Anda di halaman 1dari 26

RESUME

Resume Pertemuan 1-14

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu

Mata Kuliah Kep. Bencana I

Dibuat Oleh :

Nama : Amenda Puspa Fauziah

NIM : C1AA17016

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpa
han Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan te
pat pada waktunya. Dalam makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantu
an dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama meng
erjakan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh kar
ena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat memban
gun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan maka
lah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Sukabumi, 12 Febuari 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Keperawatan Bencana


Definisi bencana yaitu peristiwa atau rangkaian peristiwa akibat fenomena alam &/
akibat ulah manusia yang menimbulkan gangguan kehidupan dan penghidupan manusia
disertai kerusakan lingkungan dan menyebabkan ketidak berdayaan potensi dan infrastruktur
setempat serta memerlukan bantuan dari kabupaten/propinsi lain atau dari pusat dan/ negara
lain dengan menanggalkan prosedur rutin. (DepKes).
Klasifikasi Bencana Menurut Sumber dan Waktunya Yaitu :
Menurut Sumber Dibagi Menjadi 3 Yaitu :

1. Bencana alam. diantaranya seperti gunung meletus, tsunami, dan gempa bumi serta
tanah longsor.

2. Bencana yang disebabkan oleh manusia. Contohnya seperti terorisme, hutan yang
sengaja dibakar, kebakaran rumah dan lain sebagainya.

3. Bencana multi-faktor, yaitu bencana yang sebabnya kompleks.

Adapun waktu muncul bencana terdiri dari 2 waktu, mendadak dan perlahan lahan.
Indonesia merupakan salah satu negara kepulawan terbesar di dunia, oleh sebab itu
bencana marak terjadi di Indonesia sehingga dijuluki negara 1001 bencana, adapun dampak
yang dihasilkan oleh bencana pun beragam, seperti terjadinya kematian, penyakit yang tidak
terduga, kerusakan fasilitas hingga kerusakan lainnya.
Definisi managemen bencana yaitu Manajemen bencana merupakan serangkaian
kegiatan yang dilasanakan dalam rangka usaha pencegahan, mitigasi kesiapsiagaan, tanggap
darurat, dan pemulihan yang berkaitan dengan kejadian bencana. Adapun kegiatan kegiatan
manajemen bencana yaitu pencegahan, mitigasi, kesiapan, peringatan dini, tanggap darurat,
bantuan darurat, pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.
Prinsip Prinsip Bencana
1. Komprehensif

o Kegiatan yang mencakup segala fase dan seimbang 

 Integratif

o Memadukan berbagai sistem yang berjalan

 Pendekatan thd segala risiko bahaya


o Memeriksa berbagai skala potensi bahaya yang mungkin dan mengenal
berbagai konsekuensi umum setiap jenis bencana

 Pendekatan manajemen risiko yang sistematik

o Menentukan berbagai opsi penanggulangan risiko

 Perencanaan kelangsungan usaha

 Pelayanan kesehatan harus terus berlangsung dlm berbagai kondisi

 Mo-nev (monitoring-evaluasi) berkelanjutan

o Memantau interaksi dinamis antara masyarakat, ancaman dampak, dan sistem


penanggulangan 

 Kooperasi & koordinasi

o Seluruh sektor terkait bekerjasama (termasuk korban bencana), saling


mendukung & berkoordinasi untuk mencapai hasil yg sinergistik

 Berbasis pada informasi teknis dari para ahli yg akurat

o Merupakan dasar pengambilan keputusan dan rencana aksi yang adekuat

Upaya Untuk Mencegah Terjadinya Bencana Yaitu :

1. Pencegahan (prevention) : Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana


(jika mungkin dengan meniadakan bahaya). Misalnya : - Melarang pembakaran hutan
dalam perladangan - Melarang penambangan batu di daerah yang curam.

2. Mitigasi : Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui


pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana (UU 24/2007) Bentuk mitigasi : Mitigasi struktural (membuat
chekdam, bendungan, tanggul sungai, rumah tahan gempa, dll.) Mitigasi non-
struktural (peraturan perundangundangan, pelatihan, dll).

3. Kesiapsiagaan : Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana


melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna
(UU 24/2007).

4. Peringatan Dini : Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin


kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang (UU 24/2007).
5. Tanggap Darurat (response) : Upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian
bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa
penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.

6. Bantuan Darurat (relief) : Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan


dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa : - pangan, - sandang - tempat tinggal
sementara - kesehatan, sanitasi dan air bersih.

7. Pemulihan (recovery) : Proses pemulihan darurat kondisi masyarakat yang terkena


bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula.

8. Rehabilitasi (rehabilitation) : Upaya langkah yang diambil setelah kejadian bencana


untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas
sosial penting, dan menghidupkan kembali roda perekonomian.

9. Rekonstruksi (reconstruction) : Program jangka menengah dan jangka panjang guna


perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat
pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya.

