Anda di halaman 1dari 83

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DENGAN

KEJADIAN HIPERTENSI PADA PASIEN LAKI-LAKI


DI PUSKESMAS BUNGURSARI,
KECAMATAN BUNGURSARI,
KABUPATEN PURWAKARTA
TAHUN 2019

Disusun Oleh:
Vania Damara Permatasari 1415025
Cindy Floretta Nathanael 1415028
Angelina Evita Dwiyanti 1415030
Fauzie Ilhamsyah Megantara 1415055

Pembimbing:
dr. July Ivone, M.K.K., M.Pd.Ked.

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
2019

i
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL : HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DENGAN KEJADIAN


HIPERTENSI PADA PASIEN LAKI-LAKI DI PUSKESMAS
BUNGURSARI, KECAMATAN BUNGURSARI, KABUPATEN
PURWAKARTA TAHUN 2019
PENYUSUN : VANIA DAMARA PERMATASARI 1415025
CINDY FLORETTA NATHANAEL 1415028
ANGELINA EVITA DWIYANTI 1415030
FAUZIE ILHAMSYAH MEGANTARA 1415055

BANDUNG, NOVEMBER 2019


MENYETUJUI,

PEMBIMBING, KEPALA PUSKESMAS


BUNGURSARI,

dr. July Ivone, M.K.K., M.Pd.Ked. Eka Prihatin Ningsih, S.ST.


NIK: 110354 NIP: 1950717 200604 2 00

ii
SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama : Vania Damara Permatasari
NRP : 1415025
Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya sendiri, bukan
duplikasi dari hasil karya orang lain.
Apabila di kemudian hari diketahui tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai aturan yang berlaku

Demikian pernyataan saya Bandung, November 2019

Vania Damara Permatasari

iii
SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama : Cindy Floretta Natanael
NRP : 1415028
Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya sendiri, bukan
duplikasi dari hasil karya orang lain.
Apabila di kemudian hari diketahui tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai aturan yang berlaku

Demikian pernyataan saya Bandung, November 2019

Cindy Floretta Natanael

iv
SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama : Angelina Evita Dwiyanti
NRP : 1415030
Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya sendiri, bukan
duplikasi dari hasil karya orang lain.
Apabila di kemudian hari diketahui tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai aturan yang berlaku

Demikian pernyataan saya Bandung, November 2019

Angelina Evita Dwiyanti

v
SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama : Fauzie Ilhamsyah Megantara
NRP : 1415055
Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya sendiri, bukan
duplikasi dari hasil karya orang lain.
Apabila di kemudian hari diketahui tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai aturan yang berlaku

Demikian pernyataan saya Bandung, November 2019

Fauzie Ilhamsyah Megantara

vi
ABSTRAK

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI


PADA PASIEN LAKI-LAKI DI PUSKESMAS BUNGURSARI, KECAMATAN
BUNGURSARI, KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 2019

Vania Damara Permatasari, Cindy Floretta Natanael, Angelina Evita Dwiyanti,


Fauzie Ilhamsyah Megantara, 2019;
Pembimbing: dr. July Ivone, M.K.K., M.Pd.Ked.

Hipertensi merupakan penyakit dengan prevalensi tinggi di Indonesia.


Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ seperti jantung dan otak. Faktor
risiko yang memengaruhi terjadinya hipertensi adalah merokok. Merokok sudah menjadi
lifestyle di negara berkembang, walaupun terbukti berdampak buruk bagi kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara merokok, lama merokok,
banyaknya jumlah rokok, dan indeks Brinkman dengan kejadian hipertensi di Puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta Tahun 2019. Penelitian ini
adalah analitik observasional dengan desain potong lintang. Sampel berjumlah 121
responden yang diambil dengan teknik nonprobability sampling dengan jenis incidental
sampling. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis statistik
menggunakan chi square dengan tingkat kemaknaan p0,05 dan perhitungan odd ratio.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan merokok
dengan kejadian hipertensi (p=0,048; OR=2,283), yang dipengaruhi oleh lama merokok
(p=0,002, OR=3,741), tetapi tidak terdapat hubungan antara jumlah rokok dengan
kejadian hipertensi (p=0,100). Sebagai simpulan, kebiasaan merokok dan lamanya
merokok berhubungan dengan kejadian hipertensi pada pasien laki-laki di puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta, Tahun 2019.

Kata kunci: Status Merokok, Jumlah Rokok, Lama Merokok, Indeks Brinkman,
Hipertensi

vii
ABSTRACT

RELATIONSHIP OF SMOKING BEHAVIOR WITH HYPERTENSION EVENTS IN


PATIENTS IN BUNGURSARI COMMUNITY HEALTH CENTER, BUNGURSARI
DISTRICT, PURWAKARTA DISTRICT, 2019

Vania Damara Permatasari, Cindy Floretta Natanael, Angelina Evita Dwiyanti,


Fauzie Ilhamsyah Megantara, 2019;
Tutor: dr. July Ivone, M.K.K., M.Pd.Ked.

Hypertension is a disease with a high prevalence in Indonesia. Complications of


hypertension can affect various organs such as the heart and brain. Risk factor that
influence hypertension are smoking. Smoking has become a lifestyle in developing
countries, although it is proven to have a negative impact on health. This study aims to
determine the relationship between smoking, duration of smoking, the number of
cigarettes, and the Brinkman index with the incidence of hypertension in Bungursari
Community Health Center, Bungursari District, Purwakarta Regency in 2019. This study
is an observational analytic with cross sectional design. Samples as many as 121
respondents, using a nonprobability sampling technique with incidental sampling. Data
collection tool uses a questionnaire. Statistical analysis using chi-square with a
significance level of p0,05 and the calculation of the odds ratio. The results showed that
there is a correlation between smoking behavior with the incidence of hypertension
(p=0.048; OR=2.283) which affected by duration of smoking (p=0.002, OR=3.741), but
there is no correlation between number of cigarettes with hypertension incident
(p=0.100). As the conclusion, there is a correlation between smoking and duration of
smoking with hypertension in men at Bungursari community health center, Bungursari
District, Purwakarta District, 2019

Keywords: smoking status, duration of smoking, number of cigarettes, Brinkman index,


hypertension

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Karya Tulis Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan menempuh
program Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) III yang diadakan oleh Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.
Karya Tulis Ilmiah ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan moril dan materiil
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. dr. July Ivone, M.K.K., M.Pd.Ked. selaku pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan memberi
pengarahan dalam penelitian dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dari
awal sampai akhir.
2. Seluruh staf pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Maranatha (dr. Cindra Paskaria, M.KM.,
dr. Dani, M.Kes.) yang telah mengajarkan dan memberikan ilmunya yang
sangat berguna dan membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
3. Ibu Eka Prihatiningsih, S.ST selaku Kepala UPTD Puskesmas Bungursari,
Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta, terima kasih atas
kesempatan-kesempatan yang telah diberikan kepada kami untuk
melakukan penelitian di UPTD Puskesmas Bungursari dan segala bantuan
yang telah diberikan kepada penulis dalam mengerjakan penelitan ini.
4. dr. Neneng selaku dokter pembimbing di UPTD Puskesmas Bungursari,
Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta, dan seluruh staf UPTD
Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta,
terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis
dalam mengerjakan penelitian ini.
5. Para peserta penelitian yang telah meluangkan waktu dan membantu
dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

ix
6. Teman teman seperjuangan penulis, Yoshua Arif Putra dan Adhitya Dhira
Yanottama Wiharto yang telah membantu dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini.
7. Kepada orangtua dan keluarga penulis yang selama ini telah memberikan
doa, semangat, dan perhatian dalam mengerjakan penelitian.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan Karya Tulis Ilmiah selanjutnya. Akhir kata, tiada gading yang tak retak,
semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, dunia pendidikan dan kesehatan, serta
masyarakat.

