Anda di halaman 1dari 81

MAKALAH

PERBAIKAN NILAI RESUME KEPERAWATAN BENCANA 1

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Bencana 1

Disusun Oleh :

Iqbal Fauzi

(C1AA17067)

4A

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2021
Kata Pengantar

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang Maha Esa karena dengan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah untuk Tugas Perbaikan Nilai
Keperawatan Bencana 1 yang diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah
Keperawatan Bencana 1.

Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses pembuatan


makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah
pengetahuan bagi para pembaca, dan kami mengharapan tanggapan terahadap
makalah ini, agar kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah sehingga
kedepannya dapat menjadi lebih baik. Oleh karena itu kami harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Sukabumi, 11 Februari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 2
C. Tujuan.............................................................................................. 3

BAB II : PEMBAHASAN

1. konsep dasar Keperawatan Bencana................................................ 4


2. sistem penangggulangan bencana terpadu yang terintegrasi pada sistem
pelayanan kesehatan......................................................................... 7
3. etika dan hukum pada penanganan gawat darurat bencana............. 11
4. Konsep dan modelmodel triase bencana (disaster triage) dimasa pandemic
covid 19............................................................................................ 13
5. oganisasi penanganan bencana di Indonesia.................................... 17
6. Surveilence bencana, dokumentasi dan pelaporan hasil penilaian bencana18
7. perawatan luka pada korban bencana............................................... 21
8. pemberdayaan masyarakat pada penanggulangan bencana............. 28
9. managemen bencana berdasarkan karakteriktik bencana................ 30
10. penanganan bencana: pra – saat – pasca bencana............................ 37
11. Penanganan bencana di lapangan (emergency response plan)......... 41
12. pencegahan penyakit dan promosi kesehatan pada penanggulangan bencana
.......................................................................................................... 47

ii
13. perlindungan dan perawatan bagi petugas kesehatan saat bencana.
......................................................................................................51
14. mengetahui penanganan bencana komprehensif pada berbagai kasus
......................................................................................................61

BAB III : PENUTUP

A. Simpulan ......................................................................................... 71
B. Saran ................................................................................................ 71

Daftar pustaka............................................................................................

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa
bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu,
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai
bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), 2012).
Berdasarkan UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang penaggulangan
bencana, risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka,
sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan
harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (Emi,2009). Masyarakat diharapkan
memiliki kapasitas yang memadai untuk meningkatkan kesiapsiagaan
menghadapi bencana serta tanggap dan sadar bahwa mereka tinggal di daerah
rawan bencana. Kesiapsiagaan merupakan kegiatan yang menunjukkan respons
terhadap bencana. Faktor yang berperan dalam
kesiapsiagaan bencana adalah Masyarakat dan pihak pengambil
keputusan. Masyarakat memiliki Pengetahuan (Knowledge), Sikap (Attitude), dan
Perilaku (Behaviour) untuk mengukur tingkat kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan
adalah bagian yang integral dari pembangunan berkelanjutan. Jika pembangunan
2

dilaksanakan dengan baik, upaya kesiapsiagaan terhadap bencana akan lebih


ringan tugasnya (Kharisma, 2009).
Wilayah negara Indonesia adalah rawan terjadi bencana alam terutama
bencana gempa bumi dan erupsi gunung berapi. Hal ini diakibatkan letak posisi
Indonesia terletak pada lempengan tektonik yaitu Indo-Australian, Eurasia dan
Pacific yang menghasilkan tumpukan energi dalam batas ambang tertentu. Posisi
inilah yang pada akhirnya menyebabkan Indonesia sering terjadi bencana seperti
gempa bumi dan tsunami. Berdasarkan kondisi tersebut, maka beberapa daerah di
Indonesia dibentuk tim siap siaga bencana untuk membimbing , memberikan
penyuluhan dan motivator kepada masyarakat dalam kegiatan kesiapsiagaan
bencana (Safety Sign, 2018).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar Keperawatan Bencana ?
2. Bagaimana sistem penangggulangan bencana terpadu yang terintegrasi pada
sistem pelayanan kesehatan ?
3. Bagaimana etika dan hukum pada penanganan gawat darurat bencana ?
4. Bagaimana Konsep dan modelmodel triase bencana (disaster triage) dimasa
pandemic covid 19?
5. Apa saja oganisasi penanganan bencana di Indonesia?
6. Bagaimana Surveilence bencana, dokumentasi dan pelaporan hasil penilaian
bencana ?
7. Bagaimana Perawatan luka pada korban bencana ?
8. Bagaimana pemberdayaan masyarakat pada penanggulangan bencana ?
9. Bagaimana managemen bencana berdasarkan karakteriktik bencana ?
10. Bagaimana penanganan bencana: pra – saat – pasca bencana ?
11. Bagaimana Penanganan bencana di lapangan (emergency response plan) ?
12. Bagaimana pencegahan penyakit dan promosi kesehatan pada
penanggulangan bencana ?
3

13. Bagaimana perlindungan dan perawatan bagi petugas kesehatan saat


bencana ?
14. Bagaimana penanganan bencana komprehensif pada berbagai kasus ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar keperawatan bencana
2. Untuk mengetahui sistem penangggulangan bencana terpadu yang terintegrasi
pada sistem pelayanan kesehatan
3. Untuk mengetahui etika dan hukum pada penanganan gawat darurat bencana
4. Untuk mengetahui konsep dan modelmodel triase bencana (disaster triage)
dimasa pandemic covid 19
5. Untuk mengetahui oganisasi penanganan bencana di Indonesia
6. Untuk mengetahui bagaimana Surveilence bencana ,Dokumentasi dan
pelaporan hasil penilaian bencana
7. Untuk mengetahui perawatan luka pada korban bencana
8. Untuk mengetahui pemberdayaan masyarakat pada penanggulangan bencana
9. Untuk mengetahui managemen bencana berdasarkan karakteriktik bencana
10. Untuk mengetahui penanganan bencana: pra – saat – pasca bencana
11. Untuk mengtahui penanganan bencana di lapangan (emergency response plan)
12. Untuk mengetahui pencegahan penyakit dan promosi kesehatan pada
penanggulangan bencana
13. Untuk mengetahui perlindungan dan perawatan bagi petugas kesehatan saat
bencana
14. Untuk mengetahui penanganan bencana komprehensif pada berbagai kasus
BAB II

PEMBAHASAN

A. Resume Materi Keperawatan Bencana 1 pertemuan 1-14


1. Konsep Dasar Keperawatan
Definisi bencana yaitu Peristiwa atau rangkaian peristiwa akibat
fenomena alam &/ akibat ulah manusia yg menimbulkan gangguan kehidupan
& penghidupan manusia disertai kerusakan lingkungan dan menyebabkan
ketidak berdayaan potensi & infrastruktur setempat serta memerlukan bantuan
dr kabupaten/propinsi lain atau dr pusat &/ negara lain dg menanggalkan
prosedur rutin. (DepKes).

Klasifikasi bencana menurut sumber dan waktunya yaitu :

Menurut sumber dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Bencana alam. Diantaranya seperti gunung meletus, tsunami, dan gempa


bumi serta tanah longsor

2. Bencana yang disebabkan oleh manusia. Contohnya seperti terorisme, hutan


yang sengaja dibakar, kebakaran rumah dan lain sebagainya

3. Bencana multi-faktor, yaitu bencana yang sebabnya kompleks

Adapun waktu muncul bencana terdiri dari 2 waktu, mendadak dan


perlahan lahan.

Indonesia merupakan sala satu negara kepulawan terbesar di dunia,


oleh sebab itu bencana marak terjadi di Indonesia sehingga dijuluki negara
1001 bencana, adapun dampak yang dihasilkan oleh bencana pun beragam,
5

seperti terjadinya kematian, penyakit yang tidak terduga, kerusakan fasilitas


hingga kerusakan lainnya.

Definisi managemen bencana yaitu Manajemen bencana merupakan


serangkaian kegiatan yang dilasanakan dalam rangka usaha pencegahan,
mitigasi kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan yang berkaitan
dengan kejadian bencana. Adapun kegiatan kegiatan manajemen bencana
yaitu pencegahan, mitigasi, kesiapan, peringatan dini, tanggap darurat,
bantuan darurat, pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.

Prinsip prinsip bencana :

1. Komprehensif :Kegiatan yg mencakup segala fase dan seimbang 

1. Integratif :Memadukan berbagai sistem yang berjalan

2. Pendekatan terhadap segala risiko bahaya : Memeriksa berbagai skala


potensi bahaya yang mungkin dan mengenal berbagai konsekuensi
umum setiap jenis bencana

3. Pendekatan manajemen risiko yg sistematik : Menentukan berbagai


opsi penanggulangan risiko

4. Perencanaan kelangsungan usaha : Pelayanan kesehatan harus terus


berlangsung dlm berbagai kondisi

5. Mo-nev (monitoring-evaluasi) berkelanjutan : Memantau interaksi


dinamis antara masyarakat, ancaman dampak, & sistem
penanggulangan
6

6. Kooperasi & koordinasi : Seluruh sektor terkait bekerjasama (termasuk


korban bencana), saling mendukung & berkoordinasi untuk mencapai
hasil yg sinergistik

7. Berbasis pada informasi teknis dari para ahli yg akurat Merupakan


dasar pengambilan keputusan dan rencana aksi yang adekuat

Upaya untuk mencegah terjadinya bencana yaitu :

1. Pencegahan (prevention) : Upaya yang dilakukan untuk mencegah


terjadinya bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya).
Misalnya : - Melarang pembakaran hutan dalam perladangan - Melarang
penambangan batu di daerah yang curam.

2. Mitigasi : Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik


melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU 24/2007) Bentuk
mitigasi : Mitigasi struktural (membuat chekdam, bendungan, tanggul
sungai, rumah tahan gempa, dll.) Mitigasi non-struktural (peraturan
perundangundangan, pelatihan, dll.)

3. Kesiapsiagaan : Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk


mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna (UU 24/2007)

4. Peringatan Dini : Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera


mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana
pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang (UU 24/2007)

5. Tanggap Darurat (response) : Upaya yang dilakukan segera pada saat


kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan,
7

terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan


pengungsian

6. Bantuan Darurat (relief) : Merupakan upaya untuk memberikan bantuan


berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa : - pangan, -
sandang - tempat tinggal sementara - kesehatan, sanitasi dan air bersih

7. Pemulihan (recovery) : Proses pemulihan darurat kondisi masyarakat


yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan
sarana pada keadaan semula.

8. Rehabilitasi (rehabilitation) : Upaya langkah yang diambil setelah


kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya,
fasilitas umum dan fasilitas sosial penting, dan menghidupkan kembali
roda perekonomian

9. Rekonstruksi (reconstruction) : Program jangka menengah dan jangka


panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan
kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari
sebelumnya

2. Sistem Penanggukangan Bencana Terpadu Terintegritas Dengan SPGDT


SPGDT adalah rangkaian penyelamatan pada saat pra intra dan pasca bencana
pelayanan pasien gawat darurat yang saling terkait dilaksanakan di tingkat pra
RS, intra RS dan antar RS. Berpedoman pada respon Time yang menekankan
Time Saving is Limb Saving, yang melibatkan masyarakat awam umum dan
khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan komunikasi
8

harapannya  dalam penanganan korban dapat mempercepat waktu penanganan


korban. Prediksi bencana Pada 5 (lima) tahun mendatang :

1. bencana semakin meningkat dengan adanya permasalahan : fenomena


geologi yang semakin dinamis, perubahan iklim yang semakin ekstrim,
peningkatan degradasi lingkungan, demografi yang tidak terkelola dengan
baik.

2. Berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia tahun 2013, jumlah


penduduk yang terpapar oleh potensi bencana adalah sebanyak 205 juta
jiwa.

3. Secara geografis Indonesia terletak pada rangkaian cincin api yang


membentang sepanjang lempeng Pasifik yang merupakan lempeng tektonik
paling aktif di dunia.

4. Indonesia memiliki lebih dari 500 gunungapi dengan 127 di antaranya


berstatus aktif.

Fase kejadian bencana :

1. NON DISASTER (interdisaster Phase) ; Periode waktu di antara satu bencana


dengan bencana berikutnya

2. PREDISASTER (Preimpact Phase) ; Bencana belum terjadi tapi info ttg


bencana sudah cukup.  “early warning system” telah berfungsi.

3. IMPACT (Impact Phase) ; bencana sedang terjadi dan komunitas  mengalami


dampaknya secara langsung. 
9

4. EMERGENCY (Post impact Phase) ; Terlihatnya respon komunitas terhadap


bencana.  

