Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Glomerulonefritis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan terjadinya
inflamasi pada glomerulus yang disebabkan oleh invasi bakteri atau virus tertentu.
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post
streptokokus  (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai
glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A,
tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptococcus.Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme
imunologis.Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya
korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis,
perjalanan penyakit dan prognosis
Glomerulonefritis Kronik adalah suatu kelainan yang terjadi pada
beberapa penyakit, dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi
ginjal selama bertahun-tahun. Glomerulus kronis adalah suatu kondisi peradangan
yang lama dari sel-sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat
glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan.
Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan
peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urine)
dan proteinuria (protein dalam urine) ringan.
Glomerulonefritis kronik adalah kategori heterogen  dari penyakit dengan
berbagai kasus. Semua bentuk gambaran sebelumya dari glomerulonefritis dapat
meningkat menjadi keadan kronik. Kadang- kadang glomerulonefritis pertama
dilihat sebagai sebuah proses kronik. (Lucman and sorensens, 1993, page.1496)
Pasien dengan penyakit ginjal (glomerulonefritis) yang dalam pemeriksaan
urinnya masih selalu terdapat hematuria dan proteinuria dikatakan menderita

1
glomerulonefritis kronik. Hal ini terjadi karena eksaserbasi berulang dari
glomerulonefritis akut yang berlangsung dalam beberapa waktu beberapa
bulan/tahun, karena setiap eksaserbasi akan menimbulkan kerusakan pada ginjal
yang berkibat gagal ginjal (Ngastiyah, 1997)
Menurut Price dan Wilson (1995, hal. 831) Glomerulonefritis kronik
(GNK) ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat akibat
glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. 
Glomerulonefritis kronis merupakan penyakit yang berjalan progresif lambat dan
ditandai oleh inflamasi, sklerosis, pembentukan parut, dan akhirnya gagal ginjal.
Biasanya penyakit ini baru terdeteksi setelah berada pada fase progresif yang
biasanya bersifat ireversibel.
B. Klasifikasi
1.      Congenital (herediter)
a) Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya
glomerulonefritis progresif familial yang seing disertai tuli syaraf
dankelainan mata seperti lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom alport
merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3%
dari semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu
penelitian terhadap anak dengan hematuria yang dilakukan pemeriksaan
biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita sindrom alport.Gejala
klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa hematuria
mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat
menderita infeksi saluran nafas atas.Hilangnya pendengaran secara
bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir,
umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
b) Sindrom Nefrotik Kongenital
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum
lahir.Gejala proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala
baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian.
Proteinuria terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga sering

2
dijumpai hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories sindrom
nefrotik (hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab
dan tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.
2.      Glomerulonefritis Primer
a)      Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya
dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik
sampai glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria
mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala
glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan
sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian
atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca
streptococcus atau nefropati IgA.
b)      Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu
atau setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa
paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus
sistemik.Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak,
didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik.Umur rata-
rata pasien pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun
pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1
tahun.Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada
semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95%
anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan
hipertensi 30%.
c)      Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan
glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal
kronik.Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus dengan gangguan
hepar, saluran cerna atau kelainan sendi.Gejala nefropati IgA asimtomatis

3
dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik.
Adanya episode hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi saluran
nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan
imunisasi.
3.      Glomerulonefritis sekunder
Glomerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering
adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama
menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca
streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai
sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.
C. Etiologi
Berbagai penyakit dapat menyebabkan GNA mulai dari infeksi hingga
penyakit yang mempengaruhi seluruh tubuh, terkadang penyebabnya tidak
diketahui. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan GNA adalah :
1. Infeksi
Glomerulonefritis akut post streptococcus. GNA dapat muncul beberapa
satu atau dua minggu setelah sembuh dari infeksi tenggorokan atau infeksi
kulit. Kelebihan antibody yang dirangsang oleh infeksi akhirnya menetap di
glomerulus dan menyebabkan peradangan.
Gejalanya meliputi pembengkakan,pengeluaran, urin sedikit dan
masuknya darah dalam urin. Anak-anak lebih mungkin terserang GNA post
streptococcus daripada orang dewasa.
Bakteri endokarditis. Bakteri ini bisa menyebar melalui aliran darah dan
menetap dihati, penyakit ini adalah orang-orang yang memiliki cacat jantung.
Bakteri endokarditis berkaitan dengan penyakit glomerulus, tetapi hubungan
yang jelas antara keduanya masih belum ditemukan
Infeksi virus. Infeksi virus yang dapat menyebabkan GNA adalah infeksi
HIV dan virus penyebab hepatitis B dan hepatitis C.
2. Penyakit system kekebalan tubuh
a. Lupus

4
Lupus yang kronis dapat menyebabkan peradangan pada banyak bagian
tubuh, termasuk kulit, persendian, ginjal, sel darah, jantung dan paru-paru.
b. Sindrom Goodpastur
Adalah gangguan imunologi pada paru-paru yang jarang dijumpai.
Sindrom Goodpastur menyebabkan perdarahan pada paru-paru dan
glomerulus.
c. Vaskulitis
Adalah gangguan yang ditandai oleh kerusakan pembuluh darah karena
peradangan, pembuluh darah arteri dan vena. Jenis-jenis vaskulitis yang
menyebabkan  glomerulonefritis antara lain:
1) Polyarteritis : vaskulitis yang menyerang pembuluh darah kecil dan
menengah yang menyerang dibeberapa bagian tubuih seperti ginjal,
hati dan usus.
2) Grabulomatosis Wegener : vaskulitis yang menyerang pembuluh darah
kecil dan menengah pada pru-paru, saluran udara pada bagian atas dan
ginjal.
3. Kondisi yang cenderung menyebabkan luka pada glomerulus
a. Tekanan darah tinggi
Kerusakan ginjal dan kemampuannya dalam melakukan fungsi normal
dapat berkurang akibat tekanan darah tinggi. Sebaliknya Glomerulonefritis
juga menyebabkan tekanan darah tinggi karena mengurangi fungsi ginjal.
b. Penyakit diabetes ginjal
Penyakit diabetes ginjal dapat mempengaruhi penderita diabetes. Nefropati
diabetes biasanya memakan waktu bertahun-tahun untuk bisa muncul.
Pengaturan kadar gula darah dan tekan darah dapat mencegah atau
memperlambat tekanan ginjal.

