Anda di halaman 1dari 14

Mata Kuliah : Kesehatan Mental

Dosen Pengampu : 1. Dr. Rohmah Rifani, S.Psi., M.Si., Psikolog


2. Irdianti, S.Psi., M.Si

KESEHATAN MENTAL BERDASARKAN MORALITAS


(LEVEL MORAL KOHLBERG)

Disusun Oleh :

Al-Maghfirah Maharani 200701502134


Chintana Nuanfirsta 200701501104
Dika Trissya Ainaeni Anas 1871042037
Nurul Fitriani 200701502078
Para Fibrianti 200701502102
Winda latifani 200701502014

Psikologi B

PROGRAM STUDI
PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
MAKASSAR
2021

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3

A. Latar Belakang..............................................................................................3

B. Rumusan Masalah.........................................................................................3

C. Tujuan...........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4

A. Pengertian Moral...........................................................................................4

B. Tahap Perkembangan Kesadaran Moral Menurut Kohlberg........................5

1. Preconventional morality..........................................................................5

2. Conventional morality...............................................................................6

3. Postconventional morality.........................................................................8

C. Kesehatan Mental Berdasarkan Moralitas Menurut Kohlberg.....................9

BAB III PENUTUP...............................................................................................12

A. Kesimpulan.................................................................................................12

B. Saran............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah moral menjadi sebuah masalah yang sekarang ini sangat
banyak meminta perhatian. Dalam tulisan ini ingin lebih banyak konsep
nilai moral dari Kohlberg beserta perkembanganya yang akan di
integrasikan dengan moral dalam pandagan kesehatan mental. Hasil
menunjukkan bahwa Kohlberg memaparkan dengan Teori yang
memandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari
perilaku etis mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat
teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring
penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa
logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif.
Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa
proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan
keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan, walaupun ada
dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.
Moral menurut para pakar mempunyai definisi yang berbeda-beda.
Namun dalam tulisan ini ingin lebih banyak konsep nilai moral dari
Kohlberg beserta perkembanganya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari moral?
2. Apa saja tahap perkembangan kesadaran moral menurut Kohlberg?
3. Bagaimana kesehatan mental berdasarkan moralitas menurut
Kohlberg?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari moral
2. Mengetahui tahap perkembangan kesadaran moral menurut Kohlberg
3. Mengetahui kesehatan mental berdasarkan moralitas menurut
Kohlberg