x
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
SURAT PERNYATAAN......................................................................................iii
ABSTRAK............................................................................................................vii
ABSTRACT........................................................................................................viii
KATA PENGANTAR...........................................................................................ix
DAFTAR ISI.........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL...............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.............................................................................................1
1.2. Identifikasi Masalah.....................................................................................3
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian.....................................................................4
1.4. Manfaat Penelitian.......................................................................................4
1.5. Kerangka Pemikiran.....................................................................................5
1.6. Hipotesis Penelitian.....................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pengetahuan.................................................................................................7
2.1.1. Definisi Pengetahuan........................................................................7
2.1.2. Proses Adopsi Perilaku.....................................................................7
2.1.3. Tingkatan Pengetahuan....................................................................7
2.1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan............................8
2.2. Sikap............................................................................................................9
2.2.1. Definisi Sikap...................................................................................9
2.2.2. Komponen Pokok Sikap...................................................................9
2.2.3. Tingkatan Sikap..............................................................................10
2.2.4. Sifat Sikap......................................................................................11

xi
2.2.5. Ciri-Ciri Sikap................................................................................11
2.2.6. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Sikap.......................................11
2.3. Perilaku Merokok.......................................................................................12
2.3.1. Definisi Perilaku.............................................................................12
2.3.2. Definisi Perilaku Merokok.............................................................13
2.3.3. Definisi Rokok Dan Kandungan Rokok.........................................14
2.3.4. Jenis-Jenis Rokok...........................................................................15
2.3.5. Penggolongan Perokok...................................................................16
2.3.6. Bahaya Akibat Rokok....................................................................17
2.4. Hipertensi...................................................................................................19
2.4.1. Definisi dan Klasifikasi..................................................................19
2.4.2. Jenis-Jenis Hipertensi.....................................................................20
2.4.3. Faktor Risiko Hipertensi................................................................22

BAB III METODELOGI PENELITIAN


3.1. Instrumen dan Subjek Penelitian...............................................................26
3.1.1. Instrumen Penelitian.......................................................................26
3.1.2. Subjek Penelitian............................................................................26
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian.....................................................................27
3.3. Metode Penelitian......................................................................................27
3.3.1. Desain Penelitian............................................................................27
3.3.2. Variabel Penelitian.........................................................................27
3.3.3. Definisi Operasional Variabel........................................................27
3.3.4. Populasi dan Sampel Penelitian.....................................................31
3.4. Prosedur Penelitian....................................................................................32
3.5. Teknik Pengolahan Data............................................................................32
3.6. Pengolahan Data........................................................................................33
3.6.1. Analisis Data..................................................................................33
3.6.2. Hipotesis Statistik...........................................................................34
3.6.3. Kriteria Uji.....................................................................................35
3.7. Etika Penelitian..........................................................................................35

xii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian..........................................................................................36
4.1.1. Hubungan Status Merokok dengan Kejadian Hipertensi...............40
4.1.2. Hubungan Jumlah Batang Rokok per Hari dengan Kejadian
Hipertensi.......................................................................................41
4.1.3. Hubungan Lama Merokok dengan Kejadian Hipertensi................41
4.1.4. Hubungan Indeks Brinkman dengan Kejadian Hipertensi.............42
4.2. Pembahasan................................................................................................42
4.2.1. Hubungan Status Merokok dengan Kejadian Hipertensi...............42
4.2.2. Hubungan Jumlah Batang Rokok per Hari dengan Kejadian
Hipertensi.......................................................................................44
4.2.3. Hubungan Lama Merokok dengan Kejadian Hipertensi................44
4.2.4. Hubungan Indeks Brinkman dengan Kejadian Hipertensi.............45

BAB V SIMPULAN DAN SARAN.....................................................................47


5.1. Simpulan....................................................................................................47
5.2. Saran..........................................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................48
LAMPIRAN..........................................................................................................53
RIWAYAT HIDUP..............................................................................................65

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur........................................................36
4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan..................................36
4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Hipertensi.................................37
4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku Merokok.....................38
4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Sikap Merokok............39
4.6 Hubungan Status Merokok dengan Kejadian Hipertensi.................................40
4.7 Hubungan Jumlah Batang Rokok per Hari dengan Kejadian Hipertensi........41
4.8 Hubungan Lama Merokok dengan Kejadian Hipertensi.................................41
4.9 Hubungan Indeks Brinkman dengan Kejadian Hipertensi...............................42

xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kuesioner Penelitian..........................................................................................53
2. Hasil Uji Data Penelitian...................................................................................58
3. Dokumentasi......................................................................................................64

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa setiap tahunnya


hampir delapan juta orang meninggal akibat rokok. Lebih dari tujuh juta
diantaranya adalah perokok aktif dan sekitar 1,2 juta orang merupakan perokok
pasif. Di Indonesia, kecenderungan peningkatan prevalensi merokok terlihat lebih
besar pada usia muda dibandingkan pada usia dewasa.1 Prevalensi perokok laki-
laki di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia dan diprediksi lebih dari 97
juta penduduk Indonesia terpapar asap rokok. Kecenderungan peningkatan
prevalensi merokok terlihat lebih besar pada kelompok anak-anak dan remaja,
Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi merokok
penduduk usia 18 tahun dari 7,2% menjadi  9,1%.2
Proporsi penduduk usia > 10 tahun yang tiap hari merokok menurut
Riskesdas 2013 di Jawa Barat 27,1% kedua tertinggi setelah kepulauan Riau
(27,2%). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan
bahwa persentase perokok secara nasional adalah 23,7%, lebih rendah dari
persentase perokok di Jawa Barat yaitu 26,7%, sedangkan persentase perokok di
Kabupaten Purwakarta adalah 29,5%, artinya persentase perokok di Kabupaten
Purwakarta lebih tinggi dari angka Jawa Barat dan Nasional. Hasil Riskesdas
2010 persentase perokok secara nasional adalah 28,2%, lebih rendah dari
persentase perokok di Jawa Barat yaitu 32,19%, sedangkan persentase perokok di
Kabupaten Purwakarta lebih tinggi dari angka Jawa Barat dan Nasional yaitu
35,62%. Demikian juga hasil Riskesdas yang terbaru tahun 2013 masih
menunjukkan bahwa persentase perokok di Purwakarta (28,4%) lebih tinggi dari
angka Jawa Barat (27,1%) dan Nasional (24,3%). Hasil beberapa riset ini
membuktikan bahwa jumlah perokok di kabupaten Purwakarta dari tahun ke tahun
semakin banyak jumlahnya, dan persentasenya selalu lebih besar dari Jawa Barat
dan Nasional.3

1
Merokok sudah menjadi lifestyle pada kebanyakan penduduk di negara
berkembang, tetapi telah terbukti berdampak buruk bagi kesehatan. Penelitian
terdahulu menyatakan bahwa rokok dan kandungannya yaitu nikotin dan CO
meningkatkan stres oksidatif, disfungsi dan kerusakan endotel berhubungan
dengan peningkatan total kolesterol dan trigliserid dalam darah, menurunkan efek
kardioprotektif HDL, dan meningkatkan inflamasi intravaskular sehingga
meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular. Salah
satu faktor risiko penyakit kardiovaskular yang dapat dimodifikasi adalah
merokok. Hipertensi dapat diobati dengan modifikasi gaya hidup dan terapi
farmakologis. Faktor gaya hidup mencakup mengkontrol berat badan, menjaga
pola makan yang sehat, membatasi konsumsi alkohol dan berhenti merokok. 4
Dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok erat kaitannya dengan hipertensi.5
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mempunyai prevalensi
tinggi di Indonesia. Prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk berusia > 18 tahun, mencapai 8,4%, dengan prevalensi tertinggi pada
Provinsi Sulawesi Utara 13,2% dan terendah pada Provinsi Papua (4,4%). Ini
menyatakan tanda bahaya karena tekanan darah tinggi bisa berujung pada
terjadinya stroke, gagal ginjal, atau penyakit jantung. Angka hipertensi tersebut
bahkan lebih tinggi, jika didasarkan pada pengukuran tekanan darah pada
penduduk umur > 18 tahun, yaitu sekitar 34,1% di Indonesia.6
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik lebih
dari sama dengan 90 mmHg pada pengukuran di klinik atau fasilitas pelayanan
kesehatan. Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target seperti
penyakit jantung iskemik, hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung, stroke, ginjal
gagal, retinopati juga arteri seperti perifer klaudikasio intermiten. Kerusakan
organ-organ tersebut bergantung pada tingginya tekanan darah pasien dan berapa
lama tekanan darah tinggi tersebut tidak terkontrol dan tidak diobati.7
Dalam sebuah studi metaanalisis mencakup 61 studi obervasional
prospektif pada 1 juta pasien ditemukan bahwa penurunan rerata tekanan darah
sistolik sebesar 2 mm dapat menurunkan risiko mortalitas akibat penyakit jantung