5. RECONTRUCTION (Recovery Phase) ;  Restorasi infrastruktur & kembalinya


motivasi untuk meneruskan hidup

Pre-hospital service

1) PRINSIP ; mendekatkan fasilitas kesehatan ke tempat kejadian


cedera/bencana untuk memaksimalkan the golden hour

2) BENTUK ; Pelayanan ambulan gawat darurat 24 jam

3) INDIKATOR MUTU : respon time

Ebp Pre-Hospital Service

1) 48% Dari semua pasien yang memerlukan ambulance pada rentang usia > 66
thun.

2)  Sebagian besar panggilan ke pusat ambulance oleh orang lain, selain pasien
sendiri (82%).

3) Data dispacher 46% dari semua pasien yang membutuhkan ambulance


langsung

4) Hanya 8% dari semua panggilan ambulance yang berpotensi menghilangkan


nyawa

5) 65 % membutuhkan rs rujukan

Lingkum bantuan yaitu pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana
10

System komando musibah masal Pada setiap bencana atau musibah masal
harus ada komandan lapangan. Yang menjadi komandan utama di lapangan
tergantung dari jenis dan tempat bencana. Pada umumnya komandan ini akan
berasal dari Kepolisian. Di daerah militer, komandan adalah militer setempat
atau di pelabuhan, komandan adalah syahbandar atau kepala pelabuhan udara

Area di daerah bencana yaitu :

1. Area 1 : daerah kejadian ( Hot Zone ) : Daerah terlarang, kecuali untuk


petugas penyelamat (rescue) yang sudah mamakai alat proteksi yang sudah
benar dan sudah mendapat izin masuk dari komandan di area ini karena area
ini Masih sangat berbahaya.

2. Area 2 : daerah terbatas ( Warm Zone ) : Di luar area 1, hanya boleh


dimasuki petugas khusus, seperti tim kesehatan,dekontaminasi petugas ataupun
pasien. Pos komando utama dan sektor kesehatan harus ada pada area ini.

3. Area 3 : daerah bebas ( Cold Zone ) : Di luar area 2. Tamu, wartawan,


masyarakat umum dapat berada di zone ini karena jaraknya sudah aman.
Pengambilan keputusan untuk pembagian area itu adalah  secara komando.

Klasifikasi korban bencana yaitu :

 Prioritas utama atau prioritas tertinggi ( Warna merah ) Ada gangguan A-B-C.
Contoh adalah penderita sesak ( gangguan airway ) , Cervikal-spine
injury,pneumothorax, perdarahan hebat,shock,hypotermi.warna merah

 Prioritas sedang ( Warna kuning ) tanpa gangguan A-B-C, Tanpa gangguan


ABC tetapi akan menjadi buruk bila tidak diatasi atau di
tinggalkan.ditinggalkan. Contoh adalah patah tulang paha, luka bakar tanpa
gangguan Airway.
11

 Prioritas rendah ( Warna Hijau ) Contoh adalah penderita dengan luka tidak
berdarah lagi atau patah tulang lengan atau tangan,ABC tidak ada masalah.

 Bukan prioritas (sudah meninggal) (Warna hitam )

Penderita gawat darurat dan klasfikasinya yaitu Penderita gawat


darurat adalah penderita yang terancam kematian dan kecacatan jika tidak segera
mendapatkan bantuan pertolongan. Critical ill Patient = perlu pertolongan segera
karena terancam jiwanya (kondisi gawat). Emergency Patient = perlu
pertolongan segera (darurat) dengan kemungkinan terancam jiwanya (gawat)
atau mungkin tak ada ancaman jiwa.

Kehidupan penderita gawat darurat tergantung pada Airway Tidak ada


sumbatan, Ventilasi Terpenuhi, Sirkulasi Tidak Terganggu, Neurologis Normal,
Cara Ekstrikasi, Evakuasi & Transportasi dilakukan secara tepat. Three modls of
dead cause trauma TAHAP PERTAMA ; terjadi dalam detik-menit & sudah
terjadi kerusakan organ permanen. TAHAP KEDUA ; Kematian terjadi setelah
beberapa jam TAHAP KETIGA ; Kematian terjadi dalam beberapa hari-minggu,
karena infeksi atau gagal multi organ dll

Faktor penyebab resiko akibat bencana yaitu :

1. POLITIS ; kebijakan, sistem pengaturan, organisasi, dana, upaya preventif &


promosi

2. EKONOMIS ; Perilaku “membandel” masyarakat miskin sbg kelompok


resiko tinggi.

3. SOSIAL BUDAYA ; sikap pasrah, tidak waspada, perilaku unsafety

Bencana sulit diprediksi kapan terjadi, jenis dan besarnya


12

3. Etika Dan Hukum Dalam Penanganan Bencana


Definisi etika dan hukum yaitu Etika dibuat masyarakat atau
kelompok profesi dengan membuat standar. Bila terjadi pelanggaran akan di
berikan tuntunan. Sedangkan hukum Hukum dibuat oleh negara sebagai
undang2 atau ketentuan pemerintah. Bila terjadi pelanggaran terdapat  sangsi
sebagai tuntutan hukum. Prinsip yang mempengaruhi etika klinik :

1) Autonomy : seseorang mempunyai hak untuk memilih pelayanan kesehatan


bagi dirinya.

2) Beneficence : ketentuan untuk memberikan sesuatu yg terbaik untuk klien.

3) Nonmaleficence : ketentuan dalam memberikan pelayanan menghindarkan


hal-hal yang buruk.

4) Justice : ketentuan dalam memberikan penanganan yang sama pada setiap


orang tidak memilih/ membeda-bedakan

Aspek legal pada masalah kesehatan yaitu : UU Kesehatan, Hukum


Pidana dan perdata, Hukum khusus (Negara), Perpres, Kep Men, Kode Etik,
Standar profesi, Standar operating procedure. Prinsip penanggulangan
bencana menurut UU no 24 tahun 2007 :

1. Cepat dan Tepat : Yang dimaksud dalam prinsip ini adalah bahwa dalam
penanggulangan bencana harus cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan
keadaan. Keterlambatan dalam penanganan akan meningkatkan dampak
baik dari segi material maupun korban jiwa.

2. Prioritas : Yang dimaksud dengan prioritas adalah apabila terjadi bencana,


kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada
kegiatan penyelamatan kegiatan manusia.
13

3. Koordinasi dan keterpaduan : Prinsip koordinasi adalah Penanggulangan


bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung.
Prinsip keterpaduan adalah penanggulangan bencana dilakukan oleh
berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik
dan saling mendukung.

4. Berdaya guna daan berhasil guna : Bahwa dalam memberikan pertolongan


pada korban bencana alam perlu memperhatikan aspek waktu, tenaga dan
biaya.

5. Transparansi dan akuntabilitas : Penanggulangan bencana harus dilakukan


secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan secara etik dan hukum.

6. Kemiteraan : Penangggulangan bencana tidak hanya difokuskan pada


tugas pemerintah, tetapi harus melibatkan peran serta lembaga/organisasi
lain dan masyarakat luas.

7. Pemberdayaan : Merupakan upaya meningkatkan kemampuan masyarakat


untuk mengetahui, memahami dan melakukan langkah – langkah
antisipasi, penyelamatan dan pemulihan bencana. 

8. Non diskriminatif : Tindakan penanggulangan bencana tidak memberikan


perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan
aliran politik apapun.

9. Non proletisi : Larangan menyebarkan agama atau keyakinan dalam


keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan
pelayanan darurat bencana.

Kebijakan penanganan bencana diatur dalam :


14

1. UU no 36 th 2009 tentang Kesehatan

2. Keppres no 3 th 2001 ttg BAKORNAS PBP

3. Keppres no 111 th 2001 ttg perubahan atas Keppres no 3 th 2001

Dasar kebijakan bencana sector kesehatan

1. UU RI no 24 th 2007 ttg Penanggulangan Bencana

2. Kep Menkes RI no 448/Menkes/ SK/VI/1993 ttg pembentukan tim


kesehatan penanggulangan korban bencana disetiap RS

3. Kep Menkes RI no 28/ Menkes/SK/ 1/1995 ttg petunjuk pelaksanaan


umum penanggulangan medik korban bencana

4. Kep Menkes RI no 205 / Menkes/ SK/ III/1999 ttg petunjuk pelaksanaan


permintaan dan pengriman bantuan medik di RS rujukan saat bencana

5. Kep Menkes RI no 876/Menkes/ SK/ XI/2006 ttg kebijakan dan strategi


nasional penanggulangan krisis dan masalah kesehatan

4. Konsep Dan Model Triage Bencana Di Masa Pandemic Covid-19


Triage adalah Peningkatan pasien yang datang pada unit gawat darurat
yang diberikan tidak dapat diprediksi dengan sangat akurat. Namun hanya
sebagian tertentu dari pasien yang melakukan membutuhkan pertolongan
penyelamatan hidup atau kondisi medis yang mendesak, sebagian lain hanya
perlu diberikan obat dan perawatan dapat dilanjutkan di rumah (Grossmann et
al., 2018; Schellein et al, )
Model CTAS :
15

1) CTAS: The Canadian Emergency DepartmentTriage & Acuity Scale


(CTAS). 5 Level CTAS

2) Level 1 Pasien dengan kategori ini 98%harus segera ditangani oleh dokter

3) Level 2 Pasien dengan kategori ini 95% harus ditangani oleh dokter dalam
waktu 15 menit

4) Level 3 Pasien dengan kategori ini 90% harus ditangani oleh dokter dalam
waktu 30 menit

5) Level 4 Pasien dengan kategori ini 85% harus ditangani oleh dokter dalam
waktu 60 menit 

6) Level 5 Pasien dengan kategori ini 80% harus ditangani oleh dokter dalam
waktu 120 menit

Level CTAS

1) LevelI 1 : Resuscitation. Tidak responsif, tanda vital tidak ada / tidak stabil,
dehidrasi parah dan gangguan pernapasan parah membutuhkan segera
intervensi agresif

2) LevelI Emergent. Kondisi yang berpotensi mengancam anggota tubuh atau


fungsi, membutuhkan intervensi medis yang cepat atau tindakan yang
didelegasikan. Waktu untuk penilaian dokter / wawancara ≤ 15 menit

3) Level III Urgent.Kondisi yang berpotensi berkembang menjadi masalah


serius yang membutuhkan intervensi darurat . Dapat dikaitkan dengan
ketidaknyamanan yang signifikan atau mempengaruhi kemampuan untuk
bekerja dan kegiatan hidup sehari-hari. Waktu ke dokter ≤ 30 menit.
16

4) Level IV Less Urgent (Semi urgen). Kondisi yang berkaitan dengan usia
pasien, kesulitan, potensi kerusakan atau komplikasi akan mendapat
manfaat dari intervensi atau jaminan dalam 1-2 jam). Waktunya ke dokter
≤ 1 jam.

5) Level V Tidak Mendesak No Urgent.Kondisi yang mungkin akut tetapi


tidak mendesak serta kondisi yang mungkin menjadi bagian dari masalah
kronis dengan atau tanpa bukti kerusakan. Investigasi atau intervensiuntuk
beberapa penyakit atau cedera ini dapat ditunda atau bahkan dirujuk ke
rumahsakit atau sistem perawatan kesehatanlain.Waktunya ke dokter ≤ 2
jam

Manchester triage scale Ciri khas MTS adalah identifikasi sindrom pasien
yang datang ke unit gawat darurat diikuti oleh algoritma untuk mengambil
keputusan. Berdasarkan keluhan utama pasien, ditetapkan 52 algoritma contohnya
algoritma trauma kepala, dan algoritma nyeri perut. Dalam tiap algoritma ada
diskriminator yang menjadi landasan pengambilan keputusan, diskriminator
tersebut adalah kondisi klinis yang merupakan tanda vital seperti tingkat
kesadaran, derajat nyeri, dan derajat obstruksi jalan nafas

ESI

1) Prioritas 1 (label biru) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang


mengancam jiwa  sehingga membutuhkan tindakan penyelematan jiwa yang
segera. Parameter prioritas 1 adalah semua gangguan signifikan pada ABCD.
Contoh prioritas 1 antara lain, cardiac arrest, status epilptikus, koma
hipoglikemik dan lain-lain.

2) Prioritas 2 (label merah) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang


berpotensi mengancam jiwa atau organ sehingga membutuhkan pertolongan
17

yang sifatnya segera dan tidak dapat ditunda. Parameter prioritas 2 adalah
pasien-pasien haemodinamik atau ABCD stabil dengan penurunan kesadaran
tapi tidak sampai koma (GCS 8-12). Contoh prioritas 2 antara lain, serangan
asma, abdomen akut, luka sengatan listrik dan lain-lain

3) Prioritas 3 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang membutuhkan


evaluasi yang mendalam dan pemeriksaan klinis yang menyeluruh. Contoh
prioritas 3 antara lain, sepsis yang memerlukan pemeriksaan laboratorium,
radiologis dan EKG, demam tifoid dengan komplikasi.