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Moral
Moral berasal dari bahasa latin “Mores”, yang berarti budi bahasa,
adat istiadat, dan cara kebiasaan rakyat. Suatu tingkah laku dikatakan
bermoral apabila tingkah laku itu sesuai dengan nilai – nilai moral yang
berlaku dalam kelompok sosial dimana individu itu tinggal. Perilaku moral
merupakan perilaku di dalam konformitas dengan suatu tata cara moral
kelompok sosial. Moralitas (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti
yang pada dasarnya sama dengan moral. Moralitas adalah sifat moral atau
keseluruhan asas dan nilai yang berkenan dengan baik dan buruk.
Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku yang
terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat,
atau standar nilai yang berlaku dalam kelompok sosial. Moral pada setiap
diri manusia adalah sangatlah berbeda, pada dunia psikologi moral disebut
superego. Pada pemunculan moral misalnya ketika orang tua dengan susah
payah mendidik dan membimbing anak agar memahami apa dan
bagaimana prilaku yang baik dan benar, serta mana dan bagaimana
perilaku yang salah dan buruk karena moral diwarnai, diolah dan
dimatangkan oleh lingkungan serta pada kematangan mengikuti
kematangan perkembangan kepribadian. Pengaruh lingkungan dan norma
yang ditanamkan orang tua dan masyarakat menjadi kepribadian.
Nilai moral pada dasarnya adalah mengupayakan suatu individu
untuk mempunyai kesadaran dan berprilaku taat moral yang secara
otonom berasal dari dalam diri sendiri. Dasar otonomi nilai moral adalah
identifikasi dan orientasi diri. Pola hidup keluarga (Ayah dan Ibu)
merupakan “Model Ideal” bagi peniruan dan pengindentifikasian perilaku
dirinya. Hubungan antara disiplin diri dengan nilai ini merupakan konsep
nilai moral yang memungkinkan suatu individu memiliki dasar disiplin
diri. Pentingnya pendidikan moral adalah untuk menguatkan pengendalian
diri individu ke arah yang lebih baik.
B. Tahap Perkembangan Kesadaran Moral Menurut Kohlberg
Menurut Kohlberg, enam tahap (stages) dalam perkembangan
moral dapat dikaitkan satu sama lain dalam tiga tingkat (levels) demikian
rupa sehingga setiap tingkat meliputi dua tahap. Tiga tingkat itu berturut-
turut adalah tingkat prakonvensional, tingkat konvensional, dan tingkat
pascakonvensional. Dalam penelitian Kohlberg subyek yang digunakan
adalah pada anak-anak yang berumur sekitar enam tahun.
1. Preconventional morality
Pada tingkat ini si anak mengakui adanya aturan-aturan dan
baik serta buruk mulai mempunyai arti baginya, tapi hal itu
semata-mata dihubungkan dengan reaksi orang lain. Orang
berperilaku baik atau buruk diintepretasikan melalui reward &
punishment eksternal. Pada tingkat prakonvensional ini dapat
dibedakan dalam dua tahap yaitu :
a. Tahap 1 Moralitas Heteronom
Pada tahap pertama ini, penalaran moral terkait dengan
punishment. Anak mendasarkan perbuatannya atas otoritas
konkret (orangtua, guru) dan atas hukuman yang akan
menyusul, bila ia tidak patuh. Anak kecil tidak memukul
adiknya, karena hal itu dilarang oleh ibu dan karena
melanggar kemauan ibu dan akan membawa hukuman.
Perspektif si anak semata-mata egosentris. Ia membatasi
diri pada kepentingannya sendiri dan belum memandang
kepentingan orang lain. Ketakutan untuk akibat perbuatan
adalah perasaan dominan yang menyertai motivasi moral
ini.
b. Tahap 2 Individualisme (Tujuan instrumental dan
pertukaran)
Pada tahap kedua ini menganggap penalaran individu yang
memikirkan kepentingan diri sendiri adalah hal yang benar,
dan juga berlaku untuk orang lain. Anak mulai menyadari
kepentingan orang lain juga, tapi hubungan antara manusia
dianggapnya seperti hubungan orang di pasar:
tukarmenukar. Hubungan timbal-balik antara manusia
adalah soal “jika kamu melakukan sesuatu untuk saya,
maka saya akan melakukan sesuatu untuk kamu” (do ut
des), bukannya soal loyalitas (kesetiaan), rasa terima kasih
atau keadilan. Perbuatan yang benar adalah sesuatu yang
