrasi dan syok ( Dhilon and
Bittner, 2010 ).
2.1.3 Klasifikasi shock
2.1.3.1 Syok Hopovolemik
Syok hipovolemik merujuk kepada suatu keadaan dimana terjadi kehilangan cairan
tubuh dengan cepat sehingga terjadi multiple organ failure akibat perfusi yang tidak
adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering timbul setelah terjadinya perdarahan hebat
( syok hemoragik ).
Menurut Enita ( 2010 ) gejala utama yang sering terjadi pada syok hipovolemik adalah :
kulit pucat, Penurunan sensori, pernafasan cepat dan dangkal, kulit teraba dingin, hipotensi,
sistolik <90 mmHg atau turun kurang lebih 30 mmHg dari semula, takikardia (denyut nadi
> 100x/menit, kecil, lemah/ tidak teraba ) capillary refill > 2 detik, gelisah dan cepat marah
dan penurunan kesadaran.
Stadium Syok Hipovolemik ( Agus Purwadianto, 2013 ) :
a. Presyok, plasma yang hilang 10-155 / kurang lebih 750 ml. pusing, takikardia ringan
sistolik 90-100 mmHg.
b. Ringan, plasma yang hilang 20-25 % / 1000-1200 ml. gelisah, keringat dingin, haus,
diuresis berkurang, takikardia > 100x/menit, sistolik 80-90 mmHg.
c. Sedang, plasma yang hilang 30-35 % / 1500-1750 ml. gelisah, pucat, dingin, oliguria,
takikardia > 100x/menit, sistolik 70-80 mmHg.
d. Berat, plasma yang hilang 35-50 % / 1750-2250 ml. pucat, sianotik, dingin, takipnea,
anuria, kolaps pembuluh darah, takikardia/ tidak teraba sistolik 0-40 mmHg.
( Agus Purwadianto, 2013 )
Klasifikasi Klinis Pengelolaan
Dehidrasi ringan : - Nadi normal / Penggantian volume
Kehilangan cairan tubuh meningkat cairan yang hilang
sekitar 5% - Selaput lender kering. dengan cairan kristaloid (
NaCL 0,9% atau Ringer
Laktat / Ringer Asetat. )
Dehidrasi Sedang : - Nadi cepat Penggantian volume
Kehilangan cairan tubuh - Tekanan darah cairan yang hilang
sekitar 8% BB menurun dengan cairan kristaloid (
- Selaput lender kering NaCL 0,9% atau Ringer
- Oliguria Laktat / Ringer Asetat. )
- Status menelan
tampak lesu dan
lemah.
Dehidrasi berat : - Nadi singkat, cepat, Penggantian volume
Kehilangan cairan tubuh kecil, sulit diraba. cairan yang hilang
sekitar 10% BB - Tekanan darah turun. dengan cairan kristaloid (
- Anuria. NaCL 0,9% atau Ringer
- Selaput lender pecah- Laktat / Ringer Asetat. )
pecah.
- Kesadaran menurun
Tabel 2.1 Syok Hipovolemik
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi
mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah
arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah
melemah dan tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik
(venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke
jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis
kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated
Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan
pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia
dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan
bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung).
Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin
dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar
Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak,
integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan
metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi
peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
2.1.4.3 Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi meluas sehingga tidak dapat diperbaiki.
Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem
kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku,
timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapne
e. Status Mental: Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi
menurun, sopor sampai koma.
f. Fungsi Ginjal: Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
g. Fungsi Metabolik: Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok
septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi
akibat takipnea
h. Sirkulasi: Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada
syok kardiogenik
i. Keseimbangan Asam Basa : Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan
pCO2 karena takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru)
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
a. Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin,
glukosa darah.
b. Analisa gas darah
c. EKG
2.1.8 Penatalaksanaan Medis.
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk
memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan
suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera
ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
2.1.8.1 Airway dan Breathing
Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan
mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100 % dengan cara :
a. Jaga dan pertahankan jalan nafas tetap bebas
b. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg
c. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan bila ada sekresi.
d. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
e. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup
(Ambu bag) atau ETT.