B. Sistem Penanggulangan Bencana Terpadu Terintegritas


Dengan SPGDT
SPGDT adalah rangkaian penyelamatan pada saat pra intra dan pasca bencana
pelayanan pasien gawat darurat yang saling terkait dilaksanakan di tingkat pra RS, intra RS
dan antar RS. Berpedoman pada respon Time yang menekankan Time Saving is Limb
Saving, yang melibatkan masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan
ambulans gawat darurat dan komunikasi. Harapannya  dalam penanganan korban dapat
mempercepat waktu penanganan korban.

Prediksi bencana Pada 5 (lima) Tahun Mendatang :

 Bencana semakin meningkat dengan adanya permasalahan : fenomena geologi yang


semakin dinamis, perubahan iklim yang semakin ekstrim, peningkatan degradasi
lingkungan, demografi yang tidak terkelola dengan baik.

 Berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia tahun 2013, jumlah penduduk yang
terpapar oleh potensi bencana adalah sebanyak 205 juta jiwa.

 Secara geografis Indonesia terletak pada rangkaian cincin api yang membentang
sepanjang lempeng Pasifik yang merupakan lempeng tektonik paling aktif di dunia.
 Indonesia memiliki lebih dari 500 gunungapi dengan 127 di antaranya berstatus aktif.

Fase Kejadian Bencana :

1. NON DISASTER (interdisaster Phase) ; Periode waktu di antara satu bencana dengan
bencana berikutnya.

2. PREDISASTER (Preimpact Phase) ; Bencana belum terjadi tapi info ttg bencana
sudah cukup.  “early warning system” telah berfungsi.

3. IMPACT (Impact Phase) ; bencana sedang terjadi dan komunitas  mengalami


dampaknya secara langsung. 

4. EMERGENCY (Post impact Phase) ; Terlihatnya respon komunitas terhadap


bencana.  

5. RECONTRUCTION (Recovery Phase) ;  Restorasi infrastruktur & kembalinya


motivasi untuk meneruskan hidup.

Pre-Hospital Service

 PRINSIP ; mendekatkan fasilitas kesehatan ke tempat kejadian cedera/bencana untuk


memaksimalkan the golden hour.

 BENTUK ; Pelayanan ambulan gawat darurat 24 jam.

 INDIKATOR MUTU : respon time.

Ebp Pre-Hospital Service

 48% Dari semua pasien yang memerlukan ambulance pada rentang usia > 66 tahun.

  Sebagian besar panggilan ke pusat ambulance oleh orang lain, selain pasien sendiri
(82%).

 Data dispacher 46% dari semua pasien yang membutuhkan ambulance langsung.

 Hanya 8% dari semua panggilan ambulance yang berpotensi menghilangkan nyawa.

 65 % membutuhkan rs rujukan.

Lingkum bantuan yaitu pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana

System komando musibah masal Pada setiap bencana atau musibah masal harus ada
komandan lapangan. Yang menjadi komandan utama di lapangan tergantung dari jenis dan
tempat bencana. Pada umumnya komandan ini akan berasal dari Kepolisian. Di daerah
militer, komandan adalah militer setempat atau di pelabuhan, komandan adalah syahbandar
atau kepala pelabuhan udara.

Area di daerah bencana yaitu :


 Area 1 : daerah kejadian ( Hot Zone )

     Daerah terlarang, kecuali untuk petugas penyelamat (rescue) yang sudah mamakai alat
proteksi yang sudah benar dan sudah mendapat izin masuk dari komandan di area ini karena
area ini Masih sangat berbahaya.

 Area 2 : daerah terbatas ( Warm Zone )

     Di luar area 1, hanya boleh dimasuki petugas khusus, seperti tim kesehatan,dekontaminasi
petugas ataupun pasien. Pos komando utama dan sektor kesehatan harus ada pada area ini.

 Area 3 : daerah bebas ( Cold Zone )

     Di luar area 2. Tamu, wartawan, masyarakat umum dapat berada di zone ini karena
jaraknya sudah aman. Pengambilan keputusan untuk pembagian area itu adalah  secara
komando.

Klasifikasi korban bencana yaitu :

 Prioritas utama atau prioritas tertinggi ( Warna merah ) Ada gangguan A-B-C. Contoh
adalah penderita sesak ( gangguan airway ) , Cervikal-spine injury,pneumothorax,
perdarahan hebat,shock,hypotermi.warna merah

 Prioritas sedang ( Warna kuning ) tanpa gangguan A-B-C, Tanpa gangguan ABC
tetapi akan menjadi buruk bila tidak diatasi atau di tinggalkan.ditinggalkan. Contoh
adalah patah tulang paha, luka bakar tanpa gangguan Airway.

 Prioritas rendah ( Warna Hijau ) Contoh adalah penderita dengan luka tidak berdarah
lagi atau patah tulang lengan atau tangan,ABC tidak ada masalah.