melibatkan pertukaran yang setara. Jika ada yang berbuat
jahat pada seseorang, orang tersebut boleh saja membalas
berbuat jahat kepadanya dan sebaliknya.
2. Conventional morality
Penelitian Kohlberg menunjukkan bahwa biasanya (tapi
tidak selalu) anak mulai beralih ke tingkat ini antara umur sepuluh
dan tiga belas tahun. Di sini perbuatanperbuatan mulai dinilai atas
dasar norma-norma umum dan kewajiban serta otoritas dijunjung
tinggi. Tingkat ini oleh Kohlberg disebut “konvensional”, karena di
sini anak mulai menyesuaikan (bahasa Latin:convenire) penilaian
dan perilakunya dengan harapan orang lain atau kode yang berlaku
dalam kelompok sosialnya. Memenuhi harapan keluarga,
kelompok atau bangsa dianggap sebagai sesuatu yang berharga
pada dirinya sendiri, terlepas dari konsekuensi atau akibatnya.
Dalam sikapnya si anak tidak hanya menyesuaikan diri dengan
harapan orang-orang tertentu atau dengan ketertiban sosial,
melainkan juga menaruh loyalitas kepadanya dan secara aktif
menunjang serta membenarkan ketertiban yang berlaku.
Singkatnya, anak mengidentifikasi diri dengan kelompok sosialnya
beserta normanormanya. Tingkat kedua ini juga mencakup dua
tahap yaitu:
a. Tahap 3 Ekspetasi interpersonal mutual (hubungan dengan
orang lain dan konformitas interpersonal)
Penyesuaian dengan kelompok atau orientasi menjadi “anak
manis”. Pada tahap ini anak cenderung mengarahkan diri
kepada keinginan serta harapan dari para anggota keluarga
atau kelompok lain (sekolah di sini tentu penting). Perilaku
yang baik adalah perilaku yang menyenangkan dan
membantu orang lain serta disetujui oleh mereka. Anak
mengambil sikap: saya adalah “anak manis” (good boy-nice
girl), artinya ia adalah sebagaimana diharapkan oleh
orangtua, guru dan sebagainya. Ia ingin bertingkah laku
secara “wajar”, artinya menurut norma-norma yang
berlaku. Jika ia menyimpang dari norma-norma
kelompoknya, ia merasa malu dan bersalah. Dalam hal ini
untuk pertama kali si anak mulai memperhatikan
pentingnya maksud perbuatan. Perbuatan adalah baik, asal
maksudnya baik. Misalnya, waktu ia membantu ibunya di
dapur dengan mencuci piring, ada gelas pecah. Dulu
perbuatan itu dinilai secara moral moral buruk, karena bisa
mendatangkan hukuman. Dalam tahap ketiga perbuatan itu
dianggap baik, karena di baliknya ada maksud baik.
b. Tahap 4 Orientasi hukum dan ketertiban (law and order).
Paham “kelompok” dengan mana anak harus menyesuaikan
diri di sini diperluas: dari kelompok akrab (artinya, orang-
orang yang dikenal oleh anak secara pribadi) ke kelompok
yang lebih abstrak, seperti suku bangsa, negara, agama.
Tekanan diberikan pada aturan-aturan tetap, otoritas dan
pertahanan ketertiban sosial. Perilaku yang baik adalah
melakukan kewajibannya, menghormati otoritas dan
mempertahankan ketertiban sosial yang berlaku demi
ketertiban itu sendiri. Orang yang melanggar aturan-aturan
tradisional atau menyimpang dari ketertiban sosial, jelas
bersalah. Peribahasa Inggris right or wrong, my control
adalah contoh spesifik tentang sikap orang dalam tahap 3
ini.
3. Postconventional morality
Oleh Kohlberg tingkat ketiga ini disebut juga dengan
“tingkat otonom” atau “tingkat berprinsip” (principled level). Pada
tingkat ini hidup moral dipandang sebagai penerimaan tanggung
jawab pribadi atas dasar prinsip-prinsip yang dianut dalam batin.
Norma-norma yang ditemukan dalam masyarakat tidak dengan
sendirinya berlaku, tapi harus dinilai atas dasar prinsip-prinsip
yang mekar dari kebebasan pribadi. Orang muda mulai menyadari
bahwa kelompoknya tidak selamanya benar. Menjadi anggota
suatu kelompok tidak menghindari bahwa kadang kala ia harus
berani mengambil sikapnya sendiri. Tingkat ketiga ini pun
mempunyai dua tahap yaitu:
a. Tahap 5 Orientasi kontrak-sosial legalistis.
Pada tahap ini, seseorang mulai menyadari bahwa ada
relativisme nilai dan pendapat pribadi.. Di samping apa
yang disetujui dengan cara demokratis, baik buruknya