2.1.8.2 Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna
kulit, isi vena, dan produksi urin. Pemberian Cairan :
a. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah,
kejang, akan dioperasi/dibius dan yang akan mendapat trauma pada perut serta kepala
(otak) karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
b. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume
interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
c. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah
cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan
yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus
diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus
diganti dengan larutan isotonik.
d. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang
berlebihan.
e. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan
yang akan membebani jantung.
f. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada
syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction).
Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, "Swan Ganz" kateter,
dan pemeriksaan analisa gas darah Obat-obatan inetropik untuk mengobati disretmia,
perbaikan kontraklitas jantung tanpa menambah konsumsi oksigen miocard.
Penyebab paling sering dari henti jantung adalah adanya gangguan fungsi dan anatomi
dari organ jantung, namun beberapa kondisi non-cardias dapat menyebabkan terjadinya henti
jantung seperti hypoxemia, gangguan keseimbangan asam basa, gangguan kalium, kalsium,
dan magnesium. Hipovolemia, adverse drug effects, pericardial tamponade, tension
pneumothorax, pulmonary embolus, hypothermia, infark miokard.
Dengan cardiac arrest akan berakibat aliran darah yang efektif berhenti, hipoksia
jaringan, metabolisme anaerobic, dan terjadi akumulasi sisa metabolisme sel. Fungsi organ
terganggu dan kerusakan permanen akan timbul, kecuali resusitasi dilakukan dalam hitungan
menit ( tidak lebih dari 4 menit ) acidosis dari metabolisme anaerob dapat menyebabkan
vasodilatasi sistemik, visokonstriksi pulmoner dan penurunan respon terhadap katekolamin.
Tanda-tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118 ( 2010 ) adalah
:
a. Ketiadaan respon : pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan di pundak
ataupun cubitan.
b. Ketiadaan bernafas normal : tidak terdapat pernafasan normal ketika jalan pernafasan
dibuka.
c. Tidak teraba denyut nadi di ateri besar ( karotis, femoralis, radialis ).
Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia : fibrilasi ventrikel (
VF ), takikardi ventrikel ( TV ), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan asistol ( diklat ambulans
gawat darurat 118, 2010 ).
a. Fibrilasi Ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yng sering menimbulkan kematian mendadak, pada keadaan
ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung hanya mampu bergetar
saja. Pada kasus ini tindakan yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau
defibrilasi.
b. Takhikardia Ventrikel.
Mekanisme penyebab terjadinya takikardi ventrikel biasanya karena adanya gangguan
otomatisasi ( pembentukan inpuls ) ataupun akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi
nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisisan ventrikel kiri akan memendek,
akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan
menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medica
metosa lebih diutamakan. Pada kasus VT dengan gangguan hemodinamik sampai terjadi
henti jantung ( VT tanpa nadi ), pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC
shock dan CPR adalah pilihan utama.
c. Pulseless Electrical Activity ( PEA )
Merupakan keadaan dimana aktivitas listrik jantung tidak menghasilkan kontraktilitas
ataupun menghasilkan tetapi tidak adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan
nadi tidak teraba. Pada kasus ini CPR adalah tindakan yang harus segera dilakukan.
d. Asitole.
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktivitas listrik pada jantung, dan pada
monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini tindakan yang
harus segera diambil adalah CPR.
Aritmia
Suplay oksigen
menurun
Gangguan perfusi
jaringan
Hipoksia celebral
1) Keadaan Umum :
GCS :
- Ciri tubuh : kulit, rambut, postur tubuh.
- Tanda vital : nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan pernafasan.
2) Head to toe :
- Kepala
Inspeksi : bentuk kepala, distribusi, warna, kulit kepala.
Palpasi : nyeri tekan dikepala.
- Wajah
Inspeksi : bentuk wajah, kulit wajah.
Palpasi : nyeri tekan di wajah.
- Mata
Inspeksi : bentuk mata, sclera, konjungtiva, pupil,
Palpasi : nyeri tekan pada bola mata, warna mukosa konjungtiva, warna mukosa
sclera
- Hidung :
Inspeksi : bentuk hidung, pernapasan cuping hidung, secret
palpasi : nyeri tekan pada hidung
- Mulut :
Inspeksi : bentuk mulut, bentuk mulut, bentuk gigi
Palpasi : nyeri tekan pada lidah, gusi, gigi
- Leher
Inspksi : bentuk leher, warna kulit pada leher
Palpasi : nyeri tekan pada leher.