Berbagai kemungkinan penyebab GN antara lain: adanya zat yang berasal dari
luar yang bertindak sebagai antigen (Ag), rangsangan autoimun, dan induksi
pelepasan sitokin/ aktifasi komplemen lokal yang menyebabkan kerusakan
glomerular. Pada umumnya kerusakan glomerular (glomerular injury) tidak

5
diakibatkan secara langsung oleh endapan kompleks imun di glomerulus, akan
tetapi hasil interaksi dari sistem komplemen, mediator humoral dan selular. Tiga
mekanisme imunologik yang menjelaskan terjadinya GN adalah ikatan langsung
antara antibodi (Ab) dengan Ag glomerulus (fixed antigen), terjebaknya kompleks
imun yang beredar dalam sirkulasi (circulating immune complexes) dan endapan
kompleks imun insitu (planted antigen). Menurut kejadiannya GN dibedakan atas
GN primer dan GN sekunder. Dikatakan GN primer jika penyakit dasarnya
berasal dari ginjal sendiri dan GN sekunder jika kelainan ginjal terjadi akibat
penyakit sistemik lain seperti penyakit autoimun tertentu, infeksi, keganasan atau
penyakit metabolik.
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul
setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman
Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2,
49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi
streptokokus, timbul gejala-gejala klinis.Infeksi kuman streptokokus beta
hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska
streptokokus berkisar 10-15%.
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907
dengan alasan bahwa:
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss.
Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering
ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain
diantaranya:
1. Bakteri  :    streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus
Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus
albus, Salmonella typhi dll

6
2. Virus    :    hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus,
influenza, parotitis epidemika dll.
3. Parasit      : malaria dan toksoplasma 

Streptokokus
Streptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang
secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa
pertumbuhannya.Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari
90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan
oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies
nama S. pyogenes.
S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:
1. Sterptolisin O 
Adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan
tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada
oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang
terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam
biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan
antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi
oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini 
menghambat hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes
kuantitatif untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi
160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi
sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap
tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.
2. Sterptolisin S
Adalah  zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus
yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan
antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang
sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung pada
pengalaman masa lalu dengan sterptokokus. Bakteri ini hidup pada manusia di

7
tenggorokan dan juga kulit.Penyakit yang sering disebabkan diantaranya
adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.
D. Patofisiologi
Mekanisme yang terjadi pada GNAPS adalah suatu proses kompleks imun
dimana antibodi dari tubuh akan bereaksi dengan antigen yang beredar dalam
darah dan komplemen untuk membentuk suatu kompleks imun. Kompleks imun
yang beredar dalam darah dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat
melekat pada kapiler-kapiler glomerulus dan terjadi perusakan mekanis melalui
aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi.
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada
ginjal.Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen
khusus yang merupakan unsur membran plasma streptokokal spesifik.Terbentuk
kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus
tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.
Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang
menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi.
Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran
basalis glomerulus (IGBM).Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul
proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel
epitel.Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein
dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh
ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria.Agaknya kompleks komplomen
antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada
mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada
mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus
akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III.Kompleks imun (antigen-antibodi yang
timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus.Aktivasi
kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.

8
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan komplemen yang dianggap
merupakan mediator utama pada cedera.Saat sirkulasi melalui glomerulus,
kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada
subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis
dan terperangkap pada sisi epitel.Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini
tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus.Pada
pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-
endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan
epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular
atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta
komponen-komponen komplomen seperti C3, C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh
imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan
oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk
autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut.Selanjutnya terbentuk
komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada
terjadinya GNAPS.Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen
menjadi plasmin.Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen
sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas,
misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu
atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks
imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung
singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.

9
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrana basalis ginjal.
Sebagian pasien glomerulonephritis akut (5-10%) memperlihatkan tipe
perjalanan penyakit yang cepat dan progresif disertai oliguri dan anuri, dapat
meninggal dalam waktu 2 – 3 bulan, yang disebut juga dengan sindrom Rapidly 
Progressive Glomerulonephritis (RPGN). Tipe perjalanan penyakit ini terutama
mengenai pasien-pasien dewasa.Gejala klinis oliguri dan anuri yang timbul
sementara, tidak selalu menunjukan prognosis yang buruk.Pada umumnya
prognosis dapat diramalkan hanya berdasarkan kelainan-kelainan histopatologis
berupa proliferasi ekstra kapiler yang ekstensif meliputi lebih dari 75% glomeruli.
Kelainan laboratorium yang mencurigakan perjalanan penyakit yang progresif
seperti kenaikan circulating  " brinogen dan atau FDP urin, disamping oliguri dan
anuri yang berlangsung lama, selama beberapa minggu.