4) Prioritas 4 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang memerlukan satu


macam sumber daya perawatan IGD. Contoh prioritas 4 antara lain pasien
BPH yang memerlukan kateter urine, vulnus laceratumyang membutuhkan
hectingsederhana .

5) Prioritas 5 (label putih) merupakan pasien-pasien yang tidak memerlukan


sumber daya. Pasien ini hanya memerlukan pemeriksaan fisik dan anamnesis
tanpa pemeriksaan penunjang. Pengobatan pada pasien dengan prioritas 5
umumnya peroral atau rawat luka sederhana. Contoh prioritas 5 antara lain,
common cold, acne.

Definisi EWS National Early Warning Score adalah sistem penilaian 


kumulatif yang menstandarkan penilaian tingkat  keparahan penyakit akut, Skor
dihitung dengan menggunakan tanda vital  pasien, Menunjukkan tanda-tanda
awal pemburukan, Digunakan di semua rumah sakit

Prinsip Triage :

1. Selection of  Problem 


18

1) berdasarkan masalah klinik yg dihadapi korban misalnya masalah Airway,


Breathing dan Circulation. 

2) Bantuan individual pada korban dg urutan prioritas bantuan : A dulu baru


B

2. Selection of People

1) Mendahulukan korban dgn harapan hidup tinggi

2) Kategori gawat darurat dianggap Hopeless, dan akan dibantu terakhir.

3) Biasanya dalam keadaan bencana masal dengan korban yang cukup


banyak

5. Organisasi Penanganan Bencana Di Indonesia


Menurut UU bencana no 24 tahun 2007, Indonesia membuat badan
penanggulangan bencana, yang disingkat BNPB 
(Badan Nasional Penanggulangan Bencana) – setingkat Menteri

BPBD tingkat I
(Badan Penaggulangan Bencana Daerah TkI)

BPBD tingkat II
(Badan Penanggulangan Bencana Daerah Tk II)

Dasar penanganan bencana dari sector kesehatan


19

1. UU RI no 24 th 2007 ttg Penanggulangan Bencana

2. Kep Menkes RI no 448/Menkes/ SK/VI/1993 ttg pembentukan tim kesehatan


penanggulangan korban bencana disetiap RS

3. Kep Menkes RI no 28/ Menkes/SK/ 1/1995 ttg petunjuk pelaksanaan umum


penanggulangan medik korban bencana

4. Kep Menkes RI no 205 / Menkes/ SK/ III/1999 ttg petunjuk pelaksanaan


permintaan dan pengriman bantuan medik di RS rujukan saat bencana

5. Kep Menkes RI no 876/Menkes/ SK/ XI/2006 ttg kebijakan dan srategi


nasional penanggulangan krisis dan masalah kesehatan

Tugas BNPB

a. Memberikan pedoman pengarahan thd usaha penanggulangan bencana yg


mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi
dan rekonstruksi secara adil dan merata.

b. Menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan


bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan

c. Menyampaikan informasi kpd masyarakat

d. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kpd presiden setiap


sebulan sekali dlm kondisi normal dan pd setiap saat dlm kondisi darurat
bencana

e. Menggunakan dan mempertanggung jawabkan sumbangan/ bantuan nasional


dan internasional
20

f. Mempertanggung jawabkan penggunaan anggaran yg diterima dari anggaran


pendapatan dan belanja negara

g. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dgn peraturan per UU an

h. Menyusun pedoman pembentukan Badan PB daerah

Depkes Pada Penanggulangan Bencana

Tugas dan kewenangan Depkes adalah merumuskan kebijakan,


memberikan standar dan arahan serta mengkoordinasikan penanganan krisis dan
masalah kesehatan lain baik dalam tahap sebelum, saat dan sesudah bencana.
Depkes secara aktif membantu mengkoordinasikan bantuan kesehatan yg
diperlukan oleh daerah yg mengalami situasi krisis dan masalah kesehatan lainnya

6. Survilance Bencana
Definisi survilence bencana Surveilans adalah kegiatan “analisis” yang
sistematis dan berkesinambungan melalui kegiatan pengumpulan dan
pengolahan data serta penyebar luasan informasi untuk pengambilan keputusan
dan tindakan segera. Tujuan survilance bencana yaitu mengurangi jumlah
kematian, rasiko kematian dan kecacatan, mencegak penyakit menular,
mengatasi kesehatan lingkungan

Survilance Kejadian Penyakit

1) Deteksi dini

2) Mencermati kecenderungan penyakit (secular trend)

3) Identifikasi perubahan faktor agent dan host

4) Deteksi perubahan penyelenggaraan pelayanan kesehatan


21

Peran Survilance

1) Pengendalian penyakit menular KLB

2) Mempelajari riwayat alamiah penyakit, gambaran klinis, dan


epidemiologi sehingga dapat disusun program pencegahan dan
penanggulangannya

3) Mendapatkan data dasar penyakit dan faktor risiko, sehingga dapat diteliti
kemungkinan pencegahan dan penanggulangan, dan program nantinya
dapat dikembangkan

Membangun system survilance bencana

1) Sistem sangat tergantung situasi bencana yang mana

2) Substansi sangat tergantung situasi bencana yang mana

3) Proses surveilans berlaku umum (pengumpulan, pengolahan, analisis,


interpretasi, penyebar luasan informasi untuk respon secara dini)

Kegiatan survilance bencana

1) Analisis Data Pelayanan Pengobatan

2) Analisis Data Faktor Risiko

3) Laporan Berkala Situasi Darurat

4) Laporan Berkala Upaya Penanggulangan

5) Laporan Masyarakat
22

6) Hasil Wawancara

Prioritas kajian awal

1. Perkembangan Penyakit Potensial KLB

2. Makanan & Gizi

3. Imunisasi

4. Air, Sanitasi, dan Musim

5. Status Pelayanan Kesehatan Darurat, termasuk sistem surveilans yang ada

6. Ekonomi, Sosial, Politik, Keamanan, Transportasi, Komunikasi

Pengungsi kelompok rentan

1. Bayi dan Anak Balita

2. Orang Tua (sendiri)

3. Keluarga dengan KK wanita

4. Ibu Hamil dan Melahirkan

Membangun pos kesehatan Pos kesehatan di lokasi pengungsi adalah


sarana kesehatan sementara yang diberi tanggungjawab menyelenggarakan
pelayanan kesehatan dasar untuk masyarakat yang bertempat tinggal di lokasi
pengungsi dan sekitarnya
23

Tujuannya untuk memulihkan dan meningkatkan kesehatan


masyarakat di lokasi pengungsi dan sekitarnya serta terselenggaranya pelayanan
rawat jalan, pelayanan kesehatan ibu dan anak, kesehatan reproduksi lainnya
termasuk KB, pelayanan kesehatan jiwa dan psikososial, pelayanan gizi,
kesehatan lingkungan dan terselenggaranya pemantauan dan pencegahan
penyakit menular di lokasi pengungsi

Kegiatan yg dilakukan di pos kesehatan antara lain ;

1) Pengumpulan data kesakitan penyakit yang diamati dan kematian melalui


pencatatan harian kunjungan rawat jalan (form BA-3 dan BA-6);

2) Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat, pengolahan data kesakitan
menurut jenis penyakit dan golongan umur per minggu (form BA-4);

3) Pembuatan dan pengiriman laporan (form BA‐5 dan BA‐7).

Kegiatan yg dilakukan di puskesmas antara lain :

1) Pengumpulan data kesakitan penyakit-penyakit yang diamati dan data


kematian melalui pencatatan harian kunjungan rawat jalan dan rawat inap Pos
Kesehatan yang ada di wilayah kerja (form BA-3, BA-6);

2) Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat;

3) Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan usia dan tempat
tinggal per minggu (form BA-4);

4) Pembuatan dan pengiriman laporan (form BA‐5 dan BA‐7).

Kegiatan yg dilakukan di rumah sakit antara lain :


24

1) Pengumpulan data kesakitan penyakit yang diamati dan data kematian melalui
pencatatan rujuka kasus harian kunjungan rawat jalan dan rawat inap dari para
korban bencana(form BA‐3, BA‐6);

2) Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat;

3) Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan usia dan tempat
tinggal per minggu (form BA-4);

4) Pembuatan dan pengiriman laporan (form BA‐5 dan BA‐7).

7. Perawatan Luka Pada Korban Bencana


Definisi luka : Luka a/ terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh
karena adanya cedera atau proses pembedahan (Agustina, 2009).
Etiologi :

1. Luka insisi, terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam

2. Luka memar, terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan


dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan
bengkak.

3. Luka lecet, terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yg biasanya
dengan benda yg tidak tajam

4. Luka tusuk, terjadi akibat adanya benda seperti peluru atau pisau yg masuk
ke dlm kulit dgn diameter kecil

5. Luka gores, terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau kawat

6. Luka tembus, yaitu luka yg menembus organ tubuh biasanya pada bagian
awal masuk diameternya kecil tapi pada bagian ujung lukanya melebar
25

7. Luka bakar, yaitu luka yg diakibatkan oleh paparan panas, misal api dan
bahan kimia

8. Luka gigitan hewan, disebabkan adanya gigitan hewan liar atau piaraan.

Konsep pembersihan luka

1. Pembersihan Luka

1) Meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka.

2) Menghindari terjadinya infeksi.

3) Membuang jaringan nekrosis.

4) Langkah-Langkah pembersihan luka yaitu :

- Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan utk membuang jaringan


mati dan benda asing.

- Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.

- Berikan antiseptic.

- Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi


local.

- Bila perlu lakukan penutupan luka.

2. Penutupan luka

- Mengupayakan kondisi lingkungan bersih sehingga proses penyembuhan


berlangsung optimal.
26

- Hindari penutupan primer pada luka terinfeksi dan meradang, luka kotor.

3. Pembalutan
Pertimbangan dlm menutup dan membalut luka sangat tergantung
pada penilaian kondisi luka. Memilih balutan :

- Permukaan lembab yg sedang dan seimbang.

- Sesuai dengan kondisi luka.

- Manajemen luka yg benar.

Tujuan pembalutan :

a. Melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme.

b. Membantu hemostasis.

c. Mempercepat penyembuhan dengan cara menyerap drainase dan untuk


melakukan debridement luka.

d. Menyangga atau mengencangkan tepi luka.

e. Melindungi klien agar tdk melihat keadaan luka.

f. Meningkatkan isolasi suhu pada permukaan luka.

g. Sebagai fiksasi dan efek penekanan yg mencegah berkumpulnya rembesan


darah yang menyebabkan hematom.

h. Mempertahankan kelembaban yang tinggi diantara luka dengan balutan.

4. Luka korban gempa dan tsunami


27

- Jika seseorang mengalami luka akibat bencana, yang pertama harus


diperhatikan adalah melihat jenis lukanya.

- Selain itu perlu juga menentukan apakah luka tersebut membutuhkan


pengobatan khusus dari tenaga medis atau tidak.

- Jika luka yang dialami adalah luka tertutup berupa luka lecet atau gores, bagian
tubuh yang luka dapat digerakkan seperti biasa, dan tidak ada nyeri hebat pada
luka, kemungkinan besar luka tersebut dapat diobati sendiri.

- Meski begitu, luka seperti itu tak boleh dianggap sepele. Perawatan lukanya
harus sangat diperhatikan agar tak terjadi infeksi.

5. Pertolongan pertama

Pertolongan pertama yang harus dilakukan adalah:

- Cegah infeksi pada luka

Untuk mencegah infeksi pada luka, orang yang akan merawat luka
harus mencuci tangannya dengan air bersih dan sabun terlebih dahulu. Jika tak
ada air bersih, Anda bisa menggunakan hand sanitizer. Sebisa mungkin,
hindari menyentuh luka terbuka dengan tangan.

- Hentikan perdarahan pada luka

Lihat dengan saksama, apakah darah terus menerus mengalir pada luka
tersebut. Jika ya, carilah kain pembalut luka (perban) atau kain bersih lainnya.
Selanjutnya, letakkan perban pada daerah luka dan tekan bagian tersebut
dengan tangan selama setidaknya 3-5 menit terus menerus untuk
menghentikan perdarahan. Setelah itu, amati apakah perdarahannya sudah
28

berhenti. Jika belum, lakukan hal yang sama selama lima menit lagi. Begitu
seterusnya.

- Cegah tetanus

Untuk mencegah tetanus, nantinya tim medis akan memberikan


vaksinasi dan imunoglobulin antitetanus. Namun sebelum itu dilakukan, hal
yang tak kalah penting untuk mencegah tetanus adalah dengan mencuci luka
dengan air mengalir dan sabun. Alirkan air (misalnya air minum) ke daerah
luka, lalu secara lembut dan perlahan, gosok luka dengan air dan sabun hingga
tak ada kotoran menempel pada luka.

