Asma Anak
Asma Anak
Halaman
COVER......................................................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................3
I. PENDAHULUAN..................................................................................................................4
II. DEFINISI..............................................................................................................................5
III. EPIDEMIOLOGI...............................................................................................................5
IV.PATOGENESIS...................................................................................................................6
V. PENEGAKAN DIAGNOSIS.............................................................................................10
VI. KLASIFIKASI..................................................................................................................13
VII. TATALAKSANA JANGKA PANJANG......................................................................14
VIII. TATALAKSANA SERANGAN ASMA......................................................................22
IX. ASMA PADA ANAK BALITA.......................................................................................29
X. DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................36
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Prevalensi asma..........................................................................................................6
Gambar 2. Patogenesis asma.......................................................................................................7
Gambar 3. Sel-Sel inflamasi pada asma......................................................................................7
Gambar 4. Patofisiologi asma.....................................................................................................8
Gambar 5. Remodeling saluran respiratori pada asma..............................................................10
Gambar 6 Alur diagnosis pada asma........................................................................................12
Gambar 7 Derajat kekerapan asma..........................................................................................13
Gambar 8 Jenis alat inhalasi sesuai usia..................................................................................15
Gambar 9 Dosis berbagai preparat steroid inhalasi pada anak dengan asma...........................16
Gambar 10 Program KIE pada anak dan keluarga...................................................................18
Gambar 11 Rencana Aksi Asma..............................................................................................19
Gambar 12 Derajat kendali penyakit asma..............................................................................20
Gambar 13 Jenjang Pengobatan Asma.....................................................................................20
Gambar 14 Derajat keparahan serangan asma.........................................................................23
Gambar 15 Alur tatalaksana serangan asma pada anak di fasyankes dan rumah sakit............26
Gambar 16 Indikasi masuk rumah sakit...................................................................................26
Gambar 17 Skema kemungkinan asma pada anak balita.........................................................29
Gambar 18 Gambaran klinis yang mendukung diagnosis asma pada anak balita...................30
Gambar 19 Diagnosis Banding pada Asma.............................................................................31
Gambar 20 Tahapan terapi pengendali asma anak balita.........................................................31
Gambar 21 Inhaled Corticosteroid (ICS harian dosis rendah pada anak balita.......................32
Gambar 22 Klasifikasi asma anak balita berdasarkan derajat kendali.....................................33
Gambar 23 Penilaian awal serangan asma pada anak balita....................................................34
Gambar 24 Indikasi rujukan ke rumah sakit segera untuk anak balita....................................34
Gambar 25 Tata laksana serangaan asma anak balita di tempat pelayanan primer.................35
I. PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit saluran respiratori kronik yang sering dijumpai baik pada
anak maupun dewasa. Prevalens asma ada anak sangat bervariasi di antara negara-negara di
dunia, berkisar antara 1-18%. Asma dapat menurunkan kualitas hidup anak, membatasi
aktivitas sehati-hari, mengganggu tidur, menngkatkan angka absensi sekolah. Dan
menyebabkan prestasi akademik di sekolah menurun. Bagi keluarga dan sektor pelayanan
kesehatan, asma yang tidak terkendali akan meningkatkan pengeluaran biaya (IDAI, 2015).
Pemahaman patogenesis, imunopatologi, genetika, manifestasi klinis, diagnosis, dan
tata laksana asma telah mengalami banyak kemajuan. Terjadinya asma dipengaruhi oleh
faktor genetik dan lingkungan. Akan tetapi, faktor mana yang lebih berperan tidak dapat
dipastikan karena kompleksitas hubungan kedua faktor tersebut. Asma terjadi karena
inflamasi kronik, hiperresponsif dan perubahan struktur akibat penebalan dinding bronkus
(remodeling) saluran respiratori yang berlangsung kronik bahkan sudah ada sebelum
munculnya gejala awal asma. Penyempitan dan obstruksi pada saluran respiratori terjadi
akibat penebalan dinding bronkus, kontraksi otot polos, edema mukosa, hipersekresi mukus.
