Anda di halaman 1dari 11

Tugas Individu Landasan Pendidikan Dan Pembelajaran IPA

LANDASAN ILMIA PENDIDIKAN


Tentang “ Landasan Psikologi pendidikan”

Dosen Penganpu : Dr. Fahyuddin, S.Pd., M.Si

Oleh :

ZULQARNAIN T. G2J1 20 009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
Landasan Psikologi Pendidikan

A. Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan adalah cabang dari ilmu psikologi yang mengkhususkan
diri pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan[1].
Studi mengenai proses pembelajaran, baik dari sudut pandang kognitif maupun perilaku,
mengijinkan ilmuwan untuk memahami perbedaan individu dalam hal intelegensi,
perkembangan kognitif, afek, motivasi, regulasi diri, konsep diri, serta peranannya dalam
proses belajar. Bidang psikologi pendidikan banyak mengandalkan pengujian dan
pengukuran dengan metode kuantitatif, untuk meningkatkan aktivitas pendidikan seperti
desain pemberian instruksi, manajemen kelas, dan asesmen, yang bertujuan untuk
memfasilitasi proses pembelajaran dalam berbagai setting pendidikan sepanjang hidup
Bidang dalam psikologi pendidikan meliputi studi tentang memori, proses
konseptual, dan perbedaan individu (melalui psikologi kognitif) dalam
mengonseptualisasikan strategi baru mengenai proses belajar pada manusia. Psikologi
pendidikan merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang berdasarkan riset psikologis yang
menyediakan serangkaian tahap-tahap untuk membantu individu melaksanakan tugas
sebagai seorang guru dalam proses mengajar-belajar secara lebih efektif. Definisi ini
hanya sebatas pada proses interaksi antar guru-siswa dalam kelas. Psikologi pendidikan
pada masa awal perkembangan dan pemanfaatannya belum dikenal banyak orang tetapi
seiring dengan perkembangan sains dan teknologi, akhirnya lahir dan berkembanglah
secara resmi sebagai sebuah cabang khusus psikologi yang disebut psikologi pendidikan.

B. Kegunaan psikologi Pendidikan


bentuk ekspresi yang dilakukan oleh peserta didik tidak lepas dari unsur
psikologi, seperti kesiapan mereka untuk merima pelajaran, kesehatan mental yang
dialaminya, minat belajar dan lain-lain. Apabila guru/pendidik telah memperhatikan
berbagai ekspresi mereka, maka dengan mudah pendidik memberikan motivasi belajar
kepada peserta didik. Psikologi pendidikan sangat berguna bagi para pendidik, guru dan
orang tua agar dapat:
Memberikan pengajaran dan pelajaran terhadap peserta didik terhadap peserta
didik, sesuai dengan perkembanga jiwa mereka.
- Mengenal dan memahami keberadaan setiap peserta didik secara utuh baik secara
individual maupun kelompok.
- Memperlakukan peserta didik sesuai dengan keadaan jiwa yang dialaminya.
- Membantu peserta didik dalam mengatasi masalah pribadi yang dihadapi.
- Mewujudkan tindakan psikologi yang tepat dalam belajar-mengajar.

C. Bentuk bentuk psikologi Pendidikan


1. Psikologi perkembangan
a. Teori pendekatan pentahapan perkembangan individu berjalan melalui tahapan-
tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan
ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.
b. Teori pendekatan diferensial pendekatan ini dipandang individu-individu itu
memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu
orang-orang membuat kelompok–kelompok. Anak-anak yang memiliki kesamaan
dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah kelompok berdasarkan jenis kelamin,
kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial ekonomi, dan sebagainya
c. Teori pendekatan iprasif pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap
individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat
perkembangan seseorang secara individual

Dari ketiga pendekatan ini, yang paling dilaksanakan adalah pendekatan


pentahapan. Pendekatan pentahapan ada dua macam yaitu bersifat menyeluruh dan
yang bersifat khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek perkembangan
sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan,
sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbang faktor tertentu saja sebagai
dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak.
Psikologi perkembangan menurut Rouseau dalam (Pidarta, 2007:200) membagi
masa perkembangan anak atas empat tahap :
a. Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
b. Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti 
hidup manusia primitif.
c. Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan
kemauan untuk berp etualang.
d. Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata
hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.

