Anda di halaman 1dari 4

POKOK-POKOK AJARAN AGAMA ISLAM

( SYARI’AH )

1. Pengertian Syari’ah
Makna asal syari’at adalah jalan ke sumber (mata) air. Dulu (di Arab) orang
mempergunakan kata itu untuk sebutan jalan setapak menuju ke mata (sumber) air yang
diperlukan manusia (untuk minum dan membersihkan diri) Perkataan syari’ah (dalam
bahasa Arab itu) berasal dari kata “syari’ “, yang secara harfiah berarti jalan yang harus
dilalui oleh setiap Muslim. Selain aqidah (pegangan hidup), akhlak (sikap hidup), syari’at
(jalan hidup) adalah salah satu bagian agama Islam.1 Menurut ajaran Islam, syari’at
ditetapkan Allah menjadi patokan hidup setiap Muslim. Sebagai jalan hidup, ia
merupakan the way of life umat Islam. Menurut Muhammad Idris as-Syafi’i (Iman
Syafi’i) dalam kitab ar-Risalah, syari’at adalah peraturan-peraturan lahir yang bersumber
dari wahyu dan kesimpulan-kesimpulan yang berasal dari wahyu itu mengenai tingkah
laku manusia.2
Para ahli hukum Islam banyak yang mengikuti perumusan yang dibuat oleh Imam
Syafi’i ini. Dalam rumusan Imam Syafi’i, ada dua hal yang disatukan. Bagian pertama,
yaitu peraturan-peraturan yang bersumber dari wahyu” menunjukkan syari’ah; kedua
yaitu kesimpulan-kesimpulan yang berasal dari wahyu” menunjuk pada fiqih3. Oleh
karena itu, dalam praktik makna syari’at lalu disamakan dengan fiqih. Sebagai ketetapan
Allah baik berupa larangan maupun dalam bentuk seruan, syari’at mengatur jalan hidup
dalam kehidupan manusia.
Dilihat dari segi hukum, syari’at adalah norma hukum dasar yang diwahyukan
Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam, baik dalam berhubungan dengan Allah
maupun dalam berhubungan dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat.
Norma hukum dasar ini dijelaskan dan atau dirinci lebih lanjut oleh Nabi Muhammad
seperti telah disebut di muka, umat Islam tidak pernah akan keliru atau sesat dalam
perjalanan hidupnya di dunia ini, selama mereka berpegang teguh kepada al-Quran dan
as-Sunnah.
Secara bahasa juga Syari’at berasal dari kata syara’ yang berarti menjelaskan dan
menyatakan sesuatu, atau dari kata asy-syir’ati atau asy-syari’atu, yang berarti suatu
tempat yang dapat menghubungkan sesuatu untuk sampai pada sumber air yang yang
tidak ada habis-habisnya sehingga orang membutuhkannya tidak lagi butuh alat untuk
mengambilnya.4 Sedangkan menurut istilah, syari’at berarati aturan atau undang-undang
yang diturunkan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur
hubungan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dengan alam semesta 5. Dengan

1
Ali, Pendidikan …, hal. 235.
2
Ibid., hal. 235
3
Ibid.
4
Aminuddin, Pendidikan …, hal. 83.
5
Ibid.
demikian, syari’ah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia sebagai individu, warga
masyarakat, dan sebagai subjek alam semesta.
Syari’ah mengatur hidup manusia sebagai individu, yaitu hamba Allah yang harus
taat, tunduk, dan patuh kepada Allah. Ketaatan, ketundukkan, dan kepatuhan kepada
Allah dibuktikan dalam bentuk pelaksanaan ibadah yang tata caranya diatur sedemikian
rupa oleh syari’at Islam. Esensi ibadah adalah perhambaan diri secara total kepada Allah
sebagai pengakuan akan kelemahan dan keterbatasan manusia di hadapan
kemahakuasaan Allah. Syari’at Islam mengatur pula tata hubungan antara seseorang
dengan dirinya sendiri untuk mewujudkan individu yang saleh. Sehingga kesalehan
individu ini mencerminkan sosok pribadi Muslim yang kepribadian yang luhur dan
paripurna.
Islam mengakui manusia sebagai makhluk sosial. Karena itu, syari’ah mengatur
tata hubungan antara manusia dengan manusia dalam bentuk mua’malah, sehingga
terwujud kesalehan sosial dalam bentuk hubungan harmonis antara individu dengan
lingkungan sosialnya, sehingga dapat dilahirkan suatu bentuk masyarakat yang
marhamah atau masyarakat yang saling memberikan perhatian dan kepedulian antara
anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya yang dilandasi oleh rasa kasih
sayang. Dalam hubungan dengan alam, syari’at Islam meliputi aturan dalam mewujudkan
hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam yang makmur dan lestari.6
Syari’at Islam merupakan jalan hidup yang benar dan dijadikan dasar bagi
kehidupan manusia, sebagaimana firman Allah:

        


           
          
          
         
    
Artinya : Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya)
dan batu ujian[421] terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara
mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap
umat di antara kamu[422], kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu (Q.S. Al-Maidah: 48).

