Pengertian Asam Basa
Asam dan basa sudah dikenal sejak zaman dulu. Istilah asam (acid) berasal dari bahasa Latin
acetum yang berarti cuka. Istilah basa (alkali) berasal dari bahasa Arab yang berarti abu. Basa
digunakan dalam pembuatan sabun. Juga sudah lama diketahui bahwa asam dan basa saling
menetralkan. Di alam, asam ditemukan dalam buah-buahan, misalnya asam sitrat dalam buah
jeruk berfungsi untuk memberi rasa limun yang tajam. Cuka mengandung asam asetat, dan
asam tanak dari kulit pohon digunakan untuk menyamak kulit. Asam mineral yang lebih kuat
telah dibuat sejak abad pertengahan, salah satunya adalah aqua forti (asam nitrat) yang
digunakan oleh para peneliti untuk memisahkan emas dan perak.
Pada tahun 1884, Svante Arrhenius (1859-1897) seorang ilmuwan Swedia yang memenangkan
hadiah nobel atas karyanya di bidang ionisasi, memperkenalkan pemikiran tentang senyawa
yang terpisah atau terurai menjadi bagian ion-ion dalam larutan. Dia menjelaskan bagaimana
kekuatan asam dalam larutan aqua (air) tergantung pada konsentrai ion-ion hidrogen di
dalamnya.
Menurut Arrhenius, asam adalah zat yang dalam air melepakan ion H+, sedangkan basa adalah
zat yang dalam air melepaskan ion OH–. Jadi pembawa sifat asam adalah ion H+, sedangkan
pembawa sifat basa adalah ion OH–. Asam Arrhenius dirumuskan sebagai HxZ, yang dalam air
mengalami ionisasi sebagai berikut.
HxZ ⎯⎯→ x H+ + Zx–
Jumlah ion H+ yang dapat dihasilkan oleh 1 molekul asam disebut valensi asam, sedangkan ion
negatif yang terbentuk dari asam setelah melepaskan ion H+ disebut ion sisa asam. Beberapa
contoh asam dapat dilihat pada tabel 5.1.
Basa
Arrhenius adalah hidroksida logam, M(OH)x, yang dalam air terurai sebagai berikut.
M(OH)x ⎯⎯→ Mx+ + x OH–
Jumlah ion OH– yang dapat dilepaskan oleh satu molekul basa disebut valensi basa. Beberapa
contoh basa diberikan pada tabel 5.2.
Asam sulfat dan magnesium hidroksida dalam air mengion sebagai berikut.
Persamaan
ionisasi air dapat ditulis sebagai:
Jadi,
Pada suhu 25 °C, Kw yang didapat dari percobaan adalah 1,0 × 10–14.
Harga Kw ini tergantung pada suhu, tetapi untuk percobaan yang suhunya tidak terlalu
menyimpang jauh dari 25 °C, harga Kw itu dapat dianggap tetap.
Harga Kw pada berbagai suhu dapat dilihat pada tabel berikut.
Kekuatan asam dipengaruhi oleh banyaknya ion – ion H+ yang dihasilkan
oleh senyawa asam dalam larutannya. Berdasarkan banyak sedikitnya ion H+
yang dihasilkan, larutan asam dibedakan menjadi dua macam sebagai berikut.
1. Asam Kuat
Asam kuat yaitu senyawa asam yang dalam larutannya terion seluruhnya
menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam kuat merupakan reaksi
berkesudahan. Secara umum, ionisasi asam kuat dirumuskan sebagai berikut.
HA(aq) ⎯⎯→ H+(aq) + A–(aq)
2. Asam Lemah
Asam lemah yaitu senyawa asam yang dalam larutannya hanya sedikit
terionisasi menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam lemah merupakan reaksi
kesetimbangan.
Secara umum, ionisasi asam lemah valensi satu dapat dirumuskan
sebagai berikut.
HA(aq) ←⎯⎯⎯⎯→ H+(aq) + A–(aq)
1. Basa Kuat
Basa kuat yaitu senyawa basa yang dalam larutannya terion seluruhnya menjadi ion-
ionnya. Reaksi ionisasi basa kuat merupakan reaksi berkesudahan.
Secara umum, ionisasi basa kuat dirumuskan sebagai berikut.
