Anda di halaman 1dari 7

PLASENTA PREVIA

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga menutupi
seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.

Sejalan dengan bertambah membesarnya Rahim dan meluasnya segmen bawah rahum kea rah
proksimal, memungkinkan plasent yang berimplantasi pada segmen bawah Rahim ikut berpindah
mengikuti perluasan segmen bawah Rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang
secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas permukaan serviks
yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi.

Plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam asa antenatal maupun masa intranatal, baik
dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan digital. Oleh karena itu pemeriksaan ultrasonografi perlu
diulang secara berkala dalam asuhan antenatal maupun intranatal.

Etiologi / Predisposisi

1. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek


2. Kuretasi yang berulang
3. Umur lanjut (> 35 tahun)
4. Riwayat abortus
5. Defek vaskularisasi pada desidua
6. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis
7. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain. Hipoksemia
yang terjadiakibat CO akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terutama terjadi
pada perokok berat (> 20 batang / hari).

Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk
mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri
internum.

Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih
baik, yaitu di tempat yang lebih rendah, dekat ostium uteri internum. Plasenta previa juga dapat terjadi
pada plasenta yang besar dan yang luas seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan
multiple.

Insidensi

Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran. Dari seluruh kasus
perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan penyebab terbanyak. Plasenta previa lebih banyak
pada kehamilan dengna paritas tinggi pada usia diatas 30 tahun. Juga lebih sering pada kehamilan ganda
daripada kehamilan tunggal.

Klasifikasi
Klasifikasi dari plasenta previa (4 tingkatan)

1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasentayang menutupi seluruh ostum uteri
internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara normal, karena risiko
perdarahan sangat hebat.
2. Plasenta prvia pasialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostim uteri internum. Pada jenis
inipun risiko perdarhan sangat besar, dan biasanya janin tetap tidak dilahirkan normal.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pingir ostium uteri
internum. Hanya bagian tepi plasena yang menutupi jalan lahir. Janin bisa dilahirkan secara
noral, tetapi risiko perdarahan tetap besar.
4. Plasenta leta rendah, plasenta laterais, atau kadang disebut juga dangerous placenta adalah
plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga tepi bawahnya berada pada
jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta
letak normal. Risiko perdarahan tetap ada namun tidak besar, dan janin bisa dilahirkan secara
normal asal tetap berahti-hati.

Faktor Risiko

Faktor-faktor yang dapat meningkatka kejadian plasenta prvia adalah:

1. Umur penderita
a. Umur muda karena endometrium masih belum sempurna
b. Umur diatas 35 tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur
2. Paritas
a. Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena endometrium
sempurna tumbuh
3. Endometrium yang cacat
a. Bekas bersalinan berulang dengan jarak pendek
b. Bekar operasi, bekas kuretase atau plasenta manual
c. Perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip
d. Pada keadaan malnutrisi

Patofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanut umumnya pada trisemeser ketiga dan mungkin juga lebih awal oleh
karena mulai terbentuknya semen bawah rahim, tampak plasenta akan mengalami pelepasan.
Sebagaimana diketahui tampak plasenta terbntuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis
yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah
rahim, maka plasenta yang beimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan
pada desidua pada tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan
membuka (dilataion) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi
perdarahan yang berasl dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intevillus dari plasenta. Oleh karena
fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasi
akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbayak oleh
karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kaut karena elemen otot
yang dimilikinya minimal, dengan

Akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan
akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari
plasenta dimana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan
segmen bawah Rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang
kejadan perdarahan. Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah
yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less).

Pada plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam
kehamilan karena segmen bawah Rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium
uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau letak rendah perdarahan baru akan terjadi
pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung
lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan yang pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan
di bawah 30 minggu, tetapi lebih separuh kejadiannya pada kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung
tempat perdarahan terletak pada dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah
mengalir keluar Rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu merusak jaringan
lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian sangat jarang
terjadi koagulopati pada plasenta previa.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah Rahim yang tipis mudah diinvasi
oleh pertumbuhan villi dari trofoblast, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih
sering terjadi plasenta akreta dan inkreta bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan villi nya bisa
sampai menembus vesica urinaria dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta
lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah Rahim dan serviks
yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat di sana. Kedua kondisi ini
berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam
kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah ari lepas
karena segmen bawah Rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.