- Dada
Inspeksi : bentuk dada, pengembangan dada, frekuensi pernapasan.
Palpasi : pengembangan paru pada inspirasi dan ekspirasi, fokal fremitus, nyeri
tekan.
Perkusi : batas jantung, batas paru, ada / tidak penumpukan secret.
Auskultasi : bunyi paru dan suara napas
- Payudara dan ketiak
Inspeksi : bentuk, benjolan Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan -
Abdomen Inspeksi : bentuk abdomen, warna kulit abdomen
Auskultasi : bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan lien.
Perkusi :batas hepar,batas ginjal,batas lien,ada/tidaknya pnimbunan cairan
diperut
- Genitalia
Inspeksi : bentuk alat kelamin,distribusi rambut kelamin,warna rambut
kelamin,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada alat kelamin
- Integumen
Inspeksi : warna kulit,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada kulit
- Ekstremitas
Atas :
Inspeksi : warna kulit,bentuk tangan
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot
Bawah :
Inspeksi : warna kuliy,bentuk kaki
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot
2.2.8 Penatalaksanaan Medis
Penanganan henti jantung dilakukan untuk membantu menyelamatkan pasien/
mengembalikan fungsi kardiovaskuler, adapun prinsip-psindipnya yaitu :
1. Tahap I
a. Berikan bantuan hidup dasar.
b. Bebaskan jalan nafas, angkat leher/ topang dagu.
c. Bantuan nafas.
2. Tahap II
a. Bantuan hidup lanjut.
b. Jangan hentikan kompresi jantung danvenulasi paru.
c. Langkah berikutnya :
- Berikan adrenalin 0,5-1 mg ( IV ), ulangi dengan dosis yang lebih besar jika
diperlukan. Dapat diberikan Bic-Nat mg/kg BB ( IV ) jika perlu. Jika henti
jantung lebih dari 2 menin, ulangi dosis ini setiap 10 menit sampai timbul
denyut nadi.
- Pasang monitor EKG, apabila ada fibrilasi, asistol komplek yang aneh :
Defibrilasi : DC Shock.
- Pada fibrilasi ventrikel diberikan obat lodikain / xilokain 1-2 mg/kg BB.
- Jika asistol berikan vasopressor kalium klorida 10% 3-5 cc selama 3 menit.
2.2.9 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.
Konsep asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami henti jantung harus
segera dilakukan tindakan keperawatan seperti memberikan penanganan awal henti
jantung.
c. CIRCULATION
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan sirkulasi pada saat
melakukan resusitasi jantung dan paru:
1. Kompresi yang “efektif” diperlukan untuk mempertahankan aliran darah selama
resusitasi dilakukan.
2. Kompresi akan maksimal jika pasien diletakan terlentang pada alas yang keras dan
penolong berada disisi dada korban.
3. Kompresi yang efektif dapat dilakukan dengan melakukan kompresi yang kuat dan
cepat (untuk dewasa + 100 kali kompresi/menit dengan kedalam kompresi 2 inchi/4-5
cm; berikan waktu untuk dada mengembang sempurna setelah kompresi; kompresi
yang dilakukan sebaiknya ritmik dan rileks).
4. Kompresi dada yang harus dilakukan bersama dengan ventilasi apabila pernafasan
dan sirkulasi tidak adekuat. Adapun rasio yang digunakan dalam kompresi dada
dengan ventilasi yaitu 30:2 adalah berdasarkan konsensus dari para ahli. Adapun
prinsip kombinasi antara kompresi dada dengan ventilasi antara lain; peningkatan
frekuensi kompresi dada dapat menurunkan hiperventilasi dan lakukan ventilasi
dengan minimal interupsi terhadap kompresi. Sebaiknya lakukan masing-masing
tindakan (kompresi dada dan ventilasi) secara independen dengan kompresi dada
100x/menit dan ventilasi 8-10 kali nafas per menit dan kompresi jangan membuat
ventilasi berhenti dan sebaliknya, hal ini khususnya untuk 2 orang penolong).
