Anda di halaman 1dari 23

LANDASAN PENGEMBANGAN

KURIKULUM
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Telaah Kurikulum
Dosen Pembimbing : Dr. Baskoro Adi Prayitno,S.Pd.,M.Pd.

Disusun oleh:
1. Dilla Rapika Sari (K4315015)
2. Fadhilatur Rahmi (K4315021)
3. Mayasari Mahfudhotul Khasanah (K4315035)

KELOMPOK 2
KELAS A

Program Studi Pendidikan Biologi


Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Landasan Pengembangan Kurikulum”.
Penyusunan makalah ini merupakan satu syarat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Telaah Kurikulum.
Tak lupa juga, penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah memberikan saran dan dukungan terhadap penyelesaian makalah ini. Penulis
menyadari tanpa bantuan mereka, penulis tidak dapat menyelesaikan resensi ini
dengan baik. Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Dr. Baskoro Adi Prayitno,S.Pd.,M.Pd., Dosen Telaah Kurikulum
Universitas Sebelas Maret (UNS)
2. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan do’a restu serta
dorongan moril selama penulis menuntut ilmu.
3. Kepada teman-teman Pendidikan Biologi Universitas Sebelas Maret (UNS)
angkatan 2015 yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan, oleh
sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, Maret 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................
2
C. Tujuan ..........................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pembahasan .................................................................................................. 3
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................................... 18
B. Saran ........................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN

D. Latar Belakang
Kurikulum memegang peranan strategis dalam dunia pendidikan di
mana hal ini tidak terlepas dari peran kurikulum sebagai penentu arah, isi,
acuan dalam melaksanakan proses pendidikan, seluruh kegiatan
pendidikan bermuara kepada kurikulum agar dapat mencapai tujuan yang
diharapkan. Zaman terus mengalami perubahan seiring waktu sehingga
kurikulum pun juga harus bersifat dinamis dan dapat menyesuaikan
dengan perubahan. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum penting
untuk dilakukan dengan cara melakukan perbaikan dan penyempurnaan
kurikulum dari waktu ke waktu.
Mengingat peranan kurikulum dalam pendidikan sangat penting
maka penyusunan kurikulum harus mengacu pada landasan yang kokoh
dan kuat. Landasan adalah dasar tempat berpijak atau tempat memulai
suatu tindakan. Di dalam bahasa Inggris, landasan disebut dengan istilah
foundation, yang dalam bahasa Indonesia berarti fondasi. Bagian
terpenting untuk memulai atau mengawali sesuatu disebut fondasi.
Menurut (Wojowarsito, 1972) menyatakan bahwa landasan adalah alas,
fondasi, dasar, petunjuk, atau sumber. Landasan ini diperlukan untuk
menyusun kurikulum (kurikulum ideal), sebagai dasar pertimbangan oleh
para pelaksana kurikulum (terdiri dari para pengawas pendidikan, guru,
dan pihak lain yang terkait dengan pengelolaan pendidikan), dan sebagai
bahan untuk dijadikan instrumen dalam melakukan pembinaan terhadap
penerapan kurikulum di setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Penyusunan dan pengembangan kurikulum harus didasarkan pada
berbagai pertimbangan atau landasan agar dapat dijadikan dasar pijakan
dalam menyelenggarakan proses pendidikan sehingga dapat mencapai
tujuan pendidikan. Di dalam pengembangan kurikulum juga harus
memperhatikan prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan
pengembangan kurikulum karena prinsip-prinsip ini merupakan kaidah
atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Landasan
pengembangan kurikulum harus kokoh dan kuat agar tidak terombang-
ambing sehingga dapat menjadi pijakan kuat dan dapat mencapai tujuan
yang diharapkan. Oleh karena itu, penulis menyusun makalah mengenai
landasan pengembangan kurikulum dengan harapan dapat memberikan
wawasan mengenai landasan pengembangan kurikulum.

E. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan landasan pengembangan kurikulum?
2. Bagaimana landasan-landasan di dalam melaksanakan
pengembangan kurikulum?
3. Bagaimana prinsip-prinsip di dalam melaksanakan pengembangan
kurikulum?

