Anda di halaman 1dari 2

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA

DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT,


BERBANGSA, DAN BERNEGARA (lanjutan)

C. Pancasila sebagai paradigma pengembangan ipteks (ilmu, pengetahuan, teknologi dan


seni)

- Ilmu adalah suatu-dan bukan satu-satunya-cara untuk mengetahui yang didasarkan pada
tafsiran manusia atas dasar penginderaan yang diperoleh manusia melalui interaksinya
dengan alam
- Pengetahuan adalah apa-apa saja yang diketahui (akumulasi dari apa yang diketahui),
yang berasal dari sumber manapun dan kita peroleh dengan cara apa pun.
- Teknologi adalah ilmu untuk secara praktis menerapkan pengetahuan yang dihasilkan
oleh ilmu murni dan ilmu terapan, demi pemecahan masalah-masalah yang dihadapi
manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
- Seni adalah manifestasi daripada budaya, yaitu pikiran (priksa), perasaan (perasaan),
kemauan (karsa), intuisi (keyakinan tentang suatu kebenaran yang tidak didapatkan
dengan jalan berpikir secara diskursif, tetapi terus timbul sebagai paham) dan karya
(perbuatan) manusia yang memenuhi syarat-syarat estetik (keindahan).
Ipteks dikembangkan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan hidup, peningkatan harkat
dan martabat manusia itu sendiri. Sehingga dapat implikasinya ipteks tidak bebas dari nilai,
namun terikat oleh nilai. Dalam hal ini Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai bagi
pengembangan ipteks tersebut. Pancasila yang merupakan suatu kesatuan yang sistematis,
haruslah menjadi system nilai, system etika dalam pengadaan dan pengembangan ipteks.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ipteks, haruslah menjadikan sila-sila Pancasila
sebagai kerangka berpikir, sumber nilai, serta basis moralitas dalam pengadaan dan
pengembangan ipteks tersebut.

D. Aktualisasi Pancasila dalam kehidupan kampus

1. Pengertian aktualisasi Pancasila


Yaitu penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma, serta
merealisasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2. Jenis-jenis aktualisasi Pancasila


- Aktualisasi Obyektif, berarti realisasi penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam
bentuk norma-norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik di bidang
legislatif, eksekutif, yudikatif maupun semua bidang kenegaraan lainnya.
Berkaitan dengan peraturan perundang-undangan Indonesia.
- Aktualisasi Subyektif, berarti realisasi penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk
norma-norma dalam setiap pribadi, perseorangan, setiap warga negara, setiap
individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia.
Berkaitan dengan norma-norma moral.

3. Pengertian aktualisasi Pancasila dalam kehidupan kampus


Yaitu realisai penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma dalam setiap
aspek kehidupan kampus.
Aktualisasi Pancasila dalam kehidupan kampus merupakan aktualisasi obyektif, karena
dilaksanakan dalam suatu lembaga, dalam hal ini lembaga pendidikan atau lembaga
akademik, yaitu kolektifitas masyarakat yang ilmiah. Pelaksananya adalah seluruh lapisan
masyarakat kampus, seperti dosen, mahasiswa, dan tenaga administrasi.
4. Tridarma perguruan tinggi
Merupakan tiga tugas utama yang harus dijalankan oleh perguruan tinggi sebagai wadah
pembinaan potensi sumber daya manusia. Tiga tugas utama ini menentukan eksistensi
sebuah perguruan tinggi, apakah layak disebut sebagai lembaga pendidikan atau tidak.
Tridarma perguruan tinggi itu adalah :
- Pendidikan dan pengajaran
- Penelitian
- Pengabdian pada masyarakat
Ketiga tridarma di atas dijalankan oleh perguruan tinggi atas nama lembaga, maupun atas
nama civitas akademika secara personal, yang dalam pelaksanaannya searah dan sesuai
dengan norma-norma Pancasila. Ketiga fungsi tersebut tidak boleh lepas dari kehidupan
civitas akademika (dosen, mahasiswa, alumni, pimpinan dan staf), karena mereka semua
adalah bagian masyarakat kampus maupun masyarakat sosial pada umumnya.

5. Budaya Akademik
Terciptanya budaya akademik berarti terciptanya budaya belajar secara konsisten,
sistematis, dan berkesinambungan dalam kehidupan civitas akademika, baik ketika berada
di dalam kampus maupun di luar kampus. Budaya akademik di dalam kampus seperti
kuliah tatap muka di kelas, praktek di laboratorium, membaca di perpustakaan dan
stadium general. Sedagkan di luar kampus seperti seminar, diskusi, penelitian dan
pengabdian masyarakat.
Budaya akademik dapat diciptakan bila kondisi, semangat dan perilaku civitas akademika
untuk mendapatkan ilmu pengetauan begitu intens, hidup, dan berjalan tanpa gangguan.
Karena itu civitas akademika perlu terus memelihara interesnya terhadap proses belajar
dan kegiatan ilmiah. Memiliki budaya akademik harus ditunjukkan dalam sikap gandrung
terhadap pengembangan ilmu atas usahanya sendiri.

6. Kampus sebagai moral force (kekuatan moral) pengembangan hukum dan HAM
Kampus, dengan ujung tombak dosen dan mahasiswa, dapat menjdi basis kekuatan untuk
memperjuangkan hukum dan HAM agar dilaksanakan secara benar oleh negara,
pemerintah dan masyarakat.

a. Kampus sebagai moral force pengembangan hukum


Dalam bidang hukum, kampus dapat memberikan bekal pengetahuan dan pengertian
hukum secara benar kepada masyarakat melalui tiga tingkatan yaitu interpretasi,
konstruksi, dan sistematik.
Ketika kampus melalui kegiatan akademik dan pengabdian pada masyarakat mampu
memberikan penerangan dan pengertian yang benar kepada masyarakat, maka itu
merupakan sumbangan yang sangat besar dalam pengembangan dan penegakan
supremasi hukum di Indonesia.

b. Kampus sebagai moral force pengembangan HAM


Selain di bidang hukum, kampus juga dapat mengambil peranan dalam upaya
mendukung tegaknya hak-hak asasi manusia (HAM), khususnya di tanah air.
Kampus perlu terus memberikan pelajaran dan pengkajian akademis menganai hak-
hak dasar manusia yang dijamin oleh Pancasila (undang0undang) dan piagam HAM
PBB. Masyarakat kampus, masyarakat umum, dan juga pemerintah perlu
memperjuangkan tegaknya HAM di tanah air. Warga kampus dapat menjadi inisiator,
fasilitator, pengawas atas pengembangan HAM. Dalam konteks inilah kampus dapat
menjadi moral force pengembangan HAM.

Dalam era reformasi saat ini, tantangan yang dihadapi oleh kampus makin besar.
Dinamika masyarakat yang begitu tinggi, krisis yang masih berlangsung, serta
ketidakpastian penegakan hukum, harus menjadi titik utama bagi warga kampus dalam
menjalankan perannya. Jika hal ini dapat dilakukan dengan baik, maka kampus akan
menjadi agent of charge (agen perubahan) yang sekaligus sebagai pioneer of progressive
(pelopor pembaharuan) ke arah yang lebih baik, yang pada akhirnya akan menjadikan
kampus sebagai moral force pengembangan hukum dan HAM.

Anda mungkin juga menyukai