2
iskemik sebesar dan menurunkan risiko mortalitas akibat stroke sebesar 10.
Pencapaian target penurunan tekanan darah sangat penting untuk menurunkan
kejadian kardiovaskuler pada pasien hipertensi. Selain itu, risiko penyakit jantung
koroner (PJK) ini akan meningkat menjadi 8 kali pada penderita hipertensi yang
disertai faktor risiko lainnya seperti merokok, hiperkolestrolemia, dll.
Berdasarkan profil puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari,
Kabupaten Purwakarta pada tahun 2018, didapatkan hipertensi merupakan satu
dari sepuluh urutan penyakit terbesar, dengan salah satu faktor risiko yang dapat
dimodifikiasi yaitu perilaku merokok. Dalam rangka menurunkan angka
hipertensi maupun kematian akibat hipertensi, maka hubungan perilaku merokok
dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Bungursari penting diteliti sebagai dasar
menetapkan intervensi untuk penderita hipertensi di Bungursari sehingga tidak
menimbulkan komplikasi lain maupun kematian.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka identifikasi masalah adalah:


1) Bagaimana hubungan merokok terhadap kejadian hipertensi di Puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta Tahun 2019.
2) Bagaimana hubungan banyaknya jumlah rokok terhadap kejadian
hipertensi di Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten
Purwakarta Tahun 2019.
3) Bagaimana hubungan lamanya merokok terhadap kejadian hipertensi di
Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta
Tahun 2019.
4) Bagaimana hubungan indeks Brinkman terhadap kejadian hipertensi di
Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta
Tahun 2019.

3
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah agar dapat mengetahui hubungan


perilaku merokok dengan kejadian hipertensi di Puskemas Bungursari, Kecamatan
Bungursari, Kabupaten Purwakarta Tahun 2019.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
 Mengetahui hubungan merokok dengan kejadian hipertensi di Puskemas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta Tahun 2019.
 Mengetahui hubungan banyaknya jumlah rokok dengan kejadian
hipertensi di Puskemas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten
Purwakarta Tahun 2019.
 Mengetahui hubungan lamanya merokok dengan kejadian hipertensi di
Puskemas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta
Tahun 2019.
 Mengetahui hubungan indeks Brinkman dengan kejadian hipertensi di
Puskemas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta
Tahun 2019.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat akademis adalah memberikan data mengenai hubungan perilaku


dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Bungursari Kecamatan Bungursari
Kabupaten Purwakarta, sebagai sumber informasi di Universitas Kristen
Maranatha dan Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten
Purwakarta.
Manfaat praktis adalah memberikan informasi kepada masyarakat dan
praktisi medis mengenai hubungan perilaku merokok dengan kejadian hipertensi
di Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta serta
dapat digunakan untuk masukan dalam menyusun kebijakan dalam upaya
penurunan angka kejadian hipertensi akibat merokok.

4
Manfaat untuk peneliti adalah memberi pengalaman kepada peneliti dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
1.5. Kerangka Pemikiran

Untuk menurunkan angka kejadian hipertensi akibat merokok di


Puskesmas Bungursari maka perlu adanya penilaian mengapa penderita hipertensi
di daerah Puskesmas Bungursari masih merokok.
Kejadian hipertensi akibat merokok dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan,
sikap, dan perilaku. Hal ini dibahas mengingat bahaya hipertensi akibat merokok,
namun masih banyaknya perokok baik aktif maupun pasif. Rokok mengandung
nikotin dan CO yang dapat meningkatkan stres oksidatif, disfungsi dan kerusakan
endotel yang berhubungan dengan peningkatan total kolesterol dan trigliserid
dalam darah, menurunkan efek kardioprotektif HDL, dan meningkatkan inflamasi
intravaskular sehingga meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis dan penyakit
kardiovaskular, termasuk hipertensi. 4
Penelitian oleh Thomas menyatakan adanya peningkatan kejadian
hipertensi perokok yang merokok lebih dari 15 batang per hari. Hal ini disebabkan
karena merokok dapat meningkatkan kekakuan arteri, terutama ditemukan pada
perokok lama. 8
Semakin lama seseorang menghisap rokok maka akan mempunyai
pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah karena gas CO yang dihasilkan
oleh asap rokok. Jika dikonsumsi terus menerus maka akan menumpuk di dalam
dinding pembuluh darah, dan menyebabkan pembuluh darah cramp, sehingga
tekanan darah naik. Peningkatan ini terjadi karena nikotin menyempitkan
pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk bekerja keras. Sebagai
hasilnya, kecepatan jantung dan tekanan darah meningkat. Terdapat penelitian
yang menunjukkan bahwa semakin lama responden merokok, semakin tinggi
tingkat hipertensinya. 9
Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
bermakna antara derajat perokok dengan kejadian hipertensi. Hasil ini tidak
sejalan dengan penelitian Miyatake yang mendapatkan peningkatan risiko

5
sindrom metabolik terdapat pada perokok berat dengan indeks Brinkman >600.
Hipertensi merupakan salah satu sindroma metabolik, artinya terdapat hubungan
antara derajat perokok dengan hipertensi.10
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai,
hubungan merokok, lamanya merokok, banyaknya jumlah rokok, dan indeks
Brinkman dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Bungursari, Kecamatan
Bungursari, Kabupaten Purwakarta Tahun 2019.

1.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka penelitian maka diambil hipotesis penelitian sebagai


berikut: 
1) Merokok berhubungan dengan kejadian hipertensi di Puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta Tahun 2019.
2) Banyaknya jumlah rokok berhubungan dengan kejadian hipertensi di
Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta.
Tahun 2019.
3) Lamanya merokok berhubungan dengan kejadian hipertensi di Puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta. Tahun 2019.
4) Indeks Brinkman berhubungan dengan kejadian hipertensi di Puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta Tahun 2019.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan
2.1.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dimana terjadi setelah seseorang


melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan dilakukan
melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang. 11

2.1.2. Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan bersifat lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Terdapat penelitian yang mengungkapkan bahwa
sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri seseorang tersebut
telah terjadi proses yang berurutan, yaitu awareness (kesadaran) yakni seseorang
menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu, interest yakni
seseorang mulai tertarik kepada stimulus, evaluation yakni seseorang
mempertimbangkan baik atau tidak baiknya stimulus tersebut bagi dirinya,
kemudian trial yakni seseorang telah mulai mencoba perilaku baru, dan yang
terakhir adalah adaption yakni seseorang telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. 11

2.1.3. Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan mencakup 6 tingkatan, yang pertama yaitu tahu (know) yang


diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,
pengetahuan pada tingkat ini termasuk juga mengingat kembali (recall) sesuatu

7
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah,
yang kedua yaitu memahami (comprehension) yang diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar, yang ketiga yaitu aplikasi
(application) yang diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya, yang keempat yaitu analisis
(analysis) yang diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam 1 struktur
organisasi yang masih ada kaitannya satu sama lain, yang kelima yaitu sintesis
(synthesis) yang diartikan sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dan
yang terakhir yaitu evaluasi (evaluation) yang diartikan sebagai suatu kemampuan
untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. 11

2.1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu:


1) Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan seseorang. Tingkat pendidikan juga menentukan mudah tidaknya
seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada
umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin mudah
pula menerima informasi. 12
2) Pekerjaan
Pekerjaan turut berperan dalam mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang. Hal ini dikarenakan pekerjaan berhubungan erat dengan faktor
interaksi sosial dan kebudayaan yang erat dengan proses pertukaran
informasi. Dan hal ini tentunya akan mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang. 13
3) Umur

8
Dengan bertambahnya umur, seseorang akan mengalami perubahan pada
berbagai aspek termasuk aspek fisik dan psikologis (mental). Perubahan ini
terjadi karena pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental,
taraf berpikir seseorang menjadi semakin matang dan dewasa. 12
4) Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan, dimana lingkungan dapat memberikan pengaruh yang besar
kepada seseorang dalam mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang
buruk tergantung pada lingkungan dimana seseorang berada yang nantinya
akan berpengaruh pada cara berpikir seseorang tersebut. 13
5) Sosial Budaya
Sosial dan budaya mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan seseorang.
Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam melakukan hubungan
dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses
belajar dan memperoleh suatu pengetahuan. 13

2.2. Sikap
2.2.1. Definisi Sikap

Sikap merupakan respon atau tanggapan yang masih tertutup dari


seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb menyatakan bahwa sikap
adalah kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap objek. 14

2.2.2. Komponen Pokok Sikap

Sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:


1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

9
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketiga komponen pokok ini secara bersama-sama akan membentuk sikap
yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,
pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan yang penting. Sikap
mempunyai tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yakni komponen
kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Komponen kognitif
(cognitive) merupakan komponen yang berisi kepercayaan yang berhubungan
dengan persepsi individu terhadap objek sikap yaitu tentang apa yang dilihat dan
diketahui, pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan
emosional, dan informasi dari orang lain. Komponen afektif (komponen
emosional) merupakan komponen yang menunjukkan dimensi emosional subjektif
individu terhadap objek sikap, baik bersifat positif (rasa senang) maupun negatif
(rasa tidak senang). Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh apa yang
dipercayai sebagai sesuatu yang benar terhadap objek sikap tersebut. Sedangkan
komponen konatif (komponen perilaku) merupakan predisposisi atau
kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya. 14

2.2.3. Tingkatan Sikap

Sikap mempunyai 4 tingkatan, yang pertama yaitu menerima (receiving)


yang berarti subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek, yang
kedua yaitu merespons (responding) yang berarti memberikan jawaban apabila
ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu
indikasi dari sikap, yang ketiga yaitu menghargai (valuing) yang berarti mengajak
orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah, dan yang
keempat yaitu bertanggung jawab (responsible) yang berarti subjek bertanggung
jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko atas
pilihannya. 11

10
2.2.4. Sifat Sikap

Sikap mempunyai 2 sifat, yaitu:


1) Sifat positif yaitu kecenderungan tindakan adalah untuk mendekati,
menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu.
2) Sifat negatif yaitu kecenderungan tindakan adalah untuk menjauhi,
menghindari, membenci, dan tidak menyukai objek tertentu. 15

2.2.5. Ciri-Ciri Sikap

Ada beberapa ciri-ciri sikap, yaitu:


1) Sikap tidak dibawa dari lahir melainkan dipelajari dan dibentuk melalui
pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu.
2) Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu
sehingga dapat dipelajari.
3) Sikap tidak berdiri sendiri melainkan selalu berhubungan dengan objek sikap.
4) Sikap dapat tertuju pada 1 atau lebih objek.
5) Sikap dapat berlangsung dalam waktu yang lama atau sebentar.
6) Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga hal ini yang
membedakan antara sikap dengan pengetahuan. 14

2.2.6. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Sikap

Ada beberapa faktor yang memengaruhi sikap terhadap objek sikap, yaitu:
1) Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat untuk dapat
menjadi dasar pembentukan sikap. Oleh karena itu, sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional. 15
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

11
Individu cenderung mempunyai sikap yang konformis atau searah dengan
sikap orang lain yang dianggap penting. Kecenderungan ini terjadi antara lain
dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang lain yang
dianggap penting tersebut. 15
3) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan telah menanamkan garis yang mengarahkan sikap terhadap
berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakat
karena memberikan corak pengalaman individu-individu masyarakat
asuhannya. 15
4) Media massa
Berita yang seharusnya disampaikan secara objektif dalam pemberitaan
surat kabar, radio maupun media komunikasi lainnya cenderung dipengaruhi
oleh sikap penulis, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumen. 15
5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem
kepercayaan oleh karena konsep moral dan ajaran yang disampaikan, tidaklah
mengherankan jika pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap. 15
6) Faktor Emosional
Kadang kala sikap merupakan suatu bentuk pernyataan yang didasari oleh
emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego. 15

2.3. Perilaku Merokok


2.3.1. Definisi Perilaku

Semua kegiatan ataupun aktivitas manusia, yang dapat teramati oleh panca
indera ataupun tidak dapat diamati secara langsung dinamakan perilaku. Perilaku
manusia menjadi dua kelompok, yaitu perilaku tertutup dan perilaku terbuka.
Perilaku tertutup ialah reaksi seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tertutup,
tidak bisa dilihat atau diamati orang lain. Contoh perilaku tertutup seperti pikiran,
pengetahuan, tanggapan atau sikap batin. Perilaku tertutup disebut juga bentuk

12
pasif atau respons internal. Perilaku terbuka ialah respon seseorang atau reaksi
terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau praktik sehingga mudah
diamati orang lain. Perilaku terbuka juga disebut bentuk aktif dari perilaku karena
dengan mudah dapat di observasi langsung oleh orang disekitarnya.11
Faktor-faktor yang membedakan reaksi terhadap stimulus ini disebut
determinan perilaku. Determinan perilaku dibagi menjadi dua, yaitu determinan
internal dan determinan eksternal. Determinan internal yaitu karakteristik orang
yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya jenis kelamin, tingkat
emosional, dan tingkat kecerdasan. Faktor eksternal sering menjadi faktor yang
dominan yang mempengaruhi perilaku individu. Faktor eksternal diantaranya
lingkungan baik fisik, sosial, ekonomi, budaya, dan politik.16

2.3.2. Definisi Perilaku Merokok

Terdapat empat jenis perilaku merokok berdasarkan Management of Affect


Theory yaitu, Perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif, dipengaruhi
perasaan negatif, perilaku merokok yang adiktif dan perilaku yang sudah menjadi
kebiasaan. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan positif yaitu perilaku
yang beranggapan bahwa dengan banyak merokok seseorang merasakan
bertambahnya rasa positif. Contohnya seseorang yang merasa lebih percaya diri
jika merokok. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif yaitu perilaku
yang bertujuan untuk mengurangi perasaan negatif. Misalnya seseorang yang
sedang cemas akan merokok untuk menghilangkan rasa cemasnya dan
menenangkan perasaannya. Perilaku merokok yang adiktif mengakibatkan
seseorang kecanduan dan akan terus meningkatkan dosis rokok yang dihisap
satiap saat setelah efek rokok tersebut berkurang. Perilaku merokok yang sudah
menjadi kebiasaan yaitu merokok sudah menjadi perilaku yang otomatis
dilakukan, seringkali merokok dilakukan dengan atau tanpa disadari. misalnya
menghisap rokok setelah selesai makan.17