F. Tujuan
1. Mengetahui pengertian landasan pengembangan kurikulum.
2. Mengetahui landasan-landasan di dalam melaksanakan pengembangan
kurikulum.
3. Mengetahui prinsip-prinsip di dalam melaksanakan pengembangan
kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
1. Pengertian Landasan Pengembangan Kurikulum
Landasan adalah dasar tempat berpijak atau tempat memulai
suatu tindakan. Di dalam bahasa Inggris, landasan disebut dengan
istilah foundation, yang dalam bahasa Indonesia berarti fondasi. Bagian
terpenting untuk memulai atau mengawali sesuatu disebut fondasi.
Menurut (Wojowarsito, 1972) menyatakan bahwa landasan adalah
alas, fondasi, dasar, petunjuk, atau sumber.
Menurut Hornby c.s dalam “The Advance Learner’s Dictionary of
Current English” menyatakan bahwa landasan sebagai berikut :
“Foundation … that on which an idea or belief rest; an underlying
principle‟s as the foundations of religious belief; the basis or starting
point…”. Jadi menurut Hornby landasan adalah suatu ide atau
kepercayaan yang menjadi dasar atau sandaran, suatu prinsip yang
mendasar, contoh seperti landasan kepercayaan agama atau titik tolak.
(Mudyahardjo, 2001)
Kata ”pengembangan” secara etimologi memiliki arti proses atau
perbuatan mengembangkan. Secara istilah, kata pengembagan memiliki
arti suatu tindakan yang membuat alat atau cara yang baru dan selama
tindakan ini dilakukan juga memerlukan penilaian dan penyempurnaan.
(Sutopo & Soemanto, 1993)
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Dengan demikian, landasan pengembangan kurikulum dapat
diartikan sebagai suatu gagasan, suatu pemikiran, atau prinsip yang
menjadi dasar atau titik tolak dalam upaya mengembangkan kurikulum.
Peran landasan pengembangan kurikulum sangat penting sehingga
pengembangan kurikulum harus memiliki fondasi yang kuat agar tidak
mudah terombang-ambing dan pelaksanaannya dapat
dipertanggungjawabkan. Pengembangan kurikulum merupakan suatu
siklus yang tidak pernah ada awal dan akhir. Pengembangan kurikulum
tertumpu pada empat komponen kurikulum yaitu tujuan, materi atau
isi, strategi, dan evaluasi.
2. Macam-Macam Landasan Pengembangan Kurikulum
Terdapat beberapa pendapat mengenai landasan atau asas dalam
pengembangan kurikulum. Asas kurikulum menurut Nana Sudjana
terdiri dari asas filosofis, asas sosial-budaya, dan asas psikologis.
Sedangkan asas kurikulum menurut Nana Syaodih Sukmadinata terdiri
dari asas filosofis, asas psikologis, asas sosial budaya, dan asas
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara umum, landasan
pokok dalam pengembangan kurikulum dapat dikelompokkan ke dalam
empat jenis yaitu : landasan fisiologis, landasan psikologis, landasan
sosiologis, dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
a. Landasan Fisiologis
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu
philosophia (philore yang berarti cinta atau suka dan Sophia yang
berarti kebenaran atau kebaikan). (Arifin, 2012) seseorang dapat
mengetahui kebijakan dan berbuat bijak jika orang tersebut
berpengetahuan di mana pengetahuan tersebut didapatkan dari
proses berpikir filsafat yang berarti berpikir secara sistematis, logis,
dan mendalam.
Berpikir filsafat berarti berpikir secara menyeluruh,
sistematis, logis dan radikal. Filsafat bukan hanya sekedar
pengetahuan melainkan juga suatu pandangan yang dapat
menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri. Filsafat
menggunakan pola pikir sadar dan cermat sesuai dengan aturan-
aturan yang berlaku (sistematis) ; menggunakan logika sedalam-
dalamnya (logis); dan berpikir kritis sampai ke akar-akarnya
(radikal). (Arifin, 2012)
Terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar
pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan
pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu: Idealisme,
Realisme, dan Pragmatisme. (Mudyahardjo, 2001) Implikasi
filsafat pendidikan idealisme, realisme, dan progresivisme adalah
sebagai berikut :
Implikasi filsafat pendidikan idealisme adalah sebagai
berikut:
1) Tujuan: Pembentukan karakter, mengembangkan bakat atau
kemampuan dasar, serta kebaikan  sosial;
2) Kurikulum: Kurikulum pendidikan liberal untuk pengembangan
kemampuan dan pendidikan praktis untuk memperoleh
pekerjaan;
3) Metode: Diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang
efektif dapat dimanfaatkan;
4) Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat
dan kemampuan dasarnya;
5) Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan
pendidikan melalui kerja sama dengan alam. (Power, 1982)
Implikasi filsafat pendidikan realisme adalah sebagai berikut:
1) Tujuan: Penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial;
2) Kurikulum: Kurikulum komprehensif mencakup semua
pengetahuan yang berguna berisi pentahuan umum dan
pengetahuan praktis;
3) Metode: Belajar tergantung pada pengalaman baik langsung
atau tidak langsung, menggunakan metode logis dan psikologis
dengan metode pokok Stimulus-Respon.
4) Peran peserta didik adalah menguasai pengetahuan dengan
handal dapat dipercaya, disiplin mental dan moral.
5) Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan, terampil
dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi
peserta didik. (Power, 1982)
Implikasi filsafat pendidikan realisme adalah sebagai berikut:
1) Tujuan: Siswa memperoleh pengalaman yang berguna untuk
menyelesaikan masalah-masalah baru dalam kehidupan
invididual atau kelompok (Pertumbuhan sepanjang hidup);
2) Kurikulum: Kurikulum yang berisi pengalaman, minat, dan
kebutuhan anak;
3) Metode: Belajar dengan metode pemecahan masalah.
4) Peran peserta didik dan peran pendidik adalah peserta didik
merupakan organisme yang rumit dan dapat tumbuh .Peranan
pendidik adalah membimbing dan mengawasi pengalaman
belajar peserta didik. (Mudyahardjo, 2001)
Filsafat sebagai salah satu landasan pengembangan
kurikulum memiliki arti bahwa penyusunan kurikulum seharusnya
mengacu pada falsafah bangsa yang dianut. Prinsip-prinsip ajaran
filsafat suatu bangsa menjadi dasar dalam penyusunan kurikulum.
Sebagai contoh di negara Indonesia menganut ideologi Pancasila,
maka filsafat pendidikan Pancasila menjadi acuan dalam
penyusunan kurikulum di Indonesia. Dasar dan arah penyusunan
dan pengembangan kurikulum menggunakan filsafat dan
pelaksanaannya melalui pendidikan. Negara-negara dengan filsafat
yang berbeda akan menyebabkan arah pengembangan kurikulum
yang berbeda pula sesuai dengan filsafat yang dianut negara
tersebut. (Dakir, 2004)
Fungsi strategis dari filsafat dalam pengembangan kurikulum
antara lain adalah : 1) Filsafat sebagai penentu arah tujuan
pendidikan. 2) Filsafat sebagai penentu konten atau materi pelajaran
yang harus diberikan dalam pembelajaran. 3) filsafat sebagai
penentu strategi untuk mencapai tujuan pendidikan. 4) filsafat
sebagai penentu tolok ukur keberhasilan proses pendidikan.
(Sanjaya, 2009)