- Tutup luka dengan perban tahan air (waterproof)

Jika yakin bahwa luka bisa dibersihkan dengan optimal, maka luka
sebaiknya ditutup setelah pencucian luka selesai. Idealnya, luka ditutup
dengan perban tahan air. Namun jika ini tak tersedia, sementara waktu bisa
juga luka ditutup dengan plastik yang bersih. Namun demikian, jika tak semua
kotoran di daerah luka bisa dibersihkan, justru sebaiknya luka tak ditutup.
Penutupan luka justru akan ”menjebak” bakteri untuk berkembang biak di
daerah luka.

- Konsumsi obat anti nyeri

Jika rasa nyeri pada luka mulai terasa mengganggu, boleh


mengonsumsi untuk membantu meredakan nyeri. Obat antinyeri yang dijual
bebas - misalnya parasetamol – bisa menjadi pilihan.

6. Penanganan luka situasi bencana

- Pencegahan Risiko Situasi Darurat – Risk Emergency Situation (A)


29

- Rencana persiapan dan manajemen perawatan luka (B), (C), (D), (E)

- Langkah Evaluasi (F)

- Kolaborasi multidisiplin (G)

A. Kode A – Airway and Manajement (Bersihkan jalan napas dan manajemen


ABC – Airway Breathing Circulasi).

- Lakukan Survey Primer.

- Apabila Kode A selesai, lanjutkan pengkajian sekunder.

B. Kode B – base line wound assessment (pengkajian luka utama),

a. Dalam kondisi bencana luka akut setidaknya harus dikaji setiap 48 jam utk
melihat perkembangan penyembuhan luka dan mengevaluasi hasil dari
dressing yang digunakan.

b. Hasil pengkajian harus dilaporkan dan didokumentasikan meliputi


karakteristik luka, termasuk lokasi, bentuk, ukuran, kedalaman, tepi,
undermining (destruksi jaringan yg terjadi dibawah kulit) dan tunneling
(saluran dari suatu luka yg menghubungkan subcutan atau otot),
karakteristik jaringan nekrotik, karakteristik drainase atau eksudat, warna
kulit disekitarnya, edema jaringan perifer dan indurasi dan adanya
jaringan granulasi dan e

C. Kode C – Cleaning - Pembersihan Luka 

a. Irigasi yg tepat (menuangkan cairan ke luka) dapat secara signifikan


menurunkan risiko infeksi. 
30

b. Cairan pembersih haruskan cairan mudah digunakan dan non sitotoksik


seperti normal saline atau air keran. Membuang jaringan mati atau benda
asing, jika tdk dpt menghindari infeksi maka harus lakukan debridement.

D. Kode D - Dressing dan Dokumentasi 

a. Luka yg dirawat dengan dressing modern dan aplikasi penyerap cairan


dari penyerapan moderate sampai banyak seperti hidrokoloid, calcium
alginate, zinc cream, foam. 

b. Dokumentasi utk penilaian luka harus menjadi bagian dari kebijakan dan
prosedur.

c. pitelisasi.

E. Kode E - Evaluasi dan Transfer

a. Fase ini adalah kondisi unik tentang evakuasi, transfer antra triase dan
mengirim pasien setelah luka dibalut.

b. Pasien akan dikirim ke 3 pilihan yaitu antara basecamp, posko rumah sakit
atau RSUD.

c. Manajemen ABC harus dilakukan sebelum transport pasien.

F. Kode F - Follow Up.

a. Follow up care atau re evaluasi adalah proses utk melihat perkembangan


atau dampak dari balutan topical yang diberikan.
31

b. Perawat luka menggunakan skor indicator performance utk mengevaluasi


dan menilai perkembangan pasien terhadap outcame pasien dalam
kerangka tujuan.

c. Pengkajian ulang luka dan pengkajian adanya inflamasi atau infeksi yg


persistent adalah focus dari evaluasi yang menunjukkan bahwa luka
membaik atau memburuk.

d. Jika infeksi terjadi dan penggunaan balutan topical tdk tepat diiindikasikan
dengan adanya kegagalan perkembangan penyembuhan luka, maka rujuk
pasien ke rumah sakit.

G. Kode G - Kolaborasi dan Pendekatan Multidisiplin.

a. Jika luka bertambah buruk dan terinfeksi, surgical debridement dan


antibiotic sistemik sangat dibutuhkan utk mengatasi infeksi secara
signifikan.

b. Buatlah rujukan segera apabila menemukan luka yg membutuhkan


perawatan lebih kepada praktisi yg lebih terampil dan memiliki
pengetahuan lebih

8. Pemberdayaan Masyarakat Pada Penanggulangan Bencana


Kampung siaga bencana (KSB)

a. Dibentuknya kampung siaga bencana adalah untuk meningkatkan


kapasitas masyarakat agar lebih siap siaga untuk menghadapi kerawanan
kerentanan dan resiko bencana
32

b. Dengan diadakan kegiatan Kampung Siaga Bencana (KSB) diharapkan


meningkatkan kapasitas masyarakat lebih siap untuk menghadapi
kerentanan dan risiko bencana sehingga masyarakat yang tinggal didaerah
bencana dapat melakukan penanggulangan dengan tepat, cepat dan tanggap
dengan semangat gotong royong.

c. Dibentuknya KSB dapat meningkatkan rasa kebersamaan, kesadaran


saling andarbeni dengan saling asah dan asuh akhirnya terwujud
masyarakat ayem tentrem mulyo lan tinoto.

KSB dibentuk dengan maksud untuk memberikan perlindungan


kepada masyarakat dari ancaman dan risiko bencana dengan cara
menyelenggarakan kegiatan pencegahan dan penanggulangan bencana
berbasis masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya alam dan manusia
yang ada pada lingkungan setempat.

Tujuan KSB :

a. Memberikan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang bahaya dan


risiko bencana;

b. Membentuk jejaring siaga bencana berbasis masyarakat dan memperkuat


interaksi sosial anggota masyarakat;

c. Mengorganisasikan masyarakat terlatih siaga bencana;

d. Menjamin terlaksananya kesiapsiagaan bencana berbasis masyarakat yang


berkesinambungan; dan

e. Mengoptimalkan potensi dan sumber daya untuk penanggulangan bencana.


33

Lingkup KSB

a. Ruang lingkup peraturan ini mengatur mengenai Pembentukan KSB,


Keanggotaan Tim, Pelaksanaan Kegiatan, Kewenangan Pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, Pendanaan, Pemantauan
dan Evaluasi, Pembinaan dan Pengawasan, Pelaporan KSB.

b. KSB ditetapkan oleh bupati/walikota.

c. Masyarakat dapat mengusulkan pembentukan KSB kepada bupati/walikota.

Syarat sarat daerah KSB

a. Daerah yang akan dibentuk sebagai KSB harus memiliki kerawanan


terhadap jenis bencana tertentu; dan

b. Adanya kesiapan dan peran serta aktif masyarakat yang bermukim di


daerah rawan bencana untuk membentuk KSB.

Tata cara pembentukan KSB

a. Masyarakat di daerah rawan bencana melakukan musyawarah untuk


memilih keanggotaan Tim KSB.

b. Tim KSB mengusulkan penetapan KSB kepada bupati/walikota melalui


dinas/instansi sosial yang dilengkapi dengan rekomendasi kepala
desa/lurah dan camat setempat.

c. Bupati/walikota menetapkan nama, lokasi, dan Tim KSB.

9. Manajemen Bencana Pra-Saat-Pasca Bencana


1. Tahapan Bencana
34

a. Pra Bencana (Pra Disaster)


1) Durasi mulai saat sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan
atau impact
2) Tahap yang sangat strategis
3) Masyarakat perlu di latih tanggap terhadap bencana yang akan
menimpanya
4) Latihan pada petugas dan masyarakat akan berdampak terhadap
jumlah korban
5) Latihan yg buat masyarakat : Kemampuan minta tolong, kemampuan
menolong diri sendiri, menentukan arah evakuasi yang tepat,
memberikan pertolongan serta melakukan transfortasi.
 Peran Petugas kesehatan dalam fase Pra Disaster
a. Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang
berhubungan dengan penanggulangan ancaman bencana untuk tiap
fasenya.
b. Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah,
organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga-
lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan
simulasi persiapan menghadapi bencana kepada masyarakat.
c. Tenaga kesehatan terlibat dalam program promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang
meliputi hal-hal berikut ini:
1) Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana.
2) Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong
anggota keluarga yang lain
3) Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan nomor
telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan ambulance.
35

b. Tahapan Bencana (Impact)


Bisa terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau bahkan bulan
Contoh. Angin puting beliung, tsunami aceh dan lumpur lapindo
 Peran tenaga kesehatan pada fase Impact adalah:
a. Bertindak cepat
b. Do not promise, tenaga kesehatan seharusnya tidak menjanjikan
apapun secara pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar
pada korban selamat
c. Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan
d. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan untuk setiap kelompok
yang menanggulangi terjadinya bencana

c. Tahapan Emergency
a. Dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang pertama sampai
terjadi rekonstruksi
b. Bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan
c. Korban membutuhkan bantuan medis, awam yang terampil. Alat
evakuasi, Makanan, dan pakaian
d. Mini hospital dilapangan
 Peran tenaga kesehatan ketika fase
emergency adalah :
a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan
sehari-hari.
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan ketenaga kesehatan harian.
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS.
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian.
36

e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus


bayi, peralatan kesehatan.
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit
menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri
dan lingkungannya.
g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas,
depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi
diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia,
fatigue, mual muntah, dan
kelemahan otot).
h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat
dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal
dengan terapi bermain.
i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog
dan psikiater.
j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan
kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.

d. Tahap Rekonstruksi (Pasca bencana)


a. Mulai di bangun tempat tinggal, sarana umum, jalan atau pasar dan
tempat pertemuan umum
b. Dilakukan rekonstruksi budaya yang diharapkan kehidupan seyelah
bencana akan menjasi lebih baik.
c. Momentum buat pemerintah

 Peran tenaga kesehatan pada fase rekonstruksi adalah:


37

a. Tenaga kesehatanan pada pasien post traumatic stress disorder


(PTSD)
b. tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait
bekerjasama dengan unsur lintas sector menangani masalah kesehatan
masyarakat pasca gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan
(Recovery) menuju keadaan sehat dan aman.

2. Siklus Manajemen Bencana


a. Penanganan Darurat
yaitu upaya untuk menyelamatkan jiwa dan melindungi harta serta
menangani gangguan kerusakan dan dampak lain suatu bencana.
b. Pemulihan (recovery) adalah suatu proses yang dilalui agar kebutuhan
pokok terpenuhi
Proses recovery terdiri dari:
a) Rehabilitasi : perbaikan yang dibutuhkan secara langsung yang
sifatnya sementara atau berjangka pendek.
b) Rekonstruksi : perbaikan yang sifatnya permanen.
c. Pencegahan (prevension); upaya untuk menghilangkan atau
mengurangi kemungkinan timbulnya suatu ancaman. Namun perlu
disadari bahwa pencegahan tidak bisa 100% efektif terhadap sebagian
besar bencana
d. Mitigasi (mitigation); yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi
dampak buruk dari suatu ancaman. Misalnya: penataan kembali lahan
desa agar terjadinya banjir tidak menimbulkan kerugian besar.
e. Kesiap-siagaan (preparedness); yaitu persiapan rencana untuk
bertindak ketika terjadi (kemungkinan akan terjadi) bencana.
Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap kebutuhan-kebutuhan
dalam keadaan darurat danidentifikasi atas sumber daya yang ada
38

untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Perencanaan ini dapat


mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman.

