Biotek
Biotek
PENDAHULUAN
a. Pembenihan Selektif
Pembenihan selektif, yang merupakan pembenihan ikan secara
tradisional, pertama kali dikembangkan pada ikan mas ribuan tahun yang lalu.
Namun sampai sekarang pembenihan selektif hanya diterapkan pada ikan
untuk konsumsi seperti ikan nila, catfish, dantrout sehingga masih banyak ikan
budidaya yang pembenihannya seperti di perairan umum. Program pembenihan
secara selektif telah memberikan peningkatan hasil dan pendapatan yang
setabil contohnya terdapat peningkatan tingkat pertumbuhan 5-20% pada ikan
budidaya seperti Salmon, Nila dan catfish.
b. Manipulasi
Manipulasi pada bentuk kromosom merupakan teknik yang bisa
digunakan untuk menghasilkan organisme ‘triploid’ yaitu organisme dengan
tiga bentuk kromosom dimana biasanya suatu organisme Cuma memiliki dua
bentuk. Triploid umumnya tidak bisa bereproduksi sehingga ada pemikiran
bahwa energi yang dimiliki akan sepenuhnya digunakan untuk meningkatkan
perkembangan suatu organisme walaupun belum ada bukti yang menguatkan
pemikiran tersebut. Keuntungan triploid lebih terlihat pada fungsi sterilitasnya
meskipun tidak mencapai 100%. Contohnya, tiram triploid tidak dapat
memproduksi gonad sehingga dapat dipasarkan sepanjang tahun. Hal ini
disebabkan produksi gamet (sel kelamin, ovum atau telur pada betina dan
sperma pada jantan) membuat tiram yang matang gonad memiliki rasa yang
tidak enak.
c. Budidaya Sejenis (monosex culture)
Dalam budidaya perikanan, budidaya sejenis (monosex culture)
biasanya lebih menguntungkan dari pada budidaya lainnya. Sebagai contoh,
Ikan sturgeon betina menghasilkan caviar, ikan nila jantan tumbuh lebih cepat
daripada betina, ikan salmon dan trout betina lebih cepat tumbuh daripada ikan
jantan. Produksi ikan secara monosek memberikan banyak keuntungan dan
dapat dilakukan dengan cara memanipulasi perkembangan gamet dan embrio.
Pemanipulasian dilakukan dalam bentuk denaturalisasi DNA sel kelamin yang
dilanjutkan dengan manipulasi bentuk kromosom atau sex reversal
menggunakan hormone dan tindakan pembenihan. Penggunaan hormon yang
tepat dengan ketat dapat merubah sifat fenotip kelamin ikan. Contohnya, secara
genetik ikan nila jantan akan berubah secara fisik menjadi betina dengan
pemberian hormone estrogen. Ikan-ikan jantan ini dikawinkan dengan ikan
jantan alami untuk menghasilkan semua anakan ikan nila jantan yang tumbuh
lebihcepat dan dapat menghindari perkawinan yang tidak diinginkan yang
biasa terjadi pada budidaya nila secara multi-sex. Pada budidaya ikan nila
multi-sex, perkawinan ikan-ikan berukuran kecil sering terjadi dan
menyebabkan kepadatan yang berlebih. Beberapa anakan jantan dari proses ini
memiliki dua kromosom jantan sehingga dapat dijadikansebagai induk untuk
pembenihan selanjutnya. Manfaat besar dari teknik ini yaitu semua populasi
jantan bisa diproduksi untuk generasi seterusnya tanpa menggunakan hormon
(Bocek, 2010 : 3-6).
d. Hibridasi
Hibridasi merupakan bioteknologi genetik yang semakin mudah
dilakukan dengan berkembangnya teknik pembenihan buatan seperti
penggunaan kelenjar hipopisa atau hormon lainnya yang merangsang
perkembangan gamet dan mendorong pemijahan (pengeluaran telur ikan).