13
2.3.3. Definisi Rokok Dan Kandungan Rokok

Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau


bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana
Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar
dengan atau tanpa bahan tambahan. Definisi tersebut menggambarkan bahwa
kandungan terbesar dari rokok yaitu nikotin dan tar. 18
Nikotin suatu bahan adiktif yang dapat membuat orang menjadi ketagihan
dan menimbulkan ketergantungan. Daun tembakau mengandung satu sampai tiga
persen nikotin. Disebutkan bahwa, nikotin adalah zat atau bahan senyawa
pirrolidin yang terdapat dalam Nikotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies
lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan
18
ketergantungan. Nikotin bersifat toksis terhadap jaringan saraf. Nikotin juga
menyebabkan tekanan darah sistolik dan diastolik mengalami peningkatan,
kontraksi otot jantung meningkat, pemakaian oksigen bertambah, aliran darah dan
pemuluh koroner bertambah, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Nikotin
meningkatkan kadar gula darah, kadar asam lemak bebas kolesterol LDL, dan
meningkatkan agregasi sel pembekuan darah. Nikotin juga yang membuat
seseorang ketagihan rokok. 19
Tar merupakan kumpulan dari ratusan atau bahkan ribuan bahan kimia
dalam komponen padat asap rokok setelah dikurangi nikotin dan air. Tar ini
mengandung bahan-bahan karsinogen (dapat menyebabkan kanker). Sumber Tar
adalah tembakau, cengkeh, pembalut rokok, dan bahan organik lainnya yang
terbakar. Tar hanya dijumpai pada rokok yang dibakar. Didalam Tar ditemukan
karsinogenik: polisiklinik hidrokarbon aromatis yang memicu kanker paru. Selain
itu, juga ditemukan Nitrosoamine nikotin didalam rokok yang berpotensi besar
sebagai karsinogenik terhadap jaringan paru. bahan ini terdapat dalam tembakau,
tetapi tidak dijumpai dalam cengkeh. 19
Gas karbon monoksida terdapat sekitar 2-6% dalam rokok sedangkan gas
karbon monoksida yang dihisap oleh perokok paling rendah 400 ppn (part

14
permilion) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi-haemoglobin dalam darah
sejumlah 2-16%. Kadar normal karboksi-haemoglobin hanya 1% pada bukan
perokok. Kandungan kadar karbon monoksida didalam rokok kretek lebih rendah
19
dibandingkan dengan kandungan karbon monoksida pada rokok putih. Gas
tersebut merupakan gas berbahaya yang terkandung dalam asap pembuangan
kendaraan bermotor. Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna
dari unsur zat arang atau karbon. CO menggantikan 15% oksigen yang seharusnya
dibawa oleh sel-sel darah merah. CO juga dapat merusak lapisan dalam pembuluh
darah dan meninggikan endapan lemak pada dinding pembuluh darah,
menyebabkan pembuluh darah tersumbat.20
Rokok mengandung 4000 bahan kimia seperti nikotin, gas karbon
monoksida, nitrogen oksida, hydrogen cyanide, ammonia, acrolein, acetilen,
benzaldehyde, urethane, benzene, methanol, coumarin, 4-ethylcatechol,
ortocresol, perylene, dan lain-lain. Secara umum, bahan-bahan ini dapat
digolongkan menjadi dua, Komponen gas dan komponen padat (partikel).
Komponen padat atau partikel dibagi menjadi nikotin dan tar. 19

2.3.4. Jenis-Jenis Rokok

Masyarakat Indonesia mengenal beberapa jenis rokok seperti rokok putih,


rokok kretek, rokok kelembak atau rokok siong, rokok cerutu, rokok tingwe,
rokok pipa dan lain-lain. Rokok putih adalah rokok yang dibuat dari daun
tembakau saja tanpa dicampuri bahan-bahan yang lain. Berbeda dengan rokok
putih, rokok keretek adalah rokok yang terbuat dari campuran tembakau dan
cengkeh. Rokok kelembak yaitu rokok yang dibuat dari tembakau dan dicampur
dengan kelembak. Rokok cerutu terbuat dari daun tembakau kering yang dirajang
agar lebar disusun sedemikian rupa yang kemudian dibalut dengan daun
tembakau. Daun tembakau Deli merupakan pembalut cerutu yang termahsyur di
seluruh dunia. Rokok tingwe adalah rokok yang dibuat sendiri oleh perokok yang
bahan bakunya dari tembakau rajangan kering dan biasanya dicampur dengan
cengkeh yang dirajang, kelembak, dan terkadang juga dicampur kemenyan. 19

15
Berdasarkan penggunaan filter, rokok dibagi menjadi dua jenis yaitu rokok
filter dan rokok non-filter. Rokok filter ialah rokok yang pada bagian pangkalnya
terdapat gabus sedangkan rokok non-filter ialah rokok yang pada bagian
pangkalnya tidak terdapat gabus. Rokok yang tidak menggunakan filter lebih
berbahaya dibandingkan rokok yang menggunakan filter. 19

2.3.5. Penggolongan Perokok

Perokok aktif dan perokok pasif ialah orang yang beresiko terpapar asap
rokok yang berisi zat-zat kimia. Perokok aktif ialah perokok yang memiliki
kebiasaan merokok atau dengan kata lain ialah orang yang menghisap rokok.
Sedangkan perokok pasif ialah orang yang tidak melakukan aktifitas merokok
secara langsung, tetapi menghirup asap dari perokok pasif. Perokok pasif rentan
menjadi korban penyakit akibat rokok karena menghirup asap sampingan yang
memiliki bahaya tiga kali lebih besar. 21
Jumlah rokok yang dihisap bisa dalam satuan batang, bungkus, pak per
hari. Menurut jumlah rokok yang dihisap, perokok juga dapat digolongkan
menjadi perokok ringan, perokok sedang dan perokok berat. Perokok ringan ialah
perokok yang merokok kurang dari 10 batang per hari. Perokok sedang ialah
perokok yang menghisap rokok 10-20 batang per hari. Perokok berat ialah
perokok yang menghisap rokok lebih dari 20 batang per hari.22
Penggolongan perokok berdasarkan waktu merokoknya menjadi tiga
kategori yaitu perokok ringan, perokok sedang, perokok berat dan perokok sangat
berat. Perokok ringan merokok dengan selang waktu merokok 60 menit dari
bangun pagi. Perokok sedang dengan selang waktu 31- 60 menit dari bangun pagi.
Perokok berat dengan selang waktu 6-30 menit dari bangun pagi. Dan perokok
sangat berat yaitu dengan selang waktu 5 menit dari bangun pagi.23
Berdasarkan Indeks Brinkman, yaitu hasil perkalian antara rerata jumlah
batang rokok yang diisap setiap hari dan lama merokok dalam tahun, perokok
diklasifikasikan menjadi perokok ringan, perokok sedang, dan perokok berat.
Perokok ringan yaitu perokok dengan Indeks Brinkman <200 poin. Perokok

16
sedang yaitu perokok dengan Indeks Brinkman 200−¿599 poin. Perokok berat
yaitu perokok dengan Indeks Brinkman >600 poin.24
2.3.6. Bahaya Akibat Rokok

1) Kanker Paru
Penyakit kanker paru sering dihubungkan dengan kebiasaan merokok
sebagai penyebab utamanya. Hal ini terbukti dari penelitian-penelitian yang
berada di luar negeri maupun dalam negeri. Selain dikarenakan kebiasaan
merokok, faktor lain yang berperan dalam meningkatnya resiko kanker paru
seperti pencemaran udara dalam industri dan pertambangan. Beberapa bahan
pencemar yang dihubungkan dengan meningkatnya resiko kanker paru adalah
asbes, arsen, berilium, cadmium, gas mustard, chromium, uranium dan nikel.
Bahan pencemar ini hanya meningkatkan resiko kanker paru sekitar 10-20%. Jadi,
faktor penyebab utama kanker paru adalah kebiasaan merokok. 25

2) Penyakit Jantung
Bahan dalam asap rokok yang meningkatkan resiko penyakit jantung yaitu
nikotin dan gas karbon monoksida (CO). Nikotin dapat mengganggu jantung,
membuat irama jantung menjadi tidak teratur, mempercepat aliran darah,
menimbulkan kerusakan lapisan dalam dari pembuluh darah dan menimbulkan
penggumpalan darah. Gas CO akan mengganggu kemampuan darah untuk
berikatan dengan oksigen karena gas CO mempunyai kemampuan mengikat zat
hemoglobin di dalam darah 200 kali lebih kuat daripada oksigen. Hal ini
mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen yang merupakan suatu bahan utama
bagi kehidupan manusia. Kebiasaan merokok berpengaruh pada jantung dan
pembuluh darah melalui mekanisme aterosklerotik, gangguan metabolisme lemak,
gangguan sistem homeostatik, gangguan irama jantung, serta penurunan
kemampuan untuk oksigenisasi. 25