Menurut Jean Piaget dalam (Pidarta, 2007:203) ada empat tingkat


perkembangan kognisi, yaitu:
a. Periode sensorimotor pada umur 0 – 2 tahun. Kemampuan anak terbatas pada
gerak-gerak refleks
b. Periode praoperasional pada umur 2 – 7 tahun Perkembangan bahasa anak ini
sangat pesat
c. Periode operasi konkret pada umur 7 – 11 tahun Mereka sudah bisa berfikir logis,
sitematis, dan memecahkan masalah yang bersifat konkret. Mereka sudah mampu
mengerjakan penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
d. Periode operasi formal pada umur 11 – 15 tahun. Anak-anak ini sudah dapat
berfikir logis terhadap masalah baik yang konkret maupun yang abstrak. Dapat
membentuk ide-ide dan masa depan yang realistis.
2. Psikologi pembelajaran
Menurut Pidarta (2007:206) belajar adalah perubahan perilaku yang relatif
permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat atau
kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu
mengomunikasikannya kepada orang lain.
a. Kontiguitas, memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidik
tentang tentang respons anak yang diharapkan, beberapakali secara berturut-turut.
b. Pengulangan, situasi dan respons anak diulang-ulang atau dipraktikkan agar
belajar lebih sempurna dan lebih diingat.
c. Penguatan, respons yang benar misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan
dan menguatkan respons itu.
d. Motivasi positif dan percaya diri dalam belajar.
e. Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas anak-anak
dalam belajar.
f. Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh faktor –faktor dalam
pengajaran.

Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola  tingkah laku


manusia sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip
belajar ini selanjutnya lazim disebut dengan teori belajar

a. Teori belajar klasik masih tetap dapat dimanfaatkan, antara lain untuk menghapal
perkalian dan melatih soal-soal (disiplin mental). Teori Naturalis bisa dipakai
dalam pendidikan luar sekolah terutama pendidikan seumur hidup.
b. Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam mengembangkan perilaku-perilaku
nyata, seperti rajin, mendapat skor tinggi, tidak berkelahi dan sebagainya.
c. Teori belajar kognisi berguna dalam mempelajari materi-materi yang rumit yang
membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan untuk
mengembangkan ide.
3. Psikologi social
Menurut Hollander (1981)  psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari
psikologi seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan  ciri-ciri psikologi
dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan
antar individu (dikutip Pidarta, 2007:219).
Dalam dunia pendidikan, kesan pertama yang positif yang dibangkitkan pendidik
akan memberikan kemauan dan semangat belajar anak-anak. Motivasi juga
merupakan aspek psikologis sosial, sebab tanpa motivasi tertentu seseorang sulit
untuk bersosialisasi dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu, pendidik punya
kewajiban untuk menggali motivasi anak-anak agar muncul, sehingga mereka dengan
senang hati belajar di sekolah
Menurut Klinger (dikutip Pidarta, 2007:222) faktor-faktor yang
menentukan motivasi belajar adalah.
a. Minat dan kebutuhan individu.
b. Persepsi kesulitan akan tugas-tugas.
c. Harapan sukses.