3. Struktur Organisasi
a. Team Pendukung
Kelompok ini melakukan analisis kemungkinan-kemungkinan dari
resiko yang terjadi di Rumah Sakit. Beberapa tanggung
jawab mereka adalah:
1) Mengamankan perlengkapan rumah sakit
2) Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan setelah bencana, termasuk air
bersih, makanan dan pengobatan yang dibutuhkan.
3) Menggambar dari peta daerah tersebut lokasi dari rumah sakit serta
mengidentifikasi tempat yang aman atau yang berbahaya.
4) Mengaktifkan sistem manajemen bencana di rumah sakit
b. Team Manajemen Informasi
Bagian aktifitas dari kelompok manajemen informasi selama
bencana, adalah
1) Waspada terhadap kondisi yang mungkin bisa terjadi saat itu.
2) Menyediakan informasi dan panduan untuk pasien dan personal
rumah sakit lainnya.
3) Mengatur informasi dan menghubungkan informasi tersebut pada
setiap team pencarian, penampungan, pemadam kebakaran serta team
pendukung.
4) Memeriksa setiap pintu keluar darurat serta jalan-jalan yang saling
digunakan.
5) Kewaspadaan publik melalui media massa.
6) Memberikan list dari nomer telepon darurat untuk kepentingan pasien
yang membutuhkan.
7) Melaporkan segala akibat dari bencana
39

c. Team Pencarian
Kelompok ini bertujuan untuk pencarian dan penyelamatan pada saat dan
selama terjadinya bencana. Kegiatan utama
mereka adalah:
1) Membangun penyidikan untuk mencari korban dan yang terjebak
2) Melakukan observasi dari kerusakan di daerah tersebut dan mencegah
orang untuk masuk di daerah tersebut
3) Memindahkan dan mengevakuasi yang cedera dari tempat yang
berbahaya ke tempat yang aman.
d. Team Penampungan Sementara
Kelompok ini termasuk penempatan tenda, tempat penampungan
sementara atau tenda darurat setelah bencana. Beberapa aktifitas mereka
adalah:
1) Melakukan list kondisi fisik dari setiap pasien untuk mengidentifikasi
siapa
diantara mereka yang membutuhkan perawatan lebihdalam kondisi
emergency.
2) Mengidentifikasi list dari pasien yang mana tidak membutuhkan
bantuan yang darurat.
3) Menyediakan asisten atau bantuan pada yang terluka, terutama pada
orang yang membutuhkan bantuan alat-alat kesehatan
4) Menyediakan alat-alat kesehatan seperti alat-alat kesehatan yang steril,
pelayanan kesehatan dan peralatan medis yang bisa dimobiliasikan.
5) Kebutuhan emergency bagi pasien termasuk suplai air dan distribusi
makanan dan obatobatan diantara pasien dan yang terluka.
6) Menyediakan tempat penampungan bagi korban, pasien maupun yang
terluka pada daerah yang aman
e. Team Pemadam Kebakaran
Kemungkinan untuk terjadinya kebakaran ketika terjadi bencana adalah
40

sangat tinggi, kelompok pemadam kebakaran mempunyai tugas sebagai


berikut:
1) Memeriksa gedung rumah sakit akan kemungkinan terjadinya
kebakaran
2) Menyiapkan panduan untuk keamanan dari terjadinya kebakaran
3) Menyediakan sistem penanggulangan terjadinya kebakaran di Rumah
Sakit ketika bencana
4) Melatih secara perseorangan untuk menjadi team pemadam kebakaran
dan menyarankan mereka untuk tenang ketika terjadi kebakaran
5) Melakukan evakuasi di Rumah Sakit apabila terjadi kebakaran
f. Team Pemulihan
Bagian dari team pemulihan adalah:
1) Pemulihan jangka panjang dan membantu menstabilkan kondisi rumah
sakit
2) Melakukan pelayanan kesehatan ulang di rumah sakit
3) Menyediakan bantuan fisik dan psikologis pada pasien, korban yang
terluka dan pada mereka yang kehilangan anggota keluarganya.
g. Team Rekonstruksi
Bagian dari tanggung jawab team rekonstruksi adalah
1) Mempertimbangkan area yang rusak dari rumah sakit
2) Merekonstruksi struktur kerusakan yang ada di Rumah Sakit
3) Pembangunan jangka panjang dari gedung

10. Managemen Bencana Berdasarkan Karakteristik Bencana


A. Tujuan Manajemen Bencana:
1. Mencegah kehilangan jiwa
2. Mengurangi penderitaan manusia
41

3. Memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai aspek


resiko
4. Mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan
sumber ekonomis.

B. Definisi Manajemen bencana


Managemen bencana adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek
perencanaan dan penanganan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah
terjadi bencana mencakup pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap
darurat dan pemulihan.
Paradigma baru penanggulangan atau manajemen bencana yang
berkembang saat ini menekankan terhadap pentingnya pemahaman bencana
dalam pembangunan, manajemen terpadu penanganan bencana,
mengembangkan mitigasi bencana berbasis masyarakat dan mengelola
bencana dengan otonomi daerah.
C. Karakteristik Bencana Alam
1. Gempa Bumi
a) Teori tektonik lempeng : bumi terdiri dari berbagai lempeng yang
saling bergerak satu sama lain.
b) Efek gempa bumi terhadap suatu komunitas masyarakat umumnya
dapat ditinjau dari kerusakan bangunan dan banyaknya korban.
Kerusakan bangunan yang ditimbulkan gempa sangat bergantung pada
beberapa parameter, yaitu:
a. Jarak terhadap pusat gempa
b. Kedalaman pusat gempa
c. Besaran gempa
d. Lama getaran gempa
e. Banyaknya frekuensi getaran tanah
f. Kondisi geologi dan tanah setempat
42

g. Kelenturan, kekuatan dan kesatuan bangunan itu sendiri


c) Mitigasi
a. Membuat peta-peta daerah rawan gempa bumi.
b. Identifikasi tempat-tempat yang retak/pergeseran
c. Identifikasi terhadap resiko yang mungkin yang mungkin terjadi
akibat gempa bumi.
d. Setiap bangunan di rencanakan sesuai dg karakteristik gempa bumi
yang ada.
e. Masyarakat di bekali pengetahuan tentang karakteristik bahaya
gempa dan tindakan yg dapat mengurangi kerugian akibat bencana
gempa
2. Tsunami
a) Gelombang panjang yang timbul karena adanya perubahan dasar laut
atau perubahan badan air yang terjadi secara tiba-tiba dan impulsif,
akibat gempabumi, erupsi volkanik, longsoran bawah laut atau
runtuhan gunung es, atau bahkan akibat terjangan benda-benda
angkasa ke permukaan laut.
b) Mitigasi
a. Membuat penghalang atau peredam gelombang.
b. Peredaman gelombang secara alami dapat dilakukan dengan
membangun kawasan penyangga (buffer zone) di kawasan pesisir
dengan vegetasi pantai, seperti hutan pantai atau mangrove.
c. Penghalang gelombang buatan seperti konstruksi pemecah ombak
(breakwater) dan dinding pantai (seawall), dapat dibangun
meskipun umumnya memerlukan biaya yang lebih mahal.
d. Pembangunan sistem peringatan dini
e. Peringatan dini perlu dilakukan dengan melibatkan partisipasi
masyarakat setempat
3. Letusan Gunung Api
43

a) Gunungapi (volcano) adalah suatu bentuk timbulan di permukaan


bumi, yang dapat berbentuk kerucut besar, kerucut terpancung, kubah
atau bukit, akibat oleh adanya penerobosan magma ke permukaan
bumi.
b) ini dilakukan untuk menghasilkan informasi tingkat aktivitas
gunungapi dalam 4 (empat) tingkatan, yaitu aktif normal, waspada,
siaga, dan awas
1) Level tingkatan bahaya gunungapi di Indonesia.
2) Level I Aktif Normal Kegiatan gunungapi berdasarkan pengamatan
dari hasil visual, kegempaan dan gejala volkanik lainnya tidak
memperlihatkan adanya kelainan.
3) Level II Waspada Terjadi peningkatan kegiatan berupa kelainan yang
tampak secara visual atau hasil pemeriksaan kawah, kegempaan dan
gejala volkanik lainnya.
4) Level III Siaga Peningkatan semakin nyata hasil pengamatan
visual/pemeriksaan kawah, kegempaan dan metoda lain saling
mendukung. Berdasarkan analisis, perubahan kegiatan cenderung
diikuti letusan.
5) Level IV Awas Menjelang letusan utama, letusan awal mulai terjadi
berupa abu/asap. Berdasarkan analisis data pengamatan, segera akan
diikuti letusan utama

4. Longsoran
a) Longsoran (landslide) merupakan pergerakan masa batuan dan/atau tanah
secara grafitasional yang dapat terjadi secara perlahan maupun tiba-tiba.
Longsoran dapat terjadi secara alami maupun dipicu oleh adanya ulah
manusia.
44

Longsoran secara umum selalu menepati intensitas kejadian yang paling


banyak, serta dapat terjadi secara bersamaan dengan bencana alam geologi
lainnya, seperti gempabumi dan letusan gunungapi
b) Mitigasi
1) Penghijauan lereng atau lahan, pengaturan drainase air, pemberian
perkuatan lereng, dan masih banyak lagi beberapa aktifitas lainnya.
2) Mengindari mendirikan rumah tinggal lerenglereng yang curam, di tepi
tebing atau bahkan di bawah suatu tebing yang terjal.
3) Pengetahuan masyarakat yang cukup akan potensi bencana alam atau
bahaya longsoran.
4) Mengetahui tanda-tanda umum dan menyebarkan informasi akan terjadi
longsoran

c) Tanda-tanda umum yang harus diwaspadai akan adanya longsoran antara


lain:
- Lapisan tanah yang searah kemiringan lereng
- Curah hujan yang tinggi
- Curah hujan tidak tinggi tetapi terus-menerus dalam waktu lama
- Susunan tanah atau batuan yang lolos air di atas yang kompak dan
relatif kedap air
- Rembesan air pada lereng atau munculnya mata air baru secara tiba-tiba
- Munculnya tetakan pada lereng dan retakan-retakan di lereng yang
sejajar dengan arah tebing.
- Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan
11. Emergency Response Plan
Sistem penanganan tanggap darurat/bencana yang terintegrasi antara
beberapa departemen mencakup diantaranya HRD, keamanan, kesehatan,
termasuk K3 untuk menanggulangi kejadian bencana secara menyeluruh,
terencana efektif & efisien.
45

A. Kedaruratan
Suatu keadaan yang harus ditangani dengan segera dan
tindakan yang luar biasa akibat terjadinya suatu kejadian dan ikutannya
yang dapat mengancam nyawa, harta benda, jam kerja/sumber
penghasilan dan kesejahteraan masyarakat/pekerja.

Keadaan Darurat Menurut OHSAS 18001:2007 klausul 4.4.7 Emergency


Preparedness and Response (Persiapan Tanggap Darurat).

1. Kebakaran yang tidak mampu dipadamkan Regu Pemadam Kebakaran


Perusahaan dalam waktu singkat.
2. Peledakan spontan pada tangki, bin, silo, dan sebagainya
3. Kebocoran gas/cairan/bahan material berbahaya lainnya dalam sekala
besar dan tidak bisa diatasi dalam waktu singkat.
4. Bencana alam di lingkungan Perusahaan (Banjir, Gempa Bumi, Angin
Ribut, Gunung Meletus, dsb).
5. Terorisme (Ancaman Bom, Perampokan)
6. Demonstrasi/Unjuk Rasa/Huru-hara di dalam/di luar lingkungan
Perusahaan
7. Kecelakaan /Keracunan Massal.

B. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (UU 24/2007
tentang Penanggulangan Bencana).
3 Masalah Krusial Saat Terjadinya Kedaruratan Atau Bencana
1. Waktu = Terbatas, singkat.
46

2. Kebutuhan = Luar biasa, diluar kebutuhan rutin.


3. Koordinasi = Memerlukan kolaborasi antar departemen/lembaga
dan pihak luar.

Bentuk Sistem Komando Penanganan Darurat / Bencana Tingkat Kantor /


Sekolah / Ponpes.

Satu kesatuan upaya terstruktur dalam satu komando yang digunakan


untuk mengintegrasikan kegiatan penanganan darurat secara efektif dan
efisien dalam mengendalikan ancaman/penyebab bencana dan
menanggulangi dampak pada saat keadaan darurat bencana (Peraturan Kepala
BNPB No 3 tahun 2016 tentang Sistem Komando Penanganan Darurat
Bencana).

C. Incident Commander/Ketua
1. Menentukan dan memutuskan Kebijakan Tanggap Darurat Perusahaan
2. Mengajukan anggaran dana yang berkaitan dengan sarana dan
prasarana tanggap darurat Perusahaan.
3. Mengundang partisipasi seluruh karyawan untuk melangsungkan
latihan tanggap darurat di lingkungan Perusahaan.
4. Menjadwalkan pertemuan rutin maupun non-rutin Tim Tanggap
Darurat.
5. Menyusun rencana pemulihan keadaan darurat Perusahaan.
D. Personil ERP
1. Deputy IC/Wakil Ketua
a. Membuat laporan kinerja Tim Tanggap Darurat.
b. Melakukan pemantauan kebutuhan dan perawatan sarana dan
prasarana tanggap darurat Perusahaan.
47

c. Melaksanakan kerja sama dengan pihak terkait yang berkaitan


dengan tanggap darurat Perusahaan.
d. Membantu tugas-tugas Ketua apabila Ketua berhalangan

2. Floor warden/Captain
Adalah petugas lantai yang bertanggung jawab memimpin
para karyawan dilantainya bila terjadi keadaan darurat.