 Bukan prioritas (sudah meninggal) (Warna hitam )

Penderita gawat darurat dan klasfikasinya yaitu Penderita gawat darurat adalah penderita
yang terancam kematian dan kecacatan jika tidak segera mendapatkan bantuan pertolongan.
Critical ill Patient = perlu pertolongan segera karena terancam jiwanya (kondisi gawat).
Emergency Patient = perlu pertolongan segera (darurat) dengan kemungkinan terancam
jiwanya (gawat) atau mungkin tak ada ancaman jiwa.

Kehidupan penderita gawat darurat tergantung pada Airway Tidak ada sumbatan,
Ventilasi Terpenuhi, Sirkulasi Tidak Terganggu, Neurologis Normal, Cara Ekstrikasi,
Evakuasi & Transportasi dilakukan secara tepat. Three modls of dead cause trauma TAHAP
PERTAMA ; terjadi dalam detik-menit & sudah terjadi kerusakan organ permanen. TAHAP
KEDUA ; Kematian terjadi setelah beberapa jam TAHAP KETIGA ; Kematian terjadi dalam
beberapa hari-minggu, karena infeksi atau gagal multi organ dll.

Faktor penyebab resiko akibat bencana yaitu :

 POLITIS ; kebijakan, sistem pengaturan, organisasi, dana, upaya preventif & promosi.

 EKONOMIS ; Perilaku “membandel” masyarakat miskin sbg kelompok resiko tinggi.


 SOSIAL BUDAYA ; sikap pasrah, tidak waspada, perilaku unsafety.

 Bencana sulit diprediksi kapan terjadi, jenis dan besarnya.

C. Etika dan hukum dalam penanganan bencana


Definisi etika dan hukum yaitu Etika dibuat masyarakat atau kelompok profesi
dengan membuat standar. Bila terjadi pelanggaran akan di berikan tuntunan. Sedangkan
hukum Hukum dibuat oleh negara sebagai undang2 atau ketentuan pemerintah. Bila terjadi
pelanggaran terdapat  sangsi sebagai tuntutan hukum.

Prinsip yang mempengaruhi etika klinik

 Autonomy : seseorang mempunyai hak untuk memilih pelayanan kesehatan bagi


dirinya.

 Beneficence : ketentuan untuk memberikan sesuatu yg terbaik untuk klien.

 Nonmaleficence : ketentuan dalam memberikan pelayanan menghindarkan hal-hal yang


buruk.

 Justice : ketentuan dalam memberikan penanganan yang sama pada setiap orang tidak
memilih/ membeda-bedakan

Aspek legal pada masalah kesehatan yaitu : UU Kesehatan, Hukum Pidana dan perdata,
Hukum khusus (Negara), Perpres, Kep Men, Kode Etik, Standar profesi, Standar operating
procedure

Prinsip penanggulangan bencana menurut UU no 24 tahun 2007 :

1. Cepat dan Tepat : Yang dimaksud dalam prinsip ini adalah bahwa dalam
penanggulangan bencana harus cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan.
Keterlambatan dalam penanganan akan meningkatkan dampak baik dari segi material
maupun korban jiwa.

2. Prioritas : Yang dimaksud dengan prioritas adalah apabila terjadi bencana, kegiatan
penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan
kegiatan manusia.

3. Koordinasi dan keterpaduan : Prinsip koordinasi adalah Penanggulangan bencana


didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Prinsip keterpaduan
adalah penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang
didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.

4. Berdaya guna daan berhasil guna : Bahwa dalam memberikan pertolongan pada korban
bencana alam perlu memperhatikan aspek waktu, tenaga dan biaya.

5. Transparansi dan akuntabilitas : Penanggulangan bencana harus dilakukan secara


terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan secara etik dan hukum.

6. Kemiteraan : Penangggulangan bencana tidak hanya difokuskan pada tugas pemerintah,


tetapi harus melibatkan peran serta lembaga/organisasi lain dan masyarakat luas.

7. Pemberdayaan : Merupakan upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk


mengetahui, memahami dan melakukan langkah – langkah antisipasi, penyelamatan
dan pemulihan bencana. 
8. Non diskriminatif : Tindakan penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan
yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apapun.

9. Non proletisi : Larangan menyebarkan agama atau keyakinan dalam keadaan darurat
bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.

Kebijakan penanganan bencana diatur dalam :

 UU no 36 th 2009 tentang Kesehatan

 Keppres no 3 th 2001 ttg BAKORNAS PBP

 Keppres no 111 th 2001 ttg perubahan atas Keppres no 3 th 2001

Dasar kebijakan bencana sector kesehatan

1. UU RI no 24 th 2007 ttg Penanggulangan Bencana

2. Kep Menkes RI no 448/Menkes/ SK/VI/1993 ttg pembentukan tim kesehatan


penanggulangan korban bencana disetiap RS

3. Kep Menkes RI no 28/ Menkes/SK/ 1/1995 ttg petunjuk pelaksanaan umum


penanggulangan medik korban bencana

4. Kep Menkes RI no 205 / Menkes/ SK/ III/1999 ttg petunjuk pelaksanaan permintaan
dan pengriman bantuan medik di RS rujukan saat bencana

