Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Maloklusi adalah suatu bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk
standar yang diterima sebagai bentuk normal. Hal ini dapat disebabkan oleh
tidak ada keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan serta hubungan yang
tidak harmonis antara gigi geligi dengan komponen kraniofasial. Etiologi
maloklusi terbagi atas penyebab khusus yang meliputi gangguan
perkembangan embriologi, gangguan pertumbuhan skeletal, disfungsi otot,
akromegali dan hipertrofi hemimandibula serta gangguan perkembangan gigi,
pengaruh genetik dan pengaruh lingkungan yang meliputi teori keseimbangan
dan perkembangan oklusi gigi serta pengaruh fungsional pada perkembangan
dentofasial (Basavaraj,2011; Mitchell, 2007, Proffit, 2007, Staley, 2011).
Perawatan ortodonti yang ditujukan untuk merawat maloklusi bertujuan
agar tercapai efisiensi fungsional, keseimbangan struktur dan keharmonisan
estetik. Perawatan ortodonti tidak hanya akan memperbaiki penampilan wajah
seseorang tetapi juga akan memperbaiki atau meningkatkan kesehatan gigi
secara keseluruhan (Magalhaes, 2010, Nanda, 2010, Proffit, 2007).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja faktor yang memengaruhi gigi tumpang tindih?
1. Faktor Herediter
Faktor herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu 1) disproporsi
ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi
berdesakan atau berupa diastema. Disproporsi ukuran, posisi, dan bentuk
rahang atas dan bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak
harmonis. Menurut Mossey (1999) berbagai komponen ikut menentukan
terjadinya oklusi normal ialah :
a. Ukuran maksila dan mandibula termasuk ramus dan korpus
b. Faktor yang ikut memengaruhi relasi maksila dan mandibula
seperti basis kranial dan lingkungan

1
c. Jumlah, ukuran dan morfologi gigi
d. Morfologi dan sifat jaringan lunak (bibir, lidah, dan pipi).
Kelainan Gigi
Beberapa kelainan gigi yang dipenagruhi faktor herediter ialah kekurangan
jumlah gigi (hipodontia), kelebihan jumlah gigi (hiperdontia), misalnya
ada mesiodens, bentuk gigi yang khas misalnya karabeli pada molar,
kaninus yang impaksi di palatal, transposisi gigi misalnya kaninus yang
terletak diantara premolar.
Kekurangan Jumlah Gigi
Anodontia adalah suatu keadaan tidak terbentuknya gigi sama sekali.
Bentuk gangguan pertumbuhan yang tidak separah anodontia adalah
hipodontia, yaitu suatu keadaan beberapa gigi mengalami agenesis( sampai
dengan 4 gigi), sedangkan oligodontia adalah gigi yang tidak terbentuk
lebih dari 4 gigi. Gigi yang sering agenesis adalah molar ketiga, premolar
kedua, dan insisiv lateral.
Kelebihan Jumlah Gigi
Yang paling sering ditemukan adalah gigi kelebihan yang terletak di garis
median rahang atas biasa disebut mesiodens. Jenis gigi kelebihan lainnya
adalah yang terletak disekitar insisiv lateral sehingga disebut laterodens
dan premolar tambahan. Adanya gigi yang kelebihan dapat menghalangi
terjadinya oklusi normal.
Disharmoni Dentomaksiler
Disharmoni dentomaksiler adalah suatu keadaan disproporsi antara besar
gigi dan rahang dalam hal ini lengkung gigi.
2.Faktor Lokal
Gigi Sulung Tanggal Prematur
Gigi sulung yang tanggal prematur dapat berdampak pada susunan gigi
permanen. Insisiv sentral dan lateral sulung yang tanggal prematur tidak
begitu berdampak tetapi kaninus sulung akan menyebabkan adanya
pergeseran garis median. Molar pertama sulung yang tanggal prematur
juga dapat menyebabkan pergeseran garis median. Molar kedua sulung
terutama rahang bawah merupakan gigi sulung yang paling sering tanggal

2
prematur karena karies, kemudian gigi molar permanen bergeser kearah
diastema sehingga tempat untuk premolar kedua berkurang dan premolar
kedua tumbuh sesuai letak benihnya.
Persistensi Gigi
Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained decidous teeth
berarti gigi sulung yang sudah melewati waktunya tanggal tetapi tidak
tanggal. Bila diduga terjadi persistensi gigi sulung tetapi gigi sulungnya
tidak ada di rongga mulut, perlu diketahui anamnesis pasien, dengan
melakukan wawancara medis kepada orang tua pasien.
Trauma
Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen.
Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk
dapat terjadi gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila mahkota gigi
permanen telah terbentuk makan terjadi dilaserasi. Selain itu, trauma juga
bisa disebabkan oleh proses kelahiran. Proses kelahiran menggunakan
forceps dapat mengganggu pertumbuhan mandibula.
Kebiasaan Buruk
Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi
cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi .
kebiasaan menghisap jari pada fase geligi sulung tidak mempunyai
dampak pada gigi permanen bila kebiasaan tersebut telah berhenti sebelum
gigi permanen tumbuh. Bila kebiasaan ini terus berlanjut sampai gigi
permanen erupsi akan terdapat maloklusi dengan tanda tanda berupa
insisiv yang proklinasi dan terdapat diastema, gigitan terbuka, lengkung
atas yang sempit serta retroklinasi insisv bawah. Kebiasaan menghisap
bibir bawah dapat menyebabkan proklinasi insisiv atas disertai jarak gigit
yang bertambah dan retroklinasi insisiv bawah

2. Mengapa pasien mengalami kesulitan bicara?


 Maloklusi dapat mempengaruhi kejelasan bicara seseorang.
Apabila ciri maloklusinya berupa disto oklusi akan terjadi
hambatan mengucapkan huruf p dan b. Apabila ciri maloklusinya