10
E.PHATWAY

Infeksi (Streptococcus beta hemaliticus group A)

Kompleks antigen-antibody
Leukosit polimorfonuklear (PMN) dan monosit/Makrofag

Migrasi ke Glomelurus Aktivasi Koagulasi trombosi


melalui ikatan dengan respon Fc
Interaksi makrofag dengan
Glomelurus (Sel mesangial,sel epitel Kongulasi intra kapiler
atau endotel) Menjadi teraktivasi glomelurus

Melepaskan sitokim pro-inflamasi


dan kemokin
Glomelurus Rusak
Demam,Malaise

Peningkatan Nyeri Proteinuria Oliguria


BUN dan
Cereatin Nutrisi Penurunan tekanan
Kurang dari onkotik plasma
Gatal kebutuhan tubuh Oedema

Integritas kulit Kelebihan volume


cairan
Intoleransi
Aktifitas

11
E. Manifestasi klinis
1. Hematuria
2. Edema pada wajah terutama periorbita atau seluruh tubuh
3. Oliguria
4. Tanda-tanda payah jantung
5. Hypertensi
6. Muntah-muntah,nafsu makan kurang kadang diare
Gambaran klinis dapat bermacam-macam.Kadang-kadang gejala ringan tetapi
tidak jarang anak datang dengan gejala berat.Kerusakan pada rumbai kapiler
gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan
albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya.Urine mungkin tampak
kemerah-merahan atau seperti kopi.Kadang-kadang disertai edema ringan yang
terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh.Umumnya edema berat terdapat
pada oliguria dan bila ada gagal jantung.Edema yang terjadi berhubungan dengan
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air,
natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan
azotemia.Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium.
Di pagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun
edema paling nyata dibagian anggota GFR biasanya menurun (meskipun aliran
plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen
mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron
dapat juga berperan pada retensi air dan natrium.Dipagi hari sering terjadi edema
pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian
anggota bawah tubuh ketika menjelang siang.Derajat edema biasanya tergantung
pada berat peradangan glomerulus, apakah disertai dengan payah jantung
kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama,
kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat
kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa
minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu
badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-

12
kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang
mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan,
konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya
sedang.Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau
akibat vasospasme masih belum diketahui dengna jelas. 

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan  laboratoriun
a. Pemeriksaan urine
Adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen urine dengan
eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++),
albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Analisa urine adanya
strptococus
b. Pemeriksaan darah 
1) kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.
2) jumlah elektrolit : hiperkalemia, hiperfosfatem dan hipokalsemia.
3) analisa gas darah ; adanya asidosis.
4) Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan
C3 rendah.
5) kadar albumin, darah lengkap (Hb,leukosit,trombosit dan
erytrosit)adanya anemia
c. Pemeriksaan Kultur tenggorok 
Menentukan jenis mikroba adanya streptokokus
d. Pemeriksaan serologis
Antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase
e. Pemeriksaan imunologi
IgG, IgM dan C3.kompleks imun

13
2. Pemeriksaan radiologi
Foto thorak adanya gambaran edema paru  atau payah jantung
3. ECG : adanya gambaran gangguan jantung

Urinalisis menunjukkan hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50%


penderita, Kadang-kadang dengan tanda gagal ginjal seperti Kadang-kadang
tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik.pada hampir
semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun
sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl).
Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan.
Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8
minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis
yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung
lebih lama.
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok
dan kulit.Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba.Beberapa uji
serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya
infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B.
Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi
terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin
meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun
beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum
diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis
dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus.Titer
ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi
yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer
antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan
secara seri.Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.

14
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan
C3.kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan.Tetapi uji tersebut tidak
mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada
tatalaksana pasien.

G. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan
kelainan di glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat
mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk
menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi
penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat
buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian
penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis
yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak
dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang
anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan
ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan
amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap
golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3
dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1
g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada
penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal
kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan
glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan
dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung,

15
edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi,
pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup
beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan
hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara
intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium
sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus
dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis
pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang
efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena
kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan
adakalanya menolong juga.
6. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut,
tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1
mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika
ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972).
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan
oksigen.

H. Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi
sebagian akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti
insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan
hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak,
namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di
perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan

16
kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia
dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki
basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping
sintesis eritropoetik yang menurun.

I. Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada
epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10
setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap
tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik
dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu.Komplemen serum
menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap
terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokok yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis
untuk menjadi sembuh sempurna sangat baik.Hipertensi ditemukan pada 1 pasien
dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang persisten.Sebaliknya prognosis
glomerulonefritis akut pasca streptokokus pada dewasa kurang baik.
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria
dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di
Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol.Kesimpulannya
adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik.
Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit
ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum
pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti

17
secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan
glomerulosklerosis  kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal krooni

J. Prevalensi
GNAPS tercatat sebagai penyebab penting terjadinya gagal ginjal, yaitu
terhitung 10 – 15% dari kasus gagal ginjal di Amerika Serikat. GNAPS dapat
muncul secara sporadik maupun epidemik terutama menyerang anak-anak atau
dewasa muda pada usia sekitar 4-12 tahun dengan puncak usia 5-6 tahun. Lebih
sering pada laki-laki daripada wanita dengan rasio 1,7-2 : 1. Tidak ada predileksi
khusus pada ras ataupun golongan tertentu.
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada
golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain
menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini
dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering
dari pada perempuan.Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah
2:1.Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis
kelamin.Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi
kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah,
sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.

K. Gambaran Patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik
perdarahan pada korteks.Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena,
sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.
Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga
mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup.Di samping itu
terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan
monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis

18
menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin
dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.

L. Diagnosis
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada
pasien dengan gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak,
sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda
glomerulonefritis yang khas pada urinalisis (analisa air kemih), bukti adanya
infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3
mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain
dapat menyerupai glomerulonefritis  akut pasca streptokokus pada awal penyakit,
yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA
sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi
saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria
makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas
(synpharyngetic hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut
pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah faringitas; sedangkan hipertensi
dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.
Glomerulonefritis akut yang terjadi setelah infeksi selain streptokokus
biasanya lebih mudah terdiagnosis karena gejalanya seringkali timbul ketika
infeksinya masih berlangsung. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan
laju endap darah meningkat, kadarhemoglobin menurun akibat hipervomia
(retensi air dan garam). Seddangkan pada pemeriksaan urin didapatkan jumlah
urin berkurang, berat jenis meningkat, hematuria makroskopik dan ditemukan
albumin, eritrosit, dan leukosit.
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa
hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa
glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut adalah
glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan glomerulonefritis
proliferatif kresentik.Perbedaan dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok
sulit diketahui pada awal sakit.

19
Pada glomerulonefritis akut pasca streptokokus perjalanan penyakitnya 
cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom
nefrotik dan proteinuria  masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut
pascastreptokok dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar
komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang
penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan
glomerulonefritis kronik  yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal
dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan
pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl
sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd.
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis
kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama
pada glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis;
tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik
yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.

20
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GLOMERULONEFRITIS

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Biodata Pasien
Nama                     : An. G
Jenis Kelamin        : Perempuan
Umur                     : 9 Tahun
Agama                   : Islam
Suku/Bangsa         : Bolaang Mongondow
Pendidikan             : SD
Pekerjaan               : -
Alamat                  : Mongkonai
Tgl/Jam MRS        : 11/03/2015
Tgl. Pengkajian     : 12/03/2015 09 : 00
No. Register           : 76892
Ruang                      : VIP
Diagnosa Medis        :Glomerulonefritis akut

b. Penanggung Jawab
Nama                     :Ny. N
Jenis Kelamin        : Perempuan
Umur                     : 36 Th
Agama                   : Islam

21
Suku/Bangsa         : Bolaang Mongondow
Pendidikan            : SMA
Pekerjaan               : Pengawai Bank
Alamat                  : Mongkonai

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama: Nyeri abdomen kemudian di ikuti kencing berdarah.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengeluh kencing berwarna seperti kopi sejak 1 bulan yang lalu dan
nyeri saat kencing dengan air kencing yang jumlahnya sedikit klien
mengatakan badan panas (demam) sejak semalam. Sebelumnya klien
mengatakan terdapat tonsillitis pada tenggorokannya, anak G mengatakan
sering Lelah dan Lemah serta tidak ada selera makan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien biasanya mengalami panas/demam ringan tapi tidak pernah di rawat
di rumah sakit, klien hanya di rawat jalan di puskesmas karena mengalami
demam, karena adanya tonsillitis
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Orang tua dari klien memiliki penyakit gastritis akut, dan pernah di rawat
di RS selama 3 hari.Pada tahun lalu.
e. Riwayat Alergi
Klien tidak memiliki riwat alergi baik makanan maupun obat-obatan.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Lemah
b. Tingkat Kesadaran : Composmentis
E (eyes) Membuka mata dengan spontan (4)
V ( Verbal) Orientasi Baik (5)
M (Motorik) Gerakan sesuai perintah (6)
GCS : 15

22
c. Tanda –Tanda Vital
TD : 110/80 mmHg
N : 98 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S :38,9ºC
BB: 40 kg
TB : 145cm

d. Head to too
1) Kepala
Bentuk kepala mesochepal, ukuran normal, tidak ada alopesia,
tidak ada lesi, kulit kepala bersih tidak berketombe, warna rambut
hitam, kuantitas rambut tidak mudah rontok tidak da nyeri tekan dan
edema pada kepala
2) Wajah
Wajah simetris, klien tampak lemah, terdapat edema pada wajah,
tidak ada yeri tekan.
3) Mata
Alis mata simetris kiri dan kanan, bulu mata terdistribusi normal
sepanjang kelopak mata, tidak ada pembengkakan pada palpebra,
konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil bulat dan sama
ukurannya, saat disinari cahaya pupil mengecil, visus mata tidak dikaji
4) Telinga
Bentuk telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi, tidak ada
sumbatan serumen, membrane timpani normal warna putih keabu-
abuan seperti mutiara saat disinari cahaya, klien dapat mendengar
dengan baik.
5) Hidung

23
Bentuk hidung simetris, nasal septum tegak lurus berada ditengah,
muosa kering, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan,perdarahan,
tidak ada sumbatan, tidak ada polip dan tidak ada nyeri tekan.
6) Mulut
Kondisi bibir kering, mukosa pucat, terdapat tonsillitis, gusi normal
merah mudah, tidak ada perdarahan, jumlah gigi lengkap, tidak ada
karies, tidak ada gigi berlubang
7) Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid, integritas kulit baik,
nadi karotis kiri dan kanan teraba, tidak ada nyeri saat menelan
8) Dada paru
Bentuk dada normal chest, ekspansi dada simetris kiri dan kanan,
nafas teratur, suara nafas vesikuler
9) Dada Jantung
Tekanan darah 110/80 mmHg, CRT <2”, iktus cordis teraba,
denyut nadi agak cepat dan iramanya regular/teratur, frekuensi
80x/menit, tidak ada suara jantung tambahan seperti mumur dan gallop
10) Abdomen
Inspeksi           :  bentuk datar dan simetris,  bayangan vena tidak
tampak, Tidak ada lesi, ada asites
Auskultasi : peristaltic usus 12 x/mnt
Palpasi       : ada nyeri tekan didaerah bawah
Perkusi       :  Pekak
11) Genetalia dan Anus
Inspeksi : Tidak ada peradangan, tidak ada hemoroid, genetlia bersih ,
tidak terpasang kateter
12) Ekstremitas atas dan bawah: Terdapat edema
13) Kulit
Inspeksi :ada edema, warna kulit sawo matang
Palapsi : turgor kulit jelek, akral teraba panas SB 38,90C