M(OH)x(aq) ⎯⎯→ Mx+(aq) + x OH–(aq)
2. Basa Lemah
Basa lemah yaitu senyawa basa yang dalam larutannya hanya sedikit terionisasi menjadi
ion-ionnya.
Reaksi ionisasi basa lemah juga merupakan reaksi kesetimbangan.
Secara umum, ionisasi basa lemah valensi satu dapat dirumuskan sebagai berikut.
Makin kuat basa maka reaksi kesetimbangan basa makin condong ke kanan, akibatnya
Kb bertambah besar.
Oleh karena itu, harga Kb merupakan ukuran kekuatan basa, makin besar Kb makin kuat
basa.
Berdasarkan persamaan di atas, karena pada basa lemah [M+] = [OH–], maka
persamaan di atas dapat diubah menjadi:
Untuk menyatakan tingkat atau derajat keasaman suatu larutan, pada tahun 1910,
seorang ahli dari Denmark, Soren Lautiz Sorensen memperkenalkan suatu bilangan
yang sederhana.
Bilangan ini diperoleh dari hasil logaritma konsentrasi H+.
Bilangan ini kita kenal dengan skala pH. Harga pH berkisar antara 1 – 14 dan ditulis:
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa:
Karena pH dan konsentrasi ion H+ dihubungkan dengan tanda negatif, maka makin
besar konsentrasi ion H+ makin kecil pH, dan karena bilangan dasar logaritma adalah
10, maka larutan yang nilai pH-nya berbeda sebesar n mempunyai perbedaan ion H+
sebesar 10n.
Untuk menentukan pH suatu larutan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain
sebagai berikut.
Indikator adalah asam organik lemah atau basa organik lemah yang dapat berubah
warna pada rentang harga pH tertentu (James E. Brady, 1990).
Harga pH suatu larutan dapat diperkirakan dengan menggunakan trayek pH indikator.
Indikator memiliki trayek perubahan warna yang berbeda-beda.
Dengan demikian dari uji larutan dengan beberapa indikator akan diperoleh daerah irisan
pH larutan.
Contoh, suatu larutan dengan brom timol biru (6,0– 7,6) berwarna biru dan dengan
fenolftalein (8,3–10,0) tidak berwarna, maka pH larutan itu adalah 7,6–8,3.
Hal ini disebabkan jika brom timol biru berwarna biru, berarti pH larutan lebih besar dari
7,6 dan jika dengan fenolftalein tidak berwarna, berarti pH larutan kurang dari 8,3.
Konsep Asam-Basa Bronsted dan Lowry
Menurut Bronsted dan Lowry, asam adalah spesi yang memberi proton, sedangkan basa
adalah spesi yang menerima proton pada suatu reaksi pemindahan proton.
Perhatikan contoh berikut.
asam basa
asam basa
Pada contoh di atas terlihat bahwa air dapat bersifat sebagai asam (donor proton) dan
sebagai basa (akseptor proton).
Zat seperti itu bersifat amfiprotik (amfoter).
Konsep asam-basa dari Bronsted-Lowry ini lebih luas daripada konsep asam-basa
Arrhenius karena hal-hal berikut :
1. Konsep asam-basa Bronsted-Lowry tidak terbatas dalam pelarut air, tetapi juga
menjelaskan reaksi asam-basa dalam pelarut lain atau bahkan reaksi tanpa pelarut.
2. Asam-basa Bronsted-Lowry tidak hanya berupa molekul, tetapi juga dapat berupa kation
atau anion. Konsep asam-basa ronsted-Lowry dapat menjelaskan sifat asam dari NH4Cl.
Dalam NH4Cl, yang bersifat asam adalah ion NH4+ karena dalam air dapat melepas
proton.
Suatu asam setelah melepas satu proton akan membentuk spesi yang disebut basa
konjugasi dari asam tersebut.
Sedangkan basa yang telah menerima proton menjadi asam konjugasi.
Perhatikan tabel berikut.
Asam menurut Lewis adalah zat yang dapat menerima pasangan electron (akseptor pasangan
electron)
Basa menurut Lewis adalah zat yang dapat memberikan pasangan electron (donor pasangan
electron).
Lewis mengamati bahwa molekul BF3 juga dapat berperilaku seperti halnya asam (H+) sewaktu
bereaksi dengan NH3. Molekul BF3 dapat menerima sepasang elektron dari molekul NH3 untuk
membentuk ikatan kovalen antara B dan H.
