Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA PASIEN Tn. E DENGAN


HERNIOTOMY TEKNIK ANESTESI REGIONAL: SPINAL
DI RUMAH SAKIT SITI RAHMAH PADANG

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Dalam Program


Pelatihan Penata Anestesi Angkatan III Periode
tahun 2019/2020

Disusun oleh:

NS. ANGGRA TRISNA AJANI, S.Kep

BAGIAN DIKLAT ANESTESI

RUMAH SAKIT MITRA PLUMBON

CIREBON 2020

LEMBAR PENGESAHAN KASUS

i
Nama : Ns. Anggra Trisna Ajani, S.Kep
Pelatihan : Penata Anestesi
Judul kasus : Asuhan Kepenataan Anestesi pada Pasien Tn. E dengan Herniotomy
Teknik Anestesi Regional: Spinal di Rumah Sakit Siti Rahmah
Padang

Tim Penguji

1. Dr. Uus Rustandy, Sp. An- KIC ( )

2. Sunita Sinaga, S.Kep., Ns., M.Mars ( )

KATA PENGANTAR

ii
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan makalah kasus ini yang berjudul
“Asuhan Kepenataan Anestesi pada Pasien Tn. E dengan Herniotomy Teknik
Anestesi Regional: Spinal di Rumah Sakit Siti Rahmah Padang”.
Dalam penyusunan makalah ini penulis buat untuk persyaratan
kelengkapan tugas individu dalam pelatihan penata anestesi angkatan III
Tahun 2019/2020.
Dalam penyususnan makalah ini mungkin jauh dari kesempurnaan,
mohon maaf kalau ada kesalahan dalam penulisan, semoga makalah ini
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang
keperawatan anestesiologi. Somoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat
dan Hidayah-Nya kepada kita semua.

Padang, Februari 2020

Penulis

DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan............................................................................................ ii
Kata Pengantar................................................................................................... iii
Daftar isi............................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
iii
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN TEORI.............................................................................. 2
A. Anestesi Regional .................................................................................. 2
B. Asuhan Keperawatan Perianestesi ........................................................ 10
BAB III TINJAUAN KASUS.......................................................................... 18
A. Pengkajian ............................................................................................. 18
B. Riwayat kesehatan ................................................................................. 18
C. Pemeriksaan fisik .................................................................................. 19
D. Data psikologis....................................................................................... 20
E. Data social.............................................................................................. 20
F. Data kultural........................................................................................... 20
G. Data spiritual ......................................................................................... 21
H. Pola pengakajian fungsional ................................................................. 21
I. Pemeriksaan penunjang ......................................................................... 22
J. Catatan Anestesi .................................................................................... 22
K. Terapi cairan .......................................................................................... 26
L. Analisa data ........................................................................................... 27
M. Diagnosa keperawatan .......................................................................... 29
N. Intervensi, implementasi dan evaluasi ................................................... 30
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 35

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perawat anestesi memberikan pelayanan asuhan keperawatan anestesi,


dimana perawat anestesi merupakan cabang ilmu keperawatan yang
mempelajari tata laksana untuk mematikan rasa dan reanimasi (menggerakkan
kembali atau menghidupkan kembali) sesuai dengan peran dan peraturan yang
berlaku di rumah sakit. Oleh sebab itu, perawat anestesi dalam menjalani
operasi pembedahan (elektif atau darurat) butuh persiapan dengan baik
(Jakobsson & Johnson, 2016).
Tindakan operasi membutuhkan persiapan yang matang dan benar-
benar teliti karena hal ini menyangkut berbagai organ, terutama jantung, paru,
pernafasan. Untuk itu diperlukan perawatan yang komprehensif dan
menyeluruh dalam mempersiapkan tindakan operasi sampai dengan benar-
benar aman dan tidak merugikan klien maupun petugas. Prinsip dalam
penatalaksanaan anestesi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan
yaitu praanestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien,
perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada hari operasi.
Tahap pelaksanaan anestesi yang terdiri dari premedikasi, masa anestesi,
pemeliharaan, tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi (Pierce et al.,
2017).
Hernia ingunalis lateralis lebih sering terjadi dan diantara itu pria lebih
sering kejadiaannya dibandingkan wanita karena pengaruh aktifitas pria
dengan mengangkat beban lebih besar. Terjadi karena keluar dari rongga
peritoneum melalui annulus inguinalis internus yang terletak sebelah lateral
dari pembuluh darah epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam
kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari annulus
inguinalis eksternus. Bila diagnosis sudah pasti, maka terapi yang paling tepat
dengan tindakan operatif yang disebut herniotomy.

B. Tujuan

Tujuan Makalah ini adalah memberikan pengalaman yang nyata kepada


penulis dalam penatalaksanaan dan pendokumentasian Asuhan Kepenataan
Anestesi pada Pasien Tn. E dengan Herniotomy Teknik Anestesi regional:
spinal Di Rumah Sakit Siti Rahmah Padang
.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anestesi Regional
1. Anestesi Spinal
Anestesi regional adalah suatu tindakan anestesi dengan menggunakan
obat analgetik lokal untuk menghambat impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu
bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar
(Jakobsson & Johnson, 2016).

Pembagian Anestesi yaitu Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi


blok spinal, epidural, dan kaudal (Tindakan ini sering dikerjakan) dan
Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok
lapangan, dan analgesia regional intravena (Lewis, Dirksen, Heitkemper,
& Bucher, 2014).

Anestesi spinal adalah suatu cara pemberian obat anestetik lokal ke dalam
ruang intratekal, intradural, subdural, subarachnoid. Anestesi
spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural
atau blok intratekal. Untuk dapat memahami anestesi spinal yang
menghasilkan blok simpatis, blok sensoris dan blok motoris maka perlu
diketahui neurofisiologi saraf, mekanisme kerja obat anestesi lokal pada
SAB (Subarachnoid Blok) dan komplikasi yang dapat ditimbulkannya
(Marbury, 2005). Untuk mendapatkan derajat anestesi yang akan dicapai
tergantung dari tinggi rendah lokasi penyuntikan, untuk mendapatkan
blockade sensoris yang luas, obat harus berdifusi ke atas, dan hal ini
tergantung banyak faktor antara lain
1. Posisi pasien selama dan setelah penyuntikan,
2. Barisitas dan berat jenis obat.
3. Berat jenis obat lokal anesthesia dapat diubah–ubah dengan
mengganti komposisinya, hiperbarik diartikan bahwa obat lokal
anestesi mempunyai berat jenis yang lebih besar dari berat jenis
cairan serebrospinal, yaitu dengan menambahkan larutan
glukosa, namun apabila ditambahkan NaCl atau aqua destilata
akan menjadi hipobarik.

4. Ketinggian suntikan
5. Kecepatan suntikan/barbotase
6. Ukuran jarum
7. Keadaan fisik pasien
8. Tekanan intra abdominal

(Honca et al., 2014)

2. Indikasi dan kontraindikasi spinal


Indikasi anestesi spinal yaitu (Sahin, Turker, Bekar, Bilgin, & Korfalı,
2014)
a. Bedah panggul

b. Bedah ekstremitas bawah

c. Tindakan sekitar rektum perineum

d. Bedah urologi

e. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya


dikombinasikan dengan anestesi umum ringan

f. Bedah obstetrik-ginekologi

g. Bedah abdomen bawah

Kontra indikasi anestesi spinal

Kontra indikasi absolut (Jellish & Shea, 2003):


a. Pasien menolak

b. Koagulapatia atau mendapat


terapi koagulan

c. Infeksi pada tempat suntikan

d. Fasilitas resusitasi minim

e. Tekanan intrakranial meningkat

f. Kurang pengalaman tanpa


didampingi konsulen anestesi.

g. Hipovolemia berat, syok


Kontra indikasi relatif:
a. Kelainan neurologis

b. Infeksi sistemik ( sepsis, bakterimia )

c. Infeksi sekitar tempat suntikan

d. Penyakit jantung

e. Kelainan psikis

f. Bedah lama

g. Nyeri punggung kronik

h. Hipovolemia ringan

3. Anatomi
a. Tulang Punggung

Tulang punggung (columna vertebralis) Terdiri dari :


1) 7 vertebra servikal
2) 12 vertebra thorakal
3) 5 vertebra lumbal
4) 5 vertebra sacral ( menyatu pada dewasa )
5) 4 vertebra kogsigeal ( menyatu pada dewasa )
(Pierce et al., 2017)
b. Medula Spinalis
Medulla spinalis berada dalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan
serebrospinalis, dibungkus meningen (Duramater, lemak dan pleksus
venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada
bayi L3 dan sakus duralis berakhir setinggi S2. Medulla spinalis
diperdarahi oleh a. spinalis anterior dan a. spinalis posterior (Marbury,
2005).
c. Lapisan jaringan punggung
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan
menembus kutis  subkutis  Lig. Supraspinosum  Lig.
Interspinosum  Lig. Flavum  ruang epidural  durameter 
ruang subarachnoid (Jakobsson & Johnson, 2016).

Gambar: Anestesi Spinal


d. Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal merupaka ultrafiltrasi dari plasma yang berasal
dari pleksus arteria koroidalis yang terletak di ventrikel 3-4 dan lateral.
Cairan jernih ini tak bewarna mengisi ruang subarachnoid dengan
jumlah total 100-150 ml, sedangkan yang dipunggung sekitar 24-45 ml
(Honca et al., 2014).
4. Persiapan dan prosedur anestesi spinal
a. Persiapan
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan
pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah
akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang
punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan
prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini
(Roy & Haynes, 1997):
1) Informed consent, kita tidak boleh memaksa pasien untuk
menyetujui anestesia spinal
2) Pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan
tulang punggung
3) Pemeriksaan laboratorium anjuran, Hemoglobin, Hematokrit, PT
(Prothrombine Time), PTT (Partial Thromboplastine Time)

4) Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.


5) Peralatan resusitasi
6) Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu
runcing/quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil
(pencil point whitecare)

Gambar: Jarum Spinal


(Jakobsson & Johnson, 2016)
7) Obat-obat Lokal Anesthesi.

Obat-obat lokal anestesi berdasarkan barisitas dan densitas dapat di


golongkan menjadi tiga golongan yaitu (Sahin et al., 2014):
a) Hiperbarik
Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat
lebih besar dari pada berat jenis cairan serebrospinal, sehingga
dapat terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya gravitasi.
Agar obat anestesi lokal benar–benar hiperbarik pada semua
pasien maka baritas paling rendah harus 1,0015gr/ml pada suhu
37C. contoh: Bupivakain 0,5%.
b) Hipobarik
Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat
lebih rendah dari berat jenis cairan serebrospinal. Densitas
cairan serebrospinal pada suhu 370C adalah 1,003gr/ml. Perlu
diketahui variasi normal cairan serebrospinal sehingga obat
yang sedikit hipobarik belum tentu menjadi hipobarik bagi
pasien yang lainnya. contoh: tetrakain, dibukain.
c) Isobarik
Secara definisi obat anestesi lokal dikatakan isobarik bila
densitasnya sama dengan densitas cairan serebrospinalis pada
suhu 370C. Tetapi karena terdapat variasi densitas cairan
serebrospinal, maka obat akan menjadi isobarik untuk semua
pasien jika densitasnya berada pada rentang standar deviasi
0,999-1,001gr/ml. contoh: levobupikain 0,5%.
b. Prosedur
Anestesi spinal dan epidural dapat dilakukan jika peralatan monitor
yang sesuai dan pada tempat dimana peralatan untuk manajemen jalan
nafas dan resusitasi telah tersedia. Sebelum memosisikan pasien,
seluruh peralatan untuk blok spinal harus siap untuk digunakan,
sebagai contoh, anestesi lokal telah dicampur dan siap digunakan,
jarum dalam keadaan terbka, cairan preloading sudah disiapkan.
Persiapan alat akan meminimalisir waktu yang dibutuhkan untuk
anestesi blok dan kemudian meningkatkan kenyamanan pasien
(Jakobsson & Johnson, 2016).
Adapun prosedur dari anestesi spinal adalah sebagai berikut (Sahin et
al., 2014):
1. Inspeksi dan palpasi daerah lumbal yang akan ditusuk (dilakukan
ketika kita visite pre-operatif), sebab bila ada infeksi atau terdapat
tanda kemungkinan adanya kesulitan dalam penusukan, maka
pasien tidak perlu dipersiapkan untuk spinal anestesi.
2. Posisi pasien :
a) Posisi Lateral. Pada umumnya kepala diberi bantal setebal
7,5-10cm, lutut dan paha fleksi mendekati perut, kepala ke
arah dada.

b) Posisi duduk. Dengan posisi ini lebih mudah melihat


columna vertebralis, tetapi pada pasien-pasien yang telah
mendapat premedikasi mungkin akan pusing dan
diperlukan seorang asisten untuk memegang pasien supaya
tidak jatuh. Posisi ini digunakan terutama bila diinginkan
sadle block.
c) Posisi Prone. Jarang dilakukan, hanya digunakan bila
dokter bedah menginginkan posisi Jack Knife atau prone.
3. Kulit dipersiapkan dengan larutan antiseptik seperti betadine,
alkohol, kemudian kulit ditutupi dengan “doek” bolong steril jika
posisi lateral decubitus.
4. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol
5. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain
1-2% 2-3ml
6. Cara penusukan.
Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar
22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang
kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum
yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Makin besar nomor jarum,
semakin kecil diameter jarum tersebut, sehingga untuk mengurangi
komplikasi sakit kepala PDPH (post duran puncture headache),
dianjurkan dipakai jarum kecil. Tusukkan introduser sedalam kira-
kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum
spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika
menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel)
harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala
pasca spinal.

Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan


keluar likuor, Bila likuor keruh, likuor harus diperiksa dan spinal
analgesi dibatalkan. Bila keluar darah, tarik jarum beberapa mili
meter sampai yang keluar adalah likuor yang jernih. Bila masih
merah, masukkan lagi stylet-nya, lalu ditunggu 1 menit, bila jernih
pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan
(0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan
posisi jarum tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi
yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya
likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan
kateter (Jellish & Shea, 2003).
Lama kerja anestetik lokal tergantung (Pierce et al., 2017):
1.  Jenis anestesia lokal

2.  Besarnya dosis

3.  Ada tidaknya vasokonstriktor

4.  Besarnya penyebaran anestetik lokal

5. Keuntungan dan kerugian anestesi spinal


Keuntungan penggunaan anestesi regional adalah murah, sederhana, dan
penggunaan alat minim, non eksplosif karena tidak menggunakan obat-
obatan yang mudah terbakar, pasien sadar saat pembedahan, reaksi stres
pada daerah pembedahan kurang bahkan tidak ada, perdarahan relatif
sedikit, setelah pembedahan pasien lebih segar atau tenang dibandingkan
anestesi umum. Kerugian dari penggunaan teknik ini adalah waktu yang
dibutuhkan untuk induksi dan waktu pemulihan lebih lama, adanya resiko
kurang efektif block saraf sehingga pasien mungkin membutuhkan
suntikan ulang atau anestesi umum, selalu ada kemungkinan komplikasi
neurologi dan sirkulasi sehingga menimbulkan ketidakstabilan
hemodinamik, dan pasien mendengar berbagai bunyi kegiatan operasi
dalam ruangan operasi (Jellish & Shea, 2003).
6. Komplikasi
Komplikasi tindakan anestesi spinal (Roy & Haynes, 1997):
a. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml
sebelum tindakan.

b. Bradikardia
Dapat terjadi tanpa  disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok
sampai T-2
c. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
d. Trauma pembuluh darah
e. Trauma saraf
f.Mual-muntah
g. Gangguan pendengaran
h. Blok spinal tinggi atau spinal total
Komplikasi pasca tindakan:
a. Nyeri tempat suntikan
b. Nyeri punggung
c. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
d. Retensio urine
e. Meningitis

B. Asuhan Keperawatan Perianestesi


Asuhan keperawatan anestesi mencakup antara lain praanestesi, intra anestesi,
post anastesi. Masing-masing bagian mempunyai tahap yang harus dilakukan
antara lain (Marbury, 2005):

1. Pre anestesi

a. Identitas

b. Riwayat kesehatan pasien seperti

1) Riwayat alergi obat, lateks, plester, makanan, cuaca

2) Riwayat medis yang berhubungan dengan penyakit penyerta

3) Status nutrisi (BB lebih 10 % dari berat badan ideal dianggap


obesitas, kerana adanya gangguan pada organ tubuh dan
pemaiakaian obat anestesi memerlukan pemberian yang harus
dipertimbangkan.

4) Pengalaman pembedahan/anestesi terdahulu dan sekarang

5) Latar belakang budaya dan agama yang dapat mempengaruhi


respon sehat, sakit, pembedahan/anestesi dan kematian.

6) Pemeriksaan fisik dan diagnostik

Pemeriksaan fisik

a) Pernafasan

Lihata bagaiamana keadaan jalan nafas, bentuk pipi dan dagu,


mulut, gigi, lidah dan tonsil, membuka mulut lebih dari 3 jari,
kekakuan leher, pembengkakakn leher yang mendorong saluran
nafas bagian atas, frekuensi nafas, tipe nafas (cuping hidung,
abdominal atau torakal, ada retraksi dada) ronchi/wheezing,
stridor.

b) Darah

Tekanan nadi, pengisisan nadi, tekanan darah, perfusi perifer,


syok perdarahan, pemeriksaan jantung.

c) Otak/brain

GCS, mintania gravis, peningkatan TIK.

d) Bladder

Produksi urine, pemeriksaan faal ginjal

e) Bowel

Pembesaran hepar, bising usus, cairan dan massa di abdomen.

f) Bone

Kaku kuduk, patah tulang, kelainan tulang belakang.

Pemeriksaan diagnostik

a) Pemeriksaan labor anjuran: Hb, Ht, PT, APTT, Trombosit,


leukosit.

7) Persiapan sebelum pembedahan

a) Persiapan puasa, lama puasa pada orang dewasa 6-8 jam, anak-
anak 4-6 jam, bayi 2 jam.

b) Pengosongan kandung kemih

c) Surat izin operasi dan anestesi (informed consent)

d) Pemeriksaan fisik ulang

e) Pelepasan kosmetik, perhiasan, lensa kontak, gigi palsu serta


asesoris lainnya.

f) Premedikasi anestesi jika diberikan secara intamuskular


setengah jam atau satu jam menjelang dilakukannya pembiusan,
sedangkan intravena diberikan beberapa menit sebelum
pembiusan.

g) Penilaian status fisik ASA


2. Intra anestesi

a) Posisikan pasien

b) Pemasangan infus, manset, EKG, okimeter, dan nasal kanul

c) Persiapan alat dan bahan anestesi

d) Pantau tanda-tanda vital : tekanan darah, denyut jantung (HR), status


pernafasan dan tingkat kesadaran

e) Pelaksanaan anestesi sesuai prosedur

f) Cairan intra operatif

Selama operasi berlangsung pasien dapat kehilangan cairan seperti:

Ringan = 4 ml/kgBB/jam.

Sedang = 6 ml / kgBB/jam

Berat = 8 ml / kgBB/jam.

Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang


dari 10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid
sebanyak 3 kali volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih
dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid /
dekstran dengan dosis 1-2 kali darah yang hilang.
g) Pantau haluaran urine

3. Post anestesi

a) Pasien siap dibawa keruangan pemulihan

b) Nilai tingkat kesadaran klien

c) Pantau tanda-tanda vital sign pada 1 jam pertama selama 15 menit.

d) Pantau ambang nyeri klien

e) Pantau cairan post operasi


Pemberian cairan post operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan
selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari.

f) Pantau mual atau muntah jika perlu berikan obatnya secara intravena
seperti ondansentron, granon.

g) Lakukan penilaian bromage skore


Untuk orang dewasa melihat efek anestesi spinal
Kriteria Nilai
1) Gerakan penuh dari tungkai, 0
2) Tak mampu ekstensi tungkai, 1
3) Tak mampu fleksi lutut, 2
4) Tak mampu fleksi pergelangan kaki, 3
Jika Bromage Score 2 dapat pindah ke ruangan.
(Jakobsson & Johnson, 2016)

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas pasien

Nama : Tn. E
Umur : 48 Th
Alamat : Solok Selatan
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Jenis kelamin : Pria
Status : Kawin
BB /TB : 58 Kg/160 cm
Tanggal masuk Rs : 19 -2- 2020
Tanggal masuk OK : 20 – 2- 2020
Diagnosa medis : Hernia Inguinalis Lateralis sinistra
Tindakan anestesi : Anestesi Regional (spinal)

B. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Klien mengatakan terasa nyeri dibagian selangkangan sebelah kiri, nyeri
bertambah jika kaki kiri di lipat.
2. Keluhan tambahan
Klien mengatakan perutnya terasa penuh seperti kembung dan terasa mual, tetapi
tidak muntah. Klien mengatakan cemas dengan tindakan operasi yang akan
dijalaninya karena baru pertama kali. Klien mengatakan diselakangan sebelah
kirinya ada benjolan yang membengkak.
3. Riwayat penyakit sekarang
Klien masuk rumah sakit siti rahmah padang di poliklinik pada hari Rabu tanggal
19 Februari 2020 dan direncanakan operasi pada tanggal 20 Februari 2020.
Untuk mempersiapkan operasi, klien di rawat di ruangan Safa rumah sakit siti
rahmah padang. Saat berada di ruangan persiapan operasi, klien mengatakan
terdapat benjolan di lipat paha kiri sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu. Awal
terasa benjolan muncul kecil seperti kelereng, lama-lama benjolan terasa
semakin membesar seperti telur puyuh. Awalnya benjolan keluar jika digunakan
untuk aktifitas fisik kemudian masuk kembali jika beristirahat atau berbaring.
Pasien belum pernah memeriksakan benjolan tersebut sebelumnya. Riwayat
bekerja dengan mengangkat beban berat (+). Klien mengatakan benjol disebelah
kiri sebesar telur puyuh dan terasa nyeri. Skala nyeri 6. Nyeri akan meningkat
jika kaki kiri dilipat. Klien mengatakan cemas dan tampak tegang. Klien tampak
berkeringat. Klien bertanya tentang bagaimana proses operasi yang akan
dijalaninya, apakah klien bisa meninggal seperti tetangganya. Saat dilaksanakan
operasi, dilakukan pembiusan dengan teknik anestesi regional: spinal yang
merupakan anestesi lokal yang mengakibatkan penurunan kekuatan ekstremitas
bawah dan dalam keadaan sadar.
4. Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah operasi. Klien mengatakan tidak
pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya. Klien mengatakan sakit klien
sebelumnya hanya demam dan flu saja. Biasanya klien jika sakit hanya membeli
obat di warung saja seperti bodrex atau paramex. Klien mengatakan merokok.
5. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita penyakit yang
sama dengannya. Klien mengatakan tidak ada keluarga klien yang menderita
penyakit hipertensi, DM dan asma.
6. Riwayat alergi
Klien mengatakan tidak mempuyai riwayat alergi makanan, obat-obatan dan
dingin atau debu.

C. Pemeriksaan fisik

Rambut : Rambut tidak rontok, berwarna hitam dan


bersih
Mata : Konjungtiva tampak pucat, kedua mata tampak sayu,
sklera tidak ikhterik
Telinga : Ketajaman pendengaran baik, bentuk simetris kiri dan
kanan
mulut dan gigi : Tidak ada perdangan dan perdarahan pada bibir, gigi
masih lengkap, ada karang gigi dan karies pada
geraham, tidak memakai gigi palsu
Kuku : Kuku berwarna agak pink dan panjang
Leher : Kelenjar getah bening, vena jugularis tidak ada
kelainan, tidak ada kaku kuduk
Thorax : Bentuk thorax normal chest. Pernafasan 20x/i, suara
nafas vesikuler. Tidak ada suara tambahan
Abdoman : Tidak ada massa, abdomen simetris kiri dan kanan,
tidak ada jaringan parut, tidak ada nyeri tekan
Ekstremitas
Atas : Anggota gerak lengkap, tidak ada kelainan

Bawah : Anggota gerak lengkap, anggota selangkangan bagian


terdapat benjolan sehingga jika digerakkan klien
tampak meringis dan mengeluh nyeri.

Kesadaran kualitatif : Kesadaran klien compos mentis


Tanda –tanda vital TD : 120/70 mmHg S: 37 °C N: 20x/i R: 85x/i

Pemeriksaan fisik fokus :


Selangkangan
Inspeksi : Terlihat benjolan sebesar telur puyuh di daerah
Inguinalis Sinistra, diameter ± 4 cm. Warna kulit sama
dengan daerah sekitarnya

Palpasi : Teraba benjolan, bentuk lonjong, sebesar telur puyuh,


konsistensi kenyal, nyeri tekan
Benjolan dapat didorong masuk dengan jari kelingking
dalam posisi pasien berbaring

D. Data psikologis

Klien mengatakan cemas, khawatir dengan operasi yang akan dijalaninya. Klien
mengatakan takut jika nanti meninggal sewaktu menjalani operasinya.

E. Data social

Klien seorang suami dan ayah dari 3 orang anak. Klien mengatakan saat di rumah
sakit klien ditemani istri nya sedangkan anak-anaknya di kampung dengan
ditemani oleh orang tua pasien.
F. Data kultur

Klien mempunyai suku minang. Tidak mempunya makan larangan dan kebiasaan
tertentu oleh sukunya. Klien hanya memakan makanan yang halal sesuai dengan
ajaran agama islam.
G. Data spiritual

Klien beragama islam. Selama klien masuk pre operasi, dan selama operasi klien
selalu berzikir sesuai dengan ajaran agama islam yang dianutnya
H. Pola pengkajian fungsional

1. Pola persepsi kesehatann


Klien mengatakan jika sakit biasanya selalu berobat kepuskesmas dikampung
nya. Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi obat atau makanan.
2. Pola nutrisi metabolic
Klien mengatakan saat ini puasa. Klien mulai puasa jam 9.30 wib. Biasanya klien
di ruang rawat inap makan di ruangan biasa seperti dirumah. Klien mengatakann
makannya habis ¼ porsi saja yang terdiri dari nasi, lauk, sayur dan ditambah
dengan buah. Klien mengatakan tidak ada mual dan muntah.klien mengatakan
berat badannya saat ini 58 kg. Selama 3 bulan terakhir tidak mengalami
penurunan berat badan yang signifikan.
3. Pola eliminasi
Klien BAB 1 kali sehari, tidak ada keluhan, dengan konsistensi lunak. Klien BAK
dengan menggunakan kateter dengan jumlah 100 cc dengan warna kuning jernih,
dan tidak ada keluhan.
4. Pola aktivitas / latihan
Klien mengatakan tidak dapat bekerja semenjak sakit karena harus dirawat di
Rumah Sakit dan akan dilakukan operasi. Pola aktivitas klien terganggu dan klien
harus beristirahat di tempat tidur selama dirawat dan BAK di tempat tidur karena
telah terpasang kateter.
5. Pola istirahat / tidur
Klien mengatakan biasa tidur selama 4-6 jam saat dirawat karena tidak familier
dengan keadaan sekitarnya dan sering terbangun dikarenakan nyeri yang terus
menerus jika kaki dilipat.
6. Pola kognitif /persepsional
Klien tampak cemas dan tegang saat berada di ruang pre-operasi. Klien
mengatakan takut dengan jarum suntik. Klien bertanya apakah operasinya ini
berlangsung lama, apakah operasi klien ini operasi yang parah, klien masih bisa
untuk bekerja seperti biasa lagi.
7. Pola nilai / kepercayaan
Klien mengatakan selama di rumah sakit klien sholat dengan tidur berbaring.
Selama di pre operasi klien selalu berzikir.

8. Pola persepsi diri/ konsep diri


Klien berharap dan berdoa semoga setelah operasi klien bisa kembali pulih dan
bekerja seperti biasanya. Klien mengatakan mampu menerima keadaan sakit saat
ini karena memang sudah takdir dari Tuhan.
9. Pola peran/ hubungan
Klien mengatakan selama klien dirawat, klien tidak bisa mencari nafkah. Klien
mengatakan meski anak-anaknya tidak menemaninya tetapi tetap menelepon dan
memberikan support untuknya. Klien ditemani oleh istrinya selama dirumah sakit.
10. Pola koping/ toleransi stress
Klien mengatakan sebagai kepala rumah tangga dan seorang ayah dari 3 orang
anaknya, klien mengambil keputusan sendiri.
I. Pemeriksaan penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium

GDS : 105 (70-125 mg/Dl)

Ureum : 32 (20-40 mg)

Creatinin: 1,23 (0,6-1,1 mg%)

