Anda di halaman 1dari 19

PROGRESS REPORT PRAKTIKUM PENCELUPAN 2

PENCELUPAN POLIAMIDA DENGAN ZAT WARNA DISPERSI


METODE EXHAUSTHT/HP VARIASI KONSENTRASI ASAM ASETAT

Nama Anggota : 1. Reza Riadul Ulum (18020073)

2. Risna Alifia Nur’aini (18020074)

3. Rizky Gilang Sukmajati (18020075)

4. Rofiqoh Adillah (18020076)

Kelompok :1

Grup : 3K4

Dosen : Elly Koesneliawati, S.Teks.,M.Pd

Asisten Dosen : Pak Anna

Pak Andri S

POLITEKNIK STTT BANDUNG

PRODI KIMIA TEKSTIL

2020/2021
I. Maksud dan Tujuan
I.1 Maksud
Mencelup kain poliamida dengan menggunakan zat warna dispersi dengan
metoda exhaust HT/HP untuk mendapatkan hasil celup yang permanen serta sifat
tahan luntur yang baik dengan variasi konsentrasi asama setat.

I.2 Tujuan
- Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi asam asetat yang digunakan pada
proses pencelupan kain poliamida dengan zat warna dispersi metoda exhaust
HT/HP.
- Mencelup kain poliamida dengan zat warna dispersi
- Melakukan evaluasi proses pencelupan kain poliamida dengan zat warna
dispersi terhadap kain hasil celup tersebut dilihat dari ketuaan warna dan
kerataan warna hasil celupan yang dihasilkan.

II. Teori dasar


II.1 Serat Poliamida
Poliamida dikenal juga sebagai serat Nylon, yang merupakan serat sintetik
yang cukup banyak digunakan baik untuk tekstil sandang maupun non sandang.
Istilah “Poliamida” dipergunakan untuk suatu senyawa molekul tinggi dengan rantai
karbon pendek yang dirangkaikan berturut-turut, dengan gugus amida –NHCO–
sebagai satuan. Poliamida yang diturunkan dari hexametylenadiamin dan asam
adipat diperkenalkan dengan nama nylon. Poliamida untuk keperluan industri
mempunyai kekuatan sangat tinggi dengan mulur kecil, sedangkan yang ditujukan
untuk pakaian mempunyai kekuatan yang lebih rendah dengan mulur lebih tinggi.
Sifat kimia Poliamida adalah tahan terhadap asam-asam encer dan sangat
tahan terhadap basa.Poliamida dapat dicelup dengan zat warna dispersi, zat warna
asam, dan zat warna reaktif.Nylon 6 dan nylon 66 serat poliamida yang paling utama
dipakai sebagai seat buatan.Sedangkan nylon 66 memiliki kekuatan yang lebih besar
(high tenacity) dibandingkan nylon 6, sehingga banyak digunakan untuk industri non
sandang, memiliki sifat ketahanan gosok dan elastisitas yang baik. Perbedaan
proses manufaktur pada nylon berpengaruh terhadap hasil pencelupannya (leaflet
dyeing of wool/synthetic blends, 2002). Perkembangan terbaru dari serat poliamida
yaitu digunakan sebagai serat penguat untuk komposit karena memiliki fleksibilitas
yang baik dan ketahanan abarasi yang tinggi. Nylon 6 banyak digunakan untuk
benang ban, tali pancing, tali temali, kaos kaki, karpet, kain penyaring, dan kain
untuk pakaian.
Poliamida memiliki gugus fungsi amina (-NH2-) dan amida (-NHCO-) yang
memungkinkan untuk dicelup dengan zat warna asam.Mengingat struktur poliamida
yang rapat, maka zat asam yang digunakan harus memiliki ukuran molekul yang
kecil (zat warna asam levelling).Namun bila diinginkan hasil pencelupan yang
mempunyai ketahanan luntur yang lebih tinggi dapat digunakan zat warna asam jenis
milling dan supermilling yang memiliki ukuran molekul yang lebih besar.Untuk produk
non tekstil seperti jaring, parasut, tali pancing, beang ban yang memerlukan
ketahanan luntur warna terhadap pencucian dan sinar yang lebih tinggi sebaiknya
menggunakan zat warna asam jenis supermilling yang mengandung logam maupun
yang tidak mengandung logam.
Poliamida juga merupakan serat yang deajat kristalinitasnya tinggi, yang
terbentuk akibat rantai polimer yang linear dan antar rantai polimernya berikatan
hidrogen sehingga strukturnya relatif sangat rapat dan bersifat hidrofob.Oleh karena
itu, poliamida dapat dicelup dengan zat warna dispersi yang molekulnya relatif kecil
dan bersifat hidrofob.Namun demikian sebaiknya zat warna dapat berdifusi dengan
dengan baik ke dalam serat.Hasil pencelupan poliamida dengan zat warna dispersi
umumnya mempunyai kerataan yang baik tetapi ketahanan luntur terhaadap sinar
relatif kurang baik.Bahan poliamida yang dicelup dengan zat warna dispersi
diperuntukkan untuk bahan sandang yang jarang terkena sinar matahari.