3) Hipertensi
Merokok dikaitkan dengan efek pressor dengan peningkatan tekanan

17
darah sekitar 10/7 mmHg pada pasien hipertensi 15 menit setelah merokok
sebanyak dua batang (14). Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan
tekanan sistolik 10- 25 mmHg dan menambah detak jantung 5-20 kali per menit
(9). Hal ini dapat disimpulkan bahwa merokok dapat memicu hipertensi. 25

4) Kehamilan
Calon ibu yang memiliki kebiasaan merokok akan membawa akibat buruk
untuk bayi yang dikandungnya. Wanita hamil yang merokok beresiko lebih besar
melahirkan bayi yang meninggal dibandingkan wanita hamil yang bukan perokok.
Jika wanita itu melahirkan normal, maka bayi wanita perokok lebih lebih sering
meninggal di bulan- bulan pertama kehidupannya. Hal ini dikarenakan berat
badan bayi dari ibu yang merokok umumnya kurang dan bayi mudah menjadi
sakit. Ibu yang memiliki kebiasaan merokok juga menyebabkan kelainan bawaan
pada bayi yang dilahirkannya seperti kelainan katup jantung. Selain itu, kejadian
abortus juga lebih sering terjadi pada wanita perokok. Para ahli juga mendeteksi
adanya kecenderungan gangguan tumbuh kembang anak-anak dari ibu perokok
baik dari sudut fisik, emosi maupun kecerdasan. Hal ini semua terjadi akibat
pengaruh bahan-bahan dalam asap rokok. 25

5) Penyakit Paru
Dua penyakit paru selain kanker paru yang sering dihubungkan dengan
kebiasaan merokok adalah bronkhitis kronik dan emfisema paru. bronchitis kronik
ditandai dengan keluhan batuk berdahak yang berkepanjangan, terjadi karena
kerusakan selaput lendir serta silia yang ada pada saluran napas. Emfisema
terutama ditandai oleh keluhan sesak napas yang terjadi karena kerusakan pada
saluran napas yang kecil. Jika kedua penyakit ini terjadi bersamaan, maka disebut
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Kelainan pada PPOK bersifat
irreversible sehingga upaya yang dilakukan adalah menjaga supaya kelainan tidak
makin memburuk dan mengusahakan perbaikan kemampuan bernapas. Kematian
akibat PPOK pada orang yang merokok sepuluh kali lipat lebih tinggi dibanding
orang yang tidak merokok. 25

18
6) Lama Merokok
Penelitian menyatakan merokok dimulai sejak umur kurang dari 10 tahun
atau lebih dari 10 tahun. Semakin muda seseorang merokok, semakin besar pula
pengaruhnya bagi kesehatan orang tersebut, hal ini dinamakan dose-response
effect. Resiko kematian akan meningkat seiring banyak jumlah rokok yang dihisap
dan usia pertama kali merokok.21 Dampak rokok akan terasa setelah konsumsi
selama 10-20 tahun karena zat kimia dalam rokok bersifat dinamis, dimana
semakin lama dosis racun akan mencapai titik toksik, sehingga dengan jelas
dampak rokok berupa kejadian hipertensi akan muncul kurang lebih setelah 10
tahun konsumsi.26 Terdapat hubungan linier yang signifikan antara lama merokok
dengan tekanan darah sistolik dan diastolik. Semakin lama merokok maka tekanan
darah sistolik dan diastolik semakin tinggi.27 Lama kebiasaan merokok merupakan
faktor yang mendukung atau mempercepat kejadian hipertensi.28

2.4. Hipertensi
2.4.1. Definisi dan Klasifikasi

Tekanan darah diklasifikasikan menjadi 7, yaitu tekanan darah optimal,


normal, normal-tinggi, hipertensi derajat 1, hipertensi derajat 2, hipertensi derajat
3, dan hipertensi sistolik terisolasi. Tekanan darah optimal adalah tekanan darah
yang sistoliknya kurang dari 120 mmHg dan diastoliknya kurang dari 80 mmHg.
Tekanan darah normal adalah tekanan darah yang sistoliknya di antara 120-129
mmHg dan atau diastoliknya di antara 80-84 mmHg. Tekanan darah normal-tinggi
adalah tekanan darah yang sistoliknya di antara 130-139 mmHg dan atau
diastoliknya di antara 85-89 mmHg. Hipertensi derajat 1 adalah tekanan darah
yang sistoliknya di antara 140-159 mmHg dan atau diastoliknya di antara 90-99
mmHg. Hipertensi derajat 2 adalah tekanan darah yang sistoliknya di antara 160-
179 mmHg dan atau diastoliknya di antara 100-109 mmHg. Hipertensi derajat 3
adalah tekanan darah yang sistoliknya lebih dari sama dengan 180 mmHg dan

19
atau diastoliknya lebih dari sama dengan 110 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi
adalah tekanan darah yang sistoliknya lebih dari sama dengan 140 mmHg dan
diastoliknya kurang dari 90 mmHg. 7

2.4.2. Jenis-Jenis Hipertensi

Hipertensi resisten adalah keadaan dimana tekanan darah yang tidak


mencapai target tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg dan atau tekanan
darah diastolik kurang dari 90 mmHg, walaupun sudah mendapatkan 3
antihipertensi berbeda golongan dengan dosis maksimal, salah satunya adalah
diuretic, dan pasien sudah menjalankan rekomendasi modifikasi gaya hidup.
Terdapat pula hipertensi resisten palsu, yang ditemukan bila pengukuran tekanan
darah kurang akurat, kalsifikasi berat atau arteriosklerotik arteri brakialis, efek jas
putih, ketidak-patuhan pasien, akibat berbagai hal seperti efek samping
pengobatan, jadwal obat rumit, hubungan dokter dan pasien tidak harmonis,
edukasi pasien tidak optimal, masalah daya ingat dan psikiatri pasien, serta biaya
tinggi pengobatan, dosis obat tidak optimal, atau kombinasi obat tidak tepat,
inersia dokter dalam menyesuaikan dosis regimen obat. 7
Hipertensi sekunder didapatkan pada sekitar 5% populasi hipertensi.
Penyebab hipertensi sekunder meliputi penyakit ginjal (parenkimal 2-3%;
renovaskular 1- 2%), endokrin 0,3-1% (aldosteronisme primer, feokromositoma,
sindrom Cushing, akromegali), vaskular (koarktasio aorta, aortoarteritis non-
spesifik), obat-obat 0,5% (kontrasepsi oral, OAINS, steroid, siklosporin) dan lain-
lain 0,5%. 7
Hipertensi emergensi adalah hipertensi derajat 3 dengan HMOD akut. Hal
ini sering kali mengancam jiwa dan memerlukan penanganan segera dan seksama.
Untuk menurunkan tekanan darah biasanya memerlukan obat intravena.
Kecepatan peningkatan dan tinggi tekanan darah sama pentingnya dengan nilai
absolut tekanan darah dalam menentukan besarnya kerusakan organ.
Gambaran hipertensi emergensi adalah sebagai berikut:
1) Hipertensi maligna: hipertensi berat (umumnya derajat 3) dengan perubahan