D. Implikasi Psikologi dalam Konsep Pendidikan


Tinjauan tentang psikologi perkembangan, psikologi belajar, psikologi social dan
kesiapan belajar serta aspek-aspek individu, memberikan implikasi kepada konsep
pendidikan. Implikasinya kepada konsep pendidikan, yaitu:
Psikologi perkembangan yang bersifat umum, yang berorientasi pada afeksi dan pada
kognisi, semuanya memberi petunjuk pada pendidik serta bagaimana membina anak-anak
agar mereka mau belajar dengan sukarela.
1. Psikologi belajar
a. Klasik, disiplin mental bermanfaat untuk menghafal perkalian dan melatih soal-
soal dan aktualisasi diri
b. Behavioris bermanfaat atau cocok untuk membentuk prilaku nyata, seperti mau
menyumbang, giat bekerja, gemar bernyanyi dan sebagainya.
c. Kognisi cocok untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang lebih rumit yang
membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan untuk berkreasi
menciptakan sesuatu atau ide baru.
2. Psikologi social
a. Persepsi diri atau konsep tentang diri sendiri ternyata bersumber dari perilaku
yang overt dan persepsi kita terhadap lingkungan dan banyak dipengaruhi oleh
sikap serta perasaan kita. Agar para peserta didik mengalami konsep diri yang riil
maka pendidik perlu mengembangkan perilaku yang overt, persepsi terhadap
lingkungan secara wajar, dan sikap keras perasaan yang positif. Kosep diri yang
keliru dapat merusak perkembangan anak.
b. Pembentukan sikap bisa secara alami, dikondisi dan meniru sikap para tokoh.
Pendidik perlu membentuk sikap anak yang positif dalam banyak hal. Oleh sebab
itu, cara pembentukan sikap ini perlu direncanakan dan dilaksanakan pada waktu
dan situasi yang tepat.
c. Sama halnya dengan sikap, motivasi  peserta didik juga perlu dikembangkan pada
saat yang memungkinkan melalui:
- Pemenuhan minat dan kebutuhannya.
- Tugas-tugas yang menantang.
- Menanamkan harapan yang sukses dengan cara sering memberikan
pengalaman sukses.
d. Hubungan yang intim diperlukan dalam proses konseling, pembimbingan dan
belajar dalam kelompok. Karena itu hubungan seperti ini perlu dikembangkan
oleh para pendidik.
e. Pendidik perlu membendungkan perilaku agresif anti sosial, tetapi
mengembangkan agresif prososial dan sanksi. Pengurangan agresif anti sosial
dapat dilakukan dengan menanamkan ketertiban, tidak menggangu atau sama lain
dan berupaya agar anak-anak tidak mengalami putus asa.
f. Pendidik juga perlu mengembangkan kemampuan memimpin dikalangan anak-
anak. Sebab kepemimpinan sangat besar perannya dalam mencapai sukses belajar
bersama dan sukses berorganisasi dalam kehidupan setelah dewasa.
Kesiapan belajar yang bersifat afektif dan kognitif perlu diperhatikan oleh
pendidik agar materi yang dipelajari ankak-anak dapat dipahami dan diinternalisasi
dengan baik. Kesiapan afeksi harus dikembangkan dengan model pengembangan
motivasi sedangkan kesiapan kesiapan kognisi dipelajari dari tingkat-tingkat
perkembangan kognisi mereka.

E. Perkembangan Peserta Didik sebagai Landasan Psikologis


Peserta didik selalu berada dalam proses perubahan, baik karena pertumbuhan
maupun karena perkembangan. Pertumbuhan terutama karena pengaruh faktor internal
sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan, sedangkan perkembangan terutama
karena pengaruh lingkungan. Kedua hal tersebut sebenarnya hanya dapat dibedakan
namun tak dapat dipisahkan, karena itu perubahan peserta didik tersebut dapat disebut
sebagai tumbuh-kembang manusia yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni faktor
keturunan (hereditas), faktor lingkungan, faktor proses perkembangan itu sendiri, serta 
hal-hal lain sebagai anugerah.
Pemahaman akan tumbuh-kembang manusia itu sangat penting sebagai bekal
dasar untuk memahami peserta didik dan untuk menentukan keputusan dan atau tindakan
yang tepat dalam membantu proses tumbuh-kembang itu secara efektif dan efisien. Salah
satu aspek dari pengembangan manusia seutuhnya adalah yang berkaitan dengan
perkembangan kepribadian, utamanya agar dapat diwujudkan kepribadian yang mantap
dan mandiri. Meskipun terdapat variasi pendapat, namun dapat dikemukakan beberapa
prinsip umum perkembangan kepribadian.
Salah satu prinsip perkembangan kepribadian ialah bahwa perkembangan
kepribadian mencakup aspek behavioral maupun aspek motivasional. Dengan
perkembangan kepribadian bukan hanya perubahan dari tingkah laku yang tampak, tetapi
juga perubahan dari hal yang mendorong tingkah laku tersebut. Prinsip kedua dari
perkembangan kepribadian ialah bahwa kepribadian mengalami perkembangan yang
terus menerus dan tidak terputus-putus, meskipun pada suatu periode tertentu akan
mengalami perkembangan yang cepat dibandingkan dengan periode lainnya. Di samping
itu, hasil perkembangan pada periode tertentu akan menjadi landasan bagi perkembangan
periode berikutnya. Hal ini menunjukkan pentingnya pendidikan informal di keluarga
serta pendidikan prasekolah. Sedang bagi guru di sekolah, hal ini berarti bahwa demi
pemahaman kepribadian peserta didik tertentu diperlukan kerja sama yang erat dengan
orangtua peserta didik yang bersangkutan, dan dengan demikian dapat membantu
perkembangan kepribadian siswa yang bersangkutan atas dasar hasil perkembangan yang
telah terjadi di keluarga.
Perkembangan kepribadian, di samping faktor keluarga juga dipengaruhi oleh
faktor hereditas (seperti keadaan fisik, intelegensi, temperamen, dan sebagainya) dan
faktor sosial budaya di luar lingkungan keluarga. Alexander dengan tegas
mengemukakan tiga faktor utama yang bekerja dalam menentukan pola kepribadian
seseorang yakni: bekal hereditas individu, pengalaman awal di keluarga dan peristiwa
penting dalam hidupnya di luar lingkungan keluarga.
Dengan demikian, dari potensi hereditas, perkembangan kepribadian akan
berlangsung atas dasar kerja sama antara proses maturasi (pendewasaan) sebagai
pengaruh faktor-faktor pertumbuhan di dalam diri (intern) manusia, dengan proses belajar
sebagai pengalaman-pengalaman yang dijumpai manusia dalam hidupnya.