Penentuan klasifikasi/derajat keparahan penyakit asma pada anak juga tidak mudah dan
bervariasi di berbagai negara. Pada waktu yang lalu, beberapa pedoman menggunakan derajat
keparahan dan persistensi asma sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi asma. Dalam hal
persistensi, asma biasanya diklasifikasikan sebagai intermiten atau persisten. Untuk derajat
keparahan, asma persisten biasanya diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, dan berat. Saat ini
direkomendasikan bahwa penentuan klasifikasi/derajat asma hanya dilakukan pada
pemeriksaan awal dan tidak dilakukan lagi pada saat pasien kontrol. Konsep klasifikasi asma
saat ini digantikan dengan konsep “terkendali atau terkontrol (controlled)” yang secara klinis
dianggap lebih bermanfaat untuk menilai derajat penyakit asma pada saat pasien melakukan
kunjungan ulang, baik yang mendapat terapi medikamentosa maupun tidak.
Sampai saat ini belum ada satupun alat atau baku emas yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis asma pada anak dengan pasti. Diagnosis asma pada praktik sehari-hari
ditentukan berdasarkan kombinasi dari adanya gejala yang khas, pemeriksaan fisis, respons
terhadap bronkodilator, dan telah disingkirkan kemungkinan penyebab yang lain. Pada anak
usia kurang dari 5 tahun, Asthma Predictive Index (API) dapat membantu menentukan
program apabila seorang anak dengan gejala wheezing kelak akan berlanjut menjadi asma.
Beberapa pemeriksaan seperti uji bronkodilator, uji metakolin, variabilitas harian atau diurnal
dari peak
4
expiratory flow (PEF) dapat meningkatkan akurasi diagnosis, akan tetapi pemeriksaan ini
hanya dapat dilakukan pada anak-anak usia sekolah.
Setelah membaca referat ini, diharapkan dokter muda SMF Ilmu Kesehatan Anak
mampu mengenali gejala asma serta memberikan penatalaksanaan yang tepat baik terapi
pendahuluan maupun rujukan pada pasien sehingga dapat berperan menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas ketika terjun ke masyarakat sebagai dokter.
II. DEFINISI
Penyakit asma berasal dari kata “Ashtma” yang diambil dari Bahasa Yunani yang
berarti “sukar bernapas” (DEPKES, 2015). UKK Respirologi IDAI mendefinisikan, asma
adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang mengakibatkan
obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat bervariasi. Manifestasi klinis
asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada tertekan yang timbul secara kronik dan
atau berulang, reversibel, cenderung memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya
timbul jika ada pencetus (IDAI, 2015)
III. EPIDEMIOLOGI
Asma adalah penyakit kronis umum yang menyerang orang-orang dari segala usia di
semua bagian dunia. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab kematian dini dan
penurunan kualitas hidup pada orang-orang dari segala usia. sekitar 334 juta orang menderita
asma, Asma merupakan penyakit kronis yang paling umum pada masa kanak-kanak dan
mempengaruhi 14% dari semua anak di seluruh dunia (Forum of International Respiratory
Societies, 2017). Prevalensi asma menurut Global Initiative for Asthma di berbagai negara
dianggap berkisar antara 1% -18% dari populasi.
IV. PATOGENESIS
Konsep terkini patogenesis asma adalah asma merupakan suatu proses inflamasi kronik
yang khas, melibatkan dinding saluran respiratori, peningkatan reaktivitas saluran
respiratori dan menyebabkan terbatasnya aliran udara. Hiperreaktivitas ini merupakan
predisposisi terjadi penyempitan saluran respiratori sebagai respons terhadap berbagai macam
rangsang. (IDAI, 2015).
Inflamasi saluran respiratori yang ditemukan pada pasien asma diyakini merupakan hal
yang mendasari gangguan fungsi. Obstruksi saluran respiratori menyebabkan keterbatasan
aliran udara yang dapat kembali baik secara spontan maupun setelah pengobatan (Gambar 3)
Gambar 4. Patofisiologi asma. (Yuhei H, Kohno Y,Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T, dkk.
Japanese guideline for childhood asthma. Allergol Int.2014; 63:33556)
Penyempitan saluran respiratori pada asma dipengaruhi oleh banyak faktor. Penyebab
utama penyempitan saluran respiratori adalah kontraksi otot polos bronkus yang diprovokasi
oleh pelepasan agonis dari selHsel inflamasi. Yang termasuk agonis adalah histamin, triptase,
prostaglandin D2 dan leukotrien C4 dari sel mast, neuropeptida dari saraf aferen setempat,
dan asetilkolin dari saraf eferen postganglionik. Kontraksi otot polos saluran respiratori
diperkuat oleh penebalan dinding saluran respiratori akibat edema akut, infiltrasi sel-
sel
inflamasi dan remodeling, hiperplasia dan hipertrofi kronik otot polos, vaskular, dan sel-
sel sekretori, serta deposisi matriks pada dinding saluran respiratori. Selain itu, hambatan
saluran respiratori juga bertambah akibat produksi sekret yang banyak, kental, dan lengket
oleh sel goblet dan kelenjar submukosa, protein plasma yang keluar melalui mikrovaskular
bronkus, dan debris selular (GINA, 2019; IDAI, 2015).
V. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis asma pada anak mengikuti alur klasik diagnosis medis yaitu melalui
anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. (IDAI, 2015).
A. Anamnesis
Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan manifestasi klinis yang diterima
luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala respiratori asma berupa kombinasi dari batuk,
wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan dan produksi sputum. Selain itu, gejala dengan
karakteristik yang khas diperlukan untuk menegakkan diagnosis asma. Karakteristik yang
mengarah ke asma adalah (IDAI, 2015):
- Gejala timbul secara epidosik atau berulang
- Timbul bila ada faktor pencetus
• Iritan (asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu dingin, udara kering,
makanan minuman dingin, penyedap rasa, pengawet makanan, pewarna makanan)
• Alergen: debu, tungau, debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari
• Infeksi resoiratori akut karena virus, selesma, common cold, rinofaringitis
• Aktifitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa berlebihan
- Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya
- Variabilitas yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu bahkan dalam 24
jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nokturnal)
- Reversibilitas yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan pemberian obat
pereda asma
B. Pemeriksaan Fisik
Dalam keadaan stabil tanpa gejala, biasanya tidak ditemukan kelainan. Dalam keadaan
sedang bergejala batuk atau sesak, dapat terdengar wheezing, baik yang terdengar langsung
(audible wheeze) atau yang terdengar dengan stetoskop. Selain itu perlu dicari gejala alergi
lain pada pasien seperti dermatitis atopi atau rhinitis alergi, serta dapat pula ditemukan tanda
alergi seperti allergic shiners atau geographic tongue (IDAI, 2016).
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan ini berguna untuk menunjukkan variabilitas gangguan aliran nafas akibat
obstruksi, hiperreaktivitas, dan inflamasi saluran respiratori, atau adanya atopi pada pasien
(IDAI, 2016).
Uji Faal Paru: menggunakan spirometri maupun peak flow meter
Uji Cukit Kulit (Skin Prick Test), eosinofil total darah, pemeriksaan IgE spesifik.
Uji Inflamasi Saluran Respiratori: FeNO (fractional exhaled nitric oxide)
Uji Provokasi Brokus
Gejala Karakteristik
Wheezing, batuk kronik berulang, sesak Biasanya >1 gejala respiratori
nafas, dada tertekan, produksi sputum Gejala berfluktuasi intensitasnya seiring waktu
Gejala memberat pada malam atau dini hari
Gejala timbul bila ada pencetus
Konfirmasi adanya limitasi aliran udara ekspirasi
Gambaran obstruksi saluran respiratori FEV1 rendah (<80% nilai prediksi)
FEV1/FVC < 90 %
Uji reversibilitas (pascabronkodilator) Peningkatan FEV1 >12%
Variabilitas Perbedaan PEFR harian >13%
Uji Provokasi Penurunan FEV1 >20% atau PEFR >15%
2. Berdasarkan fenotip
Fenotip asma adalah pengelompokan asma berdasarkan penampakan yang serupa dalam
aspek klinis, patofisiologis, atau demografis.
a. Asma tercetus infeksi virus
b. Asma tercetus aktivitas
c. Asma tercetus alergen
d. Asma terkait obesitas
e. Asma dengan banyak pencetus (multiple triggered asthma)
3. Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala
a. Asma intermiten
b. Asma persisten ringan
c. Asma persisten sedang
d. Asma persisten berat
Dalam buku pedoman IDAI, klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala dipakai sebagai
dasar penilaian awal pasien. Hal ini sesuai dengn mayoritas pedoman internasional asma yang
ada saat ini. Klasifikasi kekerapan dibuat berdasarkan kunjungan-kunjungan awal serta
berdasarkan anamnesis (IDAI, 2016).
Derajat asma Uraian kekerapan gejala asma
Intermiten Episode gejala asma <6x/tahun atau jarak antar gejala > 6 minggu
Persisten ringan Episode gejala asma >1x/bulan, <1x/minggu
Persisten sedang Episode gejala asma >1x/minggu, namun tidak setiap hari
Persisten berat Episode gejala asma terjadi hampir tiap hari
Gambar 7. Derajat kekerapan asma
Keterangan:
1) Klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala dibuat setelah dibuat diagnosis kerja asma dan
dilakukan tata laksana umum (pengendalian lingkungan, penghindaran pencetus) selama
6 minggu.