Gejala Klinis

1. Gejala yang terpenting adalah perdarahan tanpa nyeri.


Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan ketujuh. Hal ini
disebabkan oleh :
 Perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dari abortus
 Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan antara plasenta dan dinding
Rahim
2. Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah Rahim sehingga
bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul
3. Pada plasenta previa, ukuran panjang Rahim berkurang maka pada plasenta previa lebih sering
disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta previa lateral dan marginal
serta robekannya marginal, sedangkan plasenta letak rendah, robekannya beberapa sentimeter
dari tepi plasenta.

Diagnosis

Diagnosis plasenta previa ditegakkan berdasarkan pada gejala klinik, pemeriksaan khusus, dan
pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis plasenta previa


a. Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu.
b. Sifat perdarahan
 Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba
 Tanpa sebab yang jelas
 Dapat berulang
c. Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin.
2. Pada inspeksi dijumpai :
a. Perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal
b. Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis.

3. Pemeriksaan fisik ibu


a) dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok
b) kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma
c) pada pemeriksaan dapat dijumpai :
- tekanan darah, nadi dan pernapasan dalam batas normal
- tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkat
- daerah ujung menjadi dingin
- tampak anemis
Diagnosis plasenta previa (dengan perdarahan sedikit) yang diterapi ekspektatif ditegakkan dengan
pemeriksaan USG. Dengan pemeriksaan USG transabdominal ketepatan diagnosisnya mencapai 95 – 98
%. Dengan USG transvaginal atau transperineal (translabial), ketepatannya akan lebih tinggi lagi.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta
termasuk plasenta previa.
Dengan bantuan USG, diagnosis plasenta previa/plasenta letak rendah sering kali sudah dapat
ditegakkan sejak dini sebelum kehamilan trisemester ketiga. Namun dalam perkembangannya dapat
terjadi migrasi plasenta. Sebenarnya bukan plasenta yg berpindah tetapi dengan semakin
berkembangnya segmen bawah Rahim, plasenta (yg berimplantasi di situ) akan ikut naik menjauhi
ostium uteri internum.
Komplikasi
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium dan merupakan porte d’
entrée yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemis karena perdarahan sehingga daya
tahannya lemah.
Bahaya plasenta previa adalah :
1. anemia dan syok hypovolemic karena pembentukan segmen Rahim terjadi secara ritmik, maka
pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak dan
perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah.
2. Karena plasenta yg berimplantasi pada segmen bawah Rahim dan sifat segmen ini yg tipis
mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya menerobos ke dalam myometrium
bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan plasnta
perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapu villinya
masih belum masuk ke myometrium. Walaupun tidak seluruh permukaan maternal plasenta
mengalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada
bagian plasenta yang sudah terlepas timbul lah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada uterus yang pernah seksio sesaria. Dilaporkan plasenta akreta terjadi sampai
10 – 35% pada pasien yang pernah seksio sesaria satu kali dan naik menjadi 6- 65% bila telah
seksio sesaria tiga kali.

3. Serviks dan segmen bawah Rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat potensial untuk
robek disertai dengan perdarahan yg banyak. Oleh karena itu harus sangat berhati-hati pada
semua tindakan manual di tempat ini, misalnya waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada
segmen bawah Rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio
plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan
cara-cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah Rahim ligase a.uterina , ligase
a.ovarika, pemasangan tampon atau ligase a. hipogastrika maka pada keadaan yg sangat gawat
seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan
ini tentu merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.

4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa lebih sering
diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.