24
4. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi - pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan bahwa sakit adalah suatu rasa tidak enak pada
badan yang membuat kita menjadi tidak nyaman dan pasien mengatakan
bahwa kesehatan merupakan suatu keadaan dimana dia dapat melakukan
aktifitas tanpa disertai gangguan pada tubuh dan persaannya (rohani).

b. Pola latihan dan aktivitas


Aktivitas latihan selama sakit
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan a
Mandi a
Berpakaian a
Eliminasi a
Mobilisasi di tempat tidur a
Keterangan
0        : Mandiri
1        : Dengan menggunakan alat bantu
2        : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3        : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4        : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktivitas
c. Pola Personal Hygiene
Sebelum Sakit : Klien mandi 2x sehari, diwaktu pagi dan sore hari dengan
menggunakan sabun mandi dan shampho untuk mencuci rambut,
serta menggosok gigi setelah makan.
Saat Dikaji : Klien mandi menggunakan sabun 1x sehari dan gosok gigi
pada pagi hari dan sore hari.
d. Pola nutrisi dan metabolic
Nutrisi
Sebelum sakit : Klien mengatkan bahwa sebelum sakit pasien makan 3x
sehari dengan porsi 1 piring yang isinya nasi, sayur, tempe, tidak,
makanan pantangan klien alergi telur dan ikan.

25
Saat Sakit : Klien makan nasi dan sayur 3xsehari, Porsi makan ½ Porsi
Cairan
Sebelum Sakit : Klien minum setiap kali merasa haus, jenis minuman air
putih kurang lebih 6-8 gelas/ hari
Saat sakit : Klien mengatakan minum kurang lebih 3-4 gelas/ hari
jenis minuman air putih hangat.
e. Pola eliminasi
Sebelum sakit : BAB 2x sehari dengan konsisten warna kuning
kecoklatan, Bau khas feses, lembek. BAK 4-5x sehari
Saat dikaji : BAB 1x sehari warna agak kecoklatan, lembek, BAK 2-3x
sehari warna dalam jumlah sedikit dan bau dipengaruhi oleh obat-obatan
dan terdapat darah dalam air kemih..
f. Pola  tidur dan istirahat
Sebelum Sakit : Klien mengatakan istrahat pada siang hari kurang lebih
2jam pada pukul 13.00-15.00, dan pada malam hari 8 jam
pada pukul 22.00-06.00, dalam sehari klien istrahat 10
jam
Saat dikaji : Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal
karena adanya uremia.keletihan, kelemahan malaise,
kelemahan otot dan kehilangan tonus
g. Kognitif &perceptual
Sebelum Sakit : Klien sadar, bicara tidak ada kelainan dan bahasa yang
diginakan adalah bahasa daerah.
Saat dikaji : Klien terlihat tegang, cemas, gelisah
h. Persepsi diri
Sebelm sakit : Klien selalu menganggap dirinya baik-baik saja
Saat dikaji :Klien menyadari bahwa kondisi dirinya tidak dalam
keadaan stabil, Klien  cemas  dan takut karena urinenya berwarna merah
dan edema dan  perawatan yang  lama. Anak berharap dapat sembuh
kembali seperti semula
i. Pola Koping

26
Sebelum Sakit : Klien mengatakan dapat menyelesaikan setiap masalah
yang dihadapi, pandangan klien optimis, pengambil
keputusan klien adalah suami klien sendiri.
Saat dikaji : Klien Nampak Gelisah dan bertanya-tanya tentang
penyakitnya
j. Pola seksual dan reproduksi selama masuk rumah sakit: -
k. Hubungan peran
Sebelum Sakit : Klien mengatakan hubungan dengan tetangga, teman-
teman maupun dengan orang lain baik
Saat dikaji : Hubungan klien dengan tetangga teman-teman, maupun
keluarga Nampak baik, hubungan klien dengan perawat
baik
l. Pola nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit : Klien beragama islam dan melakukan sholat berjamaah
setiap magrib dan isyah
Saat dikaji : Klien hanya terbaring dan berdoa untuk kesembuhan

5. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium.
Pada laboratorium didapatkan:
a) Hb menurun 8mg/dl (13,5-17,5 gr/dl)
b) Hematokrit (Ht) : 20 %(40 – 54) (%)
c) Leukosit : 20.000/ul (5.000 – 10.000) (/ul)
d) LED: 12 mm/Jam (0 – 10 (mm/jam)
e) Ureum: 80mg/dl (15 – 40 (mg/dl)
f) kreatinin 15 mg/dl( 0.5 – 1.5 (mg/dl)
g) Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
h) Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 ,
i) albumin Albumin : 1,5 gr% (3.8 – 5.0 (gr %)
j) Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus
koligentes)

27
B. Analisa Data
NO. Data Fokus Etiologi Problem
1. Ds : - Klien mengatakan nyeri pada Adanya kerusakan Nyeri akut
bagian panggul saat BAK pada glomerulus
- Klien mengatakan sejak semalam
pada saat BAK terdapat kencing
yang bercampur dengan darah
Do : Klien Nampak meringis menahan
nyeri,
P: Nyeri akibat inflamasi pada
glomerulus
Q: Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R: Nyeri pada daerah panggul
S: Skla nyeri 6
T: Nyeri secara terus menerus
- Terdapat Darah pada saat
Berkemih
TTV :
TD : 110/80 mmHg
N: 98 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S :38,9º
2. Ds: - Klien mengatakan berat badan Perubahan mekanisme Kelebihan volume
meningkat karena adanya regulasi, peningkatan cairan
pembengkakan (edema pada tubuh) permeabilitas dinding