2) Jika sudah yakin diagnosis asma dan klasifikasi sejak kunjungan awal, tatalaksana dapat
diberikan sesuai klasifikasi.
3) Klasifikasi kekerapan ditunjukkan sebagai acuan awal penetapan jenjang tatalaksana
jangka panjang.
4) Jika ada keraguan dalam menentukan klasifikasi kekerapan, masukkan ke dalam
klasifikasi lebih berat
4. Berdasarkan derajat beratnya serangan
a. Asma serangan ringan sedang
b. Asma serangan berat
c. Serangan asma dengan ancaman henti nafas
1. Tatalaksana Medikamentosa
Obat asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat
pengendali (controller). Kelompok obat disebut obat pelega atau obat serangan. Obat ini
digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma bila sedang timbul. Bila serangan
sudah teratasi dan gejala tidak ada lagi, maka pemakaian obat ini dihentikan (IDAI, 2015).
Kelompok kedua adalah obat pengendali, yang digunakan untuk mencegah serangan
asma. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi respiratori
kronik, sehingga tidak timbul serangan atau gejala asma. (IDAI, 2015).
Pada dasarnya, obat asma diberikan secara inhalasi. Inhalasi dosis terukur/Metered
Dose Inhalation (MDI) dengan Spacer merupakan pilihan utama karena memberikan
kenyamanan pada pasien, jumlah obat yang mencapai paru lebih banyak, resiko dan efek
samping yang minimal, serta biaya yang minimal. Pemakaian spacer mengurangi deposisi
obat dalam orofaring. Hal ini menyebabkan jumlah obat yang akan tertelan berkurang,
sehingga mengurangi efek sistemik (Zar, 2002).
1. Steroid inhalasi
Steroid inhalasi dapat menekan inflamasi saluran respiratori dan berperan dalam
tatalaksana asma jangka panjang, serta obat pengendali asma yang paling efektif. Pemberian
steroid inhalasi setara dosis budesonid 100-200 μg per hari dapat menurunkan angka
kekambuhan asma dan memperbaiki fungsi paru pasien asma. Efek samping berupa
kandidiasis oral dan suara parau dapat dicegah dengan cara berkumur setiap selesai pemberian
steroid inhalasi. (IDAI, 2015).
Obat Dosis harian (μg)
Rendah Sedang Tinggi
Dewasa dan remaja (12 tahun atau lebih)
Beclometasone dipropionate (CFC)* 200–500 >500–1000 >1000
Beclometasone dipropionate
(HFA)* 100–200 >200–400 >400
Budenoside (DPI) 200-400 >400-800 >800
Ciclesonide (HFA) 80-160 >160-320 >320
Fluticasone proprionate (DPI) 100-250 >250-500 >500
Fluticasone proprionate (HFA) 100-250 >250-500 >500
Momethasone furoate 110-220 >220-440 >440
Triamcinolone acetonide 400-1000 >1000-2000 >2000
Anak usia 6-11 tahun
Beclometasone dipropionate (CFC)* 100-200 >200-400 >400
Beclometasone dipropionate
(HFA)* 50-100 >100-200 >200
Budenoside (DPI) 100-200 >200-400 >400
Budenoside (Nebules) 250-500 >500-1000 >1000
Ciclesonide 80 >80-160 >160
Fluticasone proprionate (DPI) 100-200 >200-400 >400
Fluticasone proprionate (HFA) 100-200 >200-500 >500
Momethasone furoate 110 >220-440 >440
Triamcinolone acetonide 400-800 >800-1200 >1200
Anak usia <5 tahun
Dosis Rendah
Baclomethasone dipropionate
(HFA) 100
Budenoside pMDI + spacer 200
Budenoside nebulizer 500
Fluticasone proprionate (HFA) 100
Ciclenoside 160
Gambar 9. Dosis berbagai preparat steroid inhalasi pada anak dengan asma (GINA, 2014)
2. Agonis β2 kerja panjang (Long acting β2 agonist, LABA)
Sebagai pengendali asma, agonis β2 kerja panjang tidak digunakan tunggal melainkan
selalu bersama steroid inhalasi. Pemberian preparat dalam bentuk kombinasi agonis β2 kerja
panjang dengan steroid terbukti memperbaiki fungsi paru dan menurunkan angka
kekambuhan asma. Preparat kombinasi steroid-agonis β2 kerja panjang pada anak asma yang
berusia diatas 5 tahun diberikan bila steroid inhalasi dosis rendah tidak mengalami perbaikan.