II.2 Zat Warna Dispersi


Zat warna dispersi adalah zat warna yang kelarutannya dalam air sedikit
sekali dan merupakan larutan dispersi. Zat warna tersebut digunakan untuk
mewarnai serat-serat tekstil yang hidrofob. Menurut struktur kimianya zat warna
dispersi merupakan senyawa azo atau antrakinon dengan berat molekul yang kecil
dan tidak mengandung gugusan pelarut.
Penggolongan zat warna dispersi menurut ketahanan sublimasinya adalah
sebagai berikut:
1. Zat warna dengan sifat sublimasi rendah
Mempunyai berat molekul yang relatif kecil dengan ketahanan
sublimasi yang rendah, tetapi sifat kerataannya sangat baik dan ketahanan
luntur kurang, tersublimasi pada suhu 100OC, titik lelehnya 150OC-180OC.
Biasanya digunakan untuk pencelupan serat rayon asetat dan poliamida.
Dapat pula digunakan untuk pencelupan serat polyester tanpa zat
pengemban pada suhu 100OC.
2. Zat warna dengan sifat sublimasi cukup
Mempunyai berat molekul sedang, tersublimasi penuh pada suhu
100 C, kerataannya baik dan hasil penclupannya rata, titik lelehnya 150 OC-
O

180OC, sifat sublimasinya pun cukup baik untuk pencelupan serat polyester
dengan zat pengemban pada suhu mendidih maupun untuk pencelupan pada
suhu tinggi. Dapat pula digunakan untuk pencelupan metode thermosol,
tetapi hanya untuk warna-warna muda.
3. Zat warna dengan sifat sublimasi baik
Mempunyai berat molekul besar, tersublimasi penuh pada suhu 210
O
C, kerataannya kurang baik tetapi ketahanan lunturnya sangat baik. Sifat
pencelupan dan sifat sublimasinya cukup baik, dapat digunakan untuk
pencelupan polyester dengan zat pengemban pada suhu tinggi atau metode
thermosol.
4. Zat warna dengan sifat sublimasi tinggi
Sifat pencelupannya jelek, tetapi sifat sublimasinya baik sekali.
Sangat cocok untuk pencelupan dalam suhu tinggi dan dengan metode
thermosol.