28
- Klien juga mengatakan kertika glomerulus
berkemih urine sedikit dan
bercampur darah.
Do: Klien tampak gelisah
Hasil pemeriksaan Laboratorium:
- Hb menurun 8mg/dl (13,5-17,5
gr/dl)
- Hematokrit (Ht) : 20 %(40 – 54)
(%)
- LED: 12 mm/Jam (0 – 10 (mm/jam)
- Ureum: 80mg/dl (15 – 40 (mg/dl)
- kreatinin 15 mg/dl( 0.5 – 1.5
(mg/dl)
- Elektrolit serum (natrium
meningkat, normalnya 1100 g)
- Urinalisis (BJ. Urine meningkat :
1,015-1,025 ,
- albumin Albumin : 1,5 gr% (3.8 –
5.0 (gr %)
3. Ds: Klien mengatakan badan terasa Kelemahan/keletiham Intoleransi aktivitas
lemah
- Klien mengatakan sulit melakukan
aktivitasnya
Do: Klien tampak lemah
- Tampak ADL klien dibantu
keluarga dan perawat
4. Ds: Klien mengatakan demam Proses Inflamasi Hipertermi
- Klien mengatakan sakit kepala
Do: - Badan Teraba Panas
- Klien tampak gelisa
- Kulit klien tampak kemerahan

29
- SB: 38,90C
- Leukosit : 20.000/ul (5.000 –
10.000) (/ul)
5. Ds: Klien mengatakan mual-muntah Mual muntah, Nutrisi kurang dari
- Klien mengatakan tidak ada selera pembatasan cairan, kebutuhan tubuh
makan Diit, dan hilangnya
- Klien megatakan berat badab protein
menurun Klien mengatakan
mengalami penurunan berat badan
hingga 10kg dalam 1 bulan terakhir
Do: Ku Lemah
- Mutah 4kali
- Bibir Kering
- Turgor kulit jelek
- BB 35kg
- Porsi makan tidak dihabiskan hanya
¼ porsi
- Hb menurun 8mg/dl (13,5-17,5
gr/dl)
- albumin Albumin : 1,5 gr% (3.8 –
5.0 (gr %)

C. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d adanya kerusakan pada glomerulus
2. Hipertermi b/d proses inflamasi
3. Kelebihan Volume cairan b/d Perubahan
mekanisme regulasi, peningkatan permeabilitas dinding glomerulus
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Mual
muntah, pembatasan cairan, Diit, dan hilangnya protein
5. Intoleransi aktivitas b/d Kelemahan/keletiham

30
31
D. Intervensi

No Hari/tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan/KH Intervensi Rasional

1 Rabu Nyeri akut b/d adanya kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji intensitas nyeri 1. Untuk keefektifan obat, dan
11/3/201 pada glomerulus ditandai dengan: tindakan keperawatan proses penyembuhan
9 selama 1x24diharapkan 2. Atur posisi sesuai 2. Untuk mengurangi
Ds : - Klien mengatakan nyeri pada
Nyeri berkurang/hilang kenyamanan klien ketegangan pada abdomen
bagian panggul saat BAK
dengan KH: 3. Untuk mengurangi rasa
- Klien mengatakan sejak semalam
3. Ajarkan teknik relaksasi nyeri
pada saat BAK terdapat kencing -Klien tidak merasa nyeri
abila klien merasa nyeri 4. Untuk mengurangi nyeri
yang bercampur dengan darah -Ekspresi wajah tampak
Do : Klien Nampak meringis rileks
4. Kolaborasi dalam pemberian
menahan nyeri, -Skla nyeri 1-2
analgetik
P: Nyeri akibat inflamasi pada -TTV dalam batas normal
glomerulus TD : 110/80 mmHg
Q: Nyeri seperti ditusuk-tusuk N: 60-80 x/mnt
R: Nyeri pada daerah panggul RR : 16-20 x/mnt
S: Skla nyeri 6 S :37ºC
T: Nyeri secara terus menerus

32
- Terdapat Darah pada saat
Berkemih
TTV :
TD : 110/80 mmHg
N: 98 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S :38,9º

2. Rabu Hipertermi b/d proses inflamasi Setelah dilakukan 1. Ka 1. untuk mengetahui proses
11/3/201 ditandai dengan: tindakan keperawatan ji Tanda-tanda vital terutama infeksi akut
9 Ds: Klien mengatakan demam selama 1x24 jam SB 2. Untuk mengetahui adannya
- Klien mengatakan sakit kepala diharapkan suhu badan 2. Kaji adanya perubahan perubahan warna kulit pada
Do: - Badan Teraba Panas kembali normal dengan warna kulit klien
- Klien tampak gelisa KH 3. Anjurkan klien kompres 3. Untuk mengurangi demam
- Kulit klien tampak kemerahan S: -Badan tidak terasa dengan air hangat pada 4. Dengan pemberian
- SB: 38,90C panas lipatan paha dan aksila antipiretik membantu untuk
Leukosit : 20.000/ul (5.000 – 10.000) O:- Klien nampak tenang 4. kolaborasi dengan tim medis menurunkan suhu badan
(/ul) - Klien teraba hangat dalam pemberian terapi klien