Kombinasi ini juga dapat digunakan untuk mencegah spasme bronkus yang dipicu olahraga
serta mampu memproteksi lebih lama dibandingkan agonis β2 inhalasi kerja pendek (IDAI,
2015).
3. Antileukotrien
Obat ini dapat diberikan sebagai preparat tunggal atau diberikan sebagai kombinasi dengan
steroid inhalasi pada anak usia diatas 5 tahun. Kombinasi ini akan memperbaiki keadaan asma
serta dapat menurunkan dosis steroid inhalasi pada anak dengan asma persisten. Preparat
teofilin lepas lambat lebih dianjurkan untuk pengendalian asma karena kemampuan absorpsi
dan bioavailabilitasnya yang lebih baik. Efek samping obat ini dapat berupa mual, muntah,
anoreksia, sakit kepala, palpitasi, takikardia,aritmia, nyeri perut, dan diare. Efek samping
terutama timbul pada pemberian dosis tinggi yaitu diatas 10mg/kgBB/hari (IDAI, 2015).
5. Anti-imunoglobulin E (Anti-IgE)
Anti IgE (omalizumab) adalah antibodi monoklonal yang mampu mengurangi kadar IgE
bebas dalam serum. Pemberian omalizumab dapat diberikan pada pasien asma dewasa dan
anak usia diatas 5 tahun dengan pengobatan steroid inhalasi dosis tinggi dan agonis β2 kerja
panjang namun masiih sering mengalami eksaserbasi serta terbukti asma karena alergi. Obat
ini diberikan secara injeksi subkutan setiap dua sampai empat minggu. Efek samping yang
dapat terjadi yaitu reaksi anafilaksis (IDAI, 2015)
2. Tatalaksana Non Medikamentosa Asma
a) Program KIE
Penerapan program KIE sudah dimulai saat pertama kali diagnosis ditegakkan dan
berlangsung terus menerus dalam setiap langkah tatalaksana asma.
Gambar 10. Program KIE pada anak dan keluarga (IDAI, 2015)
b) Rencana Aksi Asma (RAA)/ Asthma Action Plan (AAP)
Dalam mencapai kemandirian, program KIE dituangkan dalam bentuk Rencana Aksi Asma
(RAA) yang dibuat secara tertulis dan diisi oleh anak atau orang tua. Rencana ini berisi tentang
instruksi kapan meningktkan dosis pengobatan, bagaimana caranya, lamanya pengobatan
dinaikkan, serta penentuan kapan harus mencari pertolongan medis sehingga memberi
keleluasaan pada anak dalam menentukan sendiri perubahan panduan pengobatan berdasarkan
gejala dan penilaian peak flow meter (IDAI, 2015).
- Zona hijau: menunjukkan 80-100% dari nilai terbaik anak, biasanya tanpa gejala dan
mengisyaratkan tetap menggunakan obat pengendali asma.
- Zona kuning: menunjukkan asthma of physical effort (APE) 50-80%, gejala sudah tampak
seperti batuk, wheezing, pilek, nafas berat dan cepat, gelisah, serta mengurangi aktivitas
bermain. Ini mengisyaratkan penggunaan obbat pereda sebagai tambahan obat.
- Zona merah: menunjukan APE <50%, gejala asmanya semakin memberat meskipun sudah
diberikan pengobatan ‘zona kuning’, kesulitan makan, berbicara, bermain, serta gelisah.
c) Penghindaran Pencetus
Program ini merupakan bagian yang amat penting dalam pengendalian asma. Serangan asma
bisa terjadi akibat dua faktor yaitu kegagalan dalam farmakoterapi jangka panjang dan
kegagalan mennghindari faktor pencetus. Telah diketahui banyak faktor pencetus terhadap
kejadian asma anak. Tetapi, terdapat dua faktor besar yang dipercaya sangat berperan pada
kejadian asma yaitu faktor genetik (tidak dapat dimodifikasi) dan faktor lingkungan (dapat
dimodifikasi) (Jones, 2008).
19
Penentuan Derajat Kendali Asma
Setiap pasien asma harus ditentukan derajat kendali asma untuk memulai pengobatan jangka
panjang. Beberapa indikator yang penting dalam pengendalian asma adalah adanya gejala siang
hari, adanya aktivitas yang terbatas, adanya gejala malam hari, serta adanya riwayat pemakaian
reliever.