2.3 Konsep Dasar CHF
2.3.1 Definisi CHF
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan
oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna
menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot
jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat
dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai
akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan
bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya
sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/
berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD), stenosis
mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
2.3.4 Klasifikasi CHF
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas:
kelas 2 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari
tanpa keluhan.
kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah
baring.
Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda
seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali, edema
tungkai.
Gambaran klinis gagal jantung kiri Gambaran klinis gagal jantung kanan
Gejala : Gejala :
Selain itu kriteria Firmingham dapat digunakan untuk diagnosis gagal jantung kongestif.
Menurut Framingham kriterianya gagal jantung kongestif ada 2 kriteria yaitu kriteria mayor dan
kriteria minor. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut :
4) Kardiomegali
6) Irama derap S3
3) Dyspnea
4) Hepatomegali
5) Efusi pleura
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu:
(1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa
jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung);
(2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel
dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium);
(3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan
pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan
meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu
sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua
atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat
yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial
atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi
denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya
meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan
cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan
penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti
pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat
meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting
penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan
filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-
angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler
perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan
cairan.
1) Keadaan Umum :
GCS :
- Ciri tubuh : kulit, rambut, postur tubuh.
- Tanda vital : nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan pernafasan.
2) Head to toe :
- Kepala
Inspeksi : bentuk kepala, distribusi, warna, kulit kepala.
Palpasi : nyeri tekan dikepala.
- Wajah
Inspeksi : bentuk wajah, kulit wajah.
Palpasi : nyeri tekan di wajah.
- Mata
Inspeksi : bentuk mata, sclera, konjungtiva, pupil,
Palpasi : nyeri tekan pada bola mata, warna mukosa konjungtiva, warna mukosa
sclera
- Hidung :
Inspeksi : bentuk hidung, pernapasan cuping hidung, secret
palpasi : nyeri tekan pada hidung
- Mulut :
Inspeksi : bentuk mulut, bentuk mulut, bentuk gigi
Palpasi : nyeri tekan pada lidah, gusi, gigi
- Leher
Inspksi : bentuk leher, warna kulit pada leher
Palpasi : nyeri tekan pada leher.
- Dada
Inspeksi : bentuk dada, pengembangan dada, frekuensi pernapasan.
Palpasi : pengembangan paru pada inspirasi dan ekspirasi, fokal fremitus, nyeri
tekan.
Perkusi : batas jantung, batas paru, ada / tidak penumpukan secret.
Auskultasi : bunyi paru dan suara napas
- Payudara dan ketiak
Inspeksi : bentuk, benjolan Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan -
Abdomen Inspeksi : bentuk abdomen, warna kulit abdomen
Auskultasi : bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan lien.
Perkusi :batas hepar,batas ginjal,batas lien,ada/tidaknya pnimbunan cairan
diperut
- Genitalia
Inspeksi : bentuk alat kelamin,distribusi rambut kelamin,warna rambut
kelamin,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada alat kelamin
- Integumen
Inspeksi : warna kulit,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada kulit
- Ekstremitas
Atas :
Inspeksi : warna kulit,bentuk tangan
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot
Bawah :
Inspeksi : warna kuliy,bentuk kaki
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot
2.3.9 Pemeriksaan Diagnostik.
Sumber: Wajan Juni Udjianti (2010)
1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia vera
2. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa baik
metabolik maupun respiratorik.
4. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang merupakan resiko
CAD dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal
6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hepar
atau ginjal
8. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung, hipertropi
ventrikel
10. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang penurunan
kemampuan kontraksi.
11. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia
2.3.10 Penatalaksanaan Medis.
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O 2
melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan
aritmia.
b. Digitalisasi
1). dosis digitalis
a).Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama 24
jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
b). Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
c). Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
2). Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk pasien
usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3). Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat:
a). Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
b). Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
1. Pengkajian Keperawatan.
Pengkajian Primer
1. Airways
a. Sumbatan atau penumpukan sekret
b. Wheezing atau krekles
2. Breathing
a. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c. Ronchi, krekles
d. Ekspansi dada tidak penuh
e. Penggunaan otot bantu nafas
3. Circulation
a. Nadi lemah , tidak teratur
b. Takikardi
c. TD meningkat / menurun
d. Edema
e. Gelisah
f. Akral dingin
g. Kulit pucat, sianosis
h. Output urine menurun
Pengkajian Sekunder
Riwayat Keperawatan
1. Keluhan
a. Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b. Palpitasi atau berdebar-debar.