3
berupa mesio oklusi akan terjadi hambatan mengucapkan huruf s,
z, t, dan n. Menurut Bruggeman anomali dental yang
mengakibatkan gangguan bicara adalah:
1. Ruang antar gigi (spaces) yaitu terjadi kelainan bunyi saat
mengucapkan semua huruf terutama s, sh, z, zh kecuali
huruf n dan y.
2. Lebar lengkung yaitu terjadi kelainan saat mengucapkan
huruf s, z, th.
3. Open bite yaitu terjadi kelainan bunyi saat mengucapkan
huruf s, sh, z, zh, th, dan kadang-kadang pada huruf t dan
d.
4. Derajat protrusi yaitu terjadi kelainan bunyi saat
mengucapkan huruf s, sh,z, zh.
5. Pada gigi yang rotasi kelainan bunyi yang terjadi sama
dengan kelainan pada ruang antar gigi.
3. Adakah pengaruh pasien yang tidak pernah merawatkan giginya dengan
rencana perawatan?
 Pengaruh pasien yang tidak pernah merawatkan giginya ke dokter
gigi dengan rencana perawatan nantinya lebih pada arah psikologis
anak tersebut. Seorang anak dengan usia 8 tahun akan merasa takut
dan aneh melihat bagaimana kondisi ruangan praktek dokter gigi
yang penuh dengan peralatan asing, atau suara-suara yang
ditimbulkan dari alat-alat dokter gigi.
4. Apakah pengaruh proses kelahiran pada keadaan gigi tumpang tindih?
 Proses kelahiran menggunakan forceps menyebabkan trauma pada
kepala bayi yang dapat mengakibatkan gangguan pada
pertumbuhan mandibula.
5. Apa saja perawatan ortodontik untuk masa-masa gigi pergantian?
 Perawatan dilakukan setelah beberapa pemeriksaan subjektif dan
objektif yang diantaranya terdaapat analisa umum, analisa lokal,
analisa model, analisa fungsional, dan pemeriksaan radiografi
untuk mengetahui perawat ortho apa yang akan diberikan pada

4
pasien. Contoh; pasien dengan tanggal prematur dapat dibuatkan
space maintainer sebagai rencana perawatannya.

1.3 Tujuan Pembahasan


2. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan pemeriksaan
subjektif, klinis dan penunjang dibidang ortodonsia
3. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan etiologi dan
diagnosa pasien pada skenario
4. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan prognosis
pasien pada skenario
5. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan macam
perawatan ortodonsia untuk gigi pergantian
6. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan rencana
perawatan pada skenario

5
1.4 Mapping

Gigi Tanggal
Prematur

Pemeriksaan

Analisa Analisa Analisa Analisa Radiografi


Umum Lokal Fungsional Model

Etiologi

Diagnosa Prognosis

Macam Perawatan

Rencana Perawatan

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PROSEDUR PEMERIKSAAN ORTODONSIA

Anak perempuan umur 8 tahun datang dengan keluhan ingin merapikan gigi atas
dan bawah yang saling tumpang tindih dan pasien merasa kesulitan mengucapkan
beberapa huruf. Pasien sebelumnya tidak pernah ke dokter gigi, tidak ada riwayat
trauma, proses kelahiran normal. Dari hasil pemeriksaan klinis didapat :
1. Profil Haifatur : datar
2. Masih dalam proses gigi pergantian
3. Jumlah lebar 4 insisif RA 33,5 (normal)
4. Diskrepansi model RA : 0,6mm / RB 0,1 mm
5. Gigi terletak salah :
 11 distolabial rotasi eksentris
 12 mesiopalatal rotasi eksentris
 22 distolabial rotasi eksentris
 41 distolabial rotasi eksentris
 31 distolabial rotasi eksentris
 32 distolabial rotasi eksentris
6. Pergeseran gigi-gigi :
 41 lebih ke mesial daripada 31
 46 lebih ke mesial daripada 36
7. Pergeseran garis median RB 2mm ke kiri
8. Terdapat tumpang tindih pada gigi regio anterior rahang atas dan bawah
Prosedur Penegakan Diagnosis dan Pemeriksaan
Prosedur diagnosis diperlukan untuk mendapatkan/memperoleh diagnose yang
tepat dari suatu maloklusi gigi serta menentukan rencana perawatan di bidang ortodonsia
yaitu sebagai berikut :

1. Analisa umum
2. Analisa lokal
3. Analisa fungsional

7
4. Analisa model

a. Analisis Umum
Biasanya pada bagian status awal suatu pasien tercantum nama, jenis
kelamin, umur, dan alamat pasien. Jenis kelamin dan umur pasien selain
sebagai identitas pasien juga sebagai data yang berkaitan dengan
pertumbuhkembangan dentomaksilofasial pasien, misalnya perubahan fase
geligi dari fase geligi sulung ke geligi pergantian akhirnya ke fase geligi
permanen. Juga adanya perbedaan pertumbuhkembangan muka pria dan
wanita, demikian juga adanya perbedaan pertumbuhkembangan pada umur
tertentu pada jenis kelamin yang sama.
Keluhan utama pasien biasanya tentang keadaan susunan giginya, yang
dirasakan kurang baik sehingga mengganggu estetik dentofasial dan
mempengaruhi status sosial serta fungsi pengunyahannya. Pada tahap ini
sebaiknya dokter gigi mendengarkan apa yang menjadi keluhan seorang
pasien dan tidak mengambil kesimpulan secara sepihak tentang apa yang
menjadi keluhan pasien.

 Keadaan Sosial
Keadaan ini kadang-kadang sukar diperoleh disebabkan orang tua pasien
kadang-kadang enggan menjawab kondisi emosional anaknya sehingga
bisa diganti dengan menanyakan prestasi anak di sekolah.
 Riwayat kesehatan pasien dan keluarga
Perlu diketahui riwayat kesehatan pasien sejak lahir sampai pasien datang
untuk perawatan. Hal-hal yang perlu ditanyakan pada orang tua pasien /
pasien misalnya apakah pasien dilahirkan secara normal atau tidak.
Beberapa tindakan persalinan dapat mengakibatkan trauma pada kondili
mandibula sehingga menyebabkan maloklusi dikemudian hari.
 Berat dan tinggi pasien
Dengan menimbang berat dan mengukur tinggi pasien diharapkan dapat
diketahui apakah pertumbuhkembangan pasien normal sesuai dengan
umur dan jenis kelaminnya.

8
 Ras
Pengertian ras dalam lingkup ini adalah ras dalam pengertian fisik, bukan
dalam pengertian budaya. Penetapan ras pasien dimaksudkan untuk
mengetahui ciri fisik pasien karena setiap ras mempunyai ciri fisik
tertentu.
 Bentuk skelet
Sheldon (1940), seorang antropologis, menggolongkan bentuk skelet
berdasar jaringan yang dominan yang mempengaruhi bentuk skelet.
Seseorang yang langsing dengan sedikit jaringan otot atau lemak
digolongkan sebagai ektomorfik. Pada individu seperti ini yang dominan
adalah kulit dan saraf yang berasal dari ektoderm. Seseorang yang berotot
digolongkan sebagai mesomorfik dan orang yang pendek dengan otot yang
kurang berkembang akan tetapi mempunyai lapisan lemak yang tebal
disebut endomorfik. Bentuk skelet ini mempunyai hubungan dengan
pertumbuhkembangan. Anak dengan bentuk skelet ektomorfik mencapai
kematangan lebih lambat daripada anank dengan tipe endomorfik maupun
mesomorfik.