Jenjang 1
Pasien pada kondisi terkendali penuh dengan atau tanpa obat pengendali hanya mengalami
gejala ringan <2kali/minggu dan diantara serangan pasien tidak mengalami gangguan
tidur maupun aktivitas sehari-hari. Pasien hanya mendapatkan obat pereda berupa inhalasi
agonis β2 kerja pendek apabila mengalami serangan asma. Sebagai alternatif bisa diberikan
kombinasi SABA dan ipatropium bromide, agonis β2 kerja pendek oral atau teofilin kerja
pendek oral (IDAI, 2015).
Jenjang 2
Pilihan utama obat pengendali pada jenjang ini adalah sterod inhalasi dosis rendah,
sedangkan sebagai pilihan lain dapat diberikan antileukotrien yang diberikan pada pasien asma
disertai rinitas alergi atau pasien asma yang tidak memungkinkan memakai steroid inhalasi.
Teofilin dan kromolin kurang disarankan karena lebih sering menimbulkan efek samping (IDAI,
2015).
Jenjang 3
Pilihan utama pada jenjang ini ialah kombinasi steroid inhalasi dosis rendah-agonis β2
kerja panjang. Pilihan lainnya ialah dengan menaikkan dosis steroid inhalasi pada dosis
menengah (IDAI, 2015).
Jenjang 4
Pasien asma yang tidak berhasil dikendalikan pada jenjang 3 sebaiknya dirujuk menuju
dokter spesialis respirologi anak untuk pemeriksaan lebih lanjut. Saat ini pasien asma
dikategorikan sebagai asma sulit (difficult to treat asthma). Pilihan pertama pada jenjang ini
yaitu kombinasi steroid inhalasi dosis menengah-agonis β2 kerja panjang. Pilihan lain yaitu
kombinasi
steroid inhalasi dosis tinggi-antileukotrien atau kombinasi steroid inhalasi dosis tinggi-teofilin
lepas lambat. Pada jenjang ini juga dapat dipertimbangakan penambahan anti IgE (omalizumab)
yang dapat memperbaiki pengendalian asma yang disebabkan karena alergi (IDAI, 2015).
Jenjang 5
Semua pasien yang mencapai jenjang ini harus dirujuk ke dokter spesialis respirologi anak untuk
pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut. Pada jenjang ini mulai pertimbangkan pemberian
steroid oral (IDAI, 2015).
Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi saluran respiratori secara luas yang
disebabkan kombinasi dari spasme otot bronkus, edema mukosa akibat inflamasi saluran
respiratori, dan sumbatan mukus. Penyempitan saluran respiratori menyebabkan peningkatan
tahanan saluran respiratori, terperangkapnya udara (air trapping), dan distensi paru yang
berlebihan (hiperinflasi). Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru sehingga
terjadi peningkatan kerja nafas. Hal ini dapat menyebabkan penutupan dini saluran respiratori,
sehingga meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks. Hipoventilasi alveolar dan peningkatan
kerja nafas menyebabkan perubahan pada gas darah. Pada awal serangan, untuk mengompensasi
hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO2 akan turun dan dijumpai alkalosis
respiratori. Selanjutnya pada obstruksi saluran respiratori yang berat, akan terjadi kelelahan otot
respiratori dan hipoventilasi alveolar sehingga terjadi hiperkapnia dan asidosis respiratori.
Karena itu jika dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang
normal, harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal nafas (respiratory failure).
Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokontriksi pulmonal. Hipoksia dan vasokontriksi
dapat merusak sel alveoli sehingga produksi surfaktan berkurang maupun tidak ada serta
meningkatkan resiko terjadinya atelektasis (GINA, 2002).
Penilaian Derajat Serangan Asma
Kriteria untuk menetukan derajat keparahan serangan asma pada anak dapat ditentukan
bila memenuhi gejala yang tercantum pada gambar berikut.
a. Tatalaksana di rumah
Semua pasien/orang tua pasien asma harunya diberikan edukasi tentang bagaimana
memantau gejala asma dan serangan asma serta rencana tatalaksana asma tertulis (asthma
action plan/AAP). Rencana ini harus disampaikan dengan jelas jenis dan dosis obat serta
kapan orang tua harus membawa anaknya ke fasilitas pelayanan kesehatan (IDAI, 2015).
