SKRIPSI
Oleh
JURUSAN: SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTANLAMPUNG
1441 H/ 2020 M
TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP POLITIKIDENTITAS
Skripsi
Oleh:
NPM. 1421020151
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTANLAMPUNG
1441 H/2020 M
ABSTRAK
SURAT PERNYATAAN
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
FAKULTAS SYARIAH
PERSETUJUAN
MENYETUJUI
Untuk di munaqasahkan dan dipertahankan dalam Sidang Munaqasah
Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Pembimbing I Pembimbing II
Ketua Jurusan
Frenki, M.S.i
NIP. 198003152009011017
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
FAKULTAS SYARIAH
Jl. H. EndroSuratmin, Sukarame, Bandar Lampung, 35313, Telp.( 0721 ) 703260
PENGESAHAN
Ketua : (………………)
Sekretaris : (………………)
Penguji I : (………………)
Penguji II : (….…………....)
MOTTO
ْ اس أَن ت َۡح ُك ُم ِ َوا ٱأۡل َ ٰ َم ٰن ۡ َإ َّن اهلل ي
???وا ِ َّت إِلَ ٰ ٓى أَ ۡهلِهَ???ا َوإِ َذا َح َكمۡ تُم بَ ۡينَ الن ْ ???أ ُم ُر ُكمۡ أَن تُ???ؤَ ُّد َ ِ
)58 :يرا (النساء ٗ صِ َبِ ۡٱل َع ۡد ۚ ِل إِ َّن اهللَ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُكم بِ ۗ ِٓۦه إِ َّن اللهَ َكانَ َس ِمي ۢ َعا ب
PERSEMBAHAN
1
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 128
Dengan segala Kebahagiaan, kaya tulis ini saya persembahkan untuk
3. Jurusan Hukum Tata Negara yang tidak bisa disebutkan satu-persatu untuk
urusannya
RIWAYAT HIDUP
Achmad Junaedy Muchtar, dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 08 Juni
1996. Anak ke satu dari 2 bersaudara, dari pasangan Bapak Muchtar Ilyas dan Ibu
Dengan mengucapkan Alhamdulillah dan puji syukur atas nikmat yang Allah Swt
berikan, serta berkat dorongan keluarga, ayah dan ibu tercinta, penulis memiliki
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Islam Negeri
Raden Intan Lampung Fakultas Syariah jurusan Siyasah Syar’iah (Hukum Tata
Negara) pada tahun 2014.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt, Penguasa semesta alam, penentu setiap
kehidupan yang ada dimuka bumi ini yang telah memberikan kekuatan kesehatan
jasad dan kelembutan ruh kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini dalam rangka memenuhi syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Fakultas
Syari’ah UIN Raden Intan Lampung dengan judul skripsi “Tinjauan Fiqh
Siyasah Terhadap Politik Identitas Dalam Pemilihan Presiden Tahun 2019”
Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad Salallahu
Alaihi Wassalam, ahlul bait beserta para sahabat dan pengikutnya yang ta’at pada
ajaran islam yang sungguh sempurna.
Skripsi ini dapat diselesaikan dengan dukungan dan bantuan para pihak-
pihak yang terlibat. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ucapkan terima
kasih secara moril maupun materil kepada :
1. Prof. Dr. H. Moh. Mukri, M.Ag., selaku Rektor UIN Raden Intan Lampung.
2. Dr. H. Khairuddin, M.H selaku Dekan Fakultas Syariah UIN Raden Intan
Lampung yang selalu tanggap terhadap kesulitan-kesulitan mahasiswa.
3. Frenki, M.S.i selaku Ketua Jurusan Siyasah yang telah memfasilitasi segala
kepentingan mahasiswa.
4. Dr. H. M. Wagianto, SH.,MH. dan Liky Faisal S.H., M.H. masing-masing
selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak meluangkan
waktu disela-sela kesibukan, serta memberikan bimbingan, arahan dan
motivasi penulis sehingga skripsi ini selesai.
5. Seluruh dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung yang telah
memberikan ilmu pengetahuan dan sumbangan pemikiran selama penulis
duduk di bangku kuliah hingga selesai.
6. Pimpinan dan karyawan perpustakaan fakultas Syari’ah dan institut yang telah
memberikan informasi, data, referensi, dan lain-lain.
7. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Syariah Khususnya Jurusan Syariah yang
telah membantu dalam penulisan skripsi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................
ABSTRAK.......................................................................................................