Dari penggolongan zat warna dispersi berdasarkan ketahanan sublimasinya,


maka dapat diketahui penggunaan dan sifat masing-masing zat warna. Tetapi secara
praktis, sifat kerataan tersebut sering kali dipengaruhi oleh banyak faktor yang
lainnya.
Sifat-sifat zat warna dispersi adalah sebagai berikut :

1. Mempunyai berat molekul yang relatif rendah


2. Titik lelehnya 150OC dan kristalinitasnya tinggi
3. Bila diberi zat pendispersi akan menghasilkan dispersi yang stabil dalam
larutan celup
4. Mempunyai ukuran partikel sebesar 0,5 – 2,0 μ
5. Bersifat non- ionik, walaupun mengandung gugus –NH2
6. Kelarutannya rendah ± 0,1 mg/l dalam air
7. Tidak ada perubahan kimiawi selama pencelupan
II.3 Zat Pendispersi
Zat pendispersi tergolong ke dalam zat aktif permukaan yang terdiri dari
gugus hidrofob (tak suka air) dan gugus hidrofil (suka air). Gugus hidrofil menarik air
dan gugus hidrofob terarah kepada zat warna. Degan demikian maka zat pendispersi
berfungsi sebagai koloid pelindung terhadap partikel zat warna yang terlepas dari
molekul zat warna. Selain itu dengan adanya zat pendispersi ini akan mengurangi
resiko terjadinya koagulasi zat warna yang akan menyebabkan molekul zat warna
menjadi lebih besar sehingga sukar masuk kedalam serat (berdifusi) hanya
menempel pada permukaan kain saja.
Adanya zat pendispersi menyebabakan tegangan antarmuka antara zat
warna dan cairan turun. Akibatnya sudut kontak antara partikel-partikel zat warna
mengecil, sehingga zat warna mudah dipisahkan dari molekulnya, dan kemudian
terdispersi oleh zat pendispersi.
Zat pendispersi mempunyai sifat khas, yaitu mempunyai kecenderungan
untuk berpusat pada antarmuka dan mempunyai kemampuan menurunkan atau
menaikan tegangan permukaan.

Sifat-sifat zat pendispersi dapat digolongkan menjadi :

1. Sifat-sifat Umum
 Zat pendispersi sebagai larutan koloid
Larutan zat pendispersi merupakan larutan koloid. Molekul-
molekulnya terdiri dari gugus hidrofil dan hidrofob. Bagian yang hidrofil
menghadap ke air, sedangkan yang hidrofob menghadap ke zat warna. Pada
konsentrasi tinggi partikel koloid ini saling menggumpal, gumpalan ini disebut
misel dan ada dalam kesetimbangan bolak balik dengan sekitarnya (pelarut
atau dispersi larutan).
 Adsorpsi
Karena sifatnya yang khas, maka zat pendispersi biasanya
teradsorpsi pada permukaan atau antarmuka. Apabila larutan mempunyai
tegangan permukaan lebih kecil dari pelarut murni, maka zat terlarut akan
terkonsentrasi pada permukaan dan terjadi adsorpso positif. Sebaliknya
adsorpsi negatif menunjukan bahwa molekul-molekul zat terlarut lebih banyak
terdapat dalam rongga larutan dari pada di permukaan.
2. Sifat-sifat khusus
 Pembasahan
Bila setetes cairan diteteskan pada permukaan zat padat, maka cairan
tersebut dapat menutupi permukaan zat padat. Gejala ini disebut
pembasahan.
 Daya Busa
Busa adalah dispersi gas dalam cairan dan zat pendispersi
memperkecil tegangan antarmuka, sehingga busa akan stabil. Jadi dapat
disimpulkan bahwa zat pendispersi mempunyai daya busa
 Daya Emulsi
Emulsi adalah suspensi partikel cairan dalam fasa cairan lain yang
tidak saling melarutkan. Sama halnya dengan pembusaan, maka zat
pendispersi akan menurunkan tegangan antar muka, sehingga terjadi emulsi
yang stabil.