5. Kep Menkes RI no 876/Menkes/ SK/ XI/2006 ttg kebijakan dan strategi nasional
penanggulangan krisis dan masalah kesehatan
D. Konsep Dan Model Triage Bencana Dimasa Pandemi Covid-19
Triage adalah Peningkatan pasien yang datang pada unit gawat darurat yang diberikan
tidak dapat diprediksi dengan sangat akurat. Namun hanya sebagian tertentu dari pasien yang
melakukan membutuhkan pertolongan penyelamatan hidup atau kondisi medis yang
mendesak, sebagian lain hanya perlu diberikan obat dan perawatan dapat dilanjutkan di
rumah (Grossmann et al., 2018; Schellein et al, ).

Model CTAS

 CTAS: The Canadian Emergency DepartmentTriage & Acuity Scale (CTAS). 5 Level
CTAS.

 Level 1 Pasien dengan kategori ini 98%harus segera ditangani oleh dokter.

 Level 2 Pasien dengan kategori ini 95% harus ditangani oleh dokter dalam waktu 15
menit.

 Level 3 Pasien dengan kategori ini 90% harus ditangani oleh dokter dalam waktu 30
menit.

 Level 4 Pasien dengan kategori ini 85% harus ditangani oleh dokter dalam waktu 60
menit .

 Level 5 Pasien dengan kategori ini 80% harus ditangani oleh dokter dalam waktu 120
menit.

Level CTAS

 LevelI 1 : Resuscitation. Tidak responsif, tanda vital tidak ada / tidak stabil, dehidrasi
parah dan gangguan pernapasan parah membutuhkan segera intervensi agresif.

 LevelI Emergent. Kondisi yang berpotensi mengancam anggota tubuh atau fungsi,
membutuhkan intervensi medis yang cepat atau tindakan yang didelegasikan. Waktu
untuk penilaian dokter / wawancara ≤ 15 menit.
 Level III Urgent.Kondisi yang berpotensi berkembang menjadi masalah serius yang
membutuhkan intervensi darurat . Dapat dikaitkan dengan ketidaknyamanan yang
signifikan atau mempengaruhi kemampuan untuk bekerja dan kegiatan hidup sehari-
hari. Waktu ke dokter ≤ 30 menit.

 Level IV Less Urgent (Semi urgen). Kondisi yang berkaitan dengan usia pasien,
kesulitan, potensi kerusakan atau komplikasi akan mendapat manfaat dari intervensi
atau jaminan dalam 1-2 jam). Waktunya ke dokter ≤ 1 jam.

 Level V Tidak Mendesak No Urgent.Kondisi yang mungkin akut tetapi tidak


mendesak serta kondisi yang mungkin menjadi bagian dari masalah kronis dengan
atau tanpa bukti kerusakan. Investigasi atau intervensiuntuk beberapa penyakit atau
cedera ini dapat ditunda atau bahkan dirujuk ke rumahsakit atau sistem perawatan
kesehatanlain.Waktunya ke dokter ≤ 2 jam.

Manchester triage scale Ciri khas MTS adalah identifikasi sindrom pasien yang datang ke
unit gawat darurat diikuti oleh algoritma untuk mengambil keputusan. Berdasarkan keluhan
utama pasien, ditetapkan 52 algoritma contohnya algoritma trauma kepala, dan algoritma
nyeri perut. Dalam tiap algoritma ada diskriminator yang menjadi landasan pengambilan
keputusan, diskriminator tersebut adalah kondisi klinis yang merupakan tanda vital seperti
tingkat kesadaran, derajat nyeri, dan derajat obstruksi jalan nafas.

ESI

 Prioritas 1 (label biru) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang mengancam


jiwa  sehingga membutuhkan tindakan penyelematan jiwa yang segera. Parameter
prioritas 1 adalah semua gangguan signifikan pada ABCD. Contoh prioritas 1 antara
lain, cardiac arrest, status epilptikus, koma hipoglikemik dan lain-lain.

 Prioritas 2 (label merah) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang berpotensi


mengancam jiwa atau organ sehingga membutuhkan pertolongan yang sifatnya segera
dan tidak dapat ditunda. Parameter prioritas 2 adalah pasien-pasien haemodinamik
atau ABCD stabil dengan penurunan kesadaran tapi tidak sampai koma (GCS 8-12).
Contoh prioritas 2 antara lain, serangan asma, abdomen akut, luka sengatan listrik dan
lain-lain.

 Prioritas 3 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang membutuhkan evaluasi yang


mendalam dan pemeriksaan klinis yang menyeluruh. Contoh prioritas 3 antara lain,
sepsis yang memerlukan pemeriksaan laboratorium, radiologis dan EKG, demam
tifoid dengan komplikasi.

 Prioritas 4 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang memerlukan satu macam


sumber daya perawatan IGD. Contoh prioritas 4 antara lain pasien BPH yang
memerlukan kateter urine, vulnus laceratumyang membutuhkan hectingsederhana.