b. Landasan Psikologis
Di dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antar
individu yang membutuhkan sikap saling pengertian dan
pemahaman sehingga psikologi secara umum sangat membantu.
Keunikan dan perbedaan yang sangat mendasar antara masing-
masing individu dalam hal bakat dan minat maupun potensi juga
membutuhkan pemahaman psikologis. Peranan psikologi dalam
studi kurikulum memiliki dua bentuk yaitu pertama sebagai model
konseptual dan informasi yang akan membangun perencanaan
pendidikan sedangkan yang kedua yaitu berisi berbagai metodologi
yang dapat diadaptasi untuk penelitian pendidikan. (Idi, 2010)
Pendidikan dan pembelajaran adalah upaya untuk
mengubah perilaku manusia, akan tetapi tidak semua perubahan
perilaku manusia atau peserta didik mutlak sebagai akibat dari
intervensi program pendidikan. Perubahan perilaku peserta didik
dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar program
pendidikan atau lingkungan. Kurikulum sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan berhubungan dengan proses perubahan
perilaku peserta didik. Kurikulum diharapkan dapat menjadi alat
untuk mengembangkan kemampuan potensial menjadi kemampuan
aktual peserta didik serta kemampuan-kemampuan baru yang
dimiliki dalam waktu yang relatif lama.
Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-
asumsi yang berasal dari psikologi yang meliputi kajian tentang apa
dan bagaimana perkembangan peserta didik, serta bagaimana
peserta didik belajar. Atas dasar itu terdapat dua cabang psikologi
yang sangat penting diperhatikan dalam pengembangan kurikulum,
yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Pemahaman tentang peserta didik sangat penting dalam
pengembangan kurikulum. Melalui kajian tentang perkembangan
peserta didik, diharapkan upaya pendidikan yang dilakukan sesuai
dengan karakteristik peserta didik, baik penyesuaian dari segi
kemampuan yang harus dicapai, materi atau bahan yang harus
disampaikan, proses penyampaian atau pembelajarannya, dan
penyesuaian dari segi evaluasi pembelajaran.
Pendekatan terhadap belajar berdasarkan satu teori tertentu
merupakan asumsi yang perlu dipertimbangkan dalam
pelaksanaannya berkaitan dengan aspek-aspek dan akibat yang
mungkin ditimbulkannya. Sedikitnya ada tiga jenis teori belajar
yang berkembang dewasa ini dan memiliki pengaruh terhadap
pengembangan kurikulum di Indonesia pada khususnya. Teori
belajar tersebut adalah: (1) Teori psikologi kognitif (kognitivisme),
(2) teori psikologi humanistic, dan (3) teori psikologi behavioristik.