Keterangan : bentuk skelet A. endomorfik, B. mesomorfik, C. Ektomorfik

 Ciri keluarga
Ciri keluarga adalah adanya pola-pola tertentu yang selalu ada pada
keluarga tersebut. Contoh klasik dibidang ortodontik adalah adanya
kelainan skelet yang berupa prognati mandibula pada dinasti Habsburg di
Eropa.

9
 Penyakit anak
Meskipun biasanya anak dapat pernah menderita berbagai penyakit akan
tetapi dalam hal ini yang perlu diketahui adalah penyakit anak yang dapat
mengganggu pertumbuhkembangan normal seorang anak. Menurut
Moyers (1988), penyakit dengan panas badan yang tinggi dapat
menyebabkan gangguan jadwal waktu pertumbuhkembangan gigi pada
masa bayi dan anak-anak. Penyakit sistemik lebih berpengaruh pada
kualitas gigi daripada kuantitas pertumbuhkembangan gigi. Suatu
maloklusi merupakan akibat sekunder kelainan otot dan beberapa kelainan
neuropati atau merupakan sekuel dari perawatan skoliosis yang
berlangsung lama untuk imobilisasi tulang belakang.
 Alergi
Alergi terhadap bahan perlu diketahui oleh operator dengan menanyakan
pada pasien atau orang tua pasien. Pada pemeriksaan pasien perlu
ditanyakan apakah ada alergi terhadap obat-obatan, produk kesehatan, atau
lingkungan.
 Kelainan endokrin
Kelainan endokrin yang terjadi pralahir dapat mewujud pada hipoplasia
gigi. Kelainan endokrin pascalahir dapat menyebabkan percepatan atau
hambatan pertumbuhan muka, mempengaruhi derajat pematangan tulang,
penutupan sutura, resorpsi akar sulung dan erupsi gigi permanen.
 Tonsil
Bila tonsil dalam keadaan radang, dorsum lidah dapat menekan tonsil
tersebut. Untuk menghindari keadaan ini mandibula secara reflex
diturunkan, gigi tidak kontak sehingga terdapat ruangan yang lebih luas
untuk lidah dan biasanya terjadi perdorongan lidah ke depan saat menelan.
Tonsil yang besar apalagi bengkak dapat mempengaruhi posisi lidah.
Kadang-kadang lidah terletak ke anterior sehingga mengganggu fungsi
menelan.
 Kebiasaan bernafas

10
Seseorang disebut sebagai penapas mulut apabila dalam keadaan istirahat
maupun pada saat melakukan kegiatan selalu bernafas melalui mulut.
Seorang penapas hidung kadang-kadang bernafas lewat mulut juga pada
keadaan tertentu misalnya pada keadaan saluran pernafasan terganggu oleh
karena pilek.
Pasien yang biasa bernafas melalui mulut akan mengalami kesukaran pada
saat dilakukan pencetakan untuk membuat model studi maupun model
kerja.
b. Analisis Lokal
1. Pemeriksaan ekstraoral
 Bentuk kepala
Bentuk kepala perlu dipelajari karena bentuk kepala ada hubungannya
dengan bentuk muka, palatum, maupun bentuk lengkung gigi. Bentuk
kepala ada 3, yaitu :
a. Dolikosefalik (panjang dan sempit)
Bentuk kepala ini akan membentuk muka yang sempit, panjang,
dan protrusive. Muka seperti ini disebut leptoprosop / sempit.
Fossa krania anterior yang panjang dan sempit akan menghasilkan
lengkung maksila dan palatum yang sempit, panjang dan dalam.
b. Mesosefalik (bentuk rata-rata)
c. Brakisefalik (lebar dan pendek)
Bentuk kepala ini akan membentuk muka yang lebih besar, kurang
protrusive dan disebut euriprosop / lebar. Fossa krania anterior
yang lebar dan pendek akan menghasilkan lengkung maksila dan
palatum yang lebar, pendek, dan lebih dangkal.

Untuk menentukan tipe kepala sebaiknya tidak hanya mengandalkan


pengamatan tetapi melakukan pengukuran untuk menetapkan indeks sefalik,
yang bisa dihitung dengan rumus :
Indeks sefalik : lebar kepala x 100
Panjang kepala
Indeks untuk Dolikosefalik adalah < 0,75, sedangkan Brakisefalik > 0,80,
dan Mesosefalik antara 0,76 – 0,79.

11
Keterangan : kepala yang brakisefalik

Keterangan : kepala yang dolikosefalik

 Tipe profil
Tipe profil dibagi dalam 3 bentuk, yaitu : cekung, lurus, dan cembung.
Profil yang cembung mengarah ke maloklusi kelas II yang dapat
disebabkan rahang atas yang lebih anterior atau mandibula yang lebih
posterior. Muka yang cekung mengarah ke maloklusi kelas III yang
dapat disebabkan rahang atas lebih posterior atau rahang bawah lebih
anterior.

12
Keterangan : Tipe profil A. cekung, B. lurus, C. cembung

Tujuan utama dari pemeriksaan profil muka secara seksama, adalah :


o Menentukan posisi rahang dalam jurusan sagital
o Evaluasi bibir dan letak insisiv
o Evaluasi proporsi wajah dalam arah vertical dan sudut
mandibula
2. Pemeriksaan Intraoral
Pemeriksaan intraoral terdiri dari jaringan mukosa mulut, lidah, palatum,
kebersihan rongga mulut, frekuensi karies, dan fase geligi.

Perkembangan sistem geligi


a. Periode perkembangan geligi
A. Periode Pradental
Periode ini dimulai dari masa bayi hingga usia dimana gigi sulung yang
pertama erupsi.
B. Periode geligi sulung
Periode ini dimulai saat gigi sulung mulai erupsi. Usia erupsi gigi sangat
bervariasi dan ditentukan oleh faktor genetik, akan tetapi dapat dipengaruhi juga
oleh faktor lokal dan sistemik. Meskipun banyak terdapat variasi urutan erupsi
gigi sulung yang umum adalah:
1. insisif pertama rahang bawah
2. insisif pertama rahang atas
3. insisif kedua rahang atas
4. insisif kedua rahang bawah
5. molar pertama rahang atas dan bawah
6. kaninus rahang atas dan bawah
7. molar kedua rahang bawah
8. molar kedua rahang atas

13
Perkembangan oklusi pada geligi sulung diatas merupakan pola rata-rata,
dimana umumnya gigi-gigi sulung mulai erupsi pada usia 6bulan dan pada usia
2,5 sampai 3 tahun umumnya semua gigi sulung telah erupsi.
Perkembangan oklusi pada geligi sulung dipengaruhi oleh sistem
neuromuskuler dan sendi. Bentuk lengkung pada geligi sulung umumnya ovoid
dan tidak banyak ditemukan variasi seperti pada geligi permanen.
C. Periode geligi pergantian
Periode ini berawal dari erupsinya gigi molar permanen pertama di
sebelah distal gigi molar gigi sulung kedua. Pada usia 6 tahun dan pada umumnya
hingga 12 tahun, gigi-gigi sulung akan mulai digantikan oleh gigi-gigi permanen.
Gigi permanen yang menggantikan tempat gigi sulung pada fase ini disebut
dengan successional teeth. Ditambah dengan gigi molar permanen yang tumbuh
di bagian posterior lengkung geligi sulung sebagai gigi-gigi tambahan dan
dinamakan accesional teeth. Pada masa pergantian ini nantinya premolar akan
menggantikan molar sulung, sehingga akan di dapatkan selisih jarak. Selisih jarak
antara gigi kaninus dan molar sulung yang akan digantikan oleh kaninus dan
premolar permanen dinamakan leeway space.
D. Geligi permanen
Menurut Yustisia, perkembangan oklusi gigi geligi permanen dapat
dibagi menjadi tiga tahap perkembangan:
1. Tahap I
Pada usia 6-8 tahun, dimana terjadi pergantian antara gigi-gigi
insisive sulung dan penambahan keempat molar pertama permanen pada
susunan gigi-geligi.
2. Tahap II
Tahap ini berlangsung pada usia 10-13 tahun. Terjadinya erupsi
gigi-gigi premolar dan kaninus permanen.
3. Tahap III
Pertumbuhan dari molar ketiga pada awal kehidupan dewasa
melengkapi perkembangan oklusi gigi geligi permanen. Usia erupsi gigi
molar ketiga, berkisar antara 18-25 tahun.
Letak gigi mulai sebelum erupsi sampai mencapai bidang oklusi
dipengaruhi oleh:
a. Faktor genetik
b. Pada tahap alveoli, posisi gigi dipengaruhi oleh:

14
 Ada tidaknya gigi sebelah menyebelah
 Kecepatan erupsi
 Kehilangan prematur gigi sulung
 Hal-hal yang merubah pertumbuhan prosessus alveolaris
c. Pada tahap intraoral praoklusi, gigi dapat bergerak oleh karena kekuatan
dari bibir, lidah dan benda asing yang dimasukkan ke dalam mulut
d. Bila sudah mencapai bidang oklusi, terdapat kekuatan yang kompleks
yang bekerja pada gigi, antara lain: kekuatan otot pengunyahan.

Dalam perkembangan yang normal, sistem gigi geligi berkembang dalam


suatu pola yang memiliki variasi individual. Perubahan oklusi yang dapat
terjadi adalah:
a. Relasi molar sulung flush terminal plane yang nantinya akan berkembang
menjadi relasi neutroklusi pada geligi tetap
b. Relasi molar sulung distal step yang berkembang menjadi distoklusi
c. Relasi molar sulung mesial step yang berkembang menjadi mesioklusi

Faktor skeletal dan dental memegang peranan penting dalam perkembangan


sistem gigi geligi, selain faktor genetik dan sistem neuromuskular yang
kompleks.

b. Oklusi Normal
Pengertian oklusi ialah berkontaknya permukaan oklusi gigi geligi di rahang atas
dengan permukaan oklusal gigi geligi di rahang bawah pada saat rahang atas dan bawah
menutup.
Oklusi normal menurut angel adalah apabila tonjol mesiobukal gigi molar
pertama permanen rahang atas kontak dengan lekuk bukal (bukal groove) gigi molar
petama permanen rahang bawah. Dan apabila disertai lengkung gigi rahang atas dan
rahang bawah dalam keadaan baik, maka didapatkan oklusi ideal. Selanjutnya angel
mendefinisikan oklusi normal sebagai hubungan dari bidang-bidang inklinasi tonjol gigi
pada saat kedua rahang dalam keadaan tertutup, disertai kontak proksimal dan posisi
aksial semua gigi benar, dan keadaan pertumbuhan , perkembangan posisi serta relasi
antara berbagai macam jaringan penyanggah gigi yang normal pula.
Posisi gigi geligi pada rahang dan proses oklusi ditentukan oleh proses
perkembangan gigi dan struktur jaringan di sekitarnya yang terjadi selama masa

15
pembentukan, pertumbuhan, dan perubahan postnatal. Oklusi pada setiap orang berbeda
menurut besar dan bentuk gigi, posisi gigi di rahang, waktu erupsi dan urutan erupsi, serta
pola perkembangan kraniofasial.
Definisi oklusi normal sebaiknya tidak statis dan tidak hanya merupakan
penjelasan tentang hubungan gigigeligi saja. Dalam menyusun konsep oklusi modern,
tidak hanya gigi tersebut yang diperhatikan tetapi juga jaringan pendukungnya, otot-otot
pengunyahan, kurva spee, interocclusal clearence, serta morfologi dan aktivitas sendi
temporomandibula.

c. Analisis Fungsional
Path of closure
Adalah arah gerakan mandibula dari posisi istirahat ke oklusi sentrik.
Idealnya path of closure dari posisi istirahat ke posisi oklusi maksimum
berupa gerakan engsel sederhana melewati freeway space yang besarnya
2-3 mm, arahnya ke atas dan ke depan.
Ada 2 macam perkecualian path of closure yang bisa dilihat adalah deviasi
mandibula dan displacement mandibula.
 Path of closure yang berawal dari posisi kebiasaan mandibula akan
tetapi gigi mencapai oklusi maksimum mandibula dalam posisi
relasi sentrik. Ini disebut deviasi mandibula.
 Path of closure yang berawal dari posisi istirahat, akan tetapi oleh
karena adanya halangan oklusal maka didapatkan displacement
mandibula.
Freeway space (interocclusal clearance)
Adalah jarak antara oklusal pada saat mandibula dalam posisi istirahat.
Nilai normal freeway space menurut Houston (1989) adalah 2-3 mm.
Temporo mandibular (TMJ)
Adalah gerakan mandibula saat membuka dan menutup mulut. Lebar
pembukaan maksimal pada keadaan normal dari TMJ antara 35-40 mm, 7
mm gerakan ke lateral, dan 6 mm ke depan. Tanda-tanda adanya masalah
pada TMJ adalah adanya rasa sakit pada sendi, suara, dan keterbatasan
pembukaan.

16
d. Analisis Model
 Diskrepansi model
Adalah selisih antara tempat yang tersedia dengan tempat yang
dibutuhkan. Tujuan pengukuran ini adalah untuk menentukan adanya
kekurangan atau kelebihan tempat dari gigi geligi berdasarkan model studi
yang akhirnya untuk menentukan macam perawatan yang dilakukan pada
maloklusi yang ada.
 Kurve spee
Adalah kurva dengan pusat pada titik di tulang lakrimal dengan radius
pada orang dewasa 65-70 mm. Kurva ini berkontak di 4 lokasi, yaitu
permukaan anterior kondili, daerah kontak distoklusal molar ketiga, daerah
kontak mesioklusal molar pertama, dan tepi insisal. Lengkung yang
menghubungkan insisal insisiv dengan bidang oklusal molar terakhir pada
rahang bawah. Pada keadaan normal kedalamannya tidak melebihi 1,5
mm. Pada kurve spee yang positif (bentuk kurvanya jelas dan dalam)
biasanya didapatkan gigi insisiv yang supra posisi atau gigi posterior yang
infra posisi atau mungkin gabungan kedua keadaan tadi.
 Diastema
Ruang antara dua gigi yang berdekatan, gingiva diantara gigi-gigi
kelihatan. Adanya diastema pada fase geligi pergantian masih merupakan
keadaan normal, tetapi adanya diastema pada fase geligi permanen perlu
diperiksa lebih lanjut untuk mengetahui apakah keaadaan tersebut suatu
keadaan yang tidak normal.
 Gigi-gigi yang terletak salah
Menurut Angle (1907) dengan diketahuinya kelainan letak gigi secara
individu dapat direncanakan perawatan untuk meletakkan gigi-gigi
tersebut pada letaknya yang benar. Penyebutan letak gigi yang digunakan
diantaranya adalah sbb :
 Versi : mahkota gigi miring ke arah tertentu tetapi akar
gigi tidak (misalnya mesioversi, distoversi, labioversi, linguoversi).

17
 Infra oklusi : gigi yang tidak mencapai garis oklusal
dibandingkan dengan gigi lain dalam lengkung geligi.
 Supra oklusi : gigi yang melebihi garis oklusal dibandingkan
dengan gigi lain dalam lengkung geligi.
 Rotasi : gigi berputar pada sumbu panjang gigi, bisa sentris
atau eksentris.
 Transposisi : dua gigi yang bertukar tempat, misalnya kaninus
menempati tempat insisiv lateral dan insisiv lateral menempati
tempat kaninus.
 Eksostema : gigi yang terletak di luar lengkung geligi (misalnya
kaninus atas).

Cara penyebutan lain seperti yang dianjurkan Lischer untuk gigi secara
individual adalah sbb :
 Mesioversi : mesial terhadap posisi normal gigi.
 Distoversi : distal terhadap posisi normal gigi.
 Linguoversi : lingual terhadap posisi normal gigi.
 Labioversi : labial terhadap posisi normal gigi.
 Infraversi : inferior terhadap garis oklusi.
 Supraversi : superior terhadap garis oklusi.
 Aksiversi : inklinasi aksial yang salah (tipped).
 Torsiversi : berputar menurut sumbu panjang gigi.
 Transversi : perubahan urutan posisi gigi.

Kelainan letak gigi dapat juga merupakan kelainan sekelompok gigi :


 Protrusi : kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut
inklinasinya terhadap garis maksila > 110˚ untuk rahang bawah
sudutnya > 90˚ terhadap garis mandibula.
 Retrusi : kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut
inklinasinya terhadap garis maksila < 110˚ untuk rahang bawah
sudutnya < 90˚ terhadap garis mandibula.
 Berdesakan : gigi yang tumpang tindih.

18
 Diastema : terdapat ruangan diantara dua gigi yang berdekatan.

 Pergeseran garis median


Pada palatum terdapat beberapa struktur anatomi yang penting
untuk menentukan garis median di palatum. Di anterior terdapat papilla
insisiva, di posterior terdapat rugae yang jumlahnya 3 pasang tiap sisi dan
rafe palatine di tengah palatum dalam arah anteroposterior. Titik
pertemuan rugae palatina kiri dan kanan dianggap paling stabil untuk
dipakai acuan din anterior sedangkan posterior yang dipakai adalah titik
pada rafe palatine. Bila dua titik ini dihubungkan didapat garis median
rahang atas. Pada keadaan normal garis ini melewati titik kontak insisivi
sentral atas. Penentuan garis median rahang bawah lebih sukar. Cara
menentukan adalah dengan membuat titik pada perlekatan frenulum labial
dan lingual. Titik ini biasanya melewati titik kontak insisivi sentral bawah.
Pada keadaan normal garis median muka / rahang dan garis median
lengkung geligi terletak pada satu garis (berimpit). Pada keadaan tidak
normal karena sesuatu sebab maka garis median muka dipakai sebagai
acuan.
Untuk menilai apakah terdapat pergeseran garis median lengkung
geligi terhadap median muka dilihat letak insisivi sentral kiri dan kanan.
Bila titik kontak insisivi sentral terletak di sebelah kiri garis median muka
maka keadaan ini disebut terjadi pergeseran ke kiri, demikian pula
sebaliknya.
Cara melihat pergeseran garis median adalah dengan melihat
apakah garis median muka melewati titik kontak insisivi sentral masing-
masing rahang. Bila titik kontak terletak pada garis median berarti tidak
terdapat pergeseran akan tetapi bila titik kontak terletak di sebelah kiri atau
kanan garis median muka maka terdapat pergeseran ke kiri atau ke kanan.
 Relasi gigi posterior
Relasi gigi adalah hubungan gigi atas dan bawah dalam keadaan oklusi.
Gigi yang diperiksa adalah molar pertama permanen, dan kaninus pertama
permanen. Pemeriksaan dalam jurusan sagital, transversal, dan vertical.