tergantung pada nilai-nilai dan pendapat-pendapat pribadi.
Segi hukum ditekankan, tapi diperhatikan secara khusus
kemungkinan untuk mengubah hukum, asal hal itu terjadi
demi kegunaan sosial (berbeda dengan pandangan kaku
tentang law and order dalam tahap 4). Selain bidang
hukum, persetujuan bebas dan perjanjian adalah unsur
pengikat bagi kewajiban. Suatu janji harus ditepati juga
kalau berkembang menjadi merugikan, karena berasal dari
persetujuan bebas.
b. Tahap 6 Orientasi prinsip etika yang universal.
Di tahap ini orang mengatur tingkah laku dan penilaian
moralnya berdasarkan hati nurani pribadi. Yang mencolok
adalah bahwa prinsip-prinsip etis dan hati nurani berlaku
secara universal. Pada dasarnya prinsip-prinsip ini
menyangkut keadilan, kesediaan membantu satu sama lain,
persamaan hak manusia dan hormat untuk martabat
manusia sebagai pribadi. Orang yang melanggar prinsip-
prinsip hati nurani ini akan mengalami penyesalan yang
mendalam (remorse). Ia mengutuk dirinya, karena tidak
mengikuti keyakinan moralnya sendiri. Menurut Kohlberg,
penelitiannya telah menunjukkan bahwa hanya sedikit or
ang mencapai tahap keenam ini.
C. Kesehatan Mental Berdasarkan Moralitas Menurut Kohlberg
Menurut WHO kesehatan mental adalah keadaan sejahtera di mana
individu menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan
hidup yang normal, dapat bekerja secara produktif dan bermanfaat, dan
mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya. Mereka yang tidak
memiliki sistem pertahanan mental yang kuat dalam menghadapi segala
problematika kehidupan atau tidak memiliki sistem pertahanan diri yang
kuat untuk mengendalikan jiwanya, maka individu akan mengalami
berbagai gangguan-gangguan kejiwaan, yang berpengaruh pada kondisi
kepribadian yang bisa mendorong pada perilaku-perilaku pathologies.
Kesehatan mental dan penyakit mental ditentukan oleh berbagai
faktor salah satunya adalah moral. Dalam pandangan Kohlberg, setiap
orang pada dasarnya adalah moral philosopher, tidak peduli masih anak-
anak ataukah sudah dewasa. Baik anak-anak ataupun orang dewasa
memiliki peluang yang sama untuk menjadi filsuf moral, hal ini
disebabkan adanya suatu bentuk pemikiran moral yang disebut tahap-tahap
perkembangan moral yang berada di rana kognitif. Menurut teori Kohlberg
tahapan perkembangan , moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral
seseorang dan tahap-tahap perkembangan moral setiap individu akan
berlangsung melalui tahap-tahap tertentu yang berurutan. Teori ini
berpandangan bahwa penalaran moral merupakan dasar dari perilaku yang
mempunyai enam etis tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi.
Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan; prakonvensional,
konvensional, dan paskakonvensional.
Setiap individu yang mengalami perkembangan moral memiliki
kecepatan yang bervariasi dan tidak menutup kemungkinan sebagian
individu akan bertahan pada satu tahap cukup lama. Perkembangan
penalaran moral ini merupakan hasil kemampuan yang semakin
berkembang dalam memahami kenyataan sosial atau menyusun
pengalaman sosialnya untuk dijadikan landasan dalam memecahkan
dilema-dilema moral yang dihadapinya selama rentang kehidupan.
Menurut teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg
pada tahap remaja seseorang telah mencapai tahap penalaran
konvensional. Pada tahap penalaran konvensional orientasi moral remaja
didasarkan pada norma-norma interpersonal dan moralitas sistem sosial.
Pada awal remaja kode moral sangat dipengaruhi oleh standar
moral dari kelompok sebaya dan mengidentifikasikan dirinya dengan
kelompok tersebut agar tidak ditolak. Seorang remaja akan berusaha
mempertahankan statusnya dalam kelompok sebaya tersebut dengan
mengikuti moral kelompoknya, tetapi bukan berarti remaja meninggalkan
kode moral keluarga. Pada tahap penalaran konvensional ini remaja telah
mampu membedakan mana yang baik dan buruk berdasarkan norma,
aturan, serta memper-timbangkan penilaian atau harapan orang lain. Pada
