Kelompok :1
Grup : 3K4
Pak Andri S
2020/2021
I. Maksud dan Tujuan
I.1 Maksud
Mencelup kain poliamida dengan menggunakan zat warna dispersi dengan
metoda exhaust HT/HP untuk mendapatkan hasil celup yang permanen serta sifat
tahan luntur yang baik dengan variasi konsentrasi asama setat.
I.2 Tujuan
- Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi asam asetat yang digunakan pada
proses pencelupan kain poliamida dengan zat warna dispersi metoda exhaust
HT/HP.
- Mencelup kain poliamida dengan zat warna dispersi
- Melakukan evaluasi proses pencelupan kain poliamida dengan zat warna
dispersi terhadap kain hasil celup tersebut dilihat dari ketuaan warna dan
kerataan warna hasil celupan yang dihasilkan.
180OC, sifat sublimasinya pun cukup baik untuk pencelupan serat polyester
dengan zat pengemban pada suhu mendidih maupun untuk pencelupan pada
suhu tinggi. Dapat pula digunakan untuk pencelupan metode thermosol,
tetapi hanya untuk warna-warna muda.
3. Zat warna dengan sifat sublimasi baik
Mempunyai berat molekul besar, tersublimasi penuh pada suhu 210
O
C, kerataannya kurang baik tetapi ketahanan lunturnya sangat baik. Sifat
pencelupan dan sifat sublimasinya cukup baik, dapat digunakan untuk
pencelupan polyester dengan zat pengemban pada suhu tinggi atau metode
thermosol.
4. Zat warna dengan sifat sublimasi tinggi
Sifat pencelupannya jelek, tetapi sifat sublimasinya baik sekali.
Sangat cocok untuk pencelupan dalam suhu tinggi dan dengan metode
thermosol.
1. Sifat-sifat Umum
Zat pendispersi sebagai larutan koloid
Larutan zat pendispersi merupakan larutan koloid. Molekul-
molekulnya terdiri dari gugus hidrofil dan hidrofob. Bagian yang hidrofil
menghadap ke air, sedangkan yang hidrofob menghadap ke zat warna. Pada
konsentrasi tinggi partikel koloid ini saling menggumpal, gumpalan ini disebut
misel dan ada dalam kesetimbangan bolak balik dengan sekitarnya (pelarut
atau dispersi larutan).
Adsorpsi
Karena sifatnya yang khas, maka zat pendispersi biasanya
teradsorpsi pada permukaan atau antarmuka. Apabila larutan mempunyai
tegangan permukaan lebih kecil dari pelarut murni, maka zat terlarut akan
terkonsentrasi pada permukaan dan terjadi adsorpso positif. Sebaliknya
adsorpsi negatif menunjukan bahwa molekul-molekul zat terlarut lebih banyak
terdapat dalam rongga larutan dari pada di permukaan.
2. Sifat-sifat khusus
Pembasahan
Bila setetes cairan diteteskan pada permukaan zat padat, maka cairan
tersebut dapat menutupi permukaan zat padat. Gejala ini disebut
pembasahan.
Daya Busa
Busa adalah dispersi gas dalam cairan dan zat pendispersi
memperkecil tegangan antarmuka, sehingga busa akan stabil. Jadi dapat
disimpulkan bahwa zat pendispersi mempunyai daya busa
Daya Emulsi
Emulsi adalah suspensi partikel cairan dalam fasa cairan lain yang
tidak saling melarutkan. Sama halnya dengan pembusaan, maka zat
pendispersi akan menurunkan tegangan antar muka, sehingga terjadi emulsi
yang stabil.