33
- Tidak ada perubahan antipiretik
warna kulit
- suhu badan dalam
batas normal 37o C
- Leukosit 5.000-
10.000/ul
3 Kamis Kelebihan Volume cairan b/d Setelah dilakukan 1. Kaji status cairan: 1. pengkajian merupakan
12/3/201 Perubahan mekanisme regulasi, tindakan keperawatan - Timbang berat badan tiap dasar dan data dasar
9 peningkatan permeabilitas dinding selama 3x24diharapkan hari berkelanjutan untuk
glomerulus ditandai dengan: volume cairan seimbang - Keseimbangan massukan memantau perubahan dan
dengan KH: dan haluaran mengevaluasi intervensi
Ds: - Klien mengatakan bengkak
- Edema berkurang - Turgorr kulit dan adanya 2. pembatasan cairan akan
(ede ma pada tubuh)
- Urin yang keluar normal oedema menentukan berat tubuh
- Klien juga mengatakan kertika
dan tidak bercampur - Distensi vena leher ideal, haluaran urin dan
berkemih urine sedikit dan
darah - Tekanan darah denyut respon terhadap terapi
bercampur darah.
- Klien tidak gelisah dan irama nadi 3. sumber kelebihan cairan
Do: Klien tampak gelisah
- Laboratorium dalam batas 2. Batasi masukan cairan yang tidak di ketahui dapat
Hasil pemeriksaan Laboratorium:
normal 3. Identifikasi sumber potensial didentifikasi
- Hb menurun 8mg/dl (13,5-17,5
cairan 4. pemahaman meningkatkan
gr/dl)

34
- Hematokrit (Ht) : 20 %(40 – 54) - Medikasi dan cairan yang kerja sama pasien dan
(%) digunakan untuk keluarga dalam pembatasan
- LED: 12 mm/Jam (0 – 10 pengobatan : oral dan cairan
(mm/jam) intravena 5. kenyamanan pasien
- Ureum: 80mg/dl (15 – 40 (mg/dl) 4. Jelaskan pada pasien dan meningkatkan kepatuhan
- kreatinin 15 mg/dl( 0.5 – 1.5 keluarga rasional pembatasan terhadap pembatasan diet
(mg/dl) 5. Bantu pasien dalam 6. hygiene oral mengurangi
- Elektrolit serum (natrium menghadapi ketidaknyamanan kekeringan mambran
meningkat, normalnya 1100 g) akibat pembatasan cairan mukosa mulut
- Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 6. Tingkatkan dan dorong
1,015-1,025 , hygiene oral
albumin Albumin : 1,5 gr% (3.8 – 5.0
(gr %)

4. Kamis Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Setelah dilakukan 1. Ka 1.


12/3/19 b/d Mual muntah, pembatasan cairan, tindakan keperawatan ji status nutrisi klien untuk memantau dan
Diit, dan hilangnya protein ditandai selama 3x24 jam mengevaluasi intervensi
dengan : diharapkan nutrisi 2.
terpenuhi dengan KH : 2. Ka sekarang harus
Ds: Klien mengatakan mual-muntah
- Berat badan meningkat ji pola diet Klien mempertimbangkan dalam

35
- Klien mengatakan tidak ada selera - Klien tidak mual penyusunan menu
makan muntah 3.
3. Ti
- Klien megatakan berat badab - - Klien nampak rileks badan dapat diketahui
mbang berat badan klien
menurun Klien mengatakan - Turgor kulit baik klien mengalami
mengalami penurunan berat - BB meningkat 100 gr penurunan berat badan
badan hingga 10kg dalam 1 bulan - Porsi makan ½ porsi 4.
4. An
terakhir atau di habiskan meningkatkan masukan
jurkan klien untuk makan
Do: Ku Lemah - HB dan Albumin meskipun selera makan
dalam porsi kecil tapi sering
- Mutah 4kali dalam bats normal mungkin lambat untuk
- Bibir Kering kembali.
5. An
- Turgor kulit jelek 5.
jurkan klien untuk tidak
- BB 35kg yang hilang
mengkonsumsi makanan
- Porsi makan tidak dihabiskan 6.
yang mengandung protein
hanya ¼ porsi menyenangkan yang
dan Vit C
- Hb menurun 8mg/dl (13,5-17,5 berperan dapat
6. Ci
gr/dl) menimbulkan anoreksia
ptakan lingkungan yang
albumin Albumin : 1,5 gr% (3.8 – 5.0 7.
menyenangkan selama waktu
(gr %) bantuan untuk menjamin
makan
pemasukan zat-zat

36
7. Ko makanan yang adekuat,
laborasi dengan tim gizi dan mengidentifikasi
dalam pemberian diet tinggi makanan pengganti yang
kalori, protein, karbohidrat paling sesui
dan Vitamin

5. Jumat Intoleransi aktivitas b/d Kelemahan Setelah dilakukan 1. Ka 1. M


13/3/19 atau keletihan ditandai dengan: tindakan keperawatan ji faktor yang menimbulkan enyediakan informasi
Ds: Klien mengatakan badan terasa selama 3x24 diharapkan keletihan: tentang indikasi tingkat
lemah ADL klien terpenuhi - Anemia keletihan
- Klien mengatakan sulit dengan KH: - Ketidakseimbangan 2. M
melakukan aktivitasnya - Badan tidak terasa cairan dan elektrolit eningkatkan aktivitas
Do: Klien tampak lemah lemah - Retensi produk sampah ringan/sedang dan
- Tampak ADL klien dibantu - Klien bisa melakukan - Depresi memperbaiki harga diri
keluarga dan perawat perawatan dirinya 2. Tingkatkan kemandirian 3. M
sendiri dalam aktivitas perawatan diri endorong latihan dan
- Klien dapat melakukan yang dapat di toleransi, bantu akrtivitas dalam batas –
ADL dengan bantuan jika keletihan terjadi batas yang dapat ditoleransi

37
- Klien nampak rileks 3. Anjurkan aktivitas dan istirahatkan yang
alternatif sambil istirahat adekuat
4. Anjurkan untuk istirahat 4. I
setelah dialisisinstruksi dasar stirahat yang adekuat di
untuk penjelasan dan anjurkansetelah dialisis,
penyuluhan lebih lanjut yang bagi banyak pasien
sangat melelahkan