SURAT PERNYATAAN................................................................................
PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................
PENGESAHAN...............................................................................................
MOTTO...........................................................................................................
PERSEMBAHAN...........................................................................................
RIWAYAT HIDUP.........................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
DAFTAR TABEL...........................................................................................
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul..............................................................................
B. Alasan Memilih Judul.....................................................................
C. Latar Belakang Masalah................................................................
D. Fokus Penelitian..............................................................................
E. Rumusan Masalah...........................................................................
F. Tujuan Penelitian............................................................................
G. Signifikasi Penelitian
H. Metode Penelitian...........................................................................
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Menganalisa politik identitas sebagai sebuah teori dalam ilmu politik perlu
dilakukan dari berbagai sudut pandang agar memperoleh pengertian serta definisi
yang objektif dan holisitik. Memaknai politik identitas harus dilekatkan pada
konsep identitas itu sendiri atau biasa disebut juga sebagai jati diri. Identitas atau
jati diri adalah pengakuan terhadap seorang individu atau suatu kelompok tertentu
Selain itu konsep identitas secara umum dapat dimaknai sebagai sebuah
citra yang membedakan individu atau suatu kelompok dengan individu atau
kelompok lain, hal tersebut dilakukan secara simultan dalam interaksi sosial
identitas.
konstruksi identitas pada model ini dilakukan oleh aktor sosial dari
mencapai posisi posisi tertentu dalam masyarakat, hal ini bisa terjadi
sebagai implikasi dari gerakan sosial yang bisa merubah struktur sosial
secara keseluruhan.3
inferioritas, antara mayoritas dan minoritas. Maka dari itu dapat dipahami bahwa
3
Manuel Castells, The Power Of Identity: The Information Age, Economy, Society and
Cultural,Vol II(Australia: Blacwell Publishing, 2003) h.7
4
Stereotipe adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap
kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan.
5
Primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal
yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu
yang ada di dalam lingkungan pertamanya.
politik identitas adalah tindakan politis untuk mengedepankan kepentingan-
identitas atau karakteristik, baik berbasiskan pada ras, etnisitas, jender, atau
Secara umum pemilihan umum lahir dari konsepsi dan gagasan besar
kebebasan, keadilan dan kesetaraan bagi individu dalam segala bidang. Dalam
demokrasi, ada nilai-nilai partisipatif dan kedaulatan yang dijunjung tinggi dan
harus dijalankan oleh warga negara dan instrumen negara baik pada level
legislatif, yudikatif maupun eksekutif. Hubungan antara warga negara dan negara
meskipun masih berjarak namun dapat difasilitasi oleh berbagai lembaga dan
elemen masyarakat karena adanya kebebasan bagi semua pihak untuk ikut serta
bidangbidang lainnya.
Masyarakat diberikan ruang untuk berperan aktif dan menjadi bagian dari
negara demokrasi terbesar ketiga di dunia selain Amerika Serikat dan India,7
Thailand, Indonesia memasuki fase perubahan yang signifikan dalam politik dan
pemerintahannya.
6
ParsudiSuparlan, Hubungan Antar Suku Bangsa, (Jakarta: KIK Press, 2004), h.25
7
Michael Buehler. Islam and Democracy in Indonesia Insight Turkey.Vol 11 (Istanbul :
Insight Turkey, 2009) h.51
Sepuluh tahun lebih sejak awal demokratisasi Indonesia terjadi, demokrasi
meluas.