Hibridasi bisa digunakan juga untuk menghasilkan anakan satu jenis kelamin
(Hibridasi pada ikan nila Nile dan Nila biru) (Ayoola, S.O dan Idowo, A.A.,
2008).
e. Hipofisa
Hipofisasi adalah proses penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisa kepada
ikan untuk merangsang kematangan gonad. Praktikum ini mengajarkan cara
mengambil kelenjar hipofisa pada ikan Mas, Ikan Lele dan Ikan Patin.
Contohnya pada ikan Lele. Kepala Ikan Lele dipotong mulai dari mulutnya.
Semua bagian mulut, insang dan aborensen organ dibuang hingga hanya
menyisakan tulang tempurung kepalanya. Tulang yang melindungi rongga otak
dikerok dari bagian dalam kepala hingga otaknya terlihat. Otak dikeluarkan
dengan bantuan tusuk gigi. Prosedur terakhir adalah mengeluarkan kelenjar
hipofisa dengan bantuan tusuk gigi. Kelenjar hipofisa memiliki bentuk bulat
dan berwarna putih.
f. Perkembangan Teknologi Transgenik
Rekayasa genetik merupakan sebuah istilah yang samar dan
pengertiannya menjadi hampir mirip dengan transgenik (transfer gen) seperti
ikan trangenik atau Modifikasi Organisme secara Genetik (GMOs). Teknologi
ini sedang berkembang dengan cepat dan memungkinkan merubah gen-gen
species yang memiliki keterikatan yang jauh; contohnya, sebuah gen yang
menghasilkan protein antibeku telah ditransfer dari ikan laut yang tahan dingin
ke buah strawberry. Transfer gen pada ikan biasanya mencakup gen yang
menghasilkan hormon pertumbuhan dan hal ini telah dibuktikan dengan
peningkatan tingkat pertumbuhan yang tinggi pada ikan mas, catfish, salmom,
ikan nila, mudloach,dan trout. Gen anti-beku yang diterapkan pada tanaman
juga diterapkan pada ikan salmon dengan harapan dapat memperluas
pembudidayaan ikan tersebut. Produksi protein gen ini tidak cukup untuk
memperluas jangkauan ikan salmon di perairan dingin tetapi gen ini
memungkinkan salmon untuk terus berkembang selama musim dingin dimana
ikan salmon non-transgenik (Zohar, 2013 : 32-38).
2. Elektroforesis
Metode lain yang juga popular digunakan dalam pembuatan ikan
transgenik adalah elektroforesis. Prinsip metode ini adalah membuat
reparable-holes pada membran sel dengan bantuan aliran listrik yang
bergetar (electric pulse). Sel disuspensikan dalam larutan DNA, dan
larutan ini dapat masuk ke sel melalui lubang yang telah terbentuk. Pada
awalnya, metoda ini dikembangkan untuk kultur sel; namun demikian
teknik ini dapat juga diaplikasikan untuk telur dan sperma ikan. Teknik
eletroforesis telah digunakan dalam beberapa spesies ekonomis penting
seperti channel catfish, carp (Powers et al. 1992), dan salmon (Sin et al.
1993; Symonds et al. 1994). Powers et al. (1992) memproduksi ikan
transgenic channel catfish dan carp dengan melakukan elektroforesis
mengguna-kan telur yang telah dibuahi. Dalam beberapa kasus, tingkat
kelangsungan hidup dan transformasi yang diperoleh dengan
elektroforesis tidak setinggi dengan level yang diperoleh dengan teknik
mikroinjeksi. Baru-baru ini, laboratorium kami telah mengembangkan
teknik elektroforesis ini untuk memperoleh hasil yang lebih baik dengan
menggunakan sperma yang telah direhidrasi (Kang et al. 1999). Pertama-
tama sperma ikan mas dihidrasi dalam larutan hiperosmotik dan
dilanjutkan dengan rehidrasi dengan larutan hyposmotik yang
mengandung DNA untuk mengembalikan tekanan osmotic cairan seminal
ke kondisi awal. Elektroforesis dilakukan pada saat proses rehidrasi.