II.4 Mekasie Pencelupan Kain Poliamida Dengan Zat Warna Dispersi


Mekanisme pencelupan kain campuran kain poliamida dengan zat warna dispersi
yaitu :
1. Merupakan distribusi zat padat kedalam dua zat pelarut yang tidaktercampur.
Zat warna dispersi merupakan zat padat yang larut dalam medium serat
adsorpsi zat warna sering disebut solid solution.
2. Energi panas menimbulkan gerakan-gerakan makro molekul pada serat
sehingga terbentuk pori-pori serat.
3. Zat warna dispersi yang terdapat pada larutan celup mengalami gerakan-
gerakan yang cepat akibat energi panas tersebut.
4. Zat warna dispersi berbentuk agregat yang masuk ke dalam serat sebagai
bentuk molekuler pigmen zat warna dispersi yang larut didalam air kecil
sekali, tetapi mudah terserap ke dalam serat, sisa zat warna yang tidak larut
(berbentuk agregat yang suatu saat akan terpecah jadi molekuler yang
masuk ke pori-pori serat sehingga larut untuk mempertahankan
kesetimbangan).
5. Pencelupan zat warna dispersi dimulai dengan adsorpsi zat warna pada
permukaan serat, difusi zat warna ke dalam serat dan fiksasi atau ikatan zat
warna dengan serat.
III. Diagram Alir Proses

Persiapanalat dan bahan

Pembuatanlarutancelup

Proses pencelupan

Pencuciansabun

Pengeringan

Evaluasi (ketuaan dan kerataanwarna)

IV. Resep dan Perhitungan Resep


IV.1 Resep Pencelupan Standar

Bahan pencelupan Variasi I Variasi II Variasi III Variasi IV


Zat Warna disperse (% owf) 1
Zat pendispersi (g/L) 1
Asam asetat (mL/L) 3 2 1 0
Vlot 1:10
Waktu (menit) 30
Suhu optimum (ºC) 130
Berat bahan (g) 30
IV.2 Resep Pencucian Standar

Bahan cuci reduksi Variasi I Variasi II Variasi III Variasi IV


Deterjen (g/L) 1
Na.hidrosulfit (g/L) 2
NaOH flakes (g/L) 1
Vlot 1:10
Waktu (menit) 10
Suhu optimum (ºC) 80
Berat bahan (g) 30

IV.3 Perhitungan Resep


IV.3.1 Perhitungan resep pencelupan
1) Variasi I
Berat bahan : 30 gram
= Vlot x BB
= 10 x 30
= 300
Vlot : 1:10
Kebutuhan air : 268,8 mL
1
Zat warna dispersi : ×30=0,3 ×100=30 mL
100
1
Zar pendispersi : ×300=0,3 mL
1000
3
Asam asetat : ×300=0,9 mL
1000

2) Variasi II
Berat bahan : 30 gram
= Vlot x BB
= 10 x 30
= 300
Vlot : 1:10
Kebutuhan air : 269,1 mL
1
Zat warna dispersi : ×30=0,3 ×100=30 mL
100
1
Zar pendispersi : ×300=0,3 mL
1000
2
Asam asetat : ×300=0,6 mL
1000

3) Variasi III
Berat bahan : 30 gram
= Vlot x BB
= 10 x 30
= 300
Vlot : 1:10
Kebutuhan air : 269,4 mL
1
Zat warna dispersi : ×30=0,3 ×100=30 mL
100
1
Zar pendispersi : ×300=0,3 mL
1000
1
Asam asetat : ×300=0,3 mL
1000

4) Variasi IV
Berat bahan : 30 gram
= Vlot x BB
= 10 x 30
= 300
Vlot : 1:10
Kebutuhan air : 269,7 mL
1
Zat warna disperse : ×30=0,3 ×100=30 mL
100
1
Zar pendispersi : ×300=0,3 mL
1000
Asam asetat : 0 mL

IV.3.2 Perhitungan resep cuci reduksi


1) Variasi I
Berat bahan : 30 gram
= Vlot x BB
= 10 x 30
= 300
Vlot : 1:10
Kebutuhan air : 134,475 mL
1
Deterjen : ×300=0,3 mL
1000
2
Na. Hidrosulfit : ×300=0,6 mL
1000
1
NaOH flaskes : ×300=0,3 mL
1000