23
b) Jika diberikan via MDI + spacer
Berikan agonis β2 kerja pendek serial via spacer dengan dosis: 2-4 semprot. Berikan satu
semprot obat ke dalam spacer dikuti 6-8 tarikan nafas melalui antar muka (interface)
spacer berupa masker atau mouthpiece. Bila belum ada respon, berikan semprot berikutnya
dengan siklus yang sama.
Jika membaik dengan dosis < 4 semprot, inhalasi dihentikan.
Jika gejala tidak membaik dengan dosis 4 semprot, maka segera bawa ke fasyankes.
Jika menurut penilaian awal pasien datang dalam serangan berat yang jelas, langsung
berikan nebulisasi agonis β2 dikombinasikan dengan ipratropium bromide. Pasien dengan
serangan berat disertai dehidrasi maupun asidosis metabolik mungkin akan mengalami
takifilaksis atau refrakter, yaitu respons yang kurang baik terhadap nebulisasi agonis β2.
Pasien seperti ini cukup dinebulisasi sekali, kemudian secepatnya dirawat untuk mendapat
obat steroid intravena dan diatasi masalah dehidrasi maupun asidosisnya (IDAI, 2015).
Bila pasien memenuhi kriteria untuk dipulangkan, obat yang dibawa pulang adalah agonis
β2 keja pendek (dianjurkan inhalasi) dan steroid oral. Pemberian steroid oral bisa dilanjutkan
sampai 3-5 hari, kemudian dapat dihentikan langsung tanpa tapering off. Sarankan untuk
kontrol ulang ke fasyankes 3-5 hari kemudian.
Gambar 15. Alur tatalaksana serangan asma pada anak di fasyankes dan rumah sakit (IDAI, 2015)
b. Ipratropium Bromida
Kombinasi agonis β2 kerja pendek dan ipatropium bromide (antikolinergik) pada serangan
asma ringan-sedang menurunkan resiko rawat inap, memperbaiki PEF dan FEV1, serta dapat
diberikan sebagai obat pulang jika pasien dapat diedukasi dengan baik dan dapat menilai
bahwa serangan yang terjadi dinilai berat. Obat ini terbukti memberikan efek dilatasi bronkus
melalui peningkatan tonus parasimpatis dalam inervasi otonom di saluran nafas (GINA,
2014).
c. Aminofilin intravena
Obat ini diberikan pada anak dengan serangan asma berat atau dengan ancaman henti nafas
yang tidak berespon terhadap dosis maksimal inhalasi agonis β2 dan steroid sistemik.
Penambahan aminofilin pada terapi awal (inhalasi agonis β2 dan steroid) meningkatkan
fungsi paru dalam 6 jam pertama. Rentang keamanan aminofilin sempit dan efek samping
yang sering ditimbulkan adalah mual, muntah, takikardia, dan agitasi. Toksisitas yang berat
dapat meyebabkan aritmia, hipotensi, dan kejang. Kematian biasanya berhubungan dengan
kadar aminofilin yang tinggi dalam serum. Oleh karena itu, pemberian harus sangat hati-hati
dan dipantau secara ketat (GINA, 2014).Dosis yang direkomenadasikan yaitu dosis inisial
bolus pelan 6-8 mg/kgBB diberikan dalam 20 menit dilanjutkan dengan pemberian rumatan
secara drip 1 mg/kg/jam. Target kadar aminofilin serum adalah 10-20 μg/ml. oleh karena itu,
kadar aminofilin serum harusnya diukur 1-2 jam setelah loading dose diberikan (IDAI, 2015).
d.Steroid Sistemik
Pemberian obat ini dapat mempercepat perbaikan serangan dan mencegah kekambuhan
dan direkomendasikan pada semua jenis serangan. Jika memungkinkan, steroid oral
diberikan dalam 1 jam pertama. Pemberian steroid sistemik per oral sama efektifnya
dengan
pembeian secara intravena. Pemberian oral memerlukan waktu sekitar 4 jam untuk
memberikan perbaikan klinis. Steroid sistemik berupa prednisone atau prednisolon
diberkan per oral dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum sampai 40
mg/hari, maksimal 1 kali dalam 1 bulan. Lama pemberian 5 hari tanpa tapering off (IDAI,
2015)
Gambar 17. Skema kemungkinan asma pada anak balita (Modifikasi GINA 2015)
Gambar 18. Gambaran klinis yang mendukung diagnosis asma pada anak balita
(Modifikasi GINA2015)
B. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk diagnosis asma pada anak balita, tetapi beberapa uji
berikut mungkin membantu.
