KHD Article 2
KHD Article 2
ISSN :2541450X (online) Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi Vol. 2 No. 2 2017
Abstract. Early childhood education is a fundamental education because the child's early
years begin education. According to the among system Ki Hadjar Dewantara, early childhood
is categorized in the age of "Wiraga". The purpose of this study to determine the
understanding and application of systems among Ki Hadjar Dewantara at the age of wiraga.
The method of this research is qualitative with case study approach. Data collected by
observation and interview to principal and 3 teacher of Natural School Ramadhani Kediri.
The results include: Understanding system among is a teacher accompany, serve, remind,
and as a friend. Wiraga age is understood as age 0-8 years, where many children play and
movement (gross motor). The system among the Ramadhani Natural School is applied
according to the conditions and tasks of child development at the age that he has. Early
childhood education should be free of children as long as it does not endanger itself so that
the system among can be used as an appropriate system for early childhood education.
Abstrak. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang fundamental karena masa
awal anak mulai mengenyam pendidikan. Menurut sistem among Ki Hadjar Dewantara, anak
usia dini dikategorikan dalam usia “Wiraga”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
pemahaman dan penerapan sistem among Ki Hadjar Dewantara pada usia wiraga. Metode
penelitian ini yaitu kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan observasi dan wawancara kepada kepala sekolah dan 3 guru Sekolah
Alam Ramadhani Kediri. Hasil penelitian meliputi: Pemahaman sistem among ialah seorang
guru mendampingi, melayani, mengingatkan, serta sebagai seorang teman. Usia wiraga
dipahami sebagai usia 0-8 tahun, dimana anak banyak bermain dan olah gerak (motorik
kasar). Sistem among di Sekolah Alam Ramadhani diterapkan sesuai dengan kondisi dan
tugas perkembangan anak pada usia yang dia miliki. Pendidikan bagi anak usia dini
seharusnya bersifat memerdekakan anak selama tidak membahayakan dirinya sehingga
sistem among dapat dijadikan sebagai suatu sistem yang tepat bagi pendidikan anak usia
dini.
mandiri dan bisa menghargai orang lain ilmu negeri (kemasyarakatan dan
yang akan tertanam pada masa kenasionalan).
keemasan anak atau awal anak
mengenyam pendidikan yaitu di PAUD. Metode pendidikan yang
Adapun dalam klasifikasi konsep digunakan oleh Ki Hajar Dewantara
perkembangan Ki Hadjar Dewantara adalah sistem among, Sistem among
(2004) pada anak usia dini dikategorikan ialah suatu sistem pendidikan yang
sebagai usia wiraga yang berciri khas berjiwa kekeluargaan dan bersendikan: a).
kebutuhan bermain dan kasih sayang. Kodrat Alam, sebagai syarat untuk
Penjelasan untuk usia wiraga , untuk mencapai kemajuan dengan secepat-
keperluan pendidikan, maka umur anak- cepatnya dan sebaik-baiknya. b).
anak didik itu dibagi menjadi 3 masa. Kemerdekaan, sebagai syarat untuk
Masing-masing dari 7 atau 8 tahun (1 menghidupkan dan menggerakkan
windu): a. Waktu pertama (1-7 tahun) kekuatan lahir batin anak, agar dapat
dinamakan masa kanak-kanak (kinder memiliki pribadi yang kuat dan dapat
periode); b. Waktu ke-2 (7-14 tahun), berfikir serta bertindak merdeka. (Hariyadi,
yakni masa pertumbuhan jiwa pikiran dalam buku Ki Hajar Dewantara; 1989).