2) Variasi II
Berat bahan : 30 gram
= Vlot x BB
= 10 x 30
= 300
Vlot : 1:10
Kebutuhan air : 134,475 mL
1
Deterjen : ×300=0,3 mL
1000
2
Na. Hidrosulfit : ×300=0,6 mL
1000
1
NaOH flaskes : ×300=0,3 mL
1000

3) Variasi III
Berat bahan : 30 gram
= Vlot x BB
= 10 x 30
= 300
Vlot : 1:10
Kebutuhan air : 134,475 mL
1
Deterjen : ×300=0,3 mL
1000
2
Na. Hidrosulfit : ×300=0,6 mL
1000
1
NaOH flaskes : ×300=0,3 mL
1000

4) Variasi IV
Berat bahan : 30 gram
= Vlot x BB
= 10 x 30
= 300
Vlot : 1:10
Kebutuhan air : 134,475 mL
1
Deterjen : ×300=0,3 mL
1000
2
Na. Hidrosulfit : ×300=0,6 mL
1000
1
NaOH flaskes : ×300=0,3 m L
1000

V. Skema Proses

Zat warna dispersi,


zat pendispersi,
asam asetat, kain
Cuci sabun
120ᵒC

80ᵒC
70ᵒC
40ᵒC

10’ 30’ 30’ 10’ 10’

Skema Proses Pencelupan Kain Poliamida dengan Zat Warna Dispersi Variasi Konsentrasi
Asam Asetat Menggunakan Metode Exhaust HT/HP

VI. Hipotesis
Nylon dibuat untuk mendapatkan serat yang elastic tetapi kekuatannya
tinggi, sehingga saat proses pencelupannya harus dijaga agar elastisitas dan
kekuatannya tidak berubah. Nylon adalah serat yang derajat kristalinitasnya
tinggi, yang terbentuk oleh polimer dan linear yang berikatan hydrogen
strukturnya relative sangat rapat dan bersifat hidrofob. Oleh karena itu, nylon
dapat dicelup dengan zat warna dispersi yang molekulnya relative kecil dan
bersifat hidrofob. Namun demikian sebaiknya dipilih struktur molekul zat
warna yang menyebar langsung agar zat warna dapat berdifusi dengan baik
kedalam serat.
Hasil pencelupan poliamida dengan zat warna menyebar secara umum
memiliki kerataan yang baik tetapi ketahanan luntur terhadap sinar relative
kurang baik. Untuk mendapatkan hasil celupan yang memiliki tahan luntur
pencucian baik digunakan zat warna disperse type D. ikatan yang akan
terbentu ikantan antara zat warna disperse dengan nylon adalah ikatan
hidrogren .
Dalam penggunaannya, zat pembantu yang berfungsi untuk
mendispersikan zat warna dan serat secara merata dalam lingkungan yang
disebut zat pendispersi. Sedangkan asam asetat berfungsi untuk memberikan
pH pada larutan celup. Zat pembantu dimasukkan bersamaan dengan zat
warna dan kain di awal proses. Untuk membantu kerataan dapat dilakukan
dengan cara memperbesar migrasi zat warna. Suhu pencelupan harus
diturunkan terlebih dahulu untuk tetap menjaga elastisitas seratnya. Vlot yang
digunakan 1:20 agar kerataan zat warna baik, karena Jika volt semakin tinggi
maka kerataan hasil pencelupan akan semakin tinggi juga hasilnya.