Pembuatanlarutancelup
Proses pencelupan
Pencuciansabun
Pengeringan
2) Variasi II
Berat bahan : 30 gram
= Vlot x BB
= 10 x 30
= 300
Vlot : 1:10
Kebutuhan air : 269,1 mL
1
Zat warna dispersi : ×30=0,3 ×100=30 mL
100
1
Zar pendispersi : ×300=0,3 mL
1000
2
Asam asetat : ×300=0,6 mL
1000
3) Variasi III
Berat bahan : 30 gram
= Vlot x BB
= 10 x 30
= 300
Vlot : 1:10
Kebutuhan air : 269,4 mL
1
Zat warna dispersi : ×30=0,3 ×100=30 mL
100
1
Zar pendispersi : ×300=0,3 mL
1000
1
Asam asetat : ×300=0,3 mL
1000
4) Variasi IV
Berat bahan : 30 gram
= Vlot x BB
= 10 x 30
= 300
Vlot : 1:10
Kebutuhan air : 269,7 mL
1
Zat warna disperse : ×30=0,3 ×100=30 mL
100
1
Zar pendispersi : ×300=0,3 mL
1000
Asam asetat : 0 mL
2) Variasi II
Berat bahan : 30 gram
= Vlot x BB
= 10 x 30
= 300
Vlot : 1:10
Kebutuhan air : 134,475 mL
1
Deterjen : ×300=0,3 mL
1000
2
Na. Hidrosulfit : ×300=0,6 mL
1000
1
NaOH flaskes : ×300=0,3 mL
1000
3) Variasi III
Berat bahan : 30 gram
= Vlot x BB
= 10 x 30
= 300
Vlot : 1:10
Kebutuhan air : 134,475 mL
1
Deterjen : ×300=0,3 mL
1000
2
Na. Hidrosulfit : ×300=0,6 mL
1000
1
NaOH flaskes : ×300=0,3 mL
1000
4) Variasi IV
Berat bahan : 30 gram
= Vlot x BB
= 10 x 30
= 300
Vlot : 1:10
Kebutuhan air : 134,475 mL
1
Deterjen : ×300=0,3 mL
1000
2
Na. Hidrosulfit : ×300=0,6 mL
1000
1
NaOH flaskes : ×300=0,3 m L
1000
V. Skema Proses
80ᵒC
70ᵒC
40ᵒC
Skema Proses Pencelupan Kain Poliamida dengan Zat Warna Dispersi Variasi Konsentrasi
Asam Asetat Menggunakan Metode Exhaust HT/HP
VI. Hipotesis
Nylon dibuat untuk mendapatkan serat yang elastic tetapi kekuatannya
tinggi, sehingga saat proses pencelupannya harus dijaga agar elastisitas dan
kekuatannya tidak berubah. Nylon adalah serat yang derajat kristalinitasnya
tinggi, yang terbentuk oleh polimer dan linear yang berikatan hydrogen
strukturnya relative sangat rapat dan bersifat hidrofob. Oleh karena itu, nylon
dapat dicelup dengan zat warna dispersi yang molekulnya relative kecil dan
bersifat hidrofob. Namun demikian sebaiknya dipilih struktur molekul zat
warna yang menyebar langsung agar zat warna dapat berdifusi dengan baik
kedalam serat.
Hasil pencelupan poliamida dengan zat warna menyebar secara umum
memiliki kerataan yang baik tetapi ketahanan luntur terhadap sinar relative
kurang baik. Untuk mendapatkan hasil celupan yang memiliki tahan luntur
pencucian baik digunakan zat warna disperse type D. ikatan yang akan
terbentu ikantan antara zat warna disperse dengan nylon adalah ikatan
hidrogren .
Dalam penggunaannya, zat pembantu yang berfungsi untuk
mendispersikan zat warna dan serat secara merata dalam lingkungan yang
disebut zat pendispersi. Sedangkan asam asetat berfungsi untuk memberikan
pH pada larutan celup. Zat pembantu dimasukkan bersamaan dengan zat
warna dan kain di awal proses. Untuk membantu kerataan dapat dilakukan
dengan cara memperbesar migrasi zat warna. Suhu pencelupan harus
diturunkan terlebih dahulu untuk tetap menjaga elastisitas seratnya. Vlot yang
digunakan 1:20 agar kerataan zat warna baik, karena Jika volt semakin tinggi
maka kerataan hasil pencelupan akan semakin tinggi juga hasilnya.
Hasil Kain Pencelupan Kain Poliamida dengan Zat Warna Dispersi Tiap Variasi
Variasi Rangking
Variasi I 1
Variasi II 2
Variasi III 3
Variasi IV 4
Keterangan :
1 = Paling muda
2 = muda
3 = Tua
4 = Paling Tua
IX. Diskusi
Poliamida adalah serat yang derajat polimerisasinya tinggi, yang terbentuk
akibat rantai polimer yang linier dari antar rantai polimernya berikatan hydrogen
sehingga strukturnya relative sangat rapat dan bersifat hidrofob. Oleh karena itu,
poliamida dapat dicelup dengan zat warna dispersi yang molekulnya relatif kecil dan
bersifat hidrofob.
Dengan demikian sebaiknya dipilih struktur molekul zat warna dispersi yang
bentuknya langsing agar zat warna dapat berdifusi dengan baik ke dalam serat. Hasil
pencelupan poliamida dengan zat warna dispersi umumnya mempunyai kerataan
yang baik tetapi ketahanan luntur terhadap sinar relatif kurang baik. Bahan polimida
yang dicelup dengan zat warna dispersi diperuntukan untuk bahan sandang yang
jarang terkena sinar matahari. Zat warna dispersi adalah zat warna organic yang
dibuat secara sintesis, memiliki sifat kelarutan yang kecil dalam air dan merupakan
larutan dispersi. Zat warna ini bersifat hidrofob sehingga dapat digunakan untuk
mewarnai serat – serat hidrofob seperti serat poliamida, polyester dan poliakrilat.