 Prioritas 5 (label putih) merupakan pasien-pasien yang tidak memerlukan sumber


daya. Pasien ini hanya memerlukan pemeriksaan fisik dan anamnesis tanpa
pemeriksaan penunjang. Pengobatan pada pasien dengan prioritas 5 umumnya peroral
atau rawat luka sederhana. Contoh prioritas 5 antara lain, common cold, acne.

Definisi EWS National Early Warning Score adalah sistem penilaian  kumulatif yang
menstandarkan penilaian tingkat  keparahan penyakit akut, Skor dihitung dengan
menggunakan tanda vital  pasien, Menunjukkan tanda-tanda awal pemburukan, Digunakan di
semua rumah sakit.

Prinsip triage :

Selection of  Problem 

 berdasarkan masalah klinik yg dihadapi korban misalnya masalah Airway, Breathing


dan Circulation. 

 Bantuan individual pada korban dg urutan prioritas bantuan : A dulu baru B.

Selection of People

 Mendahulukan korban dgn harapan hidup tinggi.

 Kategori gawat darurat dianggap Hopeless, dan akan dibantu terakhir.

 Biasanya dalam keadaan bencana masal dengan korban yang cukup banyak.
E. Organisasi Penanganan Bencana di Indonesia
Menurut UU bencana no 24 tahun 2007, Indonesia membuat badan penanggulangan
bencana, yang disingkat BNPB 
(Badan Nasional Penanggulangan Bencana) – setingkat Menteri
BPBD tingkat I
(Badan Penaggulangan Bencana Daerah TkI)
BPBD tingkat II
(Badan Penanggulangan Bencana Daerah Tk II)

Dasar penanganan bencana dari sector kesehatan

1. UU RI no 24 th 2007 ttg Penanggulangan Bencana

2. Kep Menkes RI no 448/Menkes/ SK/VI/1993 ttg pembentukan tim kesehatan


penanggulangan korban bencana disetiap RS

3. Kep Menkes RI no 28/ Menkes/SK/ 1/1995 ttg petunjuk pelaksanaan umum


penanggulangan medik korban bencana

4. Kep Menkes RI no 205 / Menkes/ SK/ III/1999 ttg petunjuk pelaksanaan permintaan
dan pengriman bantuan medik di RS rujukan saat bencana

5. Kep Menkes RI no 876/Menkes/ SK/ XI/2006 ttg kebijakan dan srategi nasional
penanggulangan krisis dan masalah kesehatan

Tugas BNPB

a. Memberikan pedoman pengarahan thd usaha penanggulangan bencana yg mencakup


pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi secara
adil dan merata.

b. Menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana


berdasarkan peraturan perundang-undangan.

c. Menyampaikan informasi kepada masyarakat.

d. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada presiden setiap


sebulan sekali dalam kondisi normal dan pd setiap saat dlm kondisi darurat bencana.

e. Menggunakan dan mempertanggung jawabkan sumbangan/ bantuan nasional dan


internasional.

f. Mempertanggung jawabkan penggunaan anggaran yg diterima dari anggaran


pendapatan dan belanja negara.

g. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dgn peraturan perundang-undangan.


h. Menyusun pedoman pembentukan Badan PB daerah.

Depkes pada penanggulangan bencana

 Tugas dan kewenangan Depkes adalah merumuskan kebijakan, memberikan standar


dan arahan serta mengkoordinasikan penanganan krisis dan masalah kesehatan lain
baik dalam tahap sebelum, saat dan sesudah bencana.

 Depkes secara aktif membantu mengkoordinasikan bantuan kesehatan yg diperlukan


oleh daerah yg mengalami situasi krisis dan masalah kesehatan lainnya.

F. Survilance bencana
Definisi survilence bencana Surveilans adalah kegiatan “analisis” yang sistematis dan
berkesinambungan melalui kegiatan pengumpulan dan pengolahan data serta penyebar luasan
informasi untuk pengambilan keputusan dan tindakan segera. Tujuan survilance bencana
yaitu mengurangi jumlah kematian, rasiko kematian dan kecacatan, mencegak penyakit
menular, mengatasi kesehatan lingkungan

Suevilance kejadian penyakit

 Deteksi dini

 Mencermati kecenderungan penyakit (secular trend)

 Identifikasi perubahan faktor agent dan host

 Deteksi perubahan penyelenggaraan pelayanan kesehatan

Peran survilance

 Pengendalian penyakit menular KLB

 Mempelajari riwayat alamiah penyakit, gambaran klinis, dan epidemiologi sehingga


dapat disusun program pencegahan dan penanggulangannya

 Mendapatkan data dasar penyakit dan faktor risiko, sehingga dapat diteliti
kemungkinan pencegahan dan penanggulangan, dan program nantinya dapat
dikembangkan