kedua yang paling demokratis setelah runtuhnya era Soeharto. Dalam laporan
final misi pemantau Uni Eropa, diuraikan bahwa secara umum proses pemilu yang
hasil laporan tersebut, pemilu 2004 merupakan pemilu kedua yang paling
Freedom House juga melakukan evaluasi yang serupa dengan hasil yang
menyebutkan bahwa Pemilu 2004, rakyat Indonesia telah dapat memilih anggota
parlemen dengan bebas dan pemilu yang adil. Sehingga sejak kemerdekaan,
Indonesia telah melaksanakan enam kali pemilu yang demokratis yaitu pemilu
1955, 1999, 2004, 2009, 2014 dan 2019. Pencapaian pemilu yang bebas dan adil
8
Laporan Final 2004, European Union General Election Monitoring Mission in
Indonesia, (2004) h. 7
pengadilan independen, dan komunikasi, yang semuanya berguna bagi
Soeharto, Indonesia termasuk salah kekuatan ekonomi baru di Asia. Partai politik
demokrasi membawa akses yang lebih baik untuk pendidikan dan standar
berdarah. Bahkan hingga pemilu terakhir pasca reformasi, Indonesia tidak pernah
jatuh kembali pada sistem otoritarian. Ini menjadi indikasi bahwa Indonesia
mapan, yakni pra-transisi, liberalisasi, transisi demokrasi dan yang terakhir dan
terus dikawal karena isu-isu terkait politik identitas masih sering digunakan
sebagai agenda politik dimana politik identitas lebih terkait dengan etnisitas,
pemilihan presiden pada tahun 2019, dari sisi Joko Widodo, pembatalan nama
9
Ikrar Nusa Bhakti. The Transition To Democracy In Indonesia: Some Outstanding
Problems. Dalam In The Asia Pacific : A Region in Transition , ed. Jim Rolfe. (Honolulu: The
Asia Pacific for Sceurity Studies) h. 200
cawapres Joko Widodo dari Mahfud MD menjadi Ma’ruf Amin (Rais Am PB
Nahdlatul Ulama) secara cepat, menunjukkan strategi politik untuk merebut suara
cawapres. Elit tersebut tergabung dalam ijtima’ ulama GNPF (Gerakan Nasional
41,9% pada 2016 menjadi 50,9% pada 2017. Sementara suara Prabowo Subianto
relatif mengalami stagnasi dari 24,3% pada 2016 menjadi 25,8% pada 2017.Isu
SARA yang digunakan untuk menyerang calon pun sudah bisa dilihat dari
banyak pihak sarat dengan mobilisasi pemilih melalui politik identitas, terutama
Kontestasi dan kompetisi politik yang ketat antara kedua calon serta
pelaksana, peserta, dan tim kampanye dilarang menghina seseorang, agama, suku,
ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain. Mereka diharamkan pula
10
Arya Fernandes, Politik Identitas dalam Pemilu 2019: Proyeksi dan Efektivitas,
(Jakarta :Centre for Strategic and International Studies, Jakarta, 2018). h. 6
menghasut dan mengadu domba.Sehingga pada tahun 2019 Praktek demokrasi di
Indonesia sepertinya telah beralih menjadi perlombaan yang tak mengenal kawan
Maka dari itu pemilihan umum yang harusnya sebagai alat peralihan
kekuasaan dan simbol daripada kebebasan warga negara untuk memilih pemimpin
seharusnya dilakukan dengan adu gagasan, visi serta kredibilats calon tanpa ada
Sentimen terhadap etnis minoritas yang terjadi hingga kini bisa jadi
menarik simpati masyarakat. Bahaya dari politik identitas yang berlebihan adalah
bisa berujungnya pada fasisme, bahkan lebih buruk lagi yaitu separatisme dan
Sebuah pilihan sikap politik yang jauh dari semangat demoktarisasi, yang
politik identitas tersebut jika dilihat dari kacamata politik Islam (as- siyāsahal-
11
JuhanaNasrudin dan Ahmad Ali Nurdin, Politik Identitas Dan Representasi Politik
(Studi Kasus pada Pilkada DKI Periode 2018-2022) Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama h. 40
dan kesejahteraan serta menghidarkan perpecahan karena Islam hadir dengan
membawa agenda persamaan kelas atau persamaan status sosial di mata Tuhan
Islam dalam konteks politik adalah sarana untuk mewujudkan keadilan dan
kemakmuran rakyat secara umum, karena tujuan inti dari diturunkannya agama
fiqhsiyasah yaitu teori yang memberikan arahan kepada penguasa (imam) untuk
meskipun hal itu tidak ditetapkan secara spesifik oleh Al-Qur’an dan Hadist.