saat penalaran moral remaja telah berada pada tahap konvensional maka
penalaran moralnya tergolong tinggi.
Remaja yang berada pada tahap penalaran moral prakonvensional
ini memandang moral lebih berorientasi pada tujuan dan kesenangan,
sedangkan pada tahap konvensional lebih berorientasi pada norma.
Adapun pada tahap paskakonvensional, remaja lebih berorientasi pada hak
individu secara universal. Moralitas” (dari kata sifat Latin moralis)
mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan “moral”, hanya ada
nada lebih abstrak. Moralitas” (dari kata sifat latin moralis) mempunyai
arti yang pada dasarnya sama dengan “moral”, hanya ada nada lebih
abstrak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku yang
terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat,
atau standar nilai yang berlaku dalam kelompok sosial. Nilai moral pada
dasarnya adalah mengupayakan suatu individu untuk mempunyai
kesadaran dan berprilaku taat moral yang secara otonom berasal dari
dalam diri sendiri. Pentingnya pendidikan moral adalah untuk menguatkan
pengendalian diri individu ke arah yang lebih baik. Menurut Kohlberg,
enam tahap (stages) dalam perkembangan moral dapat dikaitkan satu sama
lain dalam tiga tingkat (levels) demikian rupa sehingga setiap tingkat
meliputi dua tahap. Tiga tingkat itu berturut-turut adalah Preconventional
morality, orang berperilaku baik atau buruk diintepretasikan melalui
reward & punishment eksternal, Conventional morality, individu
memberlakukan standard tertentu tetapi standard ini ditetapkan oleh orang
lain, pemerintah atau otoritas lainnya. Postconventional morality, terdapat
usaha yang jelas untuk merumuskan nilai dan prinsip moral yang memiliki
keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas seseorang atau
kelompok, dan terlepas pula dari identifikasi individu itu dengan
kelompoknya. Kesehatan mental dan penyakit mental ditentukan oleh
berbagai faktor salah satunya adalah moral. Dalam pandangan Kohlberg,
setiap orang pada dasarnya adalah moral philosopher, tidak peduli masih
anak-anak ataukah sudah dewasa. Baik anak-anak ataupun orang dewasa
memiliki peluang yang sama untuk menjadi filsuf moral, hal ini
disebabkan adanya suatu bentuk pemikiran moral yang disebut tahap-tahap
perkembangan moral yang berada di rana kognitif. Menurut teori Kohlberg
tahapan perkembangan , moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral
seseorang dan tahap-tahap perkembangan moral setiap individu akan
berlangsung melalui tahap-tahap tertentu yang berurutan. Teori ini
berpandangan bahwa penalaran moral merupakan dasar dari perilaku yang
mempunyai enam etis tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi.
B. Saran
Kami menyadari dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan,
kami berharap untuk kedepannya bisa menggunakan lebih banyak lagi
sumber. Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sebagai evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA

Hasanusi, H. (2019). Penalaran Moral Dalam Mencegah Delikuensi (Moral


Reasoning for Prevention of Adolescent Delinquency). Jurnal Qiro’ah,
09(1), 1–16.

Rachmawati, Y., & Izzati, U. A. (2011). Hubungan Antara Penalaran Moral


Dengan Sikap Terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Perempuan Di
Smk Surabaya. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, 2(1), 11.
https://doi.org/10.26740/jptt.v2n1.p11-28

Rahmansyah, A. (2020). Tahap Perkembangan Kesadaran Moral Menurut


Lawrence Kohlberg. Universitas Gadjah Mada, February.
https://www.researchgate.net/publication/339078344%0A%22TAHAP

Suparno. (2020). Konsep Penguatan Nilai Moral Anak Menurut Kohlberg.


Research and Thought Elementary School of Islam Journal, 1(2), 58–67.

Waparta, M. N., Setiawan, G. W., Sari, A. R., & Radianto, D. O. (2018).


Pentingnya Pendidikan Moral Dan Mental Sebagai Titik Balik Melemahnya
Kesadaran Pemuda Bangsa.

Anda mungkin juga menyukai