Teori asam basa Lewis lebih luas dibandingkan Arhenius dan Bronsted Lowry , karena :
Teori Lewis dapat menjelaskan reaksi asam basa yang berlangsung dalam pelarut air,
pelarut bukan air, dan tanpa pelarut sama sekali.
Teori Lewis dapat menjelaskan reaksi asam basa yang tidak melibatkan transfer proton
(H+), seperti reaksi antara BF3 dan NH3.
Contoh :
Tunjukkan bagaimana reaksi asam basa antara larutan HCl dan NaOH menurut teori Arhenius
dapat dijelaskan dengan menggunakan teori Lewis
Untuk menjelaskan reaksi ini menggunakan teori Lewis, nyatakan reaksi sebagai reaksi ion:
LARUTAN PENYANGGA
Asam lemah (HA) dan basa konjugasinya (ion A-), campuran ini menghasilkan larutan
bersifat asam.
Basa lemah (B) dan asam konjugasinya (BH+), campuran ini menghasilkan larutan
bersifat basa.
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7). Untuk mendapatkan larutan ini
dapat dibuat dari asam lemah dan garamnya yang merupakan basa konjugasi dari asamnya.
Adapun cara lainnya yaitu mencampurkan suatu asam lemah dengan suatu basa kuat dimana
asam lemahnya dicampurkan dalam jumlah berlebih. Campuran akan menghasilkan garam yang
mengandung basa konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan. Pada umumnya basa kuat
yang digunakan seperti natriumNa), kalium, barium, kalsium, dan lain-lain.
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Untuk mendapatkan larutan ini
dapat dibuat dari basa lemah dan garam, yang garamnya berasal dari asam kuat. Adapun cara
lainnya yaitu dengan mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu asam kuat dimana basa
lemahnya dicampurkan berlebih. ====
Penambahan asam (H+) akan menggeser kesetimbangan ke kiri. Dimana ion H+ yang
ditambahkan akan bereaksi dengan ion CH3COO- membentuk molekul CH3COOH.
CH3COO-(aq) + H+(aq) → CH3COOH(aq)
Jika yang ditambahkan adalah suatu basa, maka ion OH- dari basa itu akan bereaksi dengan ion
H+ membentuk air. Hal ini akan menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan sehingga
konsentrasi ion H+ dapat dipertahankan. Jadi, penambahan basa menyebabkan berkurangnya
komponen asam (CH3COOH), bukan ion H+. Basa yang ditambahkan tersebut bereaksi dengan
asam CH3COOH membentuk ion CH3COO- dan air.
Jika ditambahkan suatu asam, maka ion H+ dari asam akan mengikat ion OH-. Hal tersebut
menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan, sehingga konsentrasi ion OH- dapat
dipertahankan. Disamping itu penambahan ini menyebabkan berkurangnya komponen basa
(NH3), bukannya ion OH-. Asam yang ditambahkan bereaksi dengan basa NH3 membentuk ion
NH4+.
Jika yang ditambahkan adalah suatu basa, maka kesetimbangan bergeser ke kiri, sehingga
konsentrasi ion OH- dapat dipertahankan. Basa yang ditambahkan itu bereaksi dengan
komponen asam (NH4+), membentuk komponen basa (NH3) dan air.
Kita juga sering memakai bayclin atau sunklin untuk memutihkan pakaian kita. Produk ini
mengandung kira-kira 5 % NaOCl yang sangat reaktif sehingga dapat menghancurkan pewarna,
sehingga pakaian menjadi putih kembali. Garam ini terbentuk dari asam lemah HOCl dengan
basa kuat NaOH. Ion OCl – terhidrolisis menjadi HOCl dan OH –, sehingga garam NaOCl bersifat
basa.
HIDROLISIS GARAM
Garam yang mengalami hidrolisis membentuk suatu reaksi kesetimbangan. Pada reaksi
kesetimbangan anion basa atau kation asam, akan dibebaskan OH – atau H + . Ion OH – dan ion
H + inilah yang dapat menentukan apakah larutan tersebut bersifat asam, basa atau netral.
Karena hidrolisis garam merupakan reaksi refersibel (bolak-balik), maka reaksi ini mempunyai
tetapan kesetimbangan yang disebut tetapan hidrolisis (Kh). Besarnya Kh bergantung pada
harga tetapan ionisasi asam (Ka) atau tetapan ionisasi basa (Kb). Tetapan hidrolisis dapat
digunakan untuk menentukan pH larutan garam.