1. Teori Psikologi Kognitif (Kognitivisme)


Teori psikologi kognitif atau biasa dikenal sebagai cognitif
gestalt field merupakan teori belajar yang bersumber dari
Gestalt Field yang berpendapat bahwa proses mengembangkan
insight atau pemahaman baru atau mengubah pemahaman
lama. Pemahaman terjadi apabila individu menemukan cara
baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada di lingkungan,
termasuk struktur tubuhnya sendiri. Pemahaman atau insight
merupakan citra dari atau perasaan tentang pola-pola atau
hubungan. Belajar merupakan usaha untuk mengembangkan
pemahaman tingkat tinggi.
Teori belajar kognitif memandang manusia sebagai pelajar
yang yang aktif yang memprakarsai pengalaman, mencari dan
mengolah informasi untuk memecahkan masalah,
mengorganisasi apa-apa yang telah mereka ketahui untuk
mencapai suatu pemahaman baru. Menurut Piaget terdapat
empat faktor yang mendasari seseorang membuat
pemahaman, yaitu :
a. Kematangan, yaitu saatnya seseorang siap melaksanakan
suatu tugas perkembangan tertentu.
b. Aktivitas, adalah kemampuan untuk bertindak terhadap
lingkungan dan belajar darinya.
c. Pengalaman sosial, proses belajar dari orang lain atau
interaksi dengan orang-orang yang ada di sekitar kita
d. Ekuilibrasi adalah proses terjadinya perubahan-perubahan
aktual dalam berpikir. (Piaget, 1970)
2. Teori Psikologi Behavioristik (Stimulus-Respon Theory)
Teori ini berpendapat bahwa individu tidak memiliki atau
membawa potensi apa-apa sejak lahir. Perkembangan anak
ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan.
Lingkungan akan membentuk perkembagan anak seperti
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Hasil belajar
adalah perubahan tingkah laku yang dapat diamati dan
menekankan pada pengaruh faktor eksternal pada diri individu.
Menurut teori ini, kehidupan ini tunduk kepada hukum
stimulus–respon atau aksi-reaksi. Belajar adalah upaya
membentuk hubungan stimulus respon sebanyak-banyaknya.
Tokoh utama dari teori ini adalah Edward L. Thorndike.
Peranan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan
teori psikologi behavioristik adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi perilaku yang dipelajari dan
merumuskannya dalam rumusan yang spesifik.
2) Mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dari proses
belajar. Bentuk-bentuk kompetensi yang diharapkan
dalam bidang studi dijabarkan secara spesifik dalam
tahap-tahap kecil. Penguasaan keterampilan melalui
tahap-tahap ini sebagai tujuan yang akan dicapai dalam
proses belajar.
3) Mengidentifikasi reinforce yang memadai. Reinforce
dapat berbentuk mata pelajaran, kegiatan belajar,
perhatian dan pengharagaan, dan kegiatan-kegiatan
yang dipilih siswa.
4) Menghindarkan perilaku yang tidak diharapkan dengan
jalan memperlemah pola perilaku yang dikehendaki.
(Suyitno, 2007)
3. Teori Psikologi Humanistik
Tokoh teori ini adalah Abraham H. Maslow dan Carl R.
Roger. Teori ini berpandangan bahwa perilaku manusia itu
ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh faktor internal, dan bukan
oleh faktor lingkungan. Karena itu teori ini disebut juga dengan
“self theory”. Manusia yang mencapai puncak
perkembangannya adalah yang mampu mengaktualisasikan
dirinya, mampu mengembangkan potensinya dan merasa
dirinya itu utuh, bermakna, dan berfungsi atau full functioning
person. Belajar melibatkan faktor intelektual dan emosional.
Aliran ini percaya bahwa dorongan untuk belajar timbul dari
dalam diri sendiri. (Suyitno, 2007)
Peran guru sebagai fasilitator di dalam teori ini adalah
membantu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan
positif; membantu siswa mengeksplor pengetahuan yang ingin
dipelajari; membantu siswa mengembangkan dorongan
kekuatan belajar; dan menyediakan fasilitas-fasilitas sumber
belajar.