Hasil pemeriksaan diagnostik

Rongen :
Hasil: Pemeriksaan radiologi yaitu nampak Hernia Inguinalis

J. Catatan anestesi

1. Persiapan operasi (preoperasi)

a. Persetujuan operasi tertulis (+)

b. Periksa tanda vital dan keadaan umum

c. Puasa ≥ 8 jam

d. Terpasang kateterisasi

e. ASA 1

f. Cek obat dan alat anestesi

h. Infus : RL
i. Obat premedikasi :
Ondansentron : 8 mg
sedacum : 1 mg
Pethidin : 50 mg
j. Jenis anestesi : Anestesi Regional
k. Teknik anestesi :
Spinal dengan posisi duduk
obat anestesi regional teknik spinal
Bupivakaine : 3 ml
n. Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman anestesi, cairan dan
perdarahan
o. Pengawasan pasca anestesi di ruang pulih sadar
2. Intra operasi
a. Pengkajian

Ruang Operasi
1) Posisi pasien
2) Pemasangan infus, manset, EKG, oksimeter, dan nasal kanul
3) Pemeriksaan tanda-tanda vital pre operatif.
b. Persiapan alat dan bahan
1. Alat Kanulasi Vena
2. Alas infus
3. Infus set
4. Abocath no. 20
5. Cairan Infus (RL)
6. Plester dan Gunting
7. Sarung tangan
8. Alcohol swab
9. Tunriket
c. Alat Anestesi Spinal
1. Spuit 3 cc
2. Jarum spinal jenis Quincke No. 27
3. Kasa dan duk steril
4. Betadine 10%
5. Alkohol 70%
6. Plester
7. Sarung tangan steril

d. Pelaksanaan Anestesi
Persiapan
 Pasien ditidurkan terlentang di meja operasi kemudian dipasangkan kanulasi
vena, monitor EKG, Saturasi O2, manset, nasal kanul.
 Sarung tangan steril prosedur persiapan obat anestesi spinal dilakukan.
 Penggunaan obat anestesi berupa Bupivakain 0,5% 15 mg.
 Tidak digunakan anestesi infiltrasi lokal pada prosedur ini.

Pelaksanaan Anestesi
Posisi
 Dari posisi tidur terlentang, diposisikan duduk tegak, dengan posisi leher
flexi, posisi tangan memeluk bantal atau dengan kata lain, memposisikan
tulang belakang seperti huruf “C” apabila dilihat dari posisi samping.
 Posisi tersebut membantu memperlebar jarak antar ruas – ruas vertebra
lumbal.
Proyeksi
 Pendekatan Midline digunakan, lokasi yang dituju adalah L3-L4 garis
imajiner yang menghubungkan kedua krista iliaka kanan dan kiri sebagai
batas L4 atau L4-L5
Penusukan
 Setelah menemukan posisi yang tepat, lakukan pemberian tanda dengan
penekanan kulit lokal dengan kuku jari
 Tindakan aseptik dengan betadine 10% dengan metode sirkular dari tengah ke
luar tindakan aseptik dengan betadine 10% lagi dengan metoda yang sama
alkohol 70% untuk membersihkan dengan cara sirkular
 Gunakan jarum spinal no .27 pastikan CSF keluar masukan obat dari spuit
berisi obat anestesi pasien dipersilahkan berbaring kembali
 Penilaian blokade dengan nyeri atau dengan skor
 Bromage
Monitoring
 Pasien kemudian dilakukan monitoring Saturasi O2,
 Tekanan Darah, Laju pernafasan, denyut nadi, EKG, cairan yang masuk,
berikut obat-obatan yang digunakan melalui intravena. Seluruhnya dimonitor
setiap 15 menit.
 Dilakukan Anestesi spinal pukul : 17.00
 Penilaian bromage skore : 3
 Mulai pembedahan : 17.00
 Selesai Pembedahan : 18.20
 Oksigen diberikan melalui Nasal kanul sebanyak 2 L/menit
 Akses intravena pada tangan kiri menggunakan abbocath 20 G
Evaluasi
 Operasi berjalan lancar selama 60 menit
 Tim operasi tetap menjaga kesterilan dan keamanan pasien
 Selama operasi kepatenan jalan nafas terjaga dan vital sign dalam batas
normal
 Monitoring selama operasi berlangsung

Jam TD Nadi Obat iv Cairan Saturasi


17.00 105/70 76 RL 500 100
17.05 100/60 70 99
17.10 92/55 64 Sedacum (2,5 mg) 99
17.15 80/56 60 Phethidin (25 mg) 100
17.20 60/45 51 99
17.25 55/42 49 Efedrhin (10mg) 98
17.30 80/70 53 99
17.35 100/87 60 RL 500 100
17.40 110/90 65 100
17.45 114/87 60 99
17.50 109/85 68 100
17.55 110/82 65 100
18.00 111/78 70 99
18.05 108/70 74 RL 500 99
18.10 110/72 77 100
18.15 115/70 81 99
18.20 118/71 79 100

 Perdarahan selama operasi ± 100 cc


 Pasien tidak perdarahan dan tidak hipoksia
 Pembedahan dilakukan selam 80 menit
 Perfusi jaringan baik, tidak tampak sesak, tidak tampak tanda-tanda hipoksia
 Klien tampak menggigil kedinginan, akral dingin, suhu: 35.5°c
 Terpasang IVFD, RL 1028 ml
 Terdapat luka operasi ± 5 cm

3. Post Anestesi
a. Pengkajian
Tn. E dipindahkan dari ruang operasi ke RR jam 18.23 wib
1) Status sirkulasi

TD : 110/72 mmHg

Nadi : 81 x/i

RR : 14 x/i

Tidak tampak adanya sianosis, turgor kulit baik, akral terasa hangat.

2) Status respirasi

3) Status neurologis

4) Instruksi pasca operasi

5) Bromage skore (spinal anestesi)


Kriteria Nilai:
         Gerakan penuh dari tungkai                (0)
         Tak mampu ekstensi tungkai               (1)
         Tak mampu fleksi lutut                        (2)
         Tak mampu fleksi pergelangan kaki     (3)

K. Terapi cairan

BB : 58 Kg

Operasi sedang : 6 cc/kgBB

Puasa : 8 jam

Lama operasi : 80 menit

Jumlah perdarahan : 100 cc

Pre operasi : cairan maintenence

2 cc/kgBB/jam = 2x58 = 116


Puasa : 8 jam x maintenence

: 8 x 116 cc/jam

: 928 cc

Stress operasi : operasi sedang

: 6 cc/kgBB/jam

: 6cc x 58/jam

: 348

Pemberian cairan

Jam I : ½ puasa + maintenance + stress operasi

: (½.928) + 116 cc/jam + 348 cc/jam

: 464 + 116 + 348

: 928 cc

Perdarahan : 100cc

Total kebutuhan : jam I + Perdarahan = 1.028 cc

Jumlah cairan yang diberikan : RL II kolf

EBV = 65 X 58 kg= 3770

ABL = 20% DARI EBV

= 20/100 x 3770 = 754

L. Analisa data

No Data Etiologi Problem


Tanggal

20 Februari 2020

1 Pre operasi

Ds :

1. a. Klien mengatakan Benjolann Nyeri akut


selangkang kiri terasa diiguinalis
bengkak
b. Klien mengatakan nyeri
dibagian selangkangannya
c. Klien mengatakan cemas
dengan tindakan
operasinya
d. Klien mengatakan nyeri
akan meningkat jika kaki
kirinya dilipat
Do :

b. Klien tampak melindungi


bagian inguinal
c. Klien tampak kesulitan
mengangkat kaki kirinya
d. Klien tampak berkeringat
e. Klien tampak cemas
f. Skala nyeri: 6

2 Intra operasi Terpapar atau Hipotermi


berada pada
DS lingkungan
yang dingin
a. Klien mengatakan
kedinginan

b. Klien mengatakan badannya


menggigil

Do :

a. Klien tampak mengigil


kedinginan
b. Akral dingin Suhu :35,5 °c
3 Post operasi Anestesi narkotik Resiko jatuh

DS

a. Klien mengatakan kakinya


kebas masih tidak berasa

Do :

a. Klien tampak hanya bisa


menggerakkan jari kakinya
saja
b. Klien mengalami
penurunan kekuatan
ekstremitas bagian bawah
c. Mobilitas klien menjadi
terbatas

M. Diagnosa keperawatan

Pre operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan benjolan di inguinalis

Intra operasi

2. Hipotermi berhubungan dengan terpapar atau berada pada lingkungan yang dingin

Post operasi

3. Resiko jatuh berhubungan dengan Anastesi narkotik (spinal)


N. Intervensi, Implementasi dan evaluasi

Preoperasi

Tanggal Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi


20 Februari Nyeri akut Setelah  Lakukan pengkaji tingkat  Membantu menentukan  Melakukan pengkajian S:
2020 berhubungan dilakukan nyeri, durasi, lokasi dan pilihan intervensi dan tentang tingkat nyeri,  Klien mengatakan nyeri
dengan tindakan intensitas memberikan dasar untuk durasi, lokasi dan intensitas nya berkurang sedikit
Pukul 16.30 benjolan di keperawatan perbandingan dan  Klien mengatakan
WIB inguinalis selama 30 evaluasi terhadap terapi selangkangannya masih
menit terasa sakit
diharapkan  Lakukan observasi  Perilaku non verbal  Melakukan Observasi
nyeri ketidaknyamanan non menunjukkan ketidaknyamanan non O:
berkurang atau verbal ketidaknyamanan klien verbal  Skala nyeri 5
terkontrol terhadap nyeri  Tampak benjilan
dengan diselangkang kiri
indikator atau  Memfokuskan perhatian  Mengunakan teknik  Klien tampak tenang
kriteria hasil  Gunakan teknik distraksi klien membantu distraksi (relaksasi nafas  Klien berkeringat
 Klien menurunkan tegangan dalam dan zikir)  TD: 105/87 mmHg
mengataka otot HR : 82x/i
n nyeri RR: 14x/i
berkurang  Lingkungan tenang
 Wajah  Ciptakan suasana dapat mengurangi  Membantu menciptakan A:
klien lingkungan yang tenang faktor-faktor stress suasana lingkungan yang Intervensi sebagian teratasi
tampak selama nyeri tenang P:
tenang  Komunikasi efektif Lanjutkan intervensi dan
dapat menenangkan ajarkan teknik nafas dalam
 Gunakan strategi klien  Menggunakan strategi
komunikasi yang efektif/ komunikasi yang efektif/
terapeutik  Perubahan secara terapeutik
fisiologis tubuh untuk
 Periksa vital sign: TD, nyeri  Melakukan pemantauan
HR, RR, suhu vital sign: TD, HR, RR,
suhu
(Penterjemah Mardela & Issuryanti, 2009)

Intra operasi

Tanggal Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi


kriteria hasil
20/2/ 2020 Hipotermi Setelah dilakukan  Berikan penghangat  Pemberian selimut  Memberikan
Pukul 17.00 berhubungan tindakan seperti selimut yang dapat membantu penghangat seperti S :
dengan keperawatan tebal menghangatkan selimut yang tebal -
terpapar atauselama 1x30 tubuh O:
berada pada
menit, hipotermi  Klien tampak tidur
lingkungan berkurang atau  Monitor TTV: TD,  Mengetahui  Monitor TTV: TD,  Klien tampak tenang
yang dingin teratasi HR,RR, suhu perubahan tanda- HR,RR, suhu  TD: 105/87 mmHg
dengan kriteria tanda vital pasien HR : 82x/i
hasil: RR: 14x/i
 Pasien  Atur suhu ruangan  Untuk membantu  Mengatur suhu S : 36,6°C
tidak meningkatkan suhu ruangan dengan SPO2 : 100
menggigil pada tubuh pasien menurunkan ac A :
 Akral minimal 21°C Masalah sudah teratasi
hangat  Kolaborasi medik  Mengurangi efek  Melakukan kolaborasi P:
 Perubahan dengan memberikan anestesi spinal medik dengan Intervensi dilanjutkan
warna pethidin dan sedacum memberikan pethidin sampai keruangan
kulit tidak pemulihan
ada
(Penterjemah Mardela & Issuryanti, 2009)