Membangun system survilance bencana

1. Sistem sangat tergantung situasi bencana yang mana

2. Substansi sangat tergantung situasi bencana yang mana


3. Proses surveilans berlaku umum (pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi,
penyebar luasan informasi untuk respon secara dini)

Kegiatan survilance bencana

 Analisis Data Pelayanan Pengobatan

 Analisis Data Faktor Risiko

 Laporan Berkala Situasi Darurat

 Laporan Berkala Upaya Penanggulangan

 Laporan Masyarakat

 Hasil Wawancara

Prioritas kajian awal

 Perkembangan Penyakit Potensial KLB

 Makanan & Gizi

 Imunisasi

 Air, Sanitasi, dan Musim

 Status Pelayanan Kesehatan Darurat, termasuk sistem surveilans yang ada

 Ekonomi, Sosial, Politik, Keamanan, Transportasi, Komunikasi

Pengungsi kelompok rentan

 Bayi dan Anak Balita

 Orang Tua (sendiri)

 Keluarga dengan KK wanita

 Ibu Hamil dan Melahirkan

Membangun pos kesehatan Pos kesehatan di lokasi pengungsi adalah sarana kesehatan
sementara yang diberi tanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar untuk
masyarakat yang bertempat tinggal di lokasi pengungsi dan sekitarnya

Tujuannya untuk memulihkan dan meningkatkan kesehatan masyarakat di lokasi


pengungsi dan sekitarnya serta terselenggaranya pelayanan rawat jalan, pelayanan kesehatan
ibu dan anak, kesehatan reproduksi lainnya termasuk KB, pelayanan kesehatan jiwa dan
psikososial, pelayanan gizi, kesehatan lingkungan dan terselenggaranya pemantauan dan
pencegahan penyakit menular di lokasi pengungsi

Kegiatan yg dilakukan di pos kesehatan antara lain ;

 Pengumpulan data kesakitan penyakit yang diamati dan kematian melalui pencatatan
harian kunjungan rawat jalan (form BA-3 dan BA-6);

 Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat, pengolahan data kesakitan menurut
jenis penyakit dan golongan umur per minggu (form BA-4);

 Pembuatan dan pengiriman laporan (form BA‐5 dan BA‐7).

Kegiatan yg dilakukan di puskesmas antara lain :

 Pengumpulan data kesakitan penyakit-penyakit yang diamati dan data kematian


melalui pencatatan harian kunjungan rawat jalan dan rawat inap Pos Kesehatan yang
ada di wilayah kerja (form BA-3, BA-6);

 Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat;

 Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan usia dan tempat tinggal
per minggu (form BA-4);

 Pembuatan dan pengiriman laporan (form BA‐5 dan BA‐7).

Kegiatan yg dilakukan di rumah sakit antara lain :

 Pengumpulan data kesakitan penyakit yang diamati dan data kematian melalui
pencatatan rujuka kasus harian kunjungan rawat jalan dan rawat inap dari para korban
bencana(form BA‐3, BA‐6);

 Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat;

 Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan usia dan tempat tinggal
per minggu (form BA-4);

 Pembuatan dan pengiriman laporan (form BA‐5 dan BA‐7). 

G. Perawatan luka pada korban bencana


Definisi luka : Luka a/ terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya
cedera atau proses pembedahan (Agustina, 2009).

Etiologi :

1. Luka insisi, terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam


2. Luka memar, terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh
cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

3. Luka lecet, terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yg biasanya dengan
benda yg tidak tajam

4. Luka tusuk, terjadi akibat adanya benda seperti peluru atau pisau yg masuk ke dlm
kulit dgn diameter kecil

5. Luka gores, terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau kawat

6. Luka tembus, yaitu luka yg menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal masuk
diameternya kecil tapi pada bagian ujung lukanya melebar

7. Luka bakar, yaitu luka yg diakibatkan oleh paparan panas, misal api dan bahan kimia

8. Luka gigitan hewan, disebabkan adanya gigitan hewan liar atau piaraan.

Konsep pembersihan luka

1. Pembersihan Luka

 Meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka.

 Menghindari terjadinya infeksi.

 Membuang jaringan nekrosis.

 Langkah-Langkah pembersihan luka yaitu :

 Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan utk membuang jaringan mati dan
benda asing.

 Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.

 Berikan antiseptic.

 Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi local.

 Bila perlu lakukan penutupan luka.

2. Penutupan luka

 Mengupayakan kondisi lingkungan bersih sehingga proses penyembuhan berlangsung


optimal.

 Hindari penutupan primer pada luka terinfeksi dan meradang, luka kotor.

3. Pembalutan
Pertimbangan dlm menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian kondisi
luka.
Memilih balutan :

 Permukaan lembab yg sedang dan seimbang.

 Sesuai dengan kondisi luka.

 Manajemen luka yg benar.