Tingkat keber-hasilan transfer yang dianalisis menggunakan ikan umur 30
hari adalah sekitar 66%, sedangkan teknik elektro-foresis yang biasa pada
kondisi isotonic hanya 20%. Hasil ini menunjukkan bahwa elektroforesis
selama rehidrasi dapat meningkatkan penyerapan DNA yang juga berarti
meningkatkan frekuensi transfer gen. Meskipun teknik ini belum
sempurna, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa cara ini cukup
efektif. Penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan untuk mendapatkan
tingkat keberhasilan yang lebih baik dengan metode ini.
3. Metode Alternatif
Kedua metode transfer gen yang dipaparkan di atas telah
digunakan secara rutin pada ikan. Akan tetapi akan menghadapi masalah
bila menggunakan ikan yang perkembangan embrionya terjadi di dalam
tubuh induknya seperti pada gapi, platy dan swordtail. Juga, umumnya
spesies Crustasea yang penting untuk akuakultur seperti udang dan lobster
tidak melepaskan telurnya yang baru terbuahi. Akibatnya, transfer gen
tidak bisa dilakukan dengan cara mikroinjeksi atau elektroforesis.
Alternatif metode transfer gen untuk spesies seperti itu telah
dikembangakan oleh Burns et al. (1993) dengan menggunakan bantuan
sebuah vektor yang dikenal sebagai replication-defective pantropic
retroviral. Vektor ini telah menunjukkan hasil yang efektif dalam
menginfeksi sel lines ikan, kadal air, kodok (Xenopus) dan nyamuk
(Burns et al., 1993, 1994; Matsubara et al. 1996), dan telur ikan yang baru
dibuahi seperti medaka, zebra dan kerang, Mulina lateralis (Burns et al.
1993; Lin et al. 1994; Lu at al. 1996, 1997), dan sukses menghasilkan
transgen. Baru-baru ini juga Sarmasik et al. (2001) telah berhasil
memproduksi ikan transgenik dengan menyuntukan vektor tersebut ke
daerah sekitar gonad ikan gapi (Poecilia lucidai) dan crayfish
(Procambarus clarkii). Lu et al. (2002) juga berhasil membuat ikan silver
sea bream transgenik dengan menyuntikkan cDNA (hormone
pertumbuhan ikan rainbow trout dengan promoter ikan mas -actin) yang
dicampurkan dengan liposom ke gonad ikan, dan cara ini disebut sebagai
“testis-mediated gene transfer”. Hasil yang diperoleh dengan cara ini
relatif sama dengan hasil yang diperoleh dengan cara elektroforesis (Lu et
al. 2002) (Alimuddin dkk, 2003: 42-43)
2. Peda
Peda merupakan produk fermentasi dengan bahan baku ikan. Pada
umumnya dibuat untuk ikan yang berkadar lemak tinggi. Selama atau pada
waktu fermentasi akan terjadi perubahan kimia antara lain proses reaksi
pada lemak yang memberikan cita rasa khas. Jenis ikan yang dapat diolah
menjadi ikan peda antara ain ikan Kembung, ikan Layang, Selar, ikan
Mas, Tawes dan ikan Mujair. Tetapi ternyata hasil yang paling memuaskan
adalah ikan Kembung, baik Kembung betina maupun jantan. Sedangkan
untuk jenis ikan lainnya memiliki cita rasa yang masih kalah dengan ikan
Kembung bila diolah menjadi peda. Berdasarkan pembuatannya dikenal
dua jenis peda, yaitu peda putih dan peda merah. Perbedaan tersebut
dikarenakan bahan baku yang digunakan.
3. Bekasam
Bahan baku yang digunakan untuk membuat bekasam pada
umumnya adalah ikan air tawar. Proses pengolahan ini umumnya
menggunakan bahan-bahan tambahan untuk berhasilnya fermentasi
misalnya sumber karbohidrat, dan berjalan anaerobik, karbohidrat tersebut
akan diuraikan menjadi gula sederhana dan selanjutnya menjadi alkohol
dan asam, basil fermentasi inilah yang akan menjadi bahan pengawet ikan
dan juga memberi rasa dan aroma khas. Karbohidrat yang ditambahkan
pada umumnya nasi, beras sangrai dan tape ketan.