Demikianlah Allah menurunkan syari’at Islam kepada manusia dengan lengkap


sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk Allah yang paling sempurna. Dan Al-
Qur’an di sini adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan
dalam kitab-kitab sebelumnya, yaitu umat Nabi Muhammad Saw. dan umat-umat yang
6
Ibid.
sebelumnya. Syari’at ini diturunkan kepada manusia untuk dilaksanakan dalam
kehidupan di dunia demi mencapai kebahagian yang hakiki di dunia dan akhirat.

2. Syari’at Sebagai Sistem Hukum Islam


Kata syari’ah mempunyai makna hubungan hukum yang sepenuhnya mengandung
nilali-nilai Ilahiyah. Sedangkan fiqih merupakan ilmu tentang syari’ah. Kata syari’ah
mengingatkan kepada kita kepada wahyu dan atau sunnah Nabi, sedangkan fiqih
mengingatkan kita kepada ilmu hasil ijtihad. Syari’ah dan fiqih bisa dibedakan, akan
tetapi syari’ah dan fiqih tidak bisa dipisahkan. Hal ini dikarenakan yaitu:
1. Ukuran bagi semua tingkah laku manusia baik di dalam
syari’ah maupun di dalam fiqih adalah sama, yakni mencari keridhaan Allah
dengan jalan mentaati suatu sistem hukum yang sangat sempurna.
2. Seorang mujtahid yang menghasikan fikih, mengarahkan
segala kemampuannya untuk menggali sebanyak-banyak mungkin nilai-nilai
syari’ah. Karena itu, ada hadist yang menyatakan: “Apabila seorang hakim
berijtihad kemudian benar hasil ijtihadnya, maka ia mendapat dua pahala dan
apabila salah tetap mendapat satu pahala”.
3. Usaha memehami kembali terhadap beberapa hasil ijtihad
(fiqih) yang berbeda, pada hakikatnya menilai kembali mana di antara pendapat-
pendapat ulama yang paling kuat dan besar bobot nilai-nilai syari’atnya atau mana
yang paling mendekati kepada kebenaran syari’at. Dan nilai kebenaran syari’at
nilai menurut Ibnu Qayim adalah adil, membawa rahmat, maslahat, dan
mengandung hikmah.7
Syari’at sebagai sistem hukum Islam memuat pengertian bahwa syari’ah
merupakan suatu hukum dan perundang-undangan Islam yang mengatur tentang
peribadatan (ritual) dan kemasyarakatan (sosial) Al-Qur’an dan as-Sunnah adalah sumber
asasi dari ajaran-ajaran Islam dan sekaligus menjadi sumber hukum dan perundang-
undangan Islam yang mengatur secara cermat tentang masalah kehidupan manusia, baik
yang berhubungan dengan Tuhan, antar sesama manusia serta malam sehingga kita
mengenal hukum yang lima dalam Islam. Adapun kelima hukum Islam tersebut, yaitu
antara lain:
1. Fardhu atau wajib, yaitu ketentuan (tindakan) yang harus dilakukan oleh seorang
Muslim. Sebuah perintah jika dilaksanakan akan mendapat reward (pahala) dan
jika tidak dilaksanakan akan mendapat punihsment (hukuman).
2. Sunnah, yaitu ketentuan (tindakan) yang dianjurkan (recommended but not
required) yang jika dilaksanakan akan mendapat reward (pahala), tetapi apabila
tidak dilaksanakan tidak akan mendapat punihsment (hukuman).
3. Jaiz atau Mubah, suatu yang diperbolehkan, tidak diperintahlan dan tidak dilarang.
2. Makruh, yaitu tindakan yang tidak dianjurkan dan dalam pelaksanaannya tidak
dihukum atau tidak dilarang atau dengan kata lain sebaiknya ditinggalkan.

7
Alim, Pendidikan …, hal. 140-141.
3. Haram, kebalikan dari fardu atau wajib, yaitu ketentuan (tindakan) yang dilarang
yang jika dikerjakan akan mendapat punihsment (hukuman).8
Dengan demikian, dalam syari’at Islam, hukum yang lima di atas, mengatur
tatanan kehidupan manusia baik hubungan manusia dengan Sang Pencipta, yaitu Allah
Swt., manusia dengan manusia, maupun manusia dengan lingkungannya. Dengan kata
lain, hukum atau syari’at dalam Islam bertujuan untuk mengantarkan manusia kepada
jalan yang lurus dan benar untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat
seperti perintah shalat yang hukumnya wajib bagi setiap Muslim dan ibadah lainnya
dalam kehidupan sehari-hari.

8
Ibid., hal. 142.

Anda mungkin juga menyukai