20
gambaran funduskopi (perdarahan retinadan atau papiledema),
mikroangiopati dan koagulasi intravaskular diseminasi serta ensefalopati
(terjadi pada sekitar 15% kasus), gagal jantung akut, penurunan fungsi ginjal
akut. Gambaran dapat berupa nekrosis fibrinoid arteri kecil di ginjal, retina
dan otak. Makna maligna merefleksikan prognosis buruk apabila tidak
ditangani denganbaik.
2) Hipertensi berat dengan kondisi klinis lain, dan memerlukan penurunan
tekanan darah segera, seperti diseksi aorta akut, iskemi miokard akut atau
gagal jantung akut.
3) Hipertensi berat mendadak akibat feokromositoma, berakibat kerusakan
organ.
4) Ibu hamil dengan hipertensi berat atau preeklampsia. Gejala emergensi
tergantung kepada organ terdampak, seperti sakit kepala, gangguan
penglihatan, nyeri dada, sesak napas, pusing kepala atau gejala defisit
neurologis. Gejala klinis ensefalopati hipertensi berupa somnolen, letargi,
kejang tonik klonik dan kebutaan kortikal hingga gangguan kesadaran.
Meskipun demikian, lesi neurologis fokal jarang terjadi dan bila terjadi,
hendaknya dicurigai sebagai stroke.
Kejadian stroke akut terutama hemoragik dengan hipertensi berat disebut
sebagai hipertensi emergensi. Namun demikian penurunan tekanan darah
hendaknya dilakukan dengan hati-hati.
Hipertensi urgensi merupakan hipertensi berat tanpa bukti klinis keterlibatan
organ target. Umumnya tidak memerlukan rawat inap dan dapat diberikan obat
oral sesuai dengan algoritma penatalaksanaan hiperteni urgensi.
Peningkatan tekanan darah mendadak dapat diakibatkan obat-obat
simpatomimetik. Keluhan nyeri dada berat atau stres psikis berat juga dapat
menimbulkan peningkatan tekanan darah mendadak. Kondisi ini dapat diatasi
setelah keluhan membaik tanpa memerlukan penatalaksanaan spesifik terhadap
tekanan darah. 7

21
2.4.3. Faktor Risiko Hipertensi

1) Umur
Harlock mengkategorikan usia dewasa ke dalam usia dewasa awal (18 –
39 tahun), dewasa tengan (40 – 60 tahun), dan lansia (> 60 tahun). 29 Hipertensi
pada orang dewasa berkembang mulai umur 18 tahun ke atas. Hipertensi
meningkat seiring dengan pertambahan umur, semakin tua usia seseorang maka
pengaturan metabolisme zat kapur (kalsium) terganggu. Hal ini menyebabkan
banyaknya zat kapur yang beredar bersama aliran darah. Akibatnya darah menjadi
lebih padat dan tekanan darah pun meningkat. Endapan kalsium di dinding
pembuluh darah menyebabkan penyempitan pembuluh darah (arteriosklerosis).
Aliran darah pun menjadi terganggu dan memacu peningkatan tekanan darah.30
Terdapat penelitian yang menyebutkan insidensi hipertensi pada usia 41-
55 sebesar 24,52% dan pada usia lebih dari 55 tahun sebesar 65,68%. Penelitian
lain menyebutkan usia lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi. 31
Pertambahan usia menyebabkan elastisitas arteri berkurang dan jantung harus
memompa darah lebih kuat sehingga meningkatkan tekanan darah. 32

2) Jenis Kelamin
Pada umumnya pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan
dengan perempuan, dengan rasio sekitar 2,29% untuk peningkatan tekanan darah
sistolik. Pria sering mengalami tanda-tanda hipertensi pada usia akhir tiga
puluhan. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan
tekanan darah dibandingkan dengan perempuan. Akan tetapi setelah memasuki
menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat. Wanita memiliki
resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi. Produksi hormon estrogen
menurun saat menopause, wanita kehilangan efek menguntungkannya sehingga
tekanan darah meningkat. 33

22
3) Obesitas
Peningkatan adipositas, baik dinilai sebagai indeks massa tubuh (BMI)
yang lebih tinggi, sangat terkait dengan tekanan darah yang lebih tinggi dan
perkembangan hipertensi. Kelebihan berat badan (termasuk kelebihan berat badan
dan obesitas) menyebabkan hipertensi yang lebih besar. Kegemukan dan obesitas
dapat meningkatkan tekanan darah melalui berbagai mekanisme, termasuk cedera
ginjal, resistensi insulin, gangguan pernapasan saat tidur, dan peningkatan
aktivitas simpatik yang disebabkan oleh jalur leptin-melanokortin.34

4) Riwayat Keluarga
Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, terdapat riwayat hipertensi dalam
keluarga. Faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang
kemudian menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut
Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45% akan
turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi
maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.35
Hipertensi ditemukan lebih banyak terjadi pada kembar monozigot (berasal dari
satu sel telur) dibanding heterozigot (berasal dari sel telur yang berbeda). Jika
memiliki riwayat genetik hipertensi dan tidak melakukan penanganan atau
pengobatan maka ada kemungkinan lingkungan akan menyebabkan hipertensi
berkembang dalam waktu 30 tahun, akan muncul tanda-tanda dan gejala
hipertensi dengan berbagai komplikasi.36

5) Ras
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang
berkulit putih, serta lebih besar tingkat morbiditas maupun mortalitasnya. Sampai
saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Beberapa peneliti
menyebutkan bahwa terdapat kelainan pada gen angiotensinogen tetapi

23
mekanismenya mungkin bersifak poligenik.37 Berbagai golongan etnik dapat
berbeda dalam kebiasaan makan, susunan genetika, dan sebagainya yang dapat
mengakibatkan angka kesakitan dan kematian. Salah satu contoh dari pengaruh
pola makan yaitu angka tertinggi hipertensi di Indonesia tahun 2000 adalah suku
Minang. Hal ini dikarenakan suku Minang atau orang yang tinggal di pantai,
biasanya mengkonsumsi garam lebih banyak dan menyukai makanan asin. 38

6) Diet
Asupan natrium yang tinggi terkait dengan peningkatan tekanan darah dan
perkembangan hipertensi. Pengurangan natrium diet dapat menurunkan tekanan
darah pada individu hipertensi dan normotensi, mencegah hipertensi, dan
meningkatkan respons tekanan darah terhadap sebagian besar terapi antihipertensi.
Secara umum, tingkat pengurangan tekanan darah akibat berkurangnya asupan
natrium lebih besar pada pasien kulit hitam, orang berusia menengah dan tua,
orang dengan hipertensi, dan, kemungkinan, pasien dengan diabetes atau penyakit
ginjal. Pengurangan natrium mengurangi risiko penyakit kardiovaskular melalui
efeknya pada tekanan darah dan efek lain yang tidak bergantung pada tekanan
darah.34

7) Konsumsi Alkohol
Pedoman Diet 2015-2020 untuk orang Amerika mendefinisikan peminum
moderat sebagai konsumsi satu minuman per hari untuk wanita dan hingga dua
minuman per hari untuk pria. Definisi "minuman standar" berbeda, baik di dalam
maupun di antara negara-negara, dengan minuman standar yang mengandung
mulai dari 8 gram alkohol hingga 20 gram alkohol. Konsumsi alkohol moderat
kemungkinan besar mengurangi risiko infark miokard melalui efeknya pada
sensitivitas insulin, aktivitas trombotik, dan peradangan. Tidak pasti apakah
anggur lebih kardioprotektif daripada jenis alkohol lainnya; Namun, kemungkinan
jenis alkoholnya tidak sepenting jumlah alkohol yang dikonsumsi dan pola
asupannya.34