4. Petis
Petis merupakan produk mirip kecap, tetapi umumnya lebih kental, dibuat
dari pemakatan air rebusan ikan dalam pembuatan pindang atau
pembuatan ebi. Petis merupakan bahan makanan yang umunya digunakan
sebagai perangsang makanan (bumbu masak) yang sedap, bergizi dan
mempunyai nilai yang lebih tinggi.
5. Kecap ikan
Kecap ikan adalah kecap yang terbuat dari ikan. Adapun proses
pembutannya adalah sebagai berikut :
Proses fermentasi ikan yang merupakan proses biologis atau semibiologis pada
prinsipnya dapat dibedakan atas empat golongan, yaitu sebagai berikut :
3.1 Kesimpulan
Jadi kesimpulan yang kelompok kami dapatkan bioteknologi adalah
bidang sains yang berisikan pemanfaatan makhluk hidup untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna untuk kelangsungan hidup manusia, seperti pemanfaatan
mikro organisme ataupun rekayasa genetika. Bioteknologi sekarang sudah
diaplikasikan ke segala macam bidang industri seperti industri kesehatan,
pertanian, peternakan serta perikanan. Dalam bidang perikanan sendiri,
bioteknologi dimanfaatkan untuk menambah perolehan pangan yang berasal dari
perikanan. Bioteknologi di bidang perikanan tak hanya pemanfaatan
mikroorganisme sebagai suplemen makanan bagi ikan ikan atau rekayasa genetika
ikan yang dapat menghasilkan ikan atau menambah produksi atau jumlah ikan
yang dipanen namun juga berguna dalam remediasi atau perbaikan lingkungan
budidaya ikan itu sendiri dengan menambahkan mikrobamikroba
tertentu. Walaupun hal tersebut mengubah genetika atau lingkungan budidaya
namun bioteknologi tidak mempengaruhi rantai makanan ataupun kegiatan alami
lainnya, karena bioteknologi ini hanya dipakai di sebagian tempat dan agar
berguna bagi kelangsungan hidup manusia, singkatnya bioteknologi ini tidak
terlalu mempengaruhi alam secara signifikan.
3.2 Saran
Diharapkan pemanfaatan bioteknologi dalam bidang perikanan tidak
berlabihan sebab dapat menyebabkan rusaknya ekosistem perairan dsb.
DAFTAR PUSTAKA
Ayoola. S.O dan Idowo, A.A. 2008. Bioteknology and Spesies Development in
Aquakulture. African Journal of Bioteknology. Vol 7(25)
Bocek, Alex. 2010. Culture of Hand Selected Male Tilapia. AUBURN University
:USA
Chandy, 2012. Dampak Bioteknologi. https://nhychandy.wordpress.com/2012
/11/08/dampak-bioteknologi/ diakses tanggal 15 maret 2015.
Lu, J.-K., T.T. Chen, S.K. Allen, T. Matsubara & J.C. Burns. 1996. Production of
transgenic dwarf surfclams, Mulina lateralis, with pantropic retroviral
vectors. Proc. Natl. Acad. Sci. USA., 93: 3482-3486.
Lu, J.-K., J.C. Burns & T.T. Chen. 1997. Pantropic retroviral vectors integration,
expression, and germline transmission in medaka (Oryzias latipes). Mol.
Mar. Biol. Biotechnol., 6: 289-295.
Lu, J.-Kan, Bo-Hua, F., W. Jen-Leh & T.T. Chen. 2002. Production of transgenic
silver sea bream (Sparus sarba) by different gene transfer methods. Mar.
Biotechnol., 4: 328-337.
Sarmasik, A., J. In-Kwon, C.Z. Chun, J.K. Lu & T.T. Chen. 2001. Transgenic
live-bearing fish and crustaceas produced by transforming immature gonad
with replication-defective pantropic retroviral vector. Mar. Biotechnol, 3:
470-477.
Sin, F.Y.T., A.L. Bartley, S.P. Walker, I.L. Sin, J.E. Synmonds, L. Hewke & C.L.
Hopkins. 1993. Gene transfer in Chinook salmon (Oncorhynchus
tshawytschai) by electroporating sperm in the presence of pRSV-LacZ DNA.
Aquaculture, 117: 57-69.