Tujuan pembalutan :

a. Melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme.

b. Membantu hemostasis.

c. Mempercepat penyembuhan dengan cara menyerap drainase dan untuk melakukan


debridement luka.

d. Menyangga atau mengencangkan tepi luka.

e. Melindungi klien agar tdk melihat keadaan luka.

f. Meningkatkan isolasi suhu pada permukaan luka.

g. Sebagai fiksasi dan efek penekanan yg mencegah berkumpulnya rembesan darah yang
menyebabkan hematom.

h. Mempertahankan kelembaban yang tinggi diantara luka dengan balutan.

4. Luka korban gempa dn tsunami

 Jika seseorang mengalami luka akibat bencana, yang pertama harus diperhatikan adalah
melihat jenis lukanya.

 Selain itu perlu juga menentukan apakah luka tersebut membutuhkan pengobatan khusus
dari tenaga medis atau tidak.

 Jika luka yang dialami adalah luka tertutup berupa luka lecet atau gores, bagian tubuh
yang luka dapat digerakkan seperti biasa, dan tidak ada nyeri hebat pada luka,
kemungkinan besar luka tersebut dapat diobati sendiri.

 Meski begitu, luka seperti itu tak boleh dianggap sepele. Perawatan lukanya harus sangat
diperhatikan agar tak terjadi infeksi.

5. Pertolongan pertama

Pertolongan pertama yang harus dilakukan adalah:


 Cegah infeksi pada luka

Untuk mencegah infeksi pada luka, orang yang akan merawat luka harus mencuci
tangannya dengan air bersih dan sabun terlebih dahulu. Jika tak ada air bersih, Anda
bisa menggunakan hand sanitizer. Sebisa mungkin, hindari menyentuh luka terbuka
dengan tangan.

 Hentikan perdarahan pada luka

Lihat dengan saksama, apakah darah terus menerus mengalir pada luka tersebut. Jika
ya, carilah kain pembalut luka (perban) atau kain bersih lainnya. Selanjutnya, letakkan
perban pada daerah luka dan tekan bagian tersebut dengan tangan selama setidaknya
3-5 menit terus menerus untuk menghentikan perdarahan. Setelah itu, amati apakah
perdarahannya sudah berhenti. Jika belum, lakukan hal yang sama selama lima menit
lagi. Begitu seterusnya.

 Cegah tetanus

Untuk mencegah tetanus, nantinya tim medis akan memberikan vaksinasi dan
imunoglobulin antitetanus. Namun sebelum itu dilakukan, hal yang tak kalah penting
untuk mencegah tetanus adalah dengan mencuci luka dengan air mengalir dan sabun.
Alirkan air (misalnya air minum) ke daerah luka, lalu secara lembut dan perlahan,
gosok luka dengan air dan sabun hingga tak ada kotoran menempel pada luka.

 Tutup luka dengan perban tahan air (waterproof)

Jika yakin bahwa luka bisa dibersihkan dengan optimal, maka luka sebaiknya ditutup
setelah pencucian luka selesai. Idealnya, luka ditutup dengan perban tahan air. Namun
jika ini tak tersedia, sementara waktu bisa juga luka ditutup dengan plastik yang
bersih. Namun demikian, jika tak semua kotoran di daerah luka bisa dibersihkan,
justru sebaiknya luka tak ditutup. Penutupan luka justru akan ”menjebak” bakteri
untuk berkembang biak di daerah luka.

 Konsumsi obat anti nyeri

Jika rasa nyeri pada luka mulai terasa mengganggu, boleh mengonsumsi untuk
membantu meredakan nyeri. Obat antinyeri yang dijual bebas - misalnya parasetamol
– bisa menjadi pilihan.

6. Penanganan luka situasi bencana

 Pencegahan Risiko Situasi Darurat – Risk Emergency Situation (A)

 Rencana persiapan dan manajemen perawatan luka (B), (C), (D), (E)

 Langkah Evaluasi (F)

 Kolaborasi multidisiplin (G)


A. Kode A – Airway and Manajement (Bersihkan jalan napas dan manajemen ABC –
Airway Breathing Circulasi).

a. Lakukan Survey Primer.

b. Apabila Kode A selesai, lanjutkan pengkajian sekunder.

B. Kode B – base line wound assessment (pengkajian luka utama),


a. Dalam kondisi bencana luka akut setidaknya harus dikaji setiap 48 jam utk
melihat perkembangan penyembuhan luka dan mengevaluasi hasil dari dressing
yang digunakan.

b. Hasil pengkajian harus dilaporkan dan didokumentasikan meliputi karakteristik


luka, termasuk lokasi, bentuk, ukuran, kedalaman, tepi, undermining (destruksi
jaringan yg terjadi dibawah kulit) dan tunneling (saluran dari suatu luka yg
menghubungkan subcutan atau otot), karakteristik jaringan nekrotik, karakteristik
drainase atau eksudat, warna kulit disekitarnya, edema jaringan perifer dan
indurasi dan adanya jaringan granulasi dan e

C. Kode C – Cleaning - Pembersihan Luka 


a. Irigasi yg tepat (menuangkan cairan ke luka) dapat secara signifikan menurunkan
risiko infeksi. 

b. Cairan pembersih haruskan cairan mudah digunakan dan non sitotoksik seperti
normal saline atau air keran. Membuang jaringan mati atau benda asing, jika tdk
dpt menghindari infeksi maka harus lakukan debridement.

