Anda di halaman 1dari 1

Keperawatan jiwa

(Ns. Apri Rahma Dewi, M.Kep.,Sp.Kep.J)


Nama: Alviah Nur Rizki
NIM: 1926009
Kelas: 2A
Bagaimana mengatasi pasien amuk perilaku kekerasan dengan isolasi dan obat sedatif?
Bila pasien tidak bisa mengendalikan perilakunya maka tindakan pembatasan gerak (isolasi)
dengan menempatkan pasien di kamar isolasi harus dilakukan. Pasien dibatasi pergerakannya
karena dapat mencederai orang lain atau dicederai orang lain, membutuhkan pembatasan
interaksi dengan orang lain dan memerlukan pengurangan stimulus dari lingkungan. Selama
dalam kamar isolasi, supervisi dilakukan secara periodik untuk memantau kondisi pasien dan
memberikan tindakan keperawatan yang dibutuhkan termasuk memenuhi kebutuhan dasarnya
seperti nutrisi, eliminasi, kebersihan diri, dsb.
Bila tindakan isolasi tidak bermanfaat dan perilaku pasien tetap berbahaya, berpotensi
melukai diri sendiri atau orang lain maka alternatif lain adalah dengan melakukan
pengekangan/pengikatan fisik. Tindakan ini masih umum digunakan petugas di RS dengan
disertai penggunaan obat psikotropika. Untuk menghindari ego pasien terluka karena
pengikatan, perlu dijelaskan kepada pasien bahwa tindakan pengikatan dilakukan bukan
sebagai hukuman melainkan pencegahan resiko yang dapat ditimbulkan oleh perilaku pasien
yang tidak terkendali. Selain itu juga perlu disampaikan pula indikasi penghentian tindakan
pengekangan sehingga pasien dapat berpartisipasi dalam memperbaiki keadaan. Selama
pengikatan, pasien disupervisi secara periodik untuk mengetahui perkembangan kondisi
pasien dan memberikan tindakan keperawatan yang diperlukan. Selanjutnya pengekangan
dikurangi secara bertahap sesuai kemampuan pasien dalam mengendalikan emosi dan
perilakunya, ikatan dibuka satu demi satu, dilanjutkan dengan pembatasan gerak (isolasi), dan
akhirnya kembali ke lingkungan semula.
Pasien yang melakukan kekerasan dan melawan paling efektif ditenangkan dengan obat
sedatif dan atau antipsikotik yang sesuai. Obat sedatif yang biasa digunakan misalnya Valium
injeksi 5 – 10 mg atau lorazepam (Ativan) 2 -4 mg yang bisa diberikan secara intramuskuler
atau intravaskuler. Pada umumnya obat antipsikotik yang paling bermanfaat untuk pasien
jiwa yang melakukan kekerasan adalah injeksi Haloperidol 5 -10 mg yang diberikan secara
intra muskuler.
Alternatif lain jika obat-obat farmakoterapi tidak efektif adalah dengan ECT (Electro
ConvulsionTherapy), suatu upaya menimbulkan kejang umum dengan induksi listrik pada sel
otak. Aliran listrik yang digunakan sangat kecil dan berlangsung sangat singkat. Untuk
mendapatkan efek menguntungkan dari ECT maka kejang umum harus timbul segera setelah
pemberian ECT. Biasanya setelah mengalami kejang umum, pasien akan tertidur beberapa
saat dan ketika bangun perilaku agitatifnya sudah menurun. Therapi ini aman dan efektif
untuk mengendalikan kekerasan psikotik. Satu atau beberapa kali ECT dalam beberapa jam
biasanya mengakhiri suatu episode kekerasan psikotik.

Anda mungkin juga menyukai