19
 Relasi jurusan sagital
Kemungkinan relasi molar yang dapat terjadi adalah :
a. Neutroklusi : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas
terletak pada lekukan bukal molar pertama permanen bawah.
b. Distoklusi : tonjol distobukal molar pertama permanen atas terletak
pada lekukan bukal molar pertama permanen bawah.
c. Mesioklusi : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas
terletak pada tonjol distal molar pertama permanen bawah.
d. Gigitan tonjol : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas
beroklusi dengan tonjol mesiobukal molar pertama permanen
bawah.
e. Tidak ada relasi : bila salah satu molar pertama permanen tidak ada
misalnya oleh karena telah dicabut, atau bila kaninus permanen
belum erupsi.

Keterangan : Relasi molar pertama permanen jurusan sagital, A.


neutroklusi, B. distoklusi, C. mesioklusi, D. gigitan tonjol

 Relasi jurusan transversal


Pada keadaan normal relasi transversal gigi posterior adalah gigitan
fisura luar rahang atas, oleh karena rahang atas lebih lebar daripada
rahang bawah. Apabila rahang atas terlalu sempit atau terlalu lebar
dapat menyebabkan terjadinya perubahan relasi gigi posterior dalam
jurusan transversal. Perubahan yang dapat terjadi adalah : gigitan
tonjol, gigitan fisura dalam atas, dan gigitan fisura luar atas.

20
Keterangan : A. gigitan fisura luar rahang atas, B. gigitan silang total
luar rahang atas, C. gigitan fisura dalam rahang atas, D. gigitan silang
total dalam rahang atas
 Relasi dalam jurusan vertical
Kelainan dalan jurusan vertical dapat berupa gigitan terbuka yang
berarti tidak ada kontak antara gigi atas dan bawah pada saat oklusi.

 Relasi gigi anterior rahang atas dan rahang bawah


Relasi gigi anterior diperiksa dalam jurusan sagital dan vertical.
Relasi yang normal dalam jurusan sagital adalah adanya jarak jarak gigit /
overjet. Pada keadaan normal gigi insisivi akan berkontak, insisivi atas di
depan insisivi bawah dengan jarak selebar ketebalan tepi insisal insisivi
atas, kurang lebih 2-3 mm dianggap normal. Bila insisivi bawah lebih
anterior daripada atas disebut jarak gigit terbalik atau gigitan silang
anterior atau gigitan terbalik.

Keterangan :
Jarak gigit dan tumpang gigit normal

Untuk mendapatkan pengukuran yang sama maka di klinik


digunakan pengertian jarak gigit adalah jarak horizontal antara insisal atas
dengan bidang labial insisivi bawah. Jarak gigit pada gigitan silang

21
anterior diberi tanda negative, misalnya -3 mm. Pada relasi gigitan edge to
edge jarak gigitnya 0 mm.

Keterangan :

A. Gigitan terbalik
B. Edge to edge

Pada jurusan vertical dikenal adanya tumpang gigit/over bite yang


merupakan vertical overlap of the incisors. Di klinik tumpang gigit diukur
dari jarak vertical insisal insisivi atas dengan insisal insisivi bawah, yang
normal ukurannya 2 mm. Tumpang gigit yang bertambah menunjukkan
adanya gigitan dalam. Pada gigitan terbuka tidak ada overlap dalam
jurusan vertical, tumpang gigit ditulis dengan tanda negative, misalnya -5
mm. Pada relasi edge to edge tumpang gigitnya 0 mm.

Keterangan :
A. Gigitan dalam
B. Edge to edge
C. Gigitan terbuka

 Klasifikasi maloklusi
Klasifikasi Angle
1. Kelas I : terdapat relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat
dari relasi molar pertama permanen (neutroklusi). Kelainan yang

22
menyertai dapat berupa, misalnya, gigi berdesakan, gigitan terbuka,
protrusi, dll.
2. Kelas II : lengkung rahang bawah paling tidak setengah tonjol lebih ke
distal daripada lengkung atas dilihat dari relasi molar pertama
permanen (distoklusi).
 Kelas II divisi 1 : insisivi atas protrusi sehingga didapatkan jarak
gigit besar, tumpang gigit besar, dan kurva spee positif.
 Kelas II divisi 2 : insisivi sentral atas retroklinasi, insisivi lateral
atas proklinasi, tumpang gigit besar (gigitan dalam). Jarak gigit
bias normal atau sedikit bertambah.
3. Kelas III : lengkung rahang bawah paling tidak setengah tonjol lebih
ke mesial terhadap lengkung atas dilihat dari relasi molar pertama
permanen (mesioklusi) dan terdapat gigitan silang anterior.

2.2 DIAGNOSA DAN ETIOLOGI

Diagnosa : Maloklusi kelas I type 1, disertai open bite gigi anterior dan
pergeseran garis median
 Kelas I Angle disebut neutroklusi. Kelas I Angle adalah lengkungan gigi atas
dan bawah mempunyai hubungan mesio-distal yang normal. Dimana mesio-
buccal cusp dari M1 atas terletak di buccal groove M1 bawah, dan mesio-
palatal cusp dari M1 atas terletak disentral fossa M1 bawah, disto-buccal cusp
dari Mi atas terletak diantara embbrassure M1 bawah dan M2 bawah.
Letaknya C atas interlock antara C bawah dan P1 bawah.
 Type 1 : Gigi-gigi insisiv berjejal-jejal dan gigi caninus sering terletak di
labial
 Open bite anterior adalah keadaan dimana terdapat celah atau ruangan atau
tidak terdapat kontak di antara gigi-gigi atas dengan gigi-gigi bawah di regio
anterior apabila rahang dalam keadaan hubungan sentrik.
ETIOLOGI
Etiologi maloklusi kelas 1 Angle type 1

