Anda di halaman 1dari 4

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

PEMANTAUAN KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI)


DI KECAMATAN GULUK-GULUK
TAHUN 2016

A. Pendahuluan

Puskesmas diharapkan dapat bertindak sebagai motivator, fasilitator dan turut serta
memantau terselenggaranya proses pembangunan di wilayah kerjanya agar berdampak positif
terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Hasil yang diharapkan dalam menjalankan
fungsi ini antara lain adalah terselenggaranya pembangunan di luar bidang kesehatan yang
mendukung terciptanya lingkungan dan perilaku sehat. Upaya pelayanan yang diselenggarakan
meliputi :
1. Pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih mengutamakan pelayanan promotif dan
preventif, dengan kelompok masyarakat serta sebagian besar diselenggarakan bersama
masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas.
2. Pelayanan medik dasar yang lebih mengutamakan pelayanan,kuratif dan rehabilitatif
dengan pendekatan individu dan keluarga pada umumnya melalui upaya rawat jalan dan
rujukan ( Depkes RI, 2007).

Fungsi dari Puskesmas adalah:


1. Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. 
2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka kemampuan untuk
hidup sehat. 
3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan masyarakat di wilayah
kerjanya. 

Sesuai dengan amanat Negara, maka dirasa perlu kiranya untuk melibatkan masyarakat
dalam menyusun rencana kegiatan, sehingga fungsi puskesmas dapat tercapai.

B. Latar Belakang
Kejadian ikutan pasa imunisasi menurut Depkes RI (2014) kejadian medis yang terjadi
setelah pemberia imunisasi dapat berupa reaksi vaksin, reasi suntikan, kesalahan prosedur
ataupun koinsiden sampai ditentukan adanya hubungan kausal.
Sedangkan pengertian KIPI serius merupakan kejadian medis yang tidak diinginkan
yang terjadi setelah pemberian imunisasi, yang menyebabkan rawat inap, kecacatan yang
menetap, mengancam kehidupan atau kematian. Sementara klasifikasi KIPI berdasarkan
berat ringan kasus KIPI antara lain, KIPI ringan (non serius) antara lain terjadi demam,
bengkak dilokasi suntikan, merah dilokasi suntikan, muntah. KIPI serius antara lain tidak
mau menetek atau minum, muntah berlebihan, demam tinggi lebih dari satu hari, menangis
terus menerus lebih dari tiga jam, kesadaran menurun, anafilaktik.
Untuk menenggulangi dan meminimalisasi kejadian maupun dampak KIPI penting
dilakukan pemantauan KIPI. Terdapat dua metode pemantauan KIPI, baik secara aktif
maupun pasif. Actife post marketing surveillance (PMS aktif) pada vaksin program,
dilakukan dengan cara pengisisan kuisioner sejumlah pemantauan yang ditentukan.
Sementara secara pasif surveillance adverse event following immunization (AEFI=KIPI),
dilakukan dengan menunggu laporan dari lapangan.
Kegiatan pemantauan KIPI meliputi :
1. Menentukan kasus, melacak kasus, menganalisis kejadian, menindak lanjuti
kasus, melaporkan dan mengevaluasi kasus. Mencatat, merekapitulasi jumlah
kasus dan melaporkan kasus KIPI secara berjenjang.
2. Memperkirakan angkan kejadian KIPI pada suatu populasi.
3. Mengidentifikasi peningkatan rasio KIPI yang tidak wajar pada batch vaksin atau
merek vaksin tertent.
4. Mengidentifikasi kesalahan prosedur program imunisasi sebagai bahan untuk
rekomendasi perbaikan program.
5. Menyediakan data berbasis bukti sebagai acuan untuk memberi respon yang cepat
dan tepat terhadap perhatian orang tua atau masyarakat tentang keamanan
imunisasi, ditengah kepedulian masyarakat dan profesional tentang adanya resiko
imunisasi.
Beberapa rekomendasi WHO terkait pemantauan KIPI atara lain sebagai berikut :
1. Program imunisasi mempunyai perencanaan rinci dan terarah sehingga dapat
memberikan tanggapan segera pada laporan KIPI.
2. Setiap KIPI serius dianalisis oleh tim yang terdiri dari para ahli epidemiologi dan
profesi di Indonesia oleh komite nasional.
3. Pengkajian dan penanggulangan KIPI/Komnas PP-KIPI dan temuan tersebut disebar
luaskan melalui jalur program imunisasi dan media masa.
4. Program imunisasi segera memberikan tannggapan secara cepat dan akurat kepada
media masa, perihal KIPI yang terjadi.
5. Pelaporan KIPI karena kesalahan prosedur misalya abses, BCG-itis, harus dipantau
demi perbaikan cara penyuntikan yang benar dikemudian hari.
6. Program imunisasi melengkapi petugas lapangan dengan formulir pelaporan kasus,
defenisi KIPI yang jelas, dan unstruksi yang rinci perihal jalur pelaporan.
7. Program imunisasi perlu mengkaji laporan KIPI dari pengalaman dunia
Internasional sehingga dapat memperkirakan besar masalah KIPI yang dihadapi.
KIPI tidak terlepas dari efek samping penggunaan vaksin. Sebagai gambaran, berikut
beberapa efek samping yang sudah terprediksi pada beberapa vaksin:
1. Beberapa efek samping vaksin DPT/HB/Hib: reaksi lokal atau sistemik yang bersifat
ringan ; kasus yang sring terjadi seperti bengkak, nyeri, penebalan kemerahan pada
bekas suntikan, menangis lebih dari 3 jam, demam lebih dari 38,5 derajat celcius,
muntah, diare.
2. Beberapa efek samping BCG : reaksi lokal yang timbul setelah imunisasi BCG
merupakan hal yang wajar; suatu pembekakan kecil, merah, lembut biasanya timbul pada
daerah bekas suntikan dan kemudian menjadi sebuah ulkus dalam waktu 2–4 minggu,
kadang pembesaran kelenjar getah bening pada daerah ketiak dapat timbul 2-4 bulan
setelah imunisasi, suntikan yang kurang hati-hati dapat menimbulkan abses dan jaringan
parut.
3. Beberapa efek samping vaksin TT : bersifat ringan dan jarang, seperti skit dan
kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, serta kadang-kadang demam,
aman diberikan selama masa kehamilan.
4. Beberapa efek samping POLIO : secara umum tidak terdapat efek samping. Sangat
jarang terjadi kelumpuhan (paralyticpolimyelitis) yang diakibatkan karena vaksin
(perbandingan 1/1.000.000 dosis).
5. Bebrapa efek samping vasin CAMPAK : vaksin campak dapat mengakibatkan sakit
ringan dan bengkak pada lokasi suntikan, umumnya terjadi 24 jam pasca vaksinasi, pada
5-15% kasus terjadi demam (selama 1-2 hari) biasanya 8-10 hari seelah vaksinasi, pada
2% kasus terjadi kemerahan selama 2 hari biasanya 7-10 hari setelah vaksinasi, kasus
ensefalitis pernah dilaporkan terjadi namun perbandingannya kecil (1/1.000.000 dosis),
kejang demam (perbandingan 1/3000 dosis).
6. Beberapa efek samping vaksin Hepatitis B : kemerahan dan pembengkakan disekitar
tempat penyuntikan, reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya berkurang dalam 2
hari setelah vaksinasi.

C. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus


 Tujuan Umum : untuk mendeteksi dini, merespon dengan cepat dan tepat, mengurangi
dampak negatif imunisasi terhadap kesehatan individu dan terhadap program imunisasi.
 Tujuan Khusus :
1. Menurunkan kejadian KIPI karena vaksin DPT/HB/Hib
2. Menurunkan kejadian KIPI karena vaksin BCG
3. Menurunkan kejadian KIPI karena vaksin TT, TD, Dt
D. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan
Kegiatan pokok : Pemantauan kejadian KIPI.
Rincian kegiatan :
1. Menerima laporan dari petugas desa atau masyarakat tentang KIPI.
2. Melaporkan ke dinas kesehatan
3. Menangani kasus KIPI

E. Cara Melaksanakan Kegiatan


Dalam melaksanakan kegiatan pemantauan KIPI dilakukan oleh semua bidan dan
perawat baik di induk maupun di desa dibawah penanggungjawab koordinator imunisasi (korim)
dan bidan koordinasi (bikor) UPT. Puskesmas Guluk-Guluk.

F. Sasaran
Sasaran kegiatan : Bayi yang mendapat Imunisasi .

G. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

2016
No Kegiatan
Jan Feb mar Apr mei Jun Jul agst sept okt nov des
1. Menerima laporan dari
petugas desa atau Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap
Tiap hari Tiap hari
hari hari hari hari hari hari hari hari hari hari
masyarakat tentang
KIPI.
2. Melaporkan ke dinas Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap
Tiap hari Tiap hari
hari hari hari hari hari hari hari hari hari hari
kesehatan
3. Menangani kasus KIPI Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap Tiap
Tiap hari Tiap hari
hari hari hari hari hari hari hari hari hari hari

H. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan dan Pelaporan


Evaluasi pelaksanaan terhadap kegiatan pelayanan imunisasi akan dilakukan setiap H+1, dan
sebagai pelaksananya adalah bidan dan perawat desa.

Laporan evaluasi pelaksanaan kegiatan terdiri dari sebab tertundanya kegiatan dan RTL
(rencana tindak lanjut)-nya, dibuat setiap H+2 dan ditujukan kepada Kepala Puskesmas.

I. Pencatatan, Pelaporan dan Evaluasi Kegiatan


Pencatatan serta dokumentasi kegiatan, serta pelaporan kegiatan akan disampaikan kepada
Kepala Puskesmas. Evaluasi kegiatan akan dilaksanakan dan dilaporkan pada tanggal 25 di
setiap bulannya.

Anda mungkin juga menyukai