(intellectueele periode) dan c. Masa ke-3 Dalam sistem among pendidik atau
(14-21 tahun) dinamakan masa guru disebut pamong yang bertugas untuk
terbentuknya budi pekerti atau sociale mengajar dan mendidik anak. Menurut Ki
periode (Dewantara, 2004). Iman Sudayat dalam buku Ki Hajar
Menurut Ki Hajar Dewantara (2004), Dewantara dalam pandangan cantrik dan
beberapa hal yang harus diajarkan pada mantriknya (1989) hakikat PAMONG
masa wiraga yaitu: dapat dituangkan dalam butir-butir berikut:
a. Permainan dan olah-raga dengan 1). Guru-pengajar; 2). Pendidik yang
nyanyian anak-anak dan tari membentuk dan membina cipta-rasa-
(pemeliharaan badan secara ritmis); karsa anak/ pesertadidik senafas-seirama
b. Nyanyian rakyat (macapat, tembang dengan kodrat-bakat-pembawaan
gending di tanah jawa dimuliakan), anak/peserta tersebut; 3). Pembina jiwa
menggambar corak dan warna styller merdeka-bersahaja, integritas insan
dan sungging’), frobelen secara budaya melalui contoh-teladan konkrit
nasional (merangkai bunga-bunga, berwahana Ajaran Trilogi Kepemimpinan.
menyulam daun pisang yang disobek- Trilogi Kepemimpinan, meliputi; 1). Ing
sobek atau janur, dan sebagainya); itu Ngarsa Sung Tulada, didepan selalu
semua latihan untuk kesempurnaan menjadi teladan; 2). Ing Madya Mangun
panca indera dihubungkan dengan Karsa, ditengah anak buah membangun
rasa; semangat berswasarsa; 3). Tut Wuri
c. Cerita yang berwujud dongeng, Handayani, mendorong anak buah
mitologis dan historis (tambo yang berkreatifitas, sambil mengarahkan.
hanya mengenai daerahnya) Dalam proses tumbuh kembangnya
dihubungkan dengan pelajaran seorang anak, Ki Hajar Dewantara
bahasa dan lagu (metode Sari memandang adanya 3 pusat pendidikan
Swara); yang mempunyai peranan besar: Ki Hajar
d. ‘zaakonderwijs’ atau pelajaran Dewantara menyebutnya sebagai “Sistem
mengenal keadaan tempat kelilingnya Tripusat” yaitu, 1) Alam keluarga sebagai
si anak selaku persediaan pelajaran pusat pendidikan pertama dan yang
ilmu alam, ilmu kodrat, ilmu bumi, dan terpenting; 2). Alam perguruan; 3). Alam
122
ISSN :2541450X (online) Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi Vol. 2 No. 2 2017
TK B dengan cara menyatu dengan alam, lebih menjaga dan memberi kasih sayang
seperti ketika anak dikenalkan dengan secara lebih. Guru juga selalu mencoba
macam-macam rasa, guru menyediakan memahami dan merespon perkataan
bahan (gula, lombok, garam, obat) untuk anak, karena jika tidak anak tersebut akan
dicicipi dan dijelaskan untuk marah. Pada anak hiperaktif diberikan
mengembangkan aspek kognitif pada terapi dengan menghabiskan energi. Jadi,
anak. Anak-anak diajarkan juga guru membiarkan anak beraktivitas dulu
bagaimana cara bercocok tanam dengan sampai lelah, sampai energi si anak habis,
membawa biji-bijian dan langsung setelah itu baru memberikan pelajaran
menanam. Dalam belajar berhitung, guru sesuai dengan tema pada hari itu, seperti
menerapkan langsung pada batu-batu dan mengenalkan warna dan memberikan
daun-daun yang ada di sekitar. Selain itu cerita. Untuk anak yang cenderung
juga mengajarkan mereka nilai kejujuran pendiam sehingga dalam bersosialisai
dengan adanya kantin kejujuran di kurang, guru mengatasinya dengan
sekolah. memberi stimulus, dengan cara menyapa
Guru juga tetap mempertahankan dan menyentuh anak tersebut agar ia mau
permainan tradisonal pada anak dengan berbicara. Ketika anak meminta untuk
mengajak anak-anak bermain bersama, dibukakan jajan, guru menyuruh anak
seperti bermain dakon, pati lele, lompat untuk mengatakan “minta tolong” terlebih
tali, bentengan dan gobak sodor, sehingga dahulu, jika tidak mau guru akan
mereka mampu bekerja sama. Permainan membiarkan meskipun si anak menangis.