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat beraktivitas,
batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah.
d. Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
f. Insomnia
g. Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h. Jumlah urine menurun
i. Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
2. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes melitus, bedah
jantung, dan disritmia.
3. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
4. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid, jumlah
cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
5. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
6. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
7. Postur, kegelisahan, kecemasan
8. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang merupakan faktor
pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.
2. Pemeriksaan Fisik.
a. Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi aktivitas, nadi
perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial presure, bunyi
jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
b. Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales, wheezing)
c. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks
d. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang kronis
e. Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
f. Konjungtiva pucat, sklera ikterik
g. Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna kulit pucat,
dan pitting edema.
3. Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan,
asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli
4. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer
yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
5. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan natrium
oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
6. Cemas b/d penyakit kritis, takut kematian atau kecacatan, perubahan peran dalam
lingkungan social atau ketidakmampuan yang permanen.
- Orthopnea
Kebiru-biruan
Bruit
Cerebral
Kelemahan
ekstremitas atau paralis
Kardiopulmonar
Perasaan
”Impending Doom”
(Takdir terancam)
Bronkospasme
Dyspnea
Aritmia
Faktor-faktor yang
berhubungan :
Hipovolemia
Hipervolemia
Hipoventilasi
Perubahan
afinitas/ikatan O2
dengan Hb
Penurunan
konsentrasi Hb dalam
darah
kebingungan
Respiratory Monitoring
Dyspnoe
AcidBase Managemen
Monitro IV line
Pertahankanjalan nafas paten
Monitor status
hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
Monitor parameter
hemodinamik infasif
Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
Pengkajian
Anamneses biodata klien dan penanggung jawab
a. airwy
a) Batuk dengan atau tanpa sputum
c) Oksigen
2. Breating
3. Circulation
a)Riwayat HT, MCI akut, GJK sebelumnya, penyakit katub jantung, anemia, syok
dll.
b)Tekanan darah, nadi, frekwensi jantung, irama jantung, nadi afical, bunyi jantung
S3, gallop, nadi ferifer berkurang, perubahan dalam denyut nadi jugularis, warna
kulit, kebiruan punggung, kuku pucat dan syanosis, hepar ada pembesaran, bunyi
PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Aktivitas/istirahat
beraktifitas.
2. Integritas ego
3. Eliminasi
Gejala penurunan jumlah urine. Urine berwarna pekat, berkemih pada malam
hari, diare/konstifasi
4. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB signifikan,
5. Hygine
6. Neurosensori
7. Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada akut /kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, gelisah
8. Interaksi sosisl
IV NOC Nic
Toleransi Aktivitas Terapi Aktifitas
Setelah dilakukan tindakan 4.1 Observasi adanya
keperawatan selama 3x24 pembatasan klien
jam masalah intoleransi dalam melakukan
aktivitas dapat teratasi aktivitas
dengan kriteria 4.2 Kajiadanya factor
hasil: menyebabkan
1. Frekuensi nadi ketika kelelahan
beraktivitas pertahankan
4.3 Monitor pasien
pada 3 cukup terganggu di akan adanya
tingkatkan kelelahan fisik atau
ke 4 sedikit terganggu emosi yang
berlebihan
2. Frekuensi pernafasan 4.4 Monitor respon
ketika beraktivitas, di kardiovaskuler
pertahankan pada 3 cukup terhadap
terganggu di tingkatkan ke aktivita
4 sedikit terganggu (takikardi,disritmia,
sesaknafas,diapores
is, perubahan
hemodinamik)
Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah kedalam jaringan
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak
mampu mengeluarkan hasil metabolisme.dan Henti jantung adalah keadaan
dimana berhentinya fungsi mekanik jantung, Congestive Heart Failure (CHF)
adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa
darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara
adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna
menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau
mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa
darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak
mampu memompa dengan kuat.
3
4
Daftar pustaka
Kozier and Erb. (2010). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5.
Jakarta :EGC