24
8) Kebiasaan Merokok
Saat ini tidak ada lagi keraguan bahwa merokok merupakan faktor risiko
kardiovaskular yang kuat. Merokok merupakan salah satu gaya hidup paling
efektif untuk pencegahan sejumlah besar penyakit kardiovaskular termasuk stroke
dan infark miokard. Ini didukung oleh pengamatan bahwa di atas mereka yang
berhenti merokok sebelum usia paruh baya biasanya memiliki harapan hidup yang
sama dengan non-perokok seumur hidup. Gangguan fungsi endotel, kekakuan
arteri, peradangan, modifikasi lipid serta perubahan faktor antitrombotik dan
prothrombotik adalah faktor penentu utama inisiasi yang terkait dengan merokok,
dan percepatan proses atherothrombotik, yang mengarah pada kejadian
kardiovaskular.
Merokok secara akut memberikan efek takikardi yang bertahan lama,
melalui mekanisme yang melibatkan stimulasi sistem saraf simpatik. Namun,
bukti ini tidak sepenuhnya didukung oleh penelitian yang menilai dampak
merokok kronis terhadap tekanan darah. Dengan demikian, data yang tersedia
tentang kebiasaan merokok dan nilai-nilai tekanan darah atau risiko untuk
mengembangkan hipertensi yang berkelanjutan tidak secara jelas menunjukkan
hubungan kausal langsung antara kedua faktor risiko kardiovaskular ini. Merokok
mempengaruhi kekakuan arteri dan refleksi gelombang mungkin memiliki efek
merugikan yang lebih besar pada tekanan darah pusat, yang lebih erat terkait
dengan kerusakan organ target daripada tekanan darah brakialis.
Pasien hipertensi yang merokok lebih mungkin berkembang menjadi
hipertensi berat, termasuk hipertensi maligna dan renovaskular. Perokok memiliki
angka kematian total dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok.
Selain itu, merokok dan hipertensi telah terbukti memberikan efek negatif sinergis
pada risiko penyakit arteri koroner dan stroke. Karena alasan ini, penting untuk
mendorong perokok untuk berhenti, dan membantu mereka yang sangat
kecanduan sehingga mereka membutuhkan program berhenti merokok yang tegas
untuk memiliki peluang sukses.39

25
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1. Instrumen dan Subjek Penelitian


3.1.1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yaitu sphygmomanometer dan kuesioner. Jumlah


pertanyaan dalam kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya
adalah 46 buah yang dibagi menjadi empat kategori, yaitu:
1) Data demografi responden 5 pertanyaan.
2) Perilaku, pengetahuan, dan sikap merokok :
 Perilaku merokok 7 pertanyaan.
 Pengetahuan tentang rokok 19 pertanyaan.
 Sikap merokok 15 pertanyaan.

3.1.2. Subjek Penelitian

Kriteria inklusi subjek penelitian ini adalah:


- Pasien laki-laki berusia 18 tahun ke atas yang datang berobat ke Puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta.
- Dapat berkomunikasi dengan baik.
- Bersedia ikut dalam penelitian dan mengikuti wawancara.
Kriteria eksklusi subjek penelitian ini adalah:
- Menderita hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain (hipertensi
sekunder) seperti pada DM, hipertiroid, penyakit ginjal, dan lain sebagainya.
- Memiliki gangguan kejiwaan.
- Memiliki gangguan pendengaran.

26
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian: Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten


Purwakarta.
Waktu penelitian: 30 September – 16 November 2019 yang dimulai dengan
pengumpulan data sampai pelaporan hasil penelitian.

3.3. Metode Penelitian


3.3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan desain


potong lintang. Penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan antara
perilaku merokok dengan kejadian hipertensi pada pasien laki-laki di Puskesmas
Bungursari dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada 30 September – 16
November 2019. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji chi square.

3.3.2. Variabel Penelitian

 Variabel bebas: Perilaku merokok (merokok (ya atau tidak); lama merokok
(ringan-sedang/berat); jumlah rokok yang dihisap (ringan-sedang/berat);
dan indeks Brinkman (ringan-sedang/berat).
 Variabel terikat : Hipertensi (ya atau tidak).

3.3.3. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional


berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga peneliti dapat melakukan
pengukuran yang tepat terhadap suatu fenomena yang ada.
a. Umur
Definisi : Jumlah tahun dihitung sejak lahir sampai dengan ulang tahun
terakhir saat pengambilan data. Pengkategorian usia menurut teori Hurlock:40

27
1. Dewasa awal (18-39 tahun)
2. Dewasa tengah (40-60 tahun)
3. Lansia (>60 tahun)
Cara pengukuran : Mengisi kuesioner bagian A
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur : Umur dalam tahun
Skala pengukuran : Ordinal

b. Pendidikan
Definisi : Pendidikan responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
jenjang pendidikan formal terakhir yang diikuti oleh responden.12
Cara pengukuran : Mengisi kuesioner bagian A
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur : Tidak tamat SD/sederajat, Tamat SD/sederajat, Tamat
SMP/sederajat, Tamat SMA/sederajat, atau Tamat Sarjana/Diploma.
Skala pengukuran : Ordinal

c. Tekanan Darah
Definisi : Data ini diambil dengan cara mengukur tekanan darah responden
saat mengisi kuesioner.
Cara pengukuran : Pemeriksaan tekanan darah dengan metode auskultasi
Alat ukur : Sphygmomanometer
Hasil ukur: Menurut Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019
dikelompokkan menjadi:7
1. Normal 120 – 139 dan/ atau 80 – 89
2. Hipertensi ≥ 140 dan/ atau ≥ 90
Skala pengukuran : Ordinal

28
d. Merokok
Merokok yang terdiri dari pengetahuan, sikap, dan perilaku.
1. Pengetahuan merokok
Definisi : Pengetahuan responden mengenai bahaya merokok, zat racun
yang dihasilkan rokok, pengaruh rokok terhadap kesehatan, penyakit-
penyakit yang diakibatkan rokok dan peraturan tentang larangan
merokok.11
Cara pengukuran : Mengisi kuesioner bagian B (yang berisi 19 pertanyaan)
Alat ukur : Kuesioner dengan pilihan jawaban pertanyaan dengan nilai
Benar = 1 dan Salah = 0
Hasil ukur : Pengetahuan kurang baik (skor 55% atau skor ≤10),
Pengetahuan cukup baik (skor 56%-75% atau skor 11-14), dan
Pengetahuan baik (skor 76%-100% atau skor ≥15) 41
Skala pengukuran : Ordinal

2. Perilaku merokok
 Tipe perokok
Definisi : Perilaku merokok responden, aktif atau pasif.
Cara pengukuran : Mengisi kuesioner bagian B (yang berisi 7
pertanyaan)
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur : 1. Perokok aktif2. Perokok pasif21
Skala pengukuran : Nominal
 Jenis rokok
Definisi : Jenis rokok yang dihisap responden. Berdasarkan efeknya,
dikelompokkan menjadi dua yaitu rokok filter dan rokok non-filter. 19
Cara pengukuran : Mengisi kuesioner bagian B (yang berisi 7
pertanyaan)
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur : 1. Rokok filter 2. Rokok non-filter
Skala pengukuran : Nominal

29
 Jumlah rokok yang dihisap
Definisi : Banyaknya rokok yang dihisap responden dalam sehari.
Cara pengukuran : Mengisi kuesioner bagian B (yang berisi 7
pertanyaan)
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur:42
- Perokok ringan: <10 batang perhari
- Perokok sedang: 10–20 batang perhari
- Perokok berat: >20 batang perhari
Skala pengukuran : Ordinal
 Lama merokok
Definisi: Lama responden berperilaku merokok yang dihitung dalam
tahun.
Cara pengukuran: Mengisi kuesioner bagian B (yang berisi 7 pertanyaan)
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur:26
- Perokok ringan: < 10 tahun
- Perokok sedang: 10 – 20 tahun
- Perokok berat: > 20 tahun
Skala pengukuran: Ordinal
 Indeks Brinkman
Definisi: Hasil perkalian antara rerata jumlah batang rokok yang diisap
setiap hari dan lama merokok dalam tahun.
Cara pengukuran: Mengisi kuesioner bagian B (yang berisi 7 pertanyaan)
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur:24
- Perokok ringan : Indeks Brinkman < 200 poin.
- Perokok sedang : Indeks Brinkman 200–599 poin.
- Perokok berat : Indeks Brinkman > 600 poin.
Skala pengukuran : Ordinal
 Pengaruh perilaku merokok

30
Definisi : Hal yang mempengaruhi perilaku merokok responden.
Cara pengukuran : Mengisi kuesioner bagian B (yang berisi 7
pertanyaan)
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur yaitu: 17
- Perasaan positif
- Perasaan negatif
- Kebiasaan
Skala pengukuran : Nominal

3. Sikap Merokok
Definisi : Suatu bentuk respon dari responden tentang rokok
Cara pengukuran : Mengisi kuesioner bagian B yang menggunakan skala
Likert dimana pernyataan yang bersifat