Post operasi

Tanggal Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi


kriteria hasil
20 Resiko jatuh Setelah dilakukan  Berikan petunjuk  Ketidakseimbangan  Memberikan petunjuk S:
Februari berhubungan tindakan sederhana dan proses pemikiran akan sederhana dan singkat  Klien mengatakan
2020 dengan keperawatan singkat pada membuat pasien pada klien tentang sudah mampu
Pukul Anastesi selama ± 40 klien tentang merasa kesulitan dalam posisi saat operasi menekuk kakinya
18.22 narkotik menit resiko posisi saat memahami petunjuk O:
jatuh dapat di operasi yang panjang  Klien tampak
minimalisir menggerakkan jari
dengan kriteria  Memastikan  Memberikan keamanan  Menyiapkan peralatan kakinya
hasil tidak jatuh untuk memasang dan kenyamanan dan bantalan untuk  Klien tampak
pembatas tempat kepada pasien agar posisi yang dibutuhkan menekukkan kakinya
tidur pasien pasien tidak terjatuh sesuai prosedur operasi A:
dan kebutuhan spesifik Masalah sudah teratasi
 Brankar yang tidak klien P:
 Stabilkan dan stabil, menyebabkan  Membantu  Lanjutkan intervensi
kunci dengan pasien terjatuh menstabilkan dan diruangan rawat inap
baik tempat tidur kunci dengan baik dengan memasang
pasien.  Untuk melihat tempat tidur pasien pembatas tempat tidur
 Memantau tanda- stabilisasi keadaan maupun meja operasi
tanda vital pasien dan memantau pada waktu proses
seperti TD, Nadi, terjadi nya syok pemindahan pasien.
RR dan saturasi
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pasien dengan hernia inguinalis lateralis kiri penanganan sama dengan
pasien dengan anestesi spinal lainnya. Pasien ini haruslah diperhatikan
sirkulasi jalan nafas dan tekanan darah nya yang dapat menurun akibat dari
pemberian obat anestesi regional spinal yang dapat mempengaruhi atau
menurunkan kerja jantung. Selain itu kelemahan ekstremitas bawah akibat
anestesi spinal juga dapat menimbulkan resiko jatuh pada pasien yang
dikarenakan kekuatan otot atau gerak menurun.
Pada saat post anestesi di ruangan pemulihan (RR) harus lah
diperhatikan kesterilan luka akibat insisi pembedahan yang dilakukan. Agar
tidak menimbulkan infeksi dan dapat menurunkan terjadinya infeksi.
Pemindahan pasien ke ruangan rawat inap dilakukan penilaian bromage skore
dimana penilaiannya dengan menilai kekuatan gerak atau otot anggota
eksstremitas bawah.. selain itu pemantauan vital sign dan saturasi juga tetap
dilakukan sehingga dapat memenuhi syarat pindah ruangan ke rawat inap.
Oleh sebab itu, sebagai perawat anestesi di tuntut untuk selalu terampil
dan cermat dalam melakukan perawatan dalam bidang anestesi. Selain
melakukan tugas limpah dari dokter anestesi, perawat juga dapat membuat
asuhan keperawatan anestesi dengan baik mulai dari pre anestesi, intra
anestesi dan post anestesi.
B. Saran
Diharapkan untuk kasus berikutnya peserta magang mampu menyelesaikan
kasus pasien dengan komplikasi lainnya dengan teknik anestesi spinal
epidural sehingga dapat memperkaya pengetahuan dan keterampilan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Honca, M., Purtuloglu, T., Akgul, E. O., Oztosun, M., Honca, T., Sizlan, A., Yaman,
H. (2014). Effects of general and spinal anesthetic techniques on endothelial
adhesion molecules in cesarean section. Korean Journal of Anesthesiology,
66(5), 364–370. https://doi.org/10.4097/kjae.2014.66.5.364

Jakobsson, J. G., & Johnson, M. Z. (2016). Perioperative regional anaesthesia and


postoperative longer-term outcomes. F1000Research, 5(0), 2501.
https://doi.org/10.12688/f1000research.9100.1

Jellish, W. S., & Shea, J. F. (2003). Spinal anaesthesia for spinal surgery. Best
Practice and Research: Clinical Anaesthesiology, 17(3), 323–334.
https://doi.org/10.1016/S1521-6896(02)00115-5

Lewis, S. L. M., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014). Medical-
Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems. 1824.

Marbury, W. B. (2005). Spinal anesthesia. Southern Medical Journal, 23(11), 1016–


1021. https://doi.org/10.1213/00000539-198010000-00005

Penterjemah Mardela, E. A., & Issuryanti, M. (2009). Diagnosa Keperawatan


Aplikasi pada Praktik Klinik (Edisi 9). Jakarta: EGC.

Pierce, J. T., Kositratna, G., Attiah, M. A., Kallan, M. J., Koenigsberg, R., Syre, P.,
… Welch, W. C. (2017). Efficiency of spinal anesthesia versus general
anesthesia for lumbar spinal surgery: A retrospective analysis of 544 patients.
Local and Regional Anesthesia, 10, 91–98.
https://doi.org/10.2147/LRA.S141233

Roy, R. C., & Haynes, G. R. (1997). General versus regional anesthesia. Problems in
Anesthesia, 9(4), 549–558.

Sahin, A. S., Turker, G., Bekar, A., Bilgin, H., & Korfalı, G. (2014). A comparison of
spinal anesthesia characteristics following intrathecal bupivacaine or
levobupivacaine in lumbar disc surgery. European Spine Journal, 23(3), 695–
700. https://doi.org/10.1007/s00586-013-3082-0

30

Anda mungkin juga menyukai