Tugas:

a. Memahami Prosedur Evakuasi, Tanggap Darurat, Pintu Darurat,


Assembly Area dan tehnik berkomunikasi.
b. Memahami letak dan tata cara pemakaian APAR, sistem alarm,
ketentuan evakuasi.
c. Memastikan seluruh karyawan disektornya telah memahami
Prosedur Evakuasi yang telah ditetapkan
d. Saat keadaan darurat, memandu semua karyawan di lantainya,
evakuasi melalui tangga darurat ke tempat aman (Assembly Area)
e. Memastikan bahwa seluruh karyawan di lantainya telah
f. meninggalkan tempat berbahaya.
3. Meeting Point Warden
Adalah petugas yang bertanggung jawab memimpin para FW
untuk mengumpulkan karyawan yang menjadi tanggung jawabnya di
titik kumpul.

Tugas:

- Memastikan FW dan Petugas Evakuasi memandu

karyawan dan tamu ke titik kumpul.

- Menerima laporan FW dan PE.


48

- Berkoordinasi dan memerintahkan tim First Aid dan Damkar untuk


bekerja bila dibutuhkan.
- Berkoordinasi dengan Petugas Komunikasi, Logistik dan
Transportasi.
4. First AID/Pertolongan Pertama
a. Melaksanakan tindakan P3K.
b. Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana
P3K di lingkungan Perusahaan kepada Koordinator, Wakil
maupun Ketua Tim Tanggap Darurat.
c. Melaporkan kepada Koordinator ataupun wakil Unit Tanggap
Darurat jika terdapat korban yang memerlukan tindakan medis
lanjut pihak ke tiga di luar Perusahaan.

5. Petugas Pemadam Kebakaran


a. Melangsungkan pemadaman kebakaran menggunakan semua sarana
pemadam api di lingkungan Perusahaan secara aman, selamat dan
efektif.
b. Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana
pemadam api di lingkungan Perusahaan kepada Koordinator, Wakil
maupun Ketua Tim Tanggap Darurat.
6. Petugas Evakuasi
a. Memimpin prosedur evakuasi secara aman, selamat dan cepat.
b. Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan prasarana
evakuasi di lingkungan Perusahaan kepada Meeting Point Warden,
Wakil maupun Ketua Tim Tanggap Darurat.
c. Melaporkan adanya korban tertinggal, terjebak ataupun terluka
kepada Regu P3K/First Aid, Koordinator maupun wakil Tim
Tanggap Darurat.
49

7. Logistic
Mengakomodasi kebutuhan umum tanggap darurat (makanan,
minuman, pakaian, selimut, pakaian).
8. Transportasi
Mengakomodasi sarana transportasi darurat dari dalam/luar
lingkungan Perusahaan.
9. Penghubung/caraka
Internal
a. Memantau perkembangan penanganan kondisi darurat dan
menjembatani komunikasi antar regu Unit Tanggap Darurat.\
b. Memastikan alur komunikasi antar regu Unit Tanggap Darurat
dapat dilangsungkan secara baik dan lancar.
Eksternal
a. Memantau seluruh informasi internal dan mengakomodasi
informasi/pemberitaan untuk pihak luar.
b. Menghubungi pihak eksternal terkait untuk kepentingan
tanggap darurat (Kepolisian/Damkar/BPBD/PMI/Warga).
10. Security/Keamanan
Melaksanakan tindakan keamanan internal maupun eksternal
selama berlangsungnya tanggap darurat Perusahaan.
E. Prosedur-Prosedur Dalam Situasi Darurat Atau (Masing-masing
dibuatkan Protap-protapnya)
1. Penyelamatan diri
2. Evakuasi
3. Berkumpul di titik kumpul
4. Pemadaman awal kebakaran
5. Pertolongan pertama
6. Lockdown
7. Komunikasi
50

F. Emergency Response Plan


Dokumen ERP paling tidak memuat:
1. Hazards, Risiko & upaya pengurangan risiko
2. Sistem komando penanganan darurat/bencana à terdapat ERT
3. Skenario kejadian & asumsi dampak`
4. Protap tindakan darurat
5. Rantai dan alur komunikasi darurat

Simulasi

Prinsip:

1. Berbasis skenario yang real.


2. Direncanakan
3. Dinilai
4. Dievaluasi
5. Masukan revisi untuk ERP

12. Pencegahan Penyakit Dan Promosi Kesehatan Pada Penaggulangan


Bencana
A. Promosi Kesehatan
1. Pengertian Promosi Kesehatan

Aktifitas komunikasi informasi yang menitikberatkan pada upaya untuk


meningkatkan perilaku mempelajari keterampilan dan pemberdayaan diri
sedemikian rupa sehingga mampu melakukan tindakan yang memungkinkan
untuk mengurangi resiko bahaya bencana.

2. Fungsi Promosi Kesehatan


a. Mengurangi permasalahan dalam menyiapkan kelompok rawan jika
terjadi bencana, menurunkan dampak bagi korban terkena dampak.
51

memodifiksai kesiapan (preparedness) komunitas terancam untuk


menghadapi bencana.
b. Perancangan program belum disusun dan dilakukan secara sistematis
3. Tujuan Promosi Kesehatan
a. Promosi kesehatan dilakukan untuk mengajak dan melibatkan orang-
orang dalam aktifitas untuk mencegah, Persiapan dan untuk merespon
bencana sehingga akan mampu secara signfikan mengurangi risiko,
meningkatkan kemampuan dan menurunkan dampak terhadap kesehatan
b. Meningkatkan Partisipasi Warga
4. Metode Promosi Kesehatan

focus group discussion (FGD) adalah diantara metode yang baik dan
bisa dengan cepat menyerap informasi

B. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Pola Dan Jenis Penyakit Ketika Bencana


1. Kerumunan manusia korban bencana dalam jumlah besar dan waktu yang
pendek
2. Interaksi dengan populasi asing di tempat pengungsian
3. Penurunan daya tahan tubuh korban bencana akibat tekanan fisik dan
psikis
4. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung
5. Tidak berfungsinya sistem pelayanan kesehatan
6. Terputusnya upaya-upaya sebelumnya dalam pengendalian penularan
penyakit menular
7. Berkembangnya faktor-faktor baru penularan penyakit dalam lingkungan
spt kondisi fisik , biologi (vektor), kimia (zat radioaktif)

C. Penyakit-Penyakit Saat Bencana


1. Diare
52

2. Infeksi akut saluran pernapasan


3. Campak
4. Ditempat-tempat endemis: malaria, TB Paru

Kasus Yang Sering Terjadi

Bencana alam yang merusak sarana system sanitasi dan air bersih dapat
menimbulkan potensi penyakit yang dapat ditularkan melalui media air
(water-borne diseases) seperti ISPA dan diare

Langkah-Langkah dalam Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular

1. Pemahaman tentang faktor-faktor lingkungan dan populasi yang akan


terkena penyakit
2. Pola transmisi lengkap dengan karakteristik organisme penyakit
3. Masalah yang memperberat: mobilitas tinggi populasi
4. Surveilans penyakit
5. Kesiapan menghadapi epidemi
6. Pengendalian dan pencegahan efektif penularan penyakit
7. Manajemen kasus penderita penyakit
Langkah-Langkah Persiapan Sebelum Bencana
1. Pelatihan tenaga kesehatan dalam mengidentifikasi dan manajemen
penyakit
2. penyakit menular yang diperkirakan akan muncul ketika bencana
3. Persiapan sarana prasarana diagnostik, pengobatan dan langkah-langkah
kesehatan lingkungan
4. Menggiatkan sistem surveilans kesehatan, melaksanakan protokol
manajemen informasi penyakit-penyakit
5. Membangkitkan kesiagaan masyarakat tentang penyakit menular yang
diperkirakan akan terkena bencana

Pengkajian Cepat (Rapid Assessment)


53

1. Tahap awal pasca bencana, kondisi kedaruratan mencuat, informasi

simpang siur, saling susul, berubah-ubah, tidak lengkap  harus segera


dibuat putusan  disesuaikan dengan perkembangan kondisi

2. Berkonsultasi dengan pemerintah/jajaran administrasi setempat dan


organisasi bantuan yang lain
3. Hasil pengkajian disebarkan kepada pihak-pihak terkait  persiapan
mobilisasi ketenagaan dan sumber daya lain

Pengkajian Rinci

1. Setelah ada informasi dan data  pengkajian rinci  perencanaan


menyeluruh dan terfokus
2. Informasi rinci adl penting: data beban penyakit menular dan faktor2
penyerta, trauma psikologis
3. Hasil pengkajian rinci  dikomunikasikan kepada organisasi2 terkait 
dapat berpartisipasi, berkoordinasi dan mengisi kekurangan2

Penentuan Pencapaian, Objektif dan Strategi Pengendalian

1. Sasaran terakhir: mengidentifikasi risiko dan mencegah mortalitas


berlebih di kalangan korban bencana dengan cara mencegah dan
mengelola letupan penyakit menular.

2. Langkah preventif mungkin dapat mencegah hampir semua mortalitas


melalui penurunan insiden penyakit  langkah2 yang dilakukan belum
tentu berhasil mencegah terjadinya letupan penyakit

3. Pencapaian
Mencegah morbiditas dan mortalitas berlebih akibat penyakit menular
4. Objektif
54

5. Menurunkan angka kasar kematian menjadi angka kematian sebelum


bencana
6. Menurunkan insiden diare dalam 1 bulan sampai mencapai angka seperti
sebelum bencana (fase darurat)
7. Pengobatan berhasil menyembuhkan 85% penderita TB paru yang
terdeteksi diantara para pengungsi (fase pasca darurat)

Strategi

1. Rencana kegiatan yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan melalui


proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah gabungan.
2. Rencana kegiatan disusun sesuai tahap-tahap situasi kedaruratan
3. Kegiatan terfokus pada penyakit-penyakit yang berpotensi menunjukkan
angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

13. Perlindungan Tenaga Kesehatan Pada Saat Bencana


Perlindungan Dan Perawatan Bagi Petugas Kesehatan Saat Bencana
1. Pengaruh bencana yang terjadi tiba-tiba tidak hanya menyebabkan banyak
kematian, tetapi juga gangguan sosial besar-besaran dan kejadian luar
biasa (KLB) penyakit epidemi, serta kelangkaanbahan pangan sehingga
orang yang selamat sepenuhnya bergantung pada bantuan luar
2. Pengamatan sistematis yang dilakukan terhadap pengaruh bencana alam
pada kesehatan manusia menghasilkan berbagai kesimpulan, baik tentang
pengaruh bencana pada Kesehatan maupun tentang cara yang paling
efektif untuk menyediakan bantuan kemanusiaan.
55

3. faktor-faktor umum itu dapat digunakan untuk mengoptimalkan


pengelolaan bantuan kemanusiaan bidang kesehatan dan mengoptimalkan
sumber daya yang ada, poin-poin berikut harus diperhatikan :
1) Terdapat hubungan antara tipe bencana dan pengaruhnya terhadap
kesehatan
2) Sebagian pengaruh bencana merupakan ancaman yang potensial,
bukan ancaman yang dapat dihindari, terhadap kesehatan.
3) Tidak semua risiko kesehatan yang potensial dan actual pasca
bencana akan terjadi diwaktu yang bersamaan.
4) Kebutuhan makanan, tempat tinggal sementara, dan layanan
kesehatan dasar saat bencana biasanya tidak menyeluruh.
5) Perang sipil dan konflik menimbulkan kumpulan masalah kesehatan
masyarakat tersendiri dan kendala-kendala operasional.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


Tentang Kesehatan

1. Pasal 27

1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum


dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya

2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban


mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki
56

3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah

2. Pasal 29 :
Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam
menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih
dahulu melalui mediasi.

3. Pasal 53
1) Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan
penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga
2) Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan
masyarakat
3) Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding
kepentingan lainnya

4. Pasal 55
1) Pemerintah wajib menetapkan standar mutu pelayanan kesehatan
2) tandar mutu pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah

Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan Pada Saat Bencana seperti Covid-


19

1. Pasal 28 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum. Hal ini serupa dengan Pasal 5
ayat (1) UU No. 39/1999 tentang HAM yang juga menyebutkan bahwa
57

setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan
memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan
martabat kemanusiaannya di depan hukum
2. Sehubungan dengan gugus tugas penanganan percepatan Covid-19, maka
Pemerintah memiliki kewajiban memberikan pengayoman dan mejamin
hak-hak tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan termasuk di
dalamnya adalah imbalan dan jaminan atas keselamatan dan kesehatan
selama bertugas

3. Secara Preventif untuk menjamin perlindungan terhadap masyarakat,


Pemerintah memang telah mengeluarkan kebijakan terkait Penanganan
Covid-19, di antaranya; Keppres No. 2/2020 tentang Gugus Tugas
Percepatan Penganganan Covid-19, dan Permenkes No. 9/2020 tentang
pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan
Penanganan Covid-19.