untuk meraih kekuasaan penting kiranya untuk kembali didiskusikan dan dibahas
kembali, untuk menambah diskursus serta khazanah terkait (value) nilai politik
Al- Qur’an adalah dasar hukum yang menduduki peringkat pertama dalam
كَ ۖ ?ِوا ِم ۡن َح ۡول ْ ?ض ِ ?ة ِّمنَ ٱهَّلل ِ لِنتَ لَهُمۡ ۖ َولَ? ۡ?و ُكنتَ فَظًّ??ا َغلِي?ظَ ۡٱلقَ ۡل
ُّ َب ٱَلنف ٖ ?فَبِ َم??ا َر ۡح َم
او ۡرهُمۡ فِي ٱأۡل َمۡ ۖ ِر فَإ ِ َذا عَ?? َزمۡ تَ فَتَ َو َّك ۡل َعلَى ٱهَّلل ۚ ِ إِ َّن
ِ ٱست َۡغفِ ۡر لَهُمۡ َو َش
ۡ ف ع َۡنهُمۡ َو ُ ٱع ۡ َف
١٥٩ َٱهَّلل َ ي ُِحبُّ ۡٱل ُمت ََو ِّكلِين
Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu.Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun
bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan
itu.Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Publik menanti munculnya beragam narasi program politik yang akan dijadikan
dasar dalam menentukan pilihan. Sayangnya, masa yang masih didominasi oleh
kampanye yang mengandung isu-isu Sara, politik identitas, serta olok-olok politik
bahkan disinyalir semakin mendorong sikap apatis pemilih terhadap pemilu dan
menguatnya gerakangolput.
Ada beberapa temuan riset yang penting untuk menjadi perhatian serius
bukan oleh tim paslon tetapi juga para pemangku kepentingan dalam Pemilu
diantaranya :
politik dan politisasi isu-isu identitas yang terjadi selama Pilpres. Dengan
kata lain, ada semacam diaspora dan polarisasi yang terus dirawat.
2. Desainelektoral yang menetapkan adanya presidentialthreshold turut
direproduksi.
keseluruhan debat pilpres yang telah berlangsung, jelas terlihat bagaimana publik
kandidat. Untuk itu dalam upaya memperbaiki kualitas kampanye yang ada untuk
pemikiran dan kesadaran elit politis untuk menggunakan politik identitas dalam
percaturan politik di Indonesia demi kemajuan bangsa dan negara serta menjaga
persatuan dan kesatuan sesuai yang diinginkan oleh agama Islam dalam
pengaturan ketatanegaraan.
A. Rumusan Masalah
1. Tujuan penelitian.
Tahun 2019.
2. Kegunaan penelitian
a. Kegunaan secara
Teoritissebagaisumbanganilmupengetahuankepadapembacauntukm
b. Kegunaanpraktisyaituuntukwawasanbagipenulis,untukmemenuhisya
Intan Lampung.
demokrasi.
C. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
diteliti.
2. Sifat Penelitian
Data yang diperoleh sebagai data yang sudah ada, yang dianalisis
demi variable atau satu demi satu secara sistematis. Analisis, yaitu
3. Sumber Data
a. Data Primer
dari obyek penelitian sebagai informasi yang dicari. Data primer dari
b. Data Sekunder
yang telah ada, berupa bukti catatan, atau laporan historis terpercaya.
12
LexyJ.Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, cet. Ke 22 (Bandung: Raja Resdakarya,
2004), h.174
politik identitas, buku-buku politik Islam, artikel,makalah seminar, dan
menyatakan jenis dan sumber data baik yang bersumber dari bahan
penelitian.
13
Amiruddin dan Zainal Abidin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Balai
Pustaka, 2006.h. 107
BAB II
LANDASAN TEORI
C. Kajian teori
4. Politik identitas
tentang politik identitas sebagai sebuah teori dalam ilmu politik. Memaknai
politik identitas harus dilekatkan pada konsep identitas itu sendiri disebut juga
Identitas atau jati diri adalah pengakuan terhadap seorang individu atau
identitas secara umum dapat dimaknai sebagai sebuah citra yang membedakan
individu atau suatu kelompok dengan individu atau kelompok lain, hal tersebut
orang.16
kepentingan. Politik identitas ini biasanya muncul bukan karena adanya sistem
Selain itu, munculnya politik identitas di Indonesia ini diakibatkan oleh adanya
14
Cressida Heyes, Identity Politics, Stanford Encyclopedia of Philosophy, 2007,
diaksesdari Plato.Stanford.edu/entries/identity politics
15
Sri Astuti Buchari, Kebangkitan Etnis Menuju politik Identitas, Jakarta: YOI, 2014, hal,
27
16
Richard Parker, “Five Theses On Identity Politics”, Harvard Journal of Law & Public
Policy Vol. 29, No. 01, 2005, 55.
teritorialisasi identitas dengan adanya pembentukan daerah administratif di
beberapa wilayah.17
Politik identitas juga dapat dipahami sebagai suatu dorongan individu untuk
memilih calon yang meiliki latar belakang yang sama hal ini disebabkan karena
adanya simpati dan solidaritas antara sesana individu dalam suatu etnis.