Penerapan Landasan Psikologis dalam Pendidikan di Indonesia saat ini


Landasan psikologis merupakan landasan yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya.
Sehingga dapat dikatakan ketika pendidikan diselenggarakan tanpa memperhatikan aspek
psikologis sebagai landasannya maka penyelenggaraan pendidikan tidak akan tepat
sasaran sesuai kebutuhan dan perkembangan masing-masing peserta didik yang berbeda
satu dengan lainnya.
Mengenai penerapan landasan psikologis dalam pendidikan di Indonesia saat ini
nampaknya sudah menunjukkan hal yang menggembirakan. Kurikulum pendidikan
Indonesia yang terbaru saat ini yang sedang gencar dilaksanakan ialah Kurikulum 2013.
Berdasarkan penyampaian dari pelopor munculnya kurikulum baru ini yaitu Prof. Dr. Ir.
H. Musliar Kasim, MS (Wamendikbud Nasional Indonesia bidang pendidikan), ternyata
banyak aspek psikologis yang menjadi perhatian sehingga muncullah rancangan
kurikulum 2013 ini yang pada akhirnya telah mencapai masa pelaksanaannya yang
disambut dengan beragam respon dari berbagai kalangan, namun kebanyakan respon
yang muncul ialah respon positif yang mendukung konsep kurikulum 2013 tersebut
karena dinilai banyak memiliki sisi positif dalam pengembangan peserta didik untuk
dapat menjadi insan yang kreatif, aktif, produktif dan berkarakter.
Dengan kurikulum baru ini peserta didik juga tidak akan lagi merasakan beban
psikologis karena harus mempelajari banyak mata pelajaran, yang kebanyakan dipelajari
dengan metode menghafal, diselingi banyaknya tugas atau PR, banyaknya buku pelajaran
yang harus dibawa setiap kali ke sekolah yang berpengaruh pula pada kondisi fisik
berupa kelelahan, dan lainnya. Hal yang sangat baik dari penerapan kurikulum baru ini
juga yaitu sangat memperhatikan aspek perbedaan potensi dan perkembangan peserta
didik sehingga pendidikan diharapkan akan tepat sasaran bagi setiap peserta didik untuk
menjadikan mereka anak negeri yang berkualitas dan berkompeten pada beragam bidang
atau profesi.
Kontribusi Psikologi  pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian Psikologi  pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari
sistem pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, seperti :
teori classical conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt, teori daya, teori
kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari kontroversi yang menyertai
kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada kenyataannya teori-teori tersebut telah
memberikan sumbangan yang signifikan dalam proses pembelajaran.

Kontribusi Psikologi  pendidikan terhadap Sistem Penilaian


Penilaiain pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna
memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melaui kajian Psikologi  kita
dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah
mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian Psikologi telah memberikan sumbangan nyata dalam
pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah
dikembangkannya berbagai tes Psikologi  baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat
maupun kepribadian individu lainnya. Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan
Psikologi  pendidikan bagi kalangan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
Keadaan anak yang tadinya belum dewasa hingga menjadi dewasa berarti
mengalami perubahan,karena dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan usaha atau
kegiatan berinteraksi antara pendidik,anak didik dan lingkungan. Perubahan tersebut
adalah merupakan gejala yang timbul secara Psikologi. Di dalam hubungan inilah kiranya
pendidik harus mampu memahami perubahan yang terjadi pada diri individu, baik
perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami
landasan pendidikan dari sudut Psikologi.
Dengan demikian, Psikologi adalah salah satu landasan pokok dari pendidikan.
Antara Psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit
dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan Psikologi 
menelaah gejala-gejala Psikologi dari manusia. Dengan demikian keduanya menjadi satu
kesatuan yang tidak terpisahkan.

Anda mungkin juga menyukai