23
 Pola skelet maloklusi kelas 1 biasanya kelas 1 tetapi dapat juga kelas II
atau kelas III ringan. Pola jaringan lunak pada maloklusi kelas 1 umumnya
menguntungkan kecuali pada maloklusi yang disertai proklinasi bimaksiler
(insisivi atas dan bawah proklinasi) yang mungkin merupakan ciri khas ras
tertentu. Kebanyakan maloklusi kelas 1 disebabkan faktor lokal yang dapat
berupa diskrepansi ukuran gigi dan lengkung geligi.
Etiologi open bite anterior
 Kebiasaan buruk perlu diperiksa karena dapat menjadi penyebab suatu
maloklusi. Suatu kebiasaan yang berdurasi 6 jam perhari, berfrekuensi tinggi
dengan intensitas yang terus menerus dapat menyebabkan maloklusi.
Thumb/finger sucking adalah sebuah kebiasaan dimana anak menempatkan
jari atau ibu jarinya di belakang gigi, kontak dengan bagian atas palatum, dan
mengisap dengan bibir. Aktivitas mengisap jari dan ibu jari sangat
berhubungan dengan otot-otot sekitar rongga mulut. Mengisap ibu jari
merupakan sebuah perilaku, bukan sebuah gangguan. Kebiasaan ini sering
ditemukan pada anak-anak usia muda dan biasa dianggap normal pada masa
bayi dan akan menjadi abnormal jika berlanjut sampai masa akhir anak-anak.
Kebiasaan mengisap yang berkepanjangan akan menghasilkan maloklusi.
Keadaan ini dapat terjadi karena adanya tekanan langsung dari jari dan
perubahan pola bibir dan pipi sewaktu saat istirahat. Bila seorang anak
menempatkan ibu jari di antara insisivus bawah dan atas, biasanya dengan
sudut tertentu, akan terdapat dorongan insisivus bawah ke lingual sedangkan
insisivus atas ke labial. Tekanan langsung ini dianggap menyebabkan
perubahan letak insisivus. Pada saat yang sama, terjadi pelebaran dan
kemajuan rahang, sehingga mengubah keseimbangan vertikal pada gigi
posterior sehingga terjadi erupsi berlebihan dari gigi posterior sehingga dapat
berpengaruh pada perkembangan open bite anterior.
 Bernafas melalui mulut terjadi karena seseorang tidak mampu bernafas
melalui hidung akibat adanya obstruksi pada saluran pernafasan atas.
Kebiasaan ini disebabkan oleh penyumbatan rongga hidung, yang dapat
mengganggu pertumbuhan tulang di sekitar mulut dan rahang, wajah menjadi
sempit dan panjang. Bernafas melalui mulut menyebabkan mulut sering

24
terbuka sehingga terdapat ruang untuk lidah berada di antara rahang dan akan
menyebabkan open bite anterior.

2.3 PROGNOSIS
Prognosis dalam suatu perawatan orthodontik adalah suatu perkiraan tentang hasil
perawatan orthodontik pada kasus tersebut. Cukup sukar untuk mengatakan secara
tepat bagaimana prognosis suatu maloklusi karena adanya berbagai keadaan yang
saling mempengaruhi dan bervariasinya kelainan. Prognosis dapat dikatakan
menguntungkan atau tidak menguntungkan tergantung pada beberapa faktor, yaitu
diagnosis, etiologi, perencanaan perawatan, pemilihan peranti yang digunakan,
jaringan penyangga gigi, kooperasi pasien. Dari hal tersebut, dapat disimpulkan
bahwa prognosis dalam skenario ini adalah menguntungkan.

2.4 MACAM PERAWATAN ORTODONTI

Ekstraksi atau Non Ekstraksi Pada Perawatan Ortodonti

Penyedian tempat untuk koreksi letak gigi gigi yang berdesakan dapat
diperoleh dari enamel stripping, ekspansi lengkung geligi, distalisasi molar,
memproklinasikan insisivus dan pencabutan gigi permanen.

1. Tindakan Non ekstraksi


a. Enamel stripping
Pengurangan enamel dapat dilakukan pada sisi distal/mesial gigi
sulung atau permanen. Enamel stripping selain menyediakan ruangan
juga dapat membentuk gigi permanen ke bentuk yang lebih baik atau
memperbaiki titik kontak. Enamel stripping dilakukan dengan
menggunakan metal abrasive strip atau dengan menggunakan bur
yang dipasang pada high speed air-turbine handpiece. Untuk
memudahkan pengurangan enamel didaerah posterior dapat dipasang
separator diantara molar dan premolar selama 3-5 hari sehingga
didapatkan diastema diantara gigi-gigi tersebut. Banyaknya enamel
yang dibuang tanpa membahayakan gigi tersebut adalah 0,25 mm tiap
sisi gigi. Enamel stripping bila dilakukan dengan baik tidak

25
memberikan efek negatif pada gigi yang dikurangi enamelnya. Bila
enamel stripping dilakukan pada semua gigi insisivus maka akan
didapat ruangan 2 mm di regio anterior sedangkan bila dilakukan pada
seluruh rahang akan didapat ruagan sebesar 5-6 mm di rahang
tersebut. Perlu diupayakan bahwa enamel stripping juga tetap
mempertahankan bentuk gigi dan kontak dengan gigi yang
berdekatan. Harus diingat bahwa sesudah dilakukan enamel stripping
gigi harus diulas dengan bahan aplikasi topikal yag mengandung flour
untuk mencegah terjadinya karies pada gigi tersebut.
b. Ekspansi
Ekspansi adalah suatu prosedur untuk melebarkan lengkung gigi,
dan dapat dilakukan baik dalam arah sagital (protraksi) maupun
transversal. Gejala klinis yang terlihat pada defisiensi lengkung gigi
adalah kontraksi lengkung gigi, gigitan silang (anterior maupun
posterior), gigi yang berjejal serta koridor bukal yang lebar. Hal ini
dapat diatasi dengan melakukan ekspansi pada lengkung giginya.
Ekspansi dapat mengatasi kekuarangan ruang 3-8 mm dengan
melebarkan jarak intermolar lengkung gigi atas sekitar 4-10 mm dan
lebar intermolar lengkung gigi bawah sekitar 4-6 mm. Adkins dkk
menyatakan bahwa tiap penambahan 1 mm lebih intermolar, akan
menambah panjang lengkung gigi sebesar 0,77 mm. Bila diperlukan
ekspansi kurang dari 4 mm, pada periode gigi bercampur, dapat
digunakan alat ekspansi lepasan dengan spring dan screw ekspansi
yang diaktivasi sebesar 1-2 putaran per minggu yang menghasilkan
pergerakan 0,20-0,50 mm. Pada periode gigi permanen, alat eksoansi
yang digunakan dapat berupa quad helix, w-spring TPA atau arc-wire.
Bila ekspansi diperlukan sekitar 5-12 mm diindikasikan alat ekspansi
cekat. Aktivasi sebesar 0,5-1 mm atau 2 kali putaran per hari. RPE
dapat mengekspansi tidak hanya pada lengkung gigi tetapi juga
lengkung rahang denga usia optimal penggunaan RPE adalah pada
puncak masa pertumbuhan. Pada kasus skeletal ekstrem, bila