D. Kode D - Dressing dan Dokumentasi 


a. Luka yg dirawat dengan dressing modern dan aplikasi penyerap cairan dari
penyerapan moderate sampai banyak seperti hidrokoloid, calcium alginate, zinc
cream, foam. 

b. Dokumentasi utk penilaian luka harus menjadi bagian dari kebijakan dan
prosedur.

c. pitelisasi.

E. Kode E - Evaluasi dan Transfer


a. Fase ini adalah kondisi unik tentang evakuasi, transfer antra triase dan mengirim
pasien setelah luka dibalut.
b. Pasien akan dikirim ke 3 pilihan yaitu antara basecamp, posko rumah sakit atau
RSUD.

c. Manajemen ABC harus dilakukan sebelum transport pasien.

F. Kode F - Follow Up.


a. Follow up care atau re evaluasi adalah proses utk melihat perkembangan atau
dampak dari balutan topical yang diberikan.

b. Perawat luka menggunakan skor indicator performance utk mengevaluasi dan


menilai perkembangan pasien terhadap outcame pasien dalam kerangka tujuan.

c. Pengkajian ulang luka dan pengkajian adanya inflamasi atau infeksi yg persistent
adalah focus dari evaluasi yang menunjukkan bahwa luka membaik atau
memburuk.

d. Jika infeksi terjadi dan penggunaan balutan topical tdk tepat diiindikasikan dengan
adanya kegagalan perkembangan penyembuhan luka, maka rujuk pasien ke rumah
sakit.

G. Kode G - Kolaborasi dan Pendekatan Multidisiplin.


a. Jika luka bertambah buruk dan terinfeksi, surgical debridement dan antibiotic
sistemik sangat dibutuhkan utk mengatasi infeksi secara signifikan.

b. Buatlah rujukan segera apabila menemukan luka yg membutuhkan perawatan


lebih kepada praktisi yg lebih terampil dan memiliki pengetahuan lebih.

H. Pemberdayaan masyarakat pada penanggulangan bencana


Kampung siaga bencana (KSB)

 Dibentuknya kampung siaga bencana adalah untuk meningkatkan kapasitas


masyarakat agar lebih siap siaga untuk menghadapi kerawanan kerentanan dan resiko
bencana

 Dengan diadakan kegiatan Kampung Siaga Bencana (KSB) diharapkan meningkatkan


kapasitas masyarakat lebih siap untuk menghadapi kerentanan dan risiko bencana
sehingga masyarakat yang tinggal didaerah bencana dapat melakukan
penanggulangan dengan tepat, cepat dan tanggap dengan semangat gotong royong.
 Dibentuknya KSB dapat meningkatkan rasa kebersamaan, kesadaran saling andarbeni
dengan saling asah dan asuh akhirnya terwujud masyarakat ayem tentrem mulyo lan
tinoto.

KSB dibentuk dengan maksud untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari
ancaman dan risiko bencana dengan cara menyelenggarakan kegiatan pencegahan dan
penanggulangan bencana berbasis masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya alam dan
manusia yang ada pada lingkungan setempat.

Tujuan KSB :

 Memberikan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang bahaya dan risiko


bencana;

 Membentuk jejaring siaga bencana berbasis masyarakat dan memperkuat interaksi


sosial anggota masyarakat;

 Mengorganisasikan masyarakat terlatih siaga bencana;

 Menjamin terlaksananya kesiapsiagaan bencana berbasis masyarakat yang


berkesinambungan; dan

 Mengoptimalkan potensi dan sumber daya untuk penanggulangan bencana.

Lingkup KSB

 Ruang lingkup peraturan ini mengatur mengenai Pembentukan KSB, Keanggotaan


Tim, Pelaksanaan Kegiatan, Kewenangan Pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, Pendanaan, Pemantauan dan Evaluasi, Pembinaan dan
Pengawasan, Pelaporan KSB.

 KSB ditetapkan oleh bupati/walikota.

 Masyarakat dapat mengusulkan pembentukan KSB kepada bupati/walikota.

Syarat sarat daerah KSB

 Daerah yang akan dibentuk sebagai KSB harus memiliki kerawanan terhadap jenis
bencana tertentu; dan

 Adanya kesiapan dan peran serta aktif masyarakat yang bermukim di daerah rawan
bencana untuk membentuk KSB.

Tata cara pembentukan KSB

 Masyarakat di daerah rawan bencana melakukan musyawarah untuk memilih


keanggotaan Tim KSB.

 Tim KSB mengusulkan penetapan KSB kepada bupati/walikota melalui dinas/instansi


sosial yang dilengkapi dengan rekomendasi kepala desa/lurah dan camat setempat.
 Bupati/walikota menetapkan nama, lokasi, dan Tim KSB.

Anda mungkin juga menyukai