1. Garam dari Asam Kuat dengan Basa Kuat
Garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat jika dilarutkan dalam air menunjukkan reaksi
netral, karena anion maupun kationnya masing-masing tidak ada yang bergabung dengan ion
hidrogen atau hidroksida. Untuk menentukan produk yang sangat sedikit berdisosiasi. Karena itu
kesetimbangan air tidak terganggu.
Karena konsetrasi H + dan OH – dalam larutan sama, maka larutan bersifat netral (pH=7)
Jika garam yang berasal dari asam kuat dengan basa lemah dilarutkan ke dalam air, maka
larutan tersebut bersifat asam (pH < 7). Kation asam (BH + ) dari garam bereaksi dengan air yang
menghasilkan ion H 3 O + .
Karena nilai α sangat kecil, maka besarnya α pada M-α diabaikan, sehingga untuk M-α = M.
Besarnya konsentrasi B dan H 3 O + adalah sama. Karena H 3 O + dapat diganti H +, persamaan
tetapan hidrolisis dapat ditulis.
Keterangan:
Kh : tetapan hidrolisis
Kw : tetapan kesetimbangan air
Kb : tetapan ionisasi basa
[BH + ] : konsentrasi kation dari garam
Garam yang berasal dari asam lemah dengan basa kuat jika dilarutkan dalam air maka larutan
tersebut bersifat basa (pH > 7). Anion basa (A – ) dari garam bereaksi dalam air yang
menghasilkan ion OH – .
HA → H + + A –
Keterangan:
Kh : tetapan hidrolisis
Garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah jika dilarutkan dalam air dapat bersifat
asam, basa atau netral tergantung pada kekuatan relatif asam dan basa penyusunnya. Larutan
garam ini akan terhidrolisis sempurna baik kation [BH + ] maupun anionnya [A – ].
Tetapan hidrolisis (Kh) dari hidrolisis di atas dapat ditulis sebagai berikut.
Keterangan:
Kh : tetapan hidrolisis
Pencampuran larutan asam dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan air. Namun
demikian, garam dapat bersifat asam, basa maupun netral. Sifat garam bergantung pada jenis
komponen asam dan basanya. Garam dapat terbentuk dari asam kuat dengan basa kuat, asam
lemah dengan basa kuat, asam kuat dengan basa lemah, atau asam lemah dengan basa lemah.
Jadi, sifat asam basa suatu garam dapat ditentukan dari kekuatan asam dan basa penyusunnya.
Sifat keasaman atau kebasaan garam ini disebabkan oleh sebagian garam yang larut bereaksi
dengan air. Proses larutnya sebagian garam bereaksi dengan air ini disebut hidrolisis (hidro yang
berarti air dan lisis yang berarti peruraian).
Asam kuat dan basa kuat bereaksi membentuk garam dan air. Kation dan anion garam berasal
dari elektrolit kuat yang tidak terhidrolisis, sehingga larutan ini bersifat netral, pH larutan ini sama
dengan 7.
Contoh
Larutan KCl berasal dari basa kuat KOH terionisasi sempurna membentuk kation dan anionnya.
KOH terionisasi menjadi H + dan Cl – . Masing-masing ion tidak bereaksi dengan air, reaksinya
dapat ditulis sebagai berikut.
K + (aq) + H 2 O (l) →
Cl – (aq) + H 2 O (l) →
Garam yang terbentuk dari asam kuat dengan basa lemah mengalami hidrolisis sebagian
(parsial) dalam air. Garam ini mengandung kation asam yang mengalami hidrolisis. Larutan
garam ini bersifat asam, pH <7.
Contoh
Amonium klorida (NH 4 Cl) merupakan garam yang terbentuk dari asam kuat, HCl dalam basa
lemah NH 3 . HCl akan terionisasi sempurna menjadi H + dan Cl – sedangkan NH 3 dalam
larutannya akan terionisasi sebagian membentuk NH 4 + dan OH – . Anion Cl – berasal dari asam
kuat tidak dapat terhidrolisis, sedangkan kation NH 4 + berasal dari basa lemah dapat terhidrolisis.