4. Secara Represif untuk menjamin hak tenaga kesehatan, Pemerintah


menerbitkan kebijakan, di antaranya; Kepmenkes No. HK.
01.07/MENKES/278/2020 tentang Pemberian Insentif dan Santunan
Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Covid-19, dan
Kepmenkes No. HK. 01.07/MENKES/215/2020 tentang Pemanfaatan Dana
Alokasi Khusus Bidang Kesehatan untuk Pencegahan dan Penanganan
Covid-19 Tahun Anggaran 2020.

Menurut Steven J. Heyman, perlindungan hukum memiliki tiga elemen pokok:

1) Perlindungan hukum terkait dengan kedudukan/keadaan individu, yang


berarti kedudukan individu sebagai orang bebas dan warga negara.

2) Perlindungan hukum terkait dengan hak-hak substantif, yang berarti hukum


mengakui dan menjamin hak individu atas untuk hidup, kebebasan, dan
kepemilikan.
58

3) Pengertian paling dasar dari perlindungan hukum adalah terkait


penegakkan hak (the enforcement of right), yaitu cara khusus di mana
pemerintah mencegah tindakan pelanggaran terhadap hak-hak substantif,
memperbaiki, dan memberikan hukuman atas pelanggaran tersebut

Perlindungan hukum bagi warga negara dari tindakan pemerintahan pada


prinsipnya memiliki tujuan sebagai berikut:

1) Perlindungan hukum dalam rangka menjamin terpenuhinya hak-hak warga


negara.

2) Perlindungan hukum dalam rangka mencegah terjadinya tindakan yang


merugikan hakhak warga negara.

3) Perlindungan hukum menyediakan akses bagi warga negara untuk


menghentikan tindakan pelanggaran, mendapatkan ganti kerugian atau
tindakan pemulihn atas pelanggaran haknya.

4) Perlindungan hukum dalam menjamin trsedianya ganti kerugian


atautindakan pemulihan terhadap hak warga negara yang telah dirugikan.

Kendala Tenaga Kesehatan Dalam Memperoleh Jaminan Keselamatan Dan


Kesehatan Kerja Pada Saat Terjadi Bencana Seperti Covid-19

1. Pasal 6 huruf a UU No. 24/2017 tentang Penanggulangan Bencana


menyebutkan bahwa dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana,
Pemerintah bertaggugjawab terhadap perlindungan masyarakat dari dampak
bencana. Pandemi Covid-19 adalah merupakan salah satu bencana global
yang dihadapi seluruh dunia termasuk Indonesia, sehingga sebagai orang yang
diberikan tugas mengatasi pandemi ini, tenaga kesehatan layak untuk
diberikan jaminan kesehatan dan keselamatan guna mencapai pembangunan
59

kesehatan. Jika dikaitkan dengan Pasal 82 ayat (1) UU No.36/2009 tentang


Kesehatan yang berbunyi bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan
pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan
pada bencana, maka dalam pandemi ini Pemerintah juga harus menjamin
tersedianya alat-alat yang menunjang keselamatan dan kesehatan kerja bagi
tenaga kesehatan.

Penggunaan Alat Pelindung Diri Untuk Mencegah Penyakit Infeksius Pada


Tenaga Medis Dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

1. Di era pandemi COVID-19 ini, penggunaan alat pelindung diri (APD)


sangatlah penting untuk menurunkan risiko penularan penyakit infeksius
pada tenaga medis karena dapat menghindarkan kontak dengan patogen. Hal-
hal yang perlu diketahui tenaga medis terkait APD adalah jenisnya, cara
melepaskan, dan bagaimana meningkatkan kepatuhan tenaga medis dalam
menggunakan APD.

2. Terdapat berbagai penyakit sangat infeksius yang bisa menyebabkan


pandemi, seperti penyakit virus Ebola, severe acute respiratory
syndrome (SARS), influenza, dan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
akibat infeksi virus Corona 2019-nCoV yang sedang merebak saat ini

3. Penyakit-penyakit sangat infeksius tersebut dapat menular melalui kontak


dengan droplet batuk maupun bersin penderita, kontak dengan darah dan
cairan tubuh penderita, needle stick injury, bahkan kontak dengan benda-
benda yang sudah terkontaminasi patogen. oleh karena itu penggunaan APD
(personal protective equipment)  memegang peranan penting dalam
melindungi tenaga medis

Jenis Alat Pelindung Diri


60

1. Baju Pelindung

2. Pelindung Mata

3. Masker

4. Sarung Tangan dan Sepatu Boot

5. Modifikasi Bentuk APD

Cara Penggunaan Alat Pelindung Diri

Teknik Penggunaan Alat Pelindung Diri

1. Sebelum menggunakan alat pelindung diri, petugas melepaskan seluruh


perhiasan yang dikenakan termasuk jam tangan.

2. Inspeksi kondisi alat pelindung diri, memastikan ukurannya sesuai dengan


tubuh petugas dan tidak ada kerusakan pada alat

3. Lakukan cuci tangan (hand hygiene)

4. Kenakan sepatu

5. Kenakan sarung tangan (dalam)

6. Kenakan baju pelindung dan buat agar lengan baju menutupi pergelangan
sarung tangan dalam

7. Kenakan masker N95.

8. Kenakan hood

9. Kenakan apron

10. Kenakan sarung tangan luar yang biasanya memiliki pergelangan lebih
panjang

11. Kenakan pelindung wajah


61

12. Evaluasi kelengkapan

Self-Contamination Saat Proses Melepaskan Alat Pelindung Diri

Penularan penyakit tetap bisa terjadi walaupun petugas sudah


mengenakan alat pelindung diri yang sesuai standard. Hal ini diduga sebagai
akibat self-contaminating saat proses melepaskan alat pelindung diri (doffing).
Oleh karena itu, prosedur pelepasan harus dilakukan secara seksama dan
sesuai dengan urutan yang benar. Prosedur pelepasan APD harus dilakukan di
area khusus doffing, dipandu oleh seorang supervisor terlatih

Teknik Melepaskan Alat Pelindung Diri

1. Lakukan cuci tangan (hand hygiene) dengan tetap menggunakan sarung


tangan

2. Robek apron di bagian leher kemudian gulung ke bagian depan dan bawah

3. Lakukan cuci tangan. Cuci tangan dilakukan setiap selesai melepaskan 1


jenis atribut alat pelindung diri

4. Lepaskan pelindung kepala-leher

5. Lepaskan pelindung mata dengan memegang tali di bagian belakang

6. Lepaskan masker dengan menarik bagian tali bawah di belakang melewati


kepala ke bagian depan. Dilanjutkan dengan melepaskan tali bagian atas

7. Lepaskan boot cover. Lalu, lepaskan sepatu boot tanpa menyentuh dengan


tangan

8. Lepaskan sarung tangan dalam

9. Lakukan cuci tangan di akhir prosedur


62

Manfaat Pelatihan Khusus Penggunaan Alat Pelindung Diri

Pelatihan khusus cara penggunaan alat pelindung diri (APD) memiliki


manfaat menurunkan kontaminasi dari 60% menjadi 18,9% menurut sebuah
penelitian di 4 rumah sakit di Ohio. Penurunan kontaminasi dilaporkan
menetap selama pengamatan di bulan pertama dan ketiga tanpa pelatihan
ulang.

Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam Menghadapi Pandemi


COVID-19

a. Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 di


Ruang Rawat Inap, IGD, dan Kamar Operasi
b. Tenaga kesehatan yang merawat langsung pasien COVID-19 perlu
menggunakan alat pelindung diri sebagai berikut:

1. Masker bedah

2. Gaun

3. Sarung tangan

4. Pelindung mata (goggles)

5. Pelindung wajah (face shield)

6. Penutup kepala

7. Sepatu pelindung

Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 di


Area Triase

Tenaga kesehatan yang bertugas di area triase hanya perlu menggunakan


masker bedah. Walau demikian, perlu dipastikan bahwa tenaga kesehatan di
63

area triase hanya melakukan skrining awal tanpa kontak langsung dan
membatasi jarak dengan pasien minimal 1 meter.

Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 di


Ruang Rawat Jalan

Tenaga kesehatan yang melakukan pemeriksaan fisik pada pasien dengan gejala
infeksi saluran napas perlu menggunakan alat pelindung diri sebagai berikut:

1. Masker bedah

2. Gaun

3. Sarung tangan

4. Pelindung mata

5. Pelindung wajah

6. Pelindung kepala

7. Sepatu pelindung

Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 di


Laboratorium

1. Masker respirator N95

2. Gaun

3. Sarung tangan

4. Pelindung mata

5. Pelindung wajah

6. Pelindung kepala
64

7. Sepatu pelindung

Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 untuk


Tenaga Kebersihan

1. Masker bedah

2. Gaun

3. Sarung tangan tebal

4. Pelindung mata

5. Pelindung kepala

6. Sepatu pelindung

Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 di


Ambulans

Tenaga kesehatan yang mengantar pasien dicurigai atau terkonfirmasi COVID-19


ke RS rujukan perlu menggunakan alat pelindung diri sebagai berikut:

1. Masker bedah

2. Gaun

3. Sarung tangan

4. Pelindung mata

5. Pelindung kepala

6. Sepatu pelindung

14. Penanganan Bencana Komprehensif Pada Berbagai Kasus “TSUNAMI”


Definisi Bencana
65

Bencana adalah suatu kejadian peristiwa atau rangkaian peristiwa yang


mengancam dan menggaggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh factor alam dan/atau factor non alam maupun factor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Daerah rawan
bencana yaitu suatu daerah yang memiliki resiko tinggi terhadap suatu bencana
akibat kondisi geografis, geologis, dan demografi serta akibat ulah manusia.

Jenis Kegiatan Atau Penanggulangan Pasca Bencana


Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan public
atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana
dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara pedoman
teknis xxiv penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana wajar semua
aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.

Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,


kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, social dan budaya, tegaknya hokum dan ketertiban,
dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.

Jenis- Jenis Kegiatan Waspada Bencana


 Mitigasi adaklah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi bencana.
 Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna.
66

 Penilaian resiko adalah suatu evaluasi terhadap semua unsur yang


berhubungan dengan pengenalan bahaya serta dampaknya terhadap
lingkungan tertentu.

Bencana Tsunami
Menurut Sugito (2008), Tsunami adalah ombak yang terbentuk akibat adanya
gempa bumi, gempa laut, gunung meletus, atau hantaman meteor dilaut.
Tsunami sering dianggap sebagai gelombang air pasang. Hal ini terjadi karena
pada saan mencapai daratan, gelombang tsunami lebih menyerupai air pasang
yang tinggi dari pada menyerupai ombak biasa yang mencapai pantai secara
alami oleh tiupan angin.

Dampak Bencana Tsunami


Besarnya energi gelombang tsunami mampu mencapai 10% dari energi gempa
pemicunya. Sebagai contoh gempa dengan kekuatan mencapai 9.0 SR akan
menghasilkan energi yang setara dengan lebih dari 100.000 kali kekuatan bom
atom Hiroshima, Jepang. Terjadinya bencana tsunami dapat mengakibatkan
korban meninggal karena tenggelam, terseret arus, terkubur pasir, terhantam
serpihan atau puing, dan lain-lain. Atau secara fisik tsunami juga dapat
menimbulkan kerusakan pada rumah tinggal, bangunan pantai, prasarana lalu
lintas (jalan kereta, jalan raya dan pelabuhan), suplai air, listrik, dan alat
komunikasi. Akhirnya tsunami akan merusak sektor perikanan, pertanian,
kehutanan, bahkan hingga pariwisata (Sugito, 2008).

Faktor-Faktor Meningkatkan Dampak Risiko Bencana Tsunami


Menurut Sugito (2008), karakteristik bentuk pantai dapat mempengaruhi
tingkat risiko bencana tsunami. Kawasan teluk merupakan kawasan yang
memiliki risiko dampak bencana yang lebih besar karena adanya konsentrasi
energi tsunami yang dihasilkan oleh bentuk pantai, bentuk dasar laut wilayah
67

pantai, sudut kedatangan gelombang, dan bentuk depan gelombang tsunami


yang datang ke arah pantai. Akibatnya karakteristik bentuk pantai ini
mempengaruhi tinggi gelombang, panjang gelombang dan luas daratan yang
terkena sapuan gelombang tsunami.

Fungsi Manajemen
 Untuk mempelajari masa depan dan membuat rencanarencana kegiatan (to
plan).
 Untuk menyusun struktur organisasi, menempatkan orang-orang dan membagi
hasil kerja sesuai dengan bidang tugasnya (to organize).
 Untuk mengatur dan membuat staf melakukan pekerjaannya (to command).
 Untuk mempersatukan dan mengkorelasikan semua aktivitas (to coordinate).
 Untuk melihat agar segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan (to control).