5. Kehamilan premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena tindakan terminasi
kehamilan yg terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm. Pada kehamilan <37 minggu
dapat dilakukan amniosintesis untuk mengetahui kematangan paru-paru janin dan pemberian
kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru paru janin dan pemberian kortikosteroid
untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi
6. Solusio plasenta
7. Kematian maternal akibat perdarahan
8. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
9. Infeksi sepsis

Penatalaksanaan

Setiap perempuan hamil yg mengalami perdarahan pada trisemester kedua atau trisemester
ketiga harus dirawat di dalam RS. Pasien diminta istirahat baring dan dilakukan pemeriksaan darah
lengkap termasih golongan darah dan factor Rh. Jika rhesus negative ARhoGam perlu diberikan pada
pasien yg belum pernah mengalami sensitisasi. Jika kemudian ternyata perdarahan tidak banyak dan
berhenti serta janin dalam keadaan sehat dan janin masih premature, dibolehkan pulang dan
dilanjutkan dengan rawat rumah atau rawat jalan dengan syarat telah mendapat konsultasi yang cukup
dengan pihak keluarga agar dengan segera kembali ke RS bila terjadi perdarahan ulang, walaupun
kelihatannya tidak mencemaskan. Dalam keadaan yg stabil tidak keberatan pasien untuk dirawat di
rumah atau rawat jalan. Pada kehamilan antara 23-24 minggu diberikan steroid dalam perawatan
antenatal untuk pematangan paru janin. Dengan rawat jalan pasien lebih bebas dan kurang stress serta
biaya dapat ditekan. Rawat inap kembali diberlakukan bila keadaan menjadi lebih serius

Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester ketiga, dirawat di RS
tanpa periksa dalam. Jika ada gejala hipovolemia seperti hipotensi dan takikardi pasien tsb mungkin
telah mengalami perdarahan yg cukup hebat, lebih berat drpd penampakannya secara klinis. Bila pasien
dlm keadaan syok karena perdarahan yg byk, harus segera diperbaiki keadaan umunya dengan
pemberian infus atau transfuse darah.

Penatalaksanaan plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan :

1. Terimnasi
Kehamilan segera diakhiri sebelum tjs perdarahan yg membawa maut, misalnya : kehamilan
cukup bulsn, perdarahan banyak, parturient, dan janin mati (tdk selalu)

a. Cara vaginal yg bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, yg dengan


demikan menutup pembuluh2 darah yg terbuka (tamponade pada plasenta)

b. Dengan Secsio sesarea, dimaksudkan untuk mengosongkan rahum hingga Rahim dapat
berkontraksi dan menghentikan perdarahan. SC juga mencegah tjd robekan serviks yg
agak sering tjd pada persalinan pervaginam

2. Ekspektatif
Dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil
sekali. SIkap ekspekatitif hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan perdarahan sudah
berhenti atau sedikit sekali

Perdarahan yg banyak, pembukaan yg kecil, nullipara dan tingkat plasenta previa yg berat
mendorong kita melakukan SC. Sebaliknya perdarahan yg sedikit/ sedang, pembukaan yg sudah besar,
multiparitas dan tingkat plasenta previa yg ringan dan ank yg mati cenderung untuk dilahirkan
pervaginam.

Pada perdarahan yang sedikit dan anak masih belum matur dipertimbangkan terapi ekspektatif,
dengan syarat keadaan ibu dan anak baik, Hb normal, dan perdarahan tidak banyak. Pada terapi
ekspektatif pasien di rumah sakit sampai berat anak ± 2.500 gram atau kehamilan sudah sampai 37
minggu. Selama terapi ekspektatif diusahakan untuk menentukan lokasi plasenta dengan pemeriksaan
USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Jika kehamilan telah 37 minggu, kehamilan dapat diakhiri
dengan cara vaginal atau seksio sesaria. Dengan cara vaginal dimaksudkan untuk mengadakan tekanan
pada plasenta, yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka (tamponade
pada plasenta). Dengan seksio sesaria dimaksudkan untuk mengosongkan Rahim hingga Rahim dapat
berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Seksio sesaria juga mencegah terjadinya robekn serviks
yang agak sering pada persalinan pervaginam

Prognosis

Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasi ini lebih baik jika dibandingkan dengan masa lalu.
Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasive dengan USG di samping ketersediaan transfuse
darah dan infus cairan yang telah ada di hamper semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih
radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesaria atau
bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi
dan usia tinggi berkat sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan insidensi plasenta
previa. Dengan demikian, banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun nasib bayi belum
terlepas dari komplikasi kelahiran premature, baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio
sesaria. Karena kelahiran premature belum bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif dilakukan.
Karena dahulu penanganan lebih bersifat konservatif maka mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi
tinggi. Sekarang penanganan bersifat operasi dini, maka angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal
jauh menurun

Anda mungkin juga menyukai