Cl – (aq) + H 2 O (l) →
Reaksi hidrolisis dari amonium (NH 4 + ) merupakan reaksi kesetimbangan. Reaksi ini
menghasilkan ion oksonium (H 3 O + ) yang bersifat asam (pH<7). Secara umum reaksi ditulis:
Garam yang terbentuk dari asam lemah dengan basa kuat mengalami hidrolisis parsial dalam
air. Garam ini mengandung anion basa yang mengalami hidrolisis. Larutan garam ini bersifat
basa (pH > 7).
Contoh
Natrium asetat (CH 3 COONa) terbentuk dari asam lemah CH 3 COOH dan basa kuat NaOH.
CH 3 COOH akan terionisasi sebagian membentuk CH 3 COO – dan Na + . Anion
CH 3 COO – berasal dari asam lemah yang dapat terhidrolisis, sedangkan kation Na + berasal dari
basa kuat yang tidak dapat terhidrolisis.
Na + (aq) + H 2 O (l) →
Asam lemah dengan basa lemah dapat membentuk garam yang terhidrolisis total (sempurna)
dalam air. Baik kation maupun anion dapat terhidrolisis dalam air. Larutan garam ini dapat
bersifat asam, basa, maupun netral. Hal ini bergantung dari perbandingan kekuatan kation
terhadap anion dalam reaksi dengan air.
Contoh
Suatu asam lemah HCN dicampur dengan basa lemah, NH 3 akan terbentuk garam NH 4 CN.
HCN terionisasi sebagian dalam air membentuk H + dan CN – sedangkan NH 3 dalam air
terionisasi sebagian membentuk NH4+ dan OH-. Anion basa CN – dan kation asam NH 4 + dapat
terhidrolisis di dalam air.
Sifat larutan bergantung pada kekuatan relatif asam dan basa penyusunnya (Ka dan Kb)
– Jika Ka < Kb (asam lebih lemah dari pada basa) maka anion akan terhidrolisis lebih banyak
dan larutan bersifat basa.
– jika Ka > Kb (asam lebih kuat dari pada basa) maka kation akan terhidrolisis lebih banyak
dalam larutan bersifat asam.
– Jika Ka = Kb (asam sama lemahnya dengan basa) maka larutan bersifat netral.
Apabila suatu zat kita larutkan ke dalam suatu pelarut, ternyata ada yang mudah
larut (kelarutannya besar), ada yang sukar larut (kelarutannya kecil), dan ada yang tidak
larut (kelarutannya dianggap nol). Sebenarnya, tidak ada zat yang tidak larut dalam pelarut.
Misalnya, dalam pelarut air semua zat (termasuk logam) dapat larut, hanya saja kelarutannya
sangat kecil. Jika suatu zat terlarut dalam pelarut sangat sedikit, misalnya kurang dan 0,1 gram
zat terlarut dalam 1.000 gram pelarut, maka zat tersebut kita katakan tidak larut (insoluble). Di
sini, kita akan membicarakan zat padat yang sedikit kelarutannya dalam air.
Jika suatu zat padat, contohnya padatan PbI 2, kita larutkan ke dalam air maka molekul-molekul
padatan PbI 2 akan terurai, selanjutnya melarut dalam air. Untuk melarutkan PbI 2 ke dalam air
akan ada dua proses yang berlawanan arah (proses bolak-balik), yaitu proses pelarutan padatan
PbI 2 dan proses pembentukan ulang padatan PbI 2 . Mula-mula, laju pelarutan padatan
PbI 2 sangat cepat dibandingkan dengan laju pembentukan ulang padatan tersebut. Makin lama,
konsentrasi PbI 2 yang terlarut meningkat dengan teratur dan laju pembentukan ulang padatan
juga meningkat. Pada saat laju pelarutan padatan PbI 2 sama dengan pembentukan ulang
padatan, proses yang saling berlawanan arah tersebut kita katakan berada dalam kondisi
kesetimbangan .
Pada kondisi kesetimbangan ini, larutan PbI 2 pada kondisi tepat jenuh. Jumlah PbI 2 yang dapat
larut sampai dengan tercapainya kondisi tepat jenuh dinamakan kelarutan PbI 2 . Secara umum,
pengertian kelarutan suatu zat dalam air adalah batas maksimum dari jumlah suatu zat yang
dapat larut dalam sejumlah tertentu air.