VII. Fungsi Zat


Berikut adalah fungsi dari beberapa zat yang digunakan pada proses pencelupan ini,
diantaranyaadalah:
- Zat warna dispersi :memberi warna pada kain poliamida
- Asam asetat 30% :pengatur pH larutan, pemberi suasana asam agar
tidak terjadi kerusakan serat selama proses
pencelupan.
- Zat pendispersi : berfungsi untuk mendispersikan zat warna disperse
agar terdispersi monomolekuler di dalam larutan celup
- Sabun : untuk proses pencucian setelah proses pencelupan
guna menghilangkan zat warna dispersi yang
menempel di permukaan serat
VIII. Hasil dan Evaluasi Data Rangking Ketuaan dan Kerataan Warna
VIII.1 Hasil Pencelupan Kain Polamida dengan Zat Warna Asam Tipe
Milling Variasi Waktu pencelupan

Hasil Kain Pencelupan Kain Poliamida dengan Zat Warna Dispersi Tiap Variasi

VIII.2 Evaluasi Data Rangking Ketuaan dan Kerataan Warna


Pencelupan Kain Polamida dengan Zat Warna Asam Tipe Milling Variasi
Waktu pencelupan
VIII.2.1 Ketuaan warna

Variasi Rangking
Variasi I 1
Variasi II 2
Variasi III 3
Variasi IV 4

Keterangan :
1 = Paling muda
2 = muda
3 = Tua
4 = Paling Tua

VIII.2.2 Kerataan warna


Keterangan :
Variasi Rangking
Variasi I 1
Variasi II 1
Variasi III 3
Variasi IV 4
1 = kurang rata
2 = cukup
3 = rata
4 = paling rata

IX. Diskusi
Poliamida adalah serat yang derajat polimerisasinya tinggi, yang terbentuk
akibat rantai polimer yang linier dari antar rantai polimernya berikatan hydrogen
sehingga strukturnya relative sangat rapat dan bersifat hidrofob. Oleh karena itu,
poliamida dapat dicelup dengan zat warna dispersi yang molekulnya relatif kecil dan
bersifat hidrofob.
Dengan demikian sebaiknya dipilih struktur molekul zat warna dispersi yang
bentuknya langsing agar zat warna dapat berdifusi dengan baik ke dalam serat. Hasil
pencelupan poliamida dengan zat warna dispersi umumnya mempunyai kerataan
yang baik tetapi ketahanan luntur terhadap sinar relatif kurang baik. Bahan polimida
yang dicelup dengan zat warna dispersi diperuntukan untuk bahan sandang yang
jarang terkena sinar matahari. Zat warna dispersi adalah zat warna organic yang
dibuat secara sintesis, memiliki sifat kelarutan yang kecil dalam air dan merupakan
larutan dispersi. Zat warna ini bersifat hidrofob sehingga dapat digunakan untuk
mewarnai serat  –  serat hidrofob seperti serat poliamida, polyester dan poliakrilat.
Zat warna disperse mempunyai berat molekul yang kecil dan tidak mengandung
gugus pelarut. Dalam pemakaiannya memerlukan zat pembantu yang berfungsi
untuk mendispersikan zat warna dan mendistribusikan secara merata di dalam
larutan yang disebut zat pendispersi.
Grafik Ketuaan Warna
4.5
4
Tingkat Ketuaan Warna
3.5
3
2.5
KETUAAN
2
1.5
1
0.5
0
I II III IV
Variasi

Variasi yang diberikan pada pencelupan kain poliamida dengan zat warna
dispersi kali ini adalah variasi konsentrasi asam asetat 3; 2; 1; 0 g/L. Dapat dilihat
dari grafik ketuaan warna diatas, ketuaan warna tertinggi dihasilkan oleh variasi IV
dan hasil ketuaan terendah dihasilkan oleh variasi I. Maka semakin tinggi konsentrasi
asam asetat yang diberikan akan menghasilkan kain celup yang semakin muda. Hal
ini dikarenakan pengaruh konsentrasi asam asetat pada pencelupan poliamida
adalah untuk penyerapan ion H+ oleh gugus amina dan gugus amida pada serat
poliamida sehingga dapat berikatan dengan zat warna dispersi. Semakin rendah
konsentrasi asam asetat yang diberikan maka gugus amina dan gugus amida akan
menyerap zat warna disersi secara maksimal, sehingga jumlah zat warna yang
terfiksasi kedalam semakin banyak dan mengakibatkan ketuaan warna yang
semakin tinggi atau semakin tua. Sebaliknya jika diberikan konsentrasi asam asetat
yang tinggi, maka hanya gugus amina saja yang bermuatan positif sedangkan gugus
amida tetap stabil sehingga fiksasi zat warna dispersi zat warna dispersi relatif sedikit
yang akan menghasilkan warna celupanya muda. Selain itu konsentrasi asam asetat
yang terlalu tinggi akan membuat serat poliamida terhidrolisis sehingga banyak
gugus amina dan gugus amida yang rusak. Hal tersebut mengakibatkan jumlah zat
warna yang terfiksasi cenderung lebih sedikit dan mengakibatkan ketuaan warnanya
rendah.
Grafi Kerataan Warna
4.5
4
Tingkat Kerataan Wana
3.5
3
2.5
KERATAAN
2
1.5
1
0.5
0
I II III IV
Variasi

Muatan positif dari serat bertambah sepanjang rantai molekulnya. Maka


penambahan asam asetat ini akan berpengaruh pada daya penyerapan zat warna
kedalam serat. Kemudian penambahan asam itu gunanya untuk memberi suasana
asam pada proses pencelupan, suasana asam tersebut pun sangat berpengaruh
dalam kerataan namun semakin tinggi asam asetat yang digunakan maka
kerataannya juga semakin rendah dikarenakan daya penyerapan zat warna juga ikut
menurun oleh karena asam asetat melakukan penyerapan ion H+ oleh gugus amina
dan gugus amida pada serat poliamida sehingga dapat berikatan dengan zat warna
dispersi. Dan zat warna dispersi tidak dapat menyebar dengan sempurna kedalam
kain.

Bisa dilihat pada tabel ranking kerataan diatas bahwa variasi I dengan
konsentrasi asam asetat 3 g/L menunjukkan kerataan yang sangat kurang, sama
halnya dengan variasi II dengan konsentrasi asam asetat sejumlah 2 g/L. Namun hal
berbeda ditunjukkan oleh variasi III dan IV, mereka menunjukkan kerataan yang baik
karena zat warna dapat secara maksimal terdistribusi kedalam serat tanpa adanya
hambatan apapun. Dan dari sini dapat diketahui bahwa penambahan asam yang
berlebih justru tidak baik bagi ketuaan maupun kerataan.
X. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini disimpulkan bahwa konsentrasi asam asetat sangat
berpengaruh terhadap ketuaan warna dan kerataan pada serat. Untuk kain yang
paling tua adalah kain ke 4 dikarenakan dilakukan pencelupan dengan konsentrasi
asam asetat sebanyak 0 g/L dan yang paling muda adalah kain pertama yang
dilakukan pencelupan dengan konsentrasi asam asetat sebanyak 3 g/L.
Sedangkan untuk kerataan, pada praktikum kali ini kerataan pada kain ke III
dan ke IV mendapat hasil yang baik dengan konsentrasi asam asetat sebanyak 1 g/L
dan 0 g/L. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kain dengan hasil terbaik
jatuh pada kain III dengan ketuaan kain yang baik dan kerataan juga mendapatkan
hasil yang baik
DAFTAR PUSTAKA

Jahja, V. H. (1983). Peranan pH dalam Pencelupan Bahan Tekstil Nylon dengan Zat Warna
Asam. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
M. Ichwan, R. Wiwik Eka Mulyani. (2013). Bahan Ajar Praktikum Pencelupan II. Bandung:
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung.
Salihima, dkk. (1978). Pedoman Praktikum Pengelantangan Pencapan dan Pencelupan.
Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
Sunarto. (2008). Teknologi Pencelupan dan Pencapan JILID 2 untuk SMK. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Widayat, S. (1973). Serat-Serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.

Anda mungkin juga menyukai