memiliki keyakinan atau latar belakang yang sama dengan yang mereka miliki
politik dengan sebutan kami bagi “orang asli” yang menghendaki kekuasaan
dan mereka bagi “orang pendatang” yang harus melepaskan kekuasaan. Jadi,
17
Purwanto, “Politik Identitas dan Resolusi Konflik Transformatif”, Jurnal Review Politik
Vol. 05, No. 01, Juni 2015. 61-62
18
Banyamin Molan, Multikulturalisme Cerdas Membangun Hidup Bersama Yang Stabil
dan Dinamis, (Jakarta: PT. Indeks, 2015),vi
19
Muhtar Haboddin, Menguatnya Politik Identitas di Ranah Lokal, Jurnal Studi
Pemerintahan Vol.3 No.1 Februari 2012
Istilah politik identitas dalam perkembangannya didefinisikan dalam
yang sama. Istilah ini sering dipertukarkan dalam dua terminologi, yaitu
Tujuan awal dari politik identitas adalah pada dasarnya untuk melawan
hanya seputar masalah gender, ras feminim, ras, dan kelompok teraniaya,
beragam.21
20
Laode Machdani Afala, Politik Identitas di Indonesia, UB Press, Malang, 2018. Hal, 13
21
Ibid., h. 7-8.
Realitas kemajemukan etnis merupakan realitas sosial yang tidak dapat
sebagai faktor pemicu atau bahkan penyebab terjadinya konflik sosial dan
kekerasan kolektif. Tuduhan ini tentu tidak sepenuhnya salah, karena tidak
yang mudah ditemui setiap kali ada kegiatan politik besar, seperti pemilu
Hal serupa juga terjadi di kalangan internal agama itu sendiri sehingga
22
Abdul Asri Harahap, Manajemen dan Resolusi Konflik Pilkada, Pustaka Cidesindo,
Jakarta, 2005, h. 42
Penyimpangan ini bisa terjadi akibat penafsiran yang salah, baik sengaja
Indonesia, dapat menciderai hak asasi manusia. yaitu orang atau individu
dalam hal ini agama yang melekat pada individu ia dibatasi dalam haknya
dalam pasal 28 D ayat (3) UUD NRI 1945 Indonesia yang berbunyi “setiap
pemerintahan”.
serentak yang berlangsung awal tahun 2017. Pilkada DKI Jakarta, yang
merupakan Ibu Kota Negara menjadi sorotan publik. Bukan hanya karena
Jakarta sebagai Ibu Kota Negara saja, melainkan karena meningkatnya isu
etnis dan isu keagamaan. Salah satu calon Gubernur petahana DKI Jakarta,
Hal tersebut terkait dengan tuduhan telah menyalah artikan makna darisurat
Al-Maidah ayat (5) yang berisi tentang kepemimpinan bagi umat muslim.
23
Ibid, h. 44
Melalui jejaring media sosial, isu etnis dan penistaan agama ini meluas dan
agar Ahok diadili. Keberhasilan ini terlihat pada mobilisasi gerakan massa
yang dikenal dengan gerakan 411 dan 212. Dalam fenomena tersebut
Dampak dari fenomena politik identitas yang terjadi di dalam Pilkada DKI
Jakarta adalah menguatnya intoleransi antar umat beragama dan antar etnis.
Seperti misalnya yang terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT). NTT sering
dijuluki sebaga “Nusa Tinggi Toleransi” hal tersebut berdasar pada indeks
NTT sejak Pemilihan gubernur Jakarta pada tahun 2017, tepatnya setelah
simbol empati terhadap Ahok sebagai saudara mereka yang beragama sama
dengan mereka yaitu agama Kristen, dipimpin oleh para pastor Katolik dan
tiang sebagai tanda protes. Para politisi di NTT pada saat itu sadar betul
24
Laode Machdani Afala, Politik Identitas di Indonesia, UB Press, Malang, 2018, h. 2-3.