26
diperlukan ekspansi lebih dari 12 mm diindikasikan alat ekspansi
cekat dikombinasi dengan bedah.
c. Distalisasi Gigi Molar atas
Distalisasi gigi molar aas bertujuan untuk memperoleh ruangan
guna memperbaiki susunan gigi geligi atau memperbaiki hubungan
gigi molar. Pergerakan yang diinginkan adalah pergerakan bodili
semaksimal mungkin dengan minimalnya resiko resorpsi akar dan loss
of anchorage gigi anterior ke labial. Indikasi distalisasi molar atas
adalah pada kasus maloklusi klas II ringan hingga sedang, terutama
pada kasus yang disebabkan oleh prematur loss, pada kasus gigi
berjejal ringan hingga sedang, baik untuk tipe wajah mesofacial atau
brachifacial, profil wajah lurus atau flat dan masih mempunyai potensi
pertumbuhan. Alat untuk distalisasi gigi molar dapat intraoral atau
ekstraoral. Headgear merupakan alat distalisasi molar ekstra oral yang
paling sering digunakan. Kelebihan headgear selain menghasilkan
efek ortodonti juga efek ortopedik pada usia pertumbuhan, tidak
menyebabkan hilangnya penjangkaran pada gigi anterior, dapat
digunakan pada kasus asimetri, dan memiliki kontrol vertikal.
Headgear mendistalisasi gigi molar sebesar 3 mm dalam 3 bulan.
Banyak macam alat distalisasi molar intra oral. Hilger’s pendulum
adalah salah satu alat intra oral yang sering dipakai. Alat ini terdiri
atas plat palatal akrilik berdiameter 25 mm dengan kawat distalisasi
dari beta-titanium berdiameter 0,032 yang tertanam didalamnya,
kemudian ujung kawat distalisasi lainnya disolder atau dimasukkan
kelingual palatal sheath dari cincin gigi molar. 3
2. Tindakan Ekstraksi
Pencabutan gigi permanen perlu dilakukan apabila diskrepansi total
menunjukan kekurangan tempat lebih dari 8 mm. Diskrepansi total terdiri
atas diskrepansi model, diskrepansi sefalometrik, kedalaman kurva spee
dan perkiraan banyaknya keholangan penjangkaran. Untuk mendatarkan
kurva spee yang kedalamannya kurang dari 3 mm diperlukan tempat 1
mm, bila lebih besar daripada 5 mmdiperlukan tempat 2 mm. Sebelum

27
dilakukan pencabutan gigi permaen pada masa geligi pergantian perlu
diperhatikan bahwa gigi permanen yang lain ada meskipun saat itu masih
belum erupsi. Pemilihan gigi yang akan dicabut membutuhkan
pertimbangan yang kompleks yang menyangkut semua aspek perawatan
ortodontik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum mencabut gigi
permanen antara lain sebagai berikut :
 Prognosis gigi, misalnya adanya karies yang besar disertai kelainan
patologis pada apikal yang seandainya dirawat prognosis gigi
tersebut dalam jangka lama masih diragukan.
 Letak gigi yang kadang-kadang sangat menyimpang dari letak
yang normal
 Banyaknya tempat yang dibutuhkan dan dimana letak kekurangan
tempat tersebut.
 Relasi insisivus
 Kebutuhan penjangkaran apakah perlu digunakan penjangkaran
maksimum atau tidak
 Profil pasien apakah pencabutan yang dilakukan dapat
menyebabkan perubahan profil pasien, misalnya pasien dengan
profil yang lurus dengan adanya pencabutan dapat menyebabkan
profil menjadi cekung.

2.5 RENCANA PERAWATAN

28
BAB III
KESIMPULAN

1.Prosedur penegakan diagnosa Ortodonsia :


- Analisa umum : keadaan social, riwayat kesehatan pasien dan keluarga,
berat dan tinggi pasien, ras, bentuk skelet, cirri keluarga, penyakit anak,
alergi, kelainan endokrin, tonsil, kebiasaan bernafas.
-Analisa local : pemeriksaan ekstraoral terdiri dari bentuk
kepala(doliksefalik, mesofalik, brakisefalik), tipe profil(cekung, lurus,
cembung). Pemeriksaan intraoral terdiri dari jaringan mukosa mulut,
mulut, lidah, palatum, kebersihan ronggamulut, frekuensi karies, fase
geligi, oklusi.
-Analisa fungsional : part of closure, freeway space, sendi
temporomandibula,pola atrisi.
-Analisa model : diskrepansi model, kurve spee, diastema, gigi yang
terletak salah, pergeseran garis median, relasi gigi posterior (relasi jurusan
sagital, relasi jurusan transversal, relasi dalam jurusan vertical), relasi gigi
anterior rahang atas dan rahang bawah(klasifikasi maloklusi menurut
Angle).

2. Rencana perawatan Ortodonsia :

1.Koreksi gigi berdesakan

Untuk menghilangkan berdesakan perlu dipertimbangkan derajat bisa


dinyatakan dalam mm setiap kuadran, keadaan gigi permanen, profil
pasien.

2.Koreksi gigitan silang

Gigitan silang dapat dirawat dengan mendorong tersebut ke labial dengan


piranti lepasan, meskipun melibatkan hanya satu gigi saja karena tekanan
Insisive rahang atas saat oklusi menyebabkan dehiscence di labial Insisive
rahang bawah.

29
3.Koreksi hipotonus bibir

Latihan untuk bibir hipotonus, kmur dengan air hangat, memainkan alat
music tiup.

4.Evaluasi

5.Retensi

Hampir semua kasus ortodonsia membuhtuhkan masa retensi untuk


mencegah relaps.

3.Prognosis

Prognosis pada scenario ini dengan diagnose maloklusi klas 1 Angle dengan
berdesakan anterior, labioversi gigi 11, 21, 22, gigitan silang gigi 12, 42 dapat
dikatakan menguntungkan

30

Anda mungkin juga menyukai