a. Uji terapi
Uji terapi dengan menggunakan bronkodilator inhalasi (short–acting beta agonist, agonis β2
kerja pendek) bila diperlukan dan dosis rendah inhaled corticosteroid (ICS) dengan
menggunakan spacer yang diberikan selama 2 bulan dapat membantu menegakkan
diagnosis asma. Apabila gejala berkurang selama pengobatan dan memberat pada saat
pengobatan dihentikan, maka diagnosis asma menjadi lebih kuat. Apabila steroid inhalasi
tidak tersedia sebagai uji terapi, diagnosis asma tetap dapat ditegakkan.
b. Uji untuk atopi
Sensitisasi terhadap alergen untuk diagnosis asma dapat diperiksa dengan uji alergi kulit,
eosinofil darah >4%, atau IgE allergen spesifik, tetapi kurang bermakna pada anak usia balita.
Gejala alergi sering ditemukan pada mayoritas anak asma,akan tetapi jika tidak ada alaergi
belum tentu anak tidak asma.
c. Foto toraks
Jika terdapat keraguan, maka dapat dilakukan foto toraks untuk melihat adanya kelainan
struktur, benda asing, atau gambaran tuberkulosis. Foto toraks lebih berperan untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
C. DIAGNOSIS BANDING
Gambar 20. Tahapan terapi pengendali asma anak balita (IDAI, 2016)
JENJANG 4: Obat pengendali tambahan dengan agonis β2 kerja pendek inhalasi bila
perlu
Jika terapi awal 3 bulan dengan ICS dosis rendah gagal untuk mengendalikan gejala, atau jika
eksaserbasi menetap, lihat hal berikut ini sebelum mempertimbangkan untuk menaikkan terapi.
Pastikan bahwa gejala–gejala disebabkan asma bukan karena penyakit yang lain
Tilik dan koreksi penggunaan inhaler
Pastikan kepatuhan pemakaian obat sesuai dosis yang ditentukan
Selidiki tentang faktor risiko seperti alergen atau pajanan asap rokok
Pilihan utama: ICS dosis menengah.
Pilihan lain: kombinasi LTRA dengan ICS dosis rendah dapat diberikan.
Gambar 21. Inhaled Corticosteroid (ICS)/steroid inhalasi harian dosis rendah untuk
anak balita (IDAI, 2016)
E. Penentuan tingkat kendali asma
Menentukan tingkat kendali gejala asma pada anak balita tidak mudah. Dokter bergantung
pada laporan anggota keluarga atau pengasuh, sehingga anamnesis harus dilakukan
menggunakan bahasa yangmudah dimengerti.
Gambar 22. Klasifikasi asma anak balita berdasarkan derajat kendali (IDAI, 2016)
Gambar 23. Penilaian awal serangan asma pada anak balita (IDAI, 2016)
Gambar 24. Indikasi rujukan ke rumah sakit segera untuk anak balita (IDAI, 2016)
Rahajoe, N., Kartasasmita, C.B., Supriyatno, B., Setyanto, D.B. 2015. Pedoman
Nasional Asma Anak Edisi ke-2. Jakarta: UKK Respirologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
Papadopoulos, N.G., Arakawa, H., Carlsen, K.H., Custovic, A., Gern, J., Lemanske,
R et al. International Consensus on Pediatric Asthma (ICON). Allergy. 2012; 67: 967-97.
Arakawa, H., Hamasaki, Y., Kohno, Y., Ebisawa, M., Kondo, M., Nishima, S.,
Nishimuta, T., Morikawa, A. 2017. Japanese Guidelines for Childhood Asthma.
Allergology International; 66: 90:204.
Bousquets,J.,Jeffery, P.K., Busse, W.W., Johnson, M., Vignola, A.M. 2000. Asthma
from Bronchoconstriction to Airway Remodelling. Am J Respir Crit Care
Med;161:1720:45.
The Global Initiative for Asthma (GINA). 2014. Global Strategy for Asthma
Management and Prevention. Diunduh dari: www.ginaasthma.org
The Global Initiative for Asthma (GINA). 2019. Pocket Guide for Asthma
Management and Prevention (for Adult and Children Older than 5 Years).
Lenfant, C., Khaltev, N. 2002. Global Initiative for Asthma. NHLBI/WHO Workshop
Report.
Jones, M.A. 2008. Asthma Self-Management Patient Education. Respir Care; 53:778-
779