bahwa politik identitas dapat dijual untuk mendulang suara dari para
Pada saat pemilihan Gubernur di NTT pada tahun 2018 yang lalu calon
Gubernur dan Wakil Gubernur ada 4 calon kandidat yang berkontestasi pada
yang pada saat itu didukung oleh partai Gerindra dan PAN, pasangan Benny
PKPI dan PKS, selanjutnya ada pasangan Marinus Sae dan Emmilia
Nomleni yang didukung oleh PDI-P dan PKB, kemudian ada pasangan
Viktor Bungtilu Laiskodat dan Joshep Nae Soi yang didukung oleh partai
Pada saat itu hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) terhadap
khilafah.27
sosial dan kekerasan kolektif. Tuduhan ini tentu tidak sepenuhnya salah,
merupakan hal yang mudah ditemui setiap kali ada kegiatan politik besar,
seperti pemilu atau pemilihan ketua partai, bahkan ormas yang berbasis
agama yang menjadi faktor pemicu konflik tetapi lebih disebabkan oleh
dasarnya. Penyimpangan ini bisa terjadi akibat penafsiran yang salah, baik
seperti Indonesia, dapat menciderai hak asasi manusia. yaitu orang atau
identitas dalam hal ini agama yang melekat pada individu ia dibatasi dalam
28
Abdul Asri Harahap, Manajemen dan Resolusi Konflik Pilkada, Pustaka Cidesindo,
Jakarta, 2005, h. 42
haknya untuk memperoleh kesempatan dalam pemerintahan. Hal tersebut
termuat dalam pasal 28 D ayat (3) UUD NRI 1945 Indonesia yang
dalam pemerintahan”.
Memeluk sebuah kepercayaan atau agama dalam pasal 28E ayat (1)
UUD NRI 1945 yang berbunyi “Setiap orang bebas memeluk agama dan
tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi “ Hak untuk hidup, hak untuk
tidak disisksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui secara pribadi dan
persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi amanusia yang tidak dapat
Hak untuk memeluk agama yang dijelaskan dalam pasal tadi, tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Praktik politik
didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,
kehidupan lainnya”.
jawab negara, terutama pemerintah” dalam hal ini negara yaitu pemerintah
Manusia;
merupakan tindakan yang tidak bisa dilepaskan dari manusia, baik mereka
tarik emosi dan keyakinan personal. Pada 2016, kata ini digunakan hampir
meninggalkan Uni Eropa dan pilpres AS. Dalam kedua kasus tersebut,
apa.
etik dan keterikatan kepada fakta telah berubah atau bahkan dapat dikatakan
berkampanye melalui media arus utama (baik cetak, radio, maupun televisi),
29
media online, dan atau media sosial.
emosional,
(e) mobilisasi narasi fiktif tentang figur atau peristiwa tertentu, dan
29
Andrey Miroshnichenko. 2017. “The post-truth world: how social media destroy the
absolutism of the “objective” truth”, Human as Media, https://human-as-
media.com/2017/02/22/the-posttruth-world-how-social-media-destroy-the-absolutism-of-the-
objective-truth/.
kelompok tertentu. Kebenaran adalah sesuatu yang bersifat relatif dan
Cara pandang posmodern adalah hal yang membuka tabir terkait kasus
orang yang berada dalam dua faksi politik tersebut lebih suka berbicara
Makna adalah bahwa mereka memiliki opini mereka sendiri, tanpa memiliki
sumber fakta karena mereka tidak percaya lagi kepada fakta atau kebenaran,
Bagi mereka, kebenaran mereka sendiri lebih benar daripada segala hal
fiksi, imajinasi dan narasi emosional menjadi bahaya tersendiri karena hal
itu akan menciptakan individu atau kelompok yang mudah sekali disulut
Jenkins, Henry and David Thorburn, ed., (2004), Democracy and New Media,
30
efek dan dampak yang sangat luar biasa, baik dalam masa kampanye
maupun isu-isu politik strategis lainnya. Politik identitas sebagai isu yang
dilempar di media sosial, cetak dan media massa dalam setiap kegiatan
kampanye pilpres maupun pilkada oleh tim sukses para calon presiden dan
konflik pasca-pemilu.
pesan yang dibawa, hingga interaksi antara media dan penonton mereka
disebut sebagai interaksi dua arah. Terdapat hal menarik dalam media
elektronik seperti TV, radio, televisi, dan internet yang telah menjadi ruang
khusus dalam urusan politik. Hal ini bukan berarti menunjukkan bahwa
seluruh urusan politik dapat direduksi menjadi gambar, teks dan suara
pemerintahan.32
perwakilan.33
Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim pemilihan umum tidak lain
adalah suatu cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. Dan karenanya bagi
diadakan dalam siklus lima tahun sekali (5 tahun sekali) merupakan saat
oleh rakyat. Pada saat pemilihan umum itulah semua calon yang ingin
32
Castells, Manuel, (1997). “Informational Politics and the Crisis of Democracy”
dalam The Power of Identity, Oxford: Blackwell Publisher.