38
F. IMPLEMENTASI

Tgl/jam Implementasi Evaluasi


Dx keperawatan

DX 1 11/3/15 1.Mengkaji intensitas nyeri S: Pasien mengatakan masih merasakan nyeri


10:00 Hasil: Nyeri skala 5 O: Pasien tampak gelisah
A: Masalah belum teratasi
10:20 2.Mengtur posisi sesuai kenyamanan klien P:Lanjutkan intervensi 1-4
Hasil: Semiflower 1.Kaji intensitas nyeri
2.Atur posisi sesuai kenyamanan klien
10:25 3.Mengajarkan teknik relaksasi abila klien 3.Ajarkan teknik relaksasi abila
merasa nyeri klien merasa nyeri
Hasil:klien mampu mengikuti teknik relaksasi 4.Kolaborasi dalam pemberian analgetik
yg di ajarkan perawat

10:30 4.Kolaborasi dalam pemberian analgetik

Dx 2 10:35 1.Mengkaji Tanda-tanda vital terutama SB S: Pasien mengatakan sudah


Hasil: TD : 110/80 mmHg tidak merasakan demam
N: 75 x/mnt O: Pasien tampak tidak pucat
RR : 24 x/mnt A: Masalah teratasi
S :36,5º

39
2.Mengkaji adanya perubahan warna kulit
P: Intervensi di pertahankan
Hail: klien tampak sudah tidak pucat
10:50

3.Menganjurkan klien kompres dengan air hangat


pada lipatan paha dan aksila
10:55
Hasil: klien mau melakukan anjuran yg
di sarankan oleh perawat

4.kolaborasi dengan tim medis dalam


pemberian terapi antipiretik
11:00

DX 3 11:10 1.Mengkaji status cairan: S: Klien mengatakan kencingnya masih sedikit


- Menimbang berat badan tiap hari O: Membran mukosa masih tampak kering
- Keseimbangan massukan dan haluaran A: Masalah teratasi sebagian
- Turgorr kulit dan adanya oedema P: Lanjutkan intervensi:
- Distensi vena leher 1:Kaji setatus cairan
- Tekanan darah denyut dan irama nadi 2:Batasi masukan cairan
Hasil:BB klen tetap 40kg 3:Identifikasi sumber potensi cairan

5:Membantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan

40
akibat pembatasan cairan

2.Membatasi masukan cairan


11:15
3.Mengidentifikasi sumber potensial cairan
- Medikasi dan cairan yang digunakan untuk
pengobatan : oral dan intravena
11:20

4.Menjelaskan pada pasien dan keluarga


rasional pembatasan
Hasil: Klien dan keluarga mengerti
11:25
tentang penjelasan perawat

5.Membantu pasien dalam


menghadapi ketidaknyamanan akibat
pembatasan cairan
11:35
6.Meningkatkan dan dorong hygiene oral
Hasil: Klien mampu melakukan hygiene oral

11:40

41
DX 4 11:45 1.Mengkaji status nutrisi klien S: Klien mengatakan masih
meraakan mual muntah
2.Mengkaji pola diet Klien
11:50 O: BB klien blm ada peningkatan
A:Masalah teratasi sebagian
3.Timbang berat badan klien
11:55 P: Lanjutkan intervensi:
Hasil: 40Kg
1:Kaji status nutrisi klien
12:00 4.Menganjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil 2:Kaji pola diet klien
tapi sering
3:Timbang berat badan klien
Hasil: Klien melakukan anjuran yang di sarankam 7:Kolaborasi dengan tim gizi
dalam pemberian diet tinggi kalori,
5.Menganjurkan klien untuk tidak mengkonsumsi
12:05 makanan yg mengandung protein dan vit.C protein, karbohidrat dan Vitamin

Hasil: Klien mematuhi anjuran yang diberikan


perawat

6.Mengciptakan lingkungan yang menyenangka


12:10
selama waktu makan

12:15 7.Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet

42
dengan tim gizi dalam pemberian diet tinggi
kalori,protein,karbohidrat dan vitamin
Dx 5 12:25 1.Mengkaji faktor yang menimbulkan keletihan: S: Klien mengatakan badanya masih terasa lemas
- Anemia O: Klien tampak belum bisa melakukan aktifitas secara
- Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit mandiri
- Retensi produk sampah A:Masalah belum teratasi
- Depresi P: Lanjutkan intervensi:
2.Meningkatkan kemandirian dalam
12:35 1.kaji faktor yang menimbulkan keletihan:
aktivitas perawatan diri yang dapat di toleransi,
- Anemia
bantu jika keletihan terjadi
- Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
12:45 3.Menganjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
- Retensi produk sampah
4.Mengannjurkan untuk istirahat setelah
12:50 - Depresi
dialisisinstruksi dasar untuk penjelasan
2.Tingkatkan kemandirian dalam
penyuluhan lebih lanjut
aktivitas perawatan diri yang dapat di toleransi,
bantu jika keletihan terjadi
3.Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
4.Anjurkan untuk istirahat setelah
dialisisinstruksi dasar untuk penjelasan

43
penyuluhan lebih lanjut

44
DAFTAR PUSTAKA

Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :

EEC

Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2.

Jakarta : EEC

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan. Ed.8. Jakarta : EEC

Doengoes, Marilynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta :

EEC

Mansjoer, Arif.dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jilid 2. Jakarta :

Media Aesculapius. FKUI

http://jovandc.multiply.com/journal/item/3, diakses pada tanggal 28

Desember 2009

45
46

Anda mungkin juga menyukai