Proses Manajemen
 Griffin (2002) menyebutkan dalam proses manajemen biasanya tidak terjadi
dalam suatu cara yang rapi dan teratur, langkah demi langkah melainkan
proses manajemen dapat dilakukan secara bersamaan atau bahkan tidak
berurutan.
 Manajemen Bencana (Disaster Management)
1. Manajemen Diri dari Risiko Bencana (Self Management of Disaster Risk)
2. Manajemen Risiko Bencana Berbasis Masyarakat (Community Based Disaster
Risk Management)
3. Proses Manajemen Risiko Bencana Berbasis Masyarakat

Definisi Tsunami
gempa bumi di laut, tumbukan benda besar/cepat di laut, angin ribut, dan lain
sebagainya. Sunami sangat berbahaya karena bisa menyapu bersih pemukiman
68

warga dan menyeret segala isinya ke laut lepas yang dalam. Tsunami yang
besar bisa membunuh banyak manusia dan makhluk hidup yang terkena
dampak tsunami.

Penyebab Terjadi Tsunami


Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan
sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi,longsor maupun
meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi
bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh
gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.

Perubahan Fungsi Lahan Pasca Tsunami


 Tataguna lahan merupakan gabungan beberapa kawasan yang menjadi suatu
lingkungan penunjang kehidupan manusia. Tataguna lahan terdiri dari
beberapa kawasan yaitu kawasan pemukiman, kawasan pertanian, kawasan
perkebunan, kawasan pertanian, kawasan terbuka hijau, kawasan
perdagangan, kawasan perindustrian, dan kawasan perairan.
 fungsi lahan karena faktor eksternal merupakan perubahan yang disebabkan
oleh manusia pada suatu tataguna lahan seperti perubahan kawasan pertanian
menjadi kawasan pemukiman. Sedangkan perubahan karena faktor internal
adalah perubahan tataguna lahan yang diakibatkan oleh alam tersebut, seperti
terjadinya bencana alam. Perubahan tataguna lahan yang terjadi pada pesisir
Aceh Tahun 2004 termasuk perubahan tataguna lahan karena faktor internal
karena perubahan tataguna lahan tersebut disebabkan oleh bencana alam
gempa dan gelombang tsunami.

Penanganan Bencana Komprehensif Pada Berbagai Kasus “TANAH


LONGSOR”
69

Tanah longsor adalah proses perpindahan massa batuan (tanah) akibat gaya
berat (gravitasi). Longsor terjadi karena adanya gangguan kesetimbangan gaya
yang bekerja pada lereng, yaitu gaya penahan dan gaya peluncur. Gaya
peluncur dipengaruhi oleh kandungan air, berat massa tanah itu sendiri berat
beban bangunan. Ketidakseimbangan gaya tersebut diakibatkan adanya gaya
dari luar lereng yang menyebabkan besarnya gaya peluncur pada suatu lereng
menjadi lebih besar daripada gaya penahannya, sehingga menyebabkan massa
tanah bergerak turun (Naryanto, 2011; Naryanto et al., 2016).

Faktor Utama Terjadi Tanah Longsor


1. Faktor pengontrol adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi material itu
sendiri seperti kondisi geologi, kemiringan lereng, litologi, sesar dan kekar
pada batuan.
2. Faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut
seperti curah hujan, gempabumi, erosi kaki lereng dan aktivitas manusia
(Naryanto, 2013; Naryanto, 2017)..

Jenis Tanah Longsor


1. Longsoran Translasi
2. Longsoran Rotasi
3. Pergerakan Blok
4. Runtuhan Batu
5. Rayapan Tanah
6. Aliran Bahan Rombakan

Faktor Penyebab Bencana Longsor


1. Kelerengan
2. Batuan dan Tanah/ Pelapukan Batuan
3. Retakan Batuan
4. Jenis Tanah
5. Curah Hujan
6. Geologi

Tipologi Kawasan Rawan Bencana Longsor


70

1. Zona Tipe A
Zona berpotensi longsor pada daerah lereng gunung, lereng pegunungan,
lereng bukit, lereng perbukitan, dan tebing sungai dengan kemiringan lereng
lebih dari 40%, dengan ketinggian di atas 2000 meter di atas permukaan laut.
2. Zona Tipe B
Zona berpotensi longsor pada daerah kaki gunung, kaki pegunungan, kaki
bukit, kaki perbukitan, dan tebing sungai dengan kemiringan lereng berkisar
antara 21% sampai dengan 40%, dengan ketinggian 500 meter sampai dengan
2000 meter di atas permukaan laut.
3. Zona Tipe C
Zona berpotensi longsor pada daerah dataran tinggi, dataran rendah, dataran,
tebing sungai, atau lembah sungai dengan kemiringan lereng berkisar antara
0% sampai dengan 20%, dengan ketinggian 0 sampai dengan 500 meter di
atas permukaan laut.

Risiko Bencana Longsor


Risiko bencana adalah gabungan antara kerentanan dan ancaman serta adanya
pemicu dari suatu bencana. Ancaman merupakan hal yang tetap karena
menjadi bagian dari proses alami perkembangan pembangunan, kerentanan
merupakan hal yang tidak tetap karena dapat diminimalisir kejadiannya
dengan meningkatkan kemampuan atau kapasitas dalam menghadapi bencana.
(Hamida & Widyasamratri, 2019)

Penanganan Bencana Komprehensif Pada Berbagai Kasus “GEMPA”

Definisi Gempa
Gempa Bumi atau seisme banyak diartikan sebagai getaran atau gun-cangan
yang timbul di permukaan bumi yang terjadi karena adanya per-gerak-an
lempeng bumi. Gempa bumi juga diartikan sebagai suatu pergeseran lapisan
secara tiba-tiba yang berasa dalam bumi. Karena gempa bumi dikatakan
bersumber dari dalam bumi atau lapisan bawah bumi berarti gempa bumi
adalah getaran pada kulit bumi yang disebabkan oleh kekuatan dari dalam
bumi. Getaran gempa biasa dinyatakan dalam skala richter. Ilmuwan yang
mempelajari tentang gempa bumi disebut seismologist dan alat yang
digunakan sisemologist untuk mengukur setiap getaran yang terjadi disebut
siesmograf.
71

Penyebab Terjadi Gempa


 Gempa bumi banyak disebabkan oleh gerakan-gerakan lempeng bumi. Bumi
kita ini memiliki lempeng-lempeng yang suatu saat akan bergerak ka-rena
adanya tekanan atau energi dari dalam bumi. Lempeng-lempeng tersebut bisa
bergerak menjauh (divergen), mendekat (konvergen) atau melewati
(transform).
 Gempa bumi juga dapat disebabkan oleh manusia sendiri. Seperti yang
disebabkan oleh peledakan bahan peledak yang dibuat oleh manusia. Selain
itu juga pembangkit listrik tenaga nuklir atau senjata nuklir yang dibuat oleh
manusia juga dapat menimbulkan guncangan pada permukaan bumi sehingga
terjadi gempa.
 Gempa bumi bukan hanya disebabkan oleh pergerakan lempeng tetapi juga
disebabkan oleh cairan magma yang ada pada lapisan bawah kulit bumi.
Magma dalam bumi juga melakukan pergerakan. Pergerakan tersebut yang
menimbulkan penumpukan massa cairan. Cairan tersebut akan terus bergerak
hingga akhirnya menimbulkan energi yang kuat yang memaksa cairan ter-
sebut untuk keluar dari dalam kulit bumi. Energi tersebut menimbulkan kulit
bumi mengalami pergerakan divergen sebagai saluran untuk cairan tersebut
keluar. Pergerakan tersebut yang mengakibatkan terjadinya gempa bumi

Macam- Macam Gelombang Gempa


 Gelombang Longitudinal (Gelombang Primer)
 Gelombang Transversal (Gelombang Sekunder)
 Gelombang Panjang (Gelombang Permukaan)

 Klasifikasi Gempa Bumi


 Berdasarkan Penyebabnya : Gempa Tektonik, Gempa Vulkanik, Gempa
Runtuhan
 Berdasarkan Kedalaman Hiposentrum : Gempa Dangkal, Gempa Menengah,
Gempa Dalam
 Berdasarkan Jarak Episentrum : Gempa Setempat, Gempa Jauh, Gempa
Sangat Jauh
 Berdasarkan Bentuk Episentrum :Gempa Sentral, Gempa Linier
 Berdasarkan Letak Episentrum : Gempa Laut, Gempa Darat.

Karakteristik Gempa Bumi


 Berlangsung dalam waktu yang sangat singkat
72

 Lokasi kejadian tertentu


 Akibatnya dapat menimbulkan bencana
 Berpotensi terulang lagi
 Belum dapat diprediksi
 Tidak dapat dicegah, tetapi akibat yang ditimbulkan dapat dikurangi.

Disaster Majemen Gempa Bumi


1. Mitigasi
2. Kesiapsiagaan
3. Saat Gempa (Langkah Penyelamatan Diri)
4. Pasca Gempa (Pemulihan dan Waspada)
5. Response
6. Recovery

Peran Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Bencana


Menurut Solway (2004), tujuan pemerintah daerah dalam penanggulangan
bencana melalui pembentukan BPBD meliputi hal-hal sebagai berikut.
 Mengidentifikasi orang dan wilayah yang rentan bencana dalam lingkup
kabupaten.
 Memastikan bahwa semua anggota masyarakat menyadari potensi dampak
bencana alam.
 Membagikan saran dan panduan praktik yang baik kepada masyarakat untuk
mitigasi bencana.
 Menjaga hubungan dengan para pejabat yang bertanggung jawab dalam
perencanaan, kesehatan, dan kesejahteraan dengan mengeluarkan peringatan
atau sistem pengendalian massa dan kebakaran.
 Memastikan bahwa anggota masyarakat menerima pelatihan first aid atau
pertolongan pertama yang sesuai.
 Melaksanakan program pendidikan dan penyadaran masyarakat melalui
kegiatan yang bekerja sama dengan sekolah-sekolah setempat.
 Mengidentifikasi rute evakuasi dan lokasi tempat yang aman serta lokasi
pengungsi.
Sehubungan dengan tanggung jawab tersebut, pemerintah daerah memiliki
wewenang dalam penanggulangan bencana sebagai berikut:
 Merumuskan kebijakan penanggulangan bencana di wilayahnya.
 Menentukan status dan tingkat keadaan darurat.
 Mengerahkan potensi sumber daya di wilayahnya.
73

 Menjalin kerjasama dengan daerah lain.


 Mengatur dan mengawasi penggunaan teknologi yang berpotensi
menimbulkan bencana.
 Mencegah dan mengendalikan penggunaan sumber daya alam yang
berlebihan.
 Menunjuk komandan penanganan darurat bencana.
 Melakukan pengendalian bantuan bencana.
 Menyusun perencanaan, pedoman dan prosedur penyelenggaraan
penanggulangan bencana.

Tanggung jawab serta kewenangan tersebut di atas menunjukkan bahwa


pemerintah daerah memegang peran dalam sistem penanggulangan
bencana. Peran tersebut meliputi 5 (lima) aspek sebagai berikut :
 Aspek legislasi
 Aspek kelembagaan
 Aspek perencanaan
 Aspek pendanaan
 Aspek pengembangan kapasitas
74
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bencana alam adalah konsekuesi dari kombinasi aktivitas
alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah
longsor) dan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan manusia, akibat
kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan
kerugian dalam bidang keuangan dan strukural, bahkan sampai kematian.
Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah
atau menghindari bencana dan daya tahan mereka.
Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk
bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan
individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi
mengakhiri peradaban umat manusia.
Banyak masalah yang berkaitan dengan bencana alam.
Kehilangan dan kerusakan termasuk yang paling sering harus dialami
bersama datangnya bencana itu. Harta benda dan manusia terpaksa harus
direlakan, dan itu semua bukan masalah yang mudah. Dan juga
terhambatnya laju perekonomian daerah tersebut.
B. Saran
Masyarakat yang sudah paham mengenai kesiapsiagaan
menghadapi bencana gampa bumi, tsunami, banjir bandang dll, yang
berupa pengetahuan dan sikap terhadap risiko gempa bumi, tsunami, banjir
bandang, dll, rencana tanggap darurat terhadap bencana gempa bumi,
tsunami, banjir bandang dll, system peringatan bencana gempa bumi,
tsunami, banjir bandang, dll dan dan kemampuan mobilisasi sumber daya
dapat menyebar luaskan atau memberi tahu kepada kepala keluaga maupun
anggota masyarakat yang lain.

75
DAFTAR PUSTAKA

https://classroom.google.com/c/MTQ0NjI4MDA3NDA1

76

Anda mungkin juga menyukai