ini juga bermanfaat untuk pendidikan, Hal ini dilakukan agar si anak mau
yaitu mengajarkan tentang ketertiban dan mengungkapkan secara lisan.
keteraturan. Hal ini sejalan dengan Ketika belajar menghitung, cara
pernyataan Frobel yang menekankan yang digunakan guru kepada ABK adalah
pada pelajaran pancaindra, tetapi yang dengan langsung praktik, seperti
lebih diutamakan yaitu permainan anak- menghitung ayam. Lalu untuk anak yang
anak, kegembiraan anak, sehingga belum bisa menulis, karena otot tangan
pelajaran panca indra itu juga diwujudkan masih lemah, guru menggunakan media
menjadi barang-barang yang laptop untuk mengenalkan huruf.
menyenangkan anak (dalam Ki Hajar Sekarang anak tersebut sudah hafal huruf
Dewantara, 2004). Tetapi anak masih meskipun untuk menulis belum bisa. Cara
terperintah. Berbeda dengan Montessori lain adalah dengan memberikan reward
(dalam Ki Hajar Dewantara, 2004) yang sesuai dengan apa yang saat ini dia suka.
lebih mementingkan pelajaran pancaindra, Misalnya ketika si anak suka naik kereta
hingga ujung jari pun dihidupkan rasanya; kelinci, guru memberi reward dengan
lagi pula mengadakan beberapa alat untuk mengajak anak naik kereta kelinci jika
latihan pancaindra; semua itu bersifat anak mau mengerjakan. Meskipun asal-
pelajaran. Anak diberi kemerdekaan asalan yang penting mau mengerjakan
dengan luas, tetapi permainan tidak dulu, karena guru tidak mau memaksa
dipentingkan. dan menuntut anak. Hal ini sejalan
Setiap tahunnya Sekolah Alam dengan pendapat Nell (2016) yang
Ramadhani juga menerima anak didik menyatakan bahwa anak yang
yang berkebutuhan khusus dengan bermasalah adalah anak yang tidak
kondisi yang berbeda-beda. Anak yang bahagia, dia berperang dengan dirinya
berkebutuhan khusus dibimbing oleh sendiri, maka ketidak bahagiaan anak-
seorang guru. Karena pada anak ABK anak disembuhkan dengan diasuh dan
peluang di bully lebih besar, guru pun dididik dalam kebahagiaan.
126
ISSN :2541450X (online) Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi Vol. 2 No. 2 2017
DAFTAR PUSTAKA
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rhineka Cipta..
Chatib, M. (2012). Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak Istimewa Dan Semua Anak
Juara. Bandung: Mizan Media Utama.
Creswell, J. W. (1998). Qualitative inquiry and research design: Choosing among five
traditions. SAGE Publication, Inc.
Hasan, M (2010). PAUD Pendidikan anak usia dini, Yogyakarta: Diva Press
Asril, S. (2017,04). Menteri PPAA: 25.000 Aktivitas Pornografi Anak Per Hari di
Indonesia.http://nasional.kompas.com/read/2017/04/17/08303061/menteri.ppaa.25.0
00.aktivitas.pornografi.anak.per.hari.di.indonesia. diakses 26 April 2017.
Leojang. (2014). Jurnal Penerapan Sistem Among Dalam Pembelajaran PPKn Pada Siswa
Kelas X Di SMA Taman Madya Kota Malang. http://jurnal-
online.um.ac.id/data/artikel/artikelF534A61A04E86B96C483B9C1CE82A59D.pdf.
diakses 26 April 2017
Musfiroh, T (2008). Cerita untuk Anak Usia Dini, Yogyakarta: Tiara Wacana.
127
ISSN :2541450X (online) Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi Vol. 2 No. 2 2017
Neill, A.S. (2016). Summerhill School. Agung Prihantoro (Ed), Pendidikan Alternatif Yang
Membebaskan. No Publisher.
Sujiono, Y. N. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT INDEKS.
Suryani, L. (2007). Analisis permasalahan pendidikan anak usia dini dalam masyarakat
indonesia. Jurnal Ilmiah VISI PTK‐PNF, 2(1).
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.