33
Mashudi, pengertian-Pengerlian Alendasar Kedudukan Hukum Pemilihan umum di
Indonesia Metrul Undang-Undang Dasar 1945, Mandar Maju, Bandung1993.hlm 1.
duduk sebagai penyelenggara negara dan pemerintahan bergantung
atau DPR dan Pemerintah tidak luput untuk membuat instrumen hukum
Pemilu tahun 2004 sampai dengan Pemilu tahun 2014 selalui mempunyai
memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional
yaitu Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden sesuai Pasal 221 yang
umum tahun 2014 hanya akan ada maksimal dua pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden. Keadaan tersebut dapat dilihat dari peta
35
Pasal 221 dan 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
36
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tertanggal 23 Januari 2014
dan kekuatan politik sebelum penetapan calon Presiden dan Wakil
Presiden.
Partai-partai koalisi pemerintah jika terus solid sampai tahun 2019 untuk
mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden maka sudah ada
pemerintah juga jika solid maka dapat mengusung satu pasangan calon
Keadaan akan menjadi lain jika partai-partai oposisi tidak solid dan
pecah maka sudah dapat dipastikan hanya akan ada satu pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden. Karena pada pemilihan umum 2014 tidak
secara jujur dan adil. Harapan tercapainya Pemilu yang jujur dan adil
barang dan jasa (public good service) dan meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pembangunan.37
1. KPU
Komisi Pemilihan Umum atau yang dikenal dengan KPU terdiri dari
sendiri; KPU Provinsi; KPU Kabupaten/ Kota; PPK; PPS; PPLN; KPPS;
Pemilu pada tahun 1955. Pada waktu itu, dalam konsep kelembagaan
Indonesia juga mengatur tugas dan wewenang serta kewajiban dari KPU
PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN. Begitu pula tugas KPU untuk
DPD, dan Paslon terpilih serta membuat berita acaranya. Apabila ada
undangan.38
undangan.39
38
Pasal 12 UU Pemilu.
39
Pasal 13 UU Pemilu
Menyelenggarakan Pemilu menurut UU Pemilu di dalamnya juga
Provinsi dan KPU Kabupaten/ Kota itu berpedoman pada keputusan KPU
dan Peraturan KPU. Dalam hal KPU membentuk Peraturan KPU yang
dengan DPR dan pemerintah melalui rapat dengar pendapat, atau yang
Agung.
ini pernah dilakukan Mahkamah Agung atas PKPU No. 20 Tahun 2018
2. BAWASLU
Telah diatur dalam Bab II, Bagian Kesatu Umum UUPemilu, bahwa
bersifat hierarkis. Sifat yang sama, yaitu hierarkis juga dimiliki Bawaslu
dibentuk paling lambat dua puluh tiga hari sebelum hari pemungutan
suara dan dibubarkan paling lambat tujuh hari setelah hari pemungutan
suara.43
42
Pasal 89 UU Pemilu.
43
Pasal 90 UU Pemilu
Keanggotaan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota
Bawaslu dipilih dari dan oleh anggota Bawaslu. Ketua Bawaslu Provinsi,
pengawasan Pemilu.
Tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-
44
Undang Pemilu
dugaan pelanggaran Pemilu; menginvestigasi dugaan pelanggaran
sebagai berikut. 45
kewenangan.
dan DPR sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/ atau
berdasarkan kebutuhan.
peraturan perundang-undangan46
3. DKPP
Setelah pemaparan KPU dan Bawaslu, yaitu dua unsur penting; unsur
46
Pasal 96 UU Pemilu.
47
Pasal 1 angka (24) UU-Pemilu.
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Lembaga ini bertugas
hukum mengenai Pemilu dan lebih khusus lagi hukum yang mengatur
48
Hakikatnya,UU-Pemilu sebagai manifestasi paling konkret dari jiwa bangsa (Volksgeist) dalam
bidang Pemilu di Indonesia tidak hanya mengatur mengenai kelembagaan penyelenggara Pemilu
saja, UU-Pemilu juga mengatur mengenai kelembagaan pelaksanaan pemilu, kelembagaan
pelanggaran Pemilu dan kelembagaan sengketa Pemilu, serta kelembagaan tindak pidana pemilu.
mengenai kelembagaan Penyelenggara Pemilu, diprioritaskan pada
Pembetukan DKPP paling lama dua bulan sejak anggota KPU dan
beranggotakan tujuh orang. Ketujuh orang itu terdiri atas satu orang ex
offtcio dari unsur KPU; satu orang ex officio dari unsur Bawaslu; dan
lima orang tokoh masyarakat. Anggota DKPP yang berasal dari tokoh
orang anggota. Ketua DKPP dipilih dari dan oleh anggota DKPP melalui
rapat pemilihan Ketua DKPP yang dipimpin oleh anggota yang tertua
dan termuda. Tenancy, atau masa tugas keanggotaan DKPP adalah lima
tahun dan berakhir pada saat dilantiknya anggota DKPP yang baru.