c. Landasan Sosiologis (Sosio-Budaya)


Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah
asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak
dalam pengembangan kurikulum. Perlunya landasan sosiologis
dalam pengembangan kurikulum adalah karena anak-anak berasal
dari masyarakat, memperoleh pendidikan formal maupun
nonformal dalam lingkungan masyarakat, dan diharapkan dapat
hidup bersama masyarakat. Sehingga segala sesuatu dalam
masyarakat, mulai dari budaya hingga karakteristiknya harus
menjadi dasar dalam pengembangan kurikulum.
Pendidikan apabila dipandang dari sosiologi merupakan
sebuah proses mempersiapkan individu agar menjadi warga
masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses sosialisasi,
dan berdasarkan pandangan antropologi, pendidikan adalah
“enkulturasi” atau pembudayaan. “Dengan pendidikan, kita tidak
mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan asing
terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu,
mengerti, dan mampu membangun masyarakatnya. Oleh karena itu,
tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat
tersebut” (Sukmadinata, 1997)
Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi warga
masyarakat yang diharapkan maka kurikulum harus mampu
memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama,
berinteraksi, menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat
dan mampu meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai mahluk
yang berbudaya.
Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang
diorganisasikan mereka sendiri ke dalam kelompok-kelompok
berbeda, atau suatu kelompok individu yang terorganisir yang
berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan
kelompok atau masyarakat lainnya. Tiap masyarakat mempunyai
kebudayaan sendiri-sendiri. Kebudayaan dapat diartikan sebagai
keseluruhan ide atau gagasan, cita-cita, pengetahuan, kepercayaan,
cara berpikir, kesenian, dan nilai yang telah disepakati oleh
masyarakat. Dengan demikian yang membedakan masyarakat satu
dengan yang lain adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai implikasi
bahwa apa yang menjadi keyakinan seseorang dan reaksi seseorang
terhadap lingkungannya sagat tergantung kepada kebudayaan
lingkuagan seseorang iru hidup.
Menurut (Daoed, 1978), terdapat tiga sumber nilai yang
ada dalam masyarakat untuk dikembangkan melalui proses
pendidikan, yaitu: logika, estetika, dan etika. Logika adalah aspek
pengetahuan dan penalaran, estetika berkaitan dengan aspek emosi
atau perasaan, dan etika berkaitan dengan aspek nilai. Ilmu
pengetahuan dan kebudayaan adalah nilai-nilai yang bersumber
pada logika (pikiran). Sebagai akibat dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang pada hakikatnya adalah hasil
kebudayaan manusia, maka kehidupan manusia semakin luas,
semakin meningkat sehingga tuntutan hidup pun semakin tinggi.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup ini
sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar
sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Di dalam konteks
inilah kurikulum sebagai program pendidikan harus dapat
menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat. Untuk dapat
menjawab tuntutan tersebut bukan hanya pemenuhan dari segi isi
kurikulumnya saja, melainkan juga dari segi pendekatan dan
strategi pelaksanaannya.
Penerapan teori, prinsip, hukum, dan konsep-konsep yang
terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam
kurikulum, harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh
siswa lebih bermakna dalam hidupnya. Pengembangan kurikulum
hendaknya memperhatikan kebutuhan masyarakat dan
perkembangan masyarakat. Calhoun, Light, dan Keller (1997)
memaparkan tujuah fungsi sosial pendidikan, yaitu:
1) Mengajar keterampilan.
2) Mentransmisikan budaya
3) Mendorong adaptasi lingkungan.
4) Membentuk kedisiplinan.
5) Mendorong bekerja berkelompok.
6) Meningkatkan perilaku etik, dan
7) Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.
(Keller, 1997)
Pengembangan kurikulum yang hanya berdasarkan pada
keterampilan dasar saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat modern yang bersifat teknologis dan mengglobal. Akan
tetapi pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada
pengembangan individu dan keterkaitannya dengan lingkungan
sosial setempat.
Selain pendidikan yang bermuatan kebudayaan yang
bersifat umum, terdapat pula pendidikan yang bermuatan
kebudayaan khusus, yaitu untuk aspek-aspek kehidupan tertentu
dan berkenaan dengan kelompok yang sifatnya vokasional. Setiap
daerah di Indonesia memiliki karakteristik sosial budaya yang khas,
beragam, dan harus dijaga kelestariannya. Oleh karena itu,
pengembangan kurikulum sekolah harus mengakomodasi unsur-
unsur lingkungan yang menjadi dasar dalam menetapkan materi
kurikulum muatan lokal.
Gagasan pemerintah untuk merealisasikan pengembangan
kurikulum muatan lokal tersebut yang dimulai pada sekolah dasar,
telah diwujudkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI No. 0412/U/1987 Tanggal 11 Juli 1987 tentang
Penerapan Muatan Lokal Sekolah Dasar kemudian disusul dengan
penjabaran pelaksanaannya dalam Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah No. 173/C/Kep/M/1987 Tanggal
7 Oktober 1987. Di dalam sambutannya Mendikbud menyatakan:
“Dalam hal ini harus diingat bahwa adanya “muatan lokal‟ dalam
kurikulum bukan bertujuan agar anak terjerat dalam lingkungannya
semata-mata. Semua anak berhak mendapat kesempatan guna lebih
terlibat dalam mobilitas yang melampaui batas lingkungannya
sendiri” (Sulo, 2000)

d. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)


Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang
disusun secara sistematis yang dihasilkan melalui riset atau
penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi dari ilmu
pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam
kehidupan. Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Sejak abad
pertengahan ilmu pengetahuan telah berkembang dengan pesat.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa kini banyak didasari
oleh penemuan dan hasil pemikiran para filsuf purba seperti Plato,
Socrates, Aristoteles, John Dewey, Archimides, dan lain-lain.
Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa
ini banyak dihasilkan temuan-temuan baru dalam berbagai bidang
kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
secara langsung maupun tidak langsung perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh pula terhadap
pendidikan. Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari
penggunaan alat-alat hasil industri seperti televisi, radio, video,
komputer, dan peralatan lainnya. Penggunaan alat-alat yang
dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan,
apalagi di saat perkembangan produk teknologi komunikasi yang
semakin canggih, menuntut pengetahuan dan keterampilan serta
kecakapan yang memadai dari para guru dan pelaksana program
pendidikan lainnya. Pengembangan kurikulum harus berlandaskan
pada ilmu pengetahuan dan teknologi karena pendidikan
merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan
perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya
perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara
langsung berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang di
dalamnya mencakup pengembangan isi atau materi pendidikan,
penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan
sistem evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan
untuk dapat membekali peserta didik agar memiliki kemampuan
memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan

3. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum


Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan
pengembangan kurikulum merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang
akan menjiwai suatu kurikulum. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam
pengembangan kurikulum dapat bersumber dari prinsip yang telah
berkembang di kehidupan sehari-hari atau dapat pula bersumber dari
ciptaan prinsip-prinsip baru. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
dibagi menjadi dua kelompok yaitu prinsip umum (terdiri dari prinsip
relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas) dan prinsip
khusus (prinsip yang berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip yang
berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip yang berkenaan
dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip yang berkenaan
dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip yang berkenaan
dengan pemilihan kegiatan penilaian). (Sukaya, 2010)
Lima prinsip umum dalam pengembangan kurikulum adalah
sebagai berikut (Sukaya, 2010):
1) Prinsip Relevansi
Kurikulum secara internal mempunyai relevansi di antara
komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, dan
evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen
tersebut mempunyai relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan
dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi
peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan
perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2) Prinsip Fleksibilitas
Prinsip fleksibilitas dalam pengembangan kurikulum berusaha agar
pelaksanaan pengembangan kurikulum menghasilkan kurikulum
yang bersifat luwes dan fleksibel yang memungkinkan ada
penyesuaian terhadap situasi dan kondisi tempat dan waktu yang
selalu berkembang serta kemampuan dan latar belakang peserta
didik yang beragam dan berkembang.
3) Prinsip Kontinuitas
Prinsip kontinuitas di dalam pengembangan kurikulum
mengupayakan untuk menciptakan kesinambungan dalam
kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal.
Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus
memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas,
antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan
dengan jenis pekerjaan.
4) Prinsip Efisiensi
Prinsip efisiensi adalah prinsip yang mengusahakan agar dalam
pengembangan kurikulum dapat menggunakan waktu, biaya, dan
sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat
sehingga dapat diperoleh hasil yang memadai.
5) Prinsip Efektivitas
Prinsip efektivitas adalah prinsip yang mengusahakan agar
kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan
yang mubazir atau sia-sia, baik secara kualitas maupun kuantitas.
(Sukaya, 2010)
BAB III
PENUTUP
C. Simpulan
Landasan pengembangan kurikulum adalah suatu gagasan, suatu
pemikiran, atau prinsip yang menjadi dasar atau titik tolak dalam upaya
mengembangkan kurikulum. Landasan pengembangan kurikulum disusun
dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu dan harus bersifat kokoh dan
kuat sehingga dapat dijadikan pijakan yang kuat bagi pengembangan
kurikulum. Secara umum, landasan pokok dalam pengembangan kurikulum
dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis yaitu landasan fisiologis,
landasan psikologis, landasan sosiologis, dan landasan ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK). Di dalam pengembangan kurikulum juga
memperhatikan prinsip-prinsip tertentu yang akan menjiwai kurikulum.
Prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum terdiri dari prinsip umum
(terdiri dari prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan
efektivitas) dan prinsip khusus (prinsip yang berkenaan dengan tujuan
pendidikan, prinsip yang berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan,
prinsip yang berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip
yang berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip
yang berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian).
D. Saran
Di dalam pengembangan kurikulum hendaknya pihak terkait
menggunakan landasan yang kokoh dan kuat dan prinsip-prinsip yang
berlaku dalam upaya mengembangkan kurikulum.
Pihak pembuat kebijakan hendaknya terus berupaya memperbaiki dan
menyempurnakan kurikulum yang ada sehingga tujuan pendidikan dapat
tercapai. Para pengawas dan guru-guru hendaknya saling bekerja sama
dalam upaya saling mengawasi pelaksanaan proses pendidikan dengan
mengacu pada kurikulum, para guru tidak menutup diri pada perubahan
kurikulum yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2012). Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum . Bandung: Remaja


Rosdakarya.
Black, J. et all. (1995). The Young child: Development from Birth through Age
Eight. New York: Merrill Publishing Co.
Chaplin, J. (1979). Dictionary of Psichology. New York: Dell Publishing Co. Inc,.
Dakir. (2004). Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.
Daoed, J. (1978). Kumpulan Pidato Menteri Daoed Joesoef. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Idi, A. (2010). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik . Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Keller, C. L. (1997). Sociology. New York: The McGwa-Hill Companies.
Mudyahardjo, R. (2001). Pengantar Pendidikan : Sebuah Studi Awal tentang
Dasar-dasar Pendiidkan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia.
Jakarta : Raja Grafindo Perkasa.
Mulyasa, E. (2002). Kurikulum Berbasasis Kompetensi (Konsep, Kerakteristik,
Implementasi). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Piaget, J. (1970). Genetic Epistemology. New York: W.W. Norton & Company Inc.
Piaget, J. (1954). The Contstruction of Reality in the Child. New York: Basic Books.
Power, E. J. (1982). Philosophy of Education. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Sanjaya, W. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Sukaya. (2010). PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS TEKNOLOGI
INFORMASI. JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN , 1 (1), 100-
112.
Sukmadinata, N. S. (1997). Perkembangan Kurikulum; Teori; dan Praktek.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sulo, U. T. (2000). Pegantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Sutopo, H., & Soemanto, W. (1993). Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum
sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Suyitno, A. (2007). Pemilihan Model-Model Pembelajaran dan Penerapannya di
Sekolah. Jakarta: Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan-Depag.
Vasta, R. a. (1992). Child Psychology: The modern Science. John Wiley & Sons Inc.
Wojowarsito, S. (1972). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Malang: Shinta Dharma.
Yulaelawati, E. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran (Filosofi, Teori dan Aplikasi).
Bandung: Pakar karya.
Yusuf, H. S. (2005). Psikologi perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai