Anda di halaman 1dari 3

Rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan yang memiliki tujuan utama

dengan memberikan dukungan kesembuhan bagi pasien yang memungkinkan rumah


sakit memberikan resiko penularan penyakit dari limbah yang dihasilkan. Limbah cair
dapat memberikan kontaminasi pada peralatan medis serta fasilitas kesehatan. Dalam
upaya menimisasi dampak limbah rumah sakit serta menciptakan lingkungan yang
sehat dan nyaman, pemerintah telah mengupayakan pengendalian pencemaran
lingkungan dengan mewajibkan setiap sarana pelayanan kesehatan menyediakan
fasilitas pengolahan limbah yang sesuai standard an memenuhi baku mutu (DEPKES
RI, 2009).

Dirumah sakit terdapat air buangan dari hasil proses kegiatan pelayanan
kesehatan dan limbah cair tersebut harus diolah meliputi : air limbah domestik seperti
air buangan kamar mandi, dapur, dan air bekas pencucian pakaian; air limbah klinis
seperti air limbah dari kegiatan klinis rumah sakit, misalnya air bekas cucian luka,
cucian darah, air limbah laboratorium. Bagian terbesar limbah cair rumah sakit
berasal dari limbah domestic sedangkan sisanya adalah limbah yang terkontaminasi
oleh infectious agents kultur mikroorganisme, darah, buangan pasien pengidap
penyakit infeksi, dan lain-lain (Kemenkes, 2011). Jenis limbah cair rumah sakit yaitu
air limbah domestic, air limbah klinis, air limbah laboratorium klinik dari kimia, air
limbah radioaktif.

Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk pengolahan limbah cair antara
lain : karakter limbah cair, jumlah limbah cair serta air olahan yang diharapkan.
Proses biologis merupakan proses dari pengolahan limbah cair dengan
memanfaatkan aktifitas mikoorganisme. Pengelolaan ini dilakukan pada kondisi
aerobik yang digunakan untuk pengolahan limbah cair dengan beban BOD yang tidak
besar, kondisi anaerobik digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD
yang sangat tinggi. Proses biologis pengolahan air limbah dibagi menjadi 3 yaitu
proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), biakan melekat
(attached culture) dan proses pengolahan dengan system lagoon atau kolam. Dengan
memanfaatkan aktifitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa polutan yang
berada dalam air menggunakan mikroorganisme yang dibiakkan dalam suatu reactor
merupakan proses pengolahan tersuspensi. Beberapa contoh proses pengolahan
dengan sistem ini antara lain : proses lumpur aktif standar atau konvensional
(standard activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended aeration,
oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainnya.

Proses biologis pengolahan limbah cair biakan melekat yaitu memanfaatkan


mikroorganisme yang dibiakkan pada suatu media lain yang memungkinkan
mikroorganisme dapat melekat pada permukaan media yang digunakan. Proses ini
disebut juga proses film mikrobiologis atau proses biofilm. Beberapa contoh
teknologi pengolahan limbah cair dengan cara ini antara lain : trickling filter, biofilter
tercelup, reaktor kontak biologis putar (rotating biological contactor, RBC), contact
aeration/oxidation (aerasi kontak) dan lainnya.

Proses pengolahan limbah cair dengan lagoon/kolam yaitu dengan cara


menampung limbah cair di suatu kolam dengan tenggang waktu yang lama sehingga
aktifitas mikroorganisme memungkinkan dapat tumbuh secara alami serta senyawa
polutan yang ada dalam air bias terurai. Untuk mempercepat proses penguraian
senyawa polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukan proses
aerasi. Salah satu contoh proses pengolahan limbah cair dengan cara ini adalah kolam
aerasi atau kolam stabilisasi. Proses sistem lagoon tersebut kadang-kadang
dikategorikan sebagai proses biologis dengan biakan tersuspensi (Sugiharto, 2008).

Berdasarkan hasil studi banding instalasi pengolahan limbah cair (IPLC),


kompilasi data, analisa SWOT serta rekomendasi yang dihasilkan dapat disampaikan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Rumah sakit selain sebagai fasilitas kesehatan juga dapat memberikan
kemungkinan penularan penyakit melalui limbah cair yang dihasilkan melalui
kegiatan operasionalnya,
2. Pengelolaan limbah cair yang proporsional dapat meminimalkan kemungkinan
terjadi penularan penyakit,
3. Rumah sakit yang telah memiliki IPLC juga melakukan perancangan ulang atau
membangun IPLC yang baru, dapat melakukan langkah manajerial untuk
mengoptimalkan kinerja IPLC,
4. Pembangunan IPLC bagi rumah sakit yang memiliki lahan sempit dan berlokasi
di tengah pemukiman yang padat serta biaya investasi yang terbatas memerlukan
rancangan yang cermat dengan memperhatikan semua kendala tersebut,
5. Dengan berbagai keterbatasan dan persoalan yang dalam studi ini dengan
mendasarkan pada hasil studi banding, kompilasi data dan analisa SWOT
direkomendasikan untuk terlebih dahulu mengambil langkah-langkah manajerial
sebelum melakukan desain ulang dan membangun IPLC yang baru.

Anda mungkin juga menyukai