PbI 2 melarut dalam air dalam bentuk ion Pb 2+ dan 2 ion I –, sehingga proses kesetimbangan
PbI 2 dalam air merupakan kesetimbangan ionisasi PbI 2 dalam air, yaitu sebagai berikut.
Dalam larutan PbI 2 jenuh terdapat reaksi ionisasi PbI 2 dalam keadaan setimbang. Tetapan
kesetimbangan ini kita namakan tetapan hasil kali kelarutan (solubility product constant) dan
disimbolkan dengan K sp .
Dari persamaan K sp di atas dapat kita nyatakan pula bahwa nilai dari K sp merupakan perkalian
dari ion-ion yang melarut dipangkatkan dengan koefisien masing-masing.
Besarnya nilai hasil kali kelarutan mencerminkan mudah atau tidaknya larutan elektrolit larut
dalam air.
Sistem koloid
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Sistem koloid (selanjutnya disingkat “koloid” saja) merupakan suatu bentuk campuran (sistem
dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi
yang cukup besar (1 – 100 nm), sehingga terkena efek Tyndall. Bersifat homogen berarti partikel
terdispersi tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi atau gaya lain yang dikenakan kepadanya;
sehingga tidak terjadi pengendapan, misalnya. Sifat homogen ini juga dimiliki oleh larutan,
namun tidak dimiliki oleh campuran biasa (suspensi).
Macam-macam koloid
Koloid memiliki bentuk bermacam-macam, tergantung dari fase zat pendispersi dan zat
terdispersinya. Beberapa jenis koloid:
Aerosol yang memiliki zat pendispersi berupa gas. Aerosol yang memiliki zat terdispersi
cair disebut aerosol cair (contoh: kabut dan awan) sedangkan yang memiliki zat
terdispersi padat disebut aerosol padat (contoh: asap dan debu dalam udara).
Sol Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair. (Contoh: Air sungai,
sol sabun, sol detergen dan tinta).
Emulsi Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain, namun kedua zat
cair itu tidak saling melarutkan. (Contoh: santan, susu, mayonaise, dan minyak ikan).
Buih Sistem Koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair. (Contoh: pada pengolahan
bijih logam, alat pemadam kebakaran, kosmetik dan lainnya).
Gel sistem koloid kaku atau setengah padat dan setengah cair. (Contoh: agar-agar,
Lem).
Sifat-sifat Koloid
Efek Tyndall
Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal
ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini ditemukan
oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut efek
tyndall.
Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati
disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan
pada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid
mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut.
Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi
hanya sedikit dan sangat sulit diamati.
Gerak Brown
Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus tapi tidak
menentu (gerak acak/tidak beraturan). Jika kita amati koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita
akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan
zigzag ini dinamakan gerak Brown. Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan
tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas( dinamakan gerak brown), sedangkan
pada zat padat hanya beroszillasi di tempat ( tidak termasuk gerak brown ). Untuk koloid dengan
medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan
dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh
karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang.
Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel
sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown yang terjadi. Demikian pula,
semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini
menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam
campuran heterogen zat cair dengan zat padat (suspensi). Gerak Brown juga dipengaruhi oleh
suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki
partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel
fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu
sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
Adsorpsi
Adsorpsi ialah peristiwa penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain pada permukaan
partikel koloid yang disebabkan oleh luasnya permukaan partikel. (Catatan : Adsorpsi harus
dibedakan dengan absorpsi yang artinya penyerapan yang terjadi di dalam suatu partikel).
Contoh : (i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+. (ii) Koloid
As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2.
Muatan koloid
Dikenal dua macam koloid, yaitu koloid bermuatan positif dan koloid bermuatan negatif.
Koagulasi koloid
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya
koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisik
seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan
elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
Koloid pelindung
Koloid pelindung ialah koloid yang mempunyai sifat dapat melindungi koloid lain dari proses
koagulasi.
Dialisis
Dialisis ialah pemisahan koloid dari ion-ion pengganggu dengan cara ini disebut proses dialisis.
Yaitu dengan mengalirkan cairan yang tercampur dengan koloid melalui membran semi
permeable yang berfungsi sebagai penyaring. Membran semi permeable ini dapat dilewati cairan
tetapi tidak dapat dilewati koloid, sehingga koloid dan cairan akan berpisah.
Elektroforesis
Elektroferesis ialah peristiwa pemisahan partikel koloid yang bermuatan dengan menggunakan
arus listrik.