Setiap anggota DKPP dari setiap unsur dapat diganti antar waktu.
Pengangkatan anggota DKPP yang bukan dari unsur KPU dan Bawaslu
adalah: (1) anggota dari KPU, (2) anggota dari KPU Provinsi, (3)
49
Pasal 155 UU Pemilu.
50
Pasal 156 UU Pemilu
anggota KPU Kabupaten/Kota, (4) anggota PPK, (5) anggota PPS, (6)
anggota KPPS, (7) anggota PPLN, (8) anggota KPPSLN serta (9)
Pengawas TPS.
menurut hukum itu maka apabila ada anggota DKPP yang berasal dari
tidak dapat menjadi majelis etik DKPP untuk pelanggaran yang diadukan
tersebut.52
51
Dari rumusan ketentuan ini dapat timbul kesan bahwa sidang yang dilakukan DKPP hanya
terbatas untuk melakukan pemeriksaan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu
Provinsi dan anggota Bawaslu Kabupaten/ Kota. Padahal, Kode Etik yang disusun DKPP Kode
etik yang dikemukakan di atas bersifat mengikat dan wajib dipatuhi oleh anggota KPU, KPU
Provinsi; KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN, serta anggota Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupatenf Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa,
Panwaslu LN, dan Pengawas TPS
52
Pasal 158 UU Pemilu.
penyelidikan dan verifi kasi, serta pemeriksaan atas aduan dan/atau
terpisah.
peradilan ethics menurut hukum dapat dipaksakan, dan karena itu pada
53
Setiap putusan pengadilan, termasuk peradilan yang dijalankan DKPP untuk mengawal
pemurnian nilai-nilai kelembagaan Penyelenggara Pemilu harus mempunyai kepala Putusan pada
bagian atas Putusan, yaitu irah-irah: Demi Keadilan dan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Kepala Putusan menandai adanya kewibawaan yang memberi kekuatan eksekutorial pada Putusan.
Apabila kepala putusan tidak dibubuhkan pada suatu putusan pengadilan, sekalipun ada yang
mengatakan quasi pengadilan namun tetap saja sama baiknya dengan putusan pengadilan, maka
hakim tidak dapat melaksanakan Putusan tersebut; atau lembaga yang ditunjuk untuk
menindaklanjuti dan mengawasi Putusan tersebut tiak dapat melakukan perbuatan hukum lebih
lanjut. Pandangan seperti ini merupakan prinsip hukum yang diakui dalam peraturan perundangan
yang berlaku dalam Sistem Hukum Pancasila. Lihat misalnya Pasal 224 HIR, dan Pasal 258 Rbg
diadukan, kepolisian dalam hal pelanggaran pidana, dan Penyelenggara
Pemilu.54
dan tata kerja tim pemeriksa daerah diatur dengan Peraturan DKPP.55
54
Penjelasan Pasal 159 ayat (3) huruf (d) UU Pemilu.
55
Pasal 164 UU Pemilu. Penulis dapat memerkirakan, meskipun ini hanya pendapat
pribadi dan tidak mewakili pandangan DKPP sebagai suatu institusi, TPD tersebut akan
diberikan tugas untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang bersifat pra penyelidikan
dan pra verivikasi terhadap laporan-laporan yang masuk ke DKPP.
6. Politik identitas dalam Islam
kelompok atau Negara. Lahirnya politik identitas tak terlepas dari dua factor
masyarakat yang aman, sejahtera, makmur dan bahagia, oleh sebab itu
wajib ada dalam sistem pemerintahan suatu negara dalam bentuk apapun.
yang berbahasa dan berbudaya Perancis, yang ingin memisahkan diri dari
Muslim arus besar lainnya. Tetapi pada tahun 2000 politik identitas
alasan agamanya.56
D. Tinjauan pustaka
56
yafii Maarif, Politik Identitas Dunia, (Jakarta, edisi digital 2012)
BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
3. Era reformasi
tahun 2019
BAB V
PENUTUP