Zat warna disperse mempunyai berat molekul yang kecil dan tidak mengandung
gugus pelarut. Dalam pemakaiannya memerlukan zat pembantu yang berfungsi
untuk mendispersikan zat warna dan mendistribusikan secara merata di dalam
larutan yang disebut zat pendispersi.
Grafik Ketuaan Warna
4.5
4
Tingkat Ketuaan Warna
3.5
3
2.5
KETUAAN
2
1.5
1
0.5
0
I II III IV
Variasi
Variasi yang diberikan pada pencelupan kain poliamida dengan zat warna
dispersi kali ini adalah variasi konsentrasi asam asetat 3; 2; 1; 0 g/L. Dapat dilihat
dari grafik ketuaan warna diatas, ketuaan warna tertinggi dihasilkan oleh variasi IV
dan hasil ketuaan terendah dihasilkan oleh variasi I. Maka semakin tinggi konsentrasi
asam asetat yang diberikan akan menghasilkan kain celup yang semakin muda. Hal
ini dikarenakan pengaruh konsentrasi asam asetat pada pencelupan poliamida
adalah untuk penyerapan ion H+ oleh gugus amina dan gugus amida pada serat
poliamida sehingga dapat berikatan dengan zat warna dispersi. Semakin rendah
konsentrasi asam asetat yang diberikan maka gugus amina dan gugus amida akan
menyerap zat warna disersi secara maksimal, sehingga jumlah zat warna yang
terfiksasi kedalam semakin banyak dan mengakibatkan ketuaan warna yang
semakin tinggi atau semakin tua. Sebaliknya jika diberikan konsentrasi asam asetat
yang tinggi, maka hanya gugus amina saja yang bermuatan positif sedangkan gugus
amida tetap stabil sehingga fiksasi zat warna dispersi zat warna dispersi relatif sedikit
yang akan menghasilkan warna celupanya muda. Selain itu konsentrasi asam asetat
yang terlalu tinggi akan membuat serat poliamida terhidrolisis sehingga banyak
gugus amina dan gugus amida yang rusak. Hal tersebut mengakibatkan jumlah zat
warna yang terfiksasi cenderung lebih sedikit dan mengakibatkan ketuaan warnanya
rendah.
Grafi Kerataan Warna
4.5
4
Tingkat Kerataan Wana
3.5
3
2.5
KERATAAN
2
1.5
1
0.5
0
I II III IV
Variasi
Bisa dilihat pada tabel ranking kerataan diatas bahwa variasi I dengan
konsentrasi asam asetat 3 g/L menunjukkan kerataan yang sangat kurang, sama
halnya dengan variasi II dengan konsentrasi asam asetat sejumlah 2 g/L. Namun hal
berbeda ditunjukkan oleh variasi III dan IV, mereka menunjukkan kerataan yang baik
karena zat warna dapat secara maksimal terdistribusi kedalam serat tanpa adanya
hambatan apapun. Dan dari sini dapat diketahui bahwa penambahan asam yang
berlebih justru tidak baik bagi ketuaan maupun kerataan.
X. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini disimpulkan bahwa konsentrasi asam asetat sangat
berpengaruh terhadap ketuaan warna dan kerataan pada serat. Untuk kain yang
paling tua adalah kain ke 4 dikarenakan dilakukan pencelupan dengan konsentrasi
asam asetat sebanyak 0 g/L dan yang paling muda adalah kain pertama yang
dilakukan pencelupan dengan konsentrasi asam asetat sebanyak 3 g/L.
Sedangkan untuk kerataan, pada praktikum kali ini kerataan pada kain ke III
dan ke IV mendapat hasil yang baik dengan konsentrasi asam asetat sebanyak 1 g/L
dan 0 g/L. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kain dengan hasil terbaik
jatuh pada kain III dengan ketuaan kain yang baik dan kerataan juga mendapatkan
hasil yang baik
DAFTAR PUSTAKA
Jahja, V. H. (1983). Peranan pH dalam Pencelupan Bahan Tekstil Nylon dengan Zat Warna
Asam. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
M. Ichwan, R. Wiwik Eka Mulyani. (2013). Bahan Ajar Praktikum Pencelupan II. Bandung:
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung.
Salihima, dkk. (1978). Pedoman Praktikum Pengelantangan Pencapan dan Pencelupan.
Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
Sunarto. (2008). Teknologi Pencelupan dan Pencapan JILID 2 untuk SMK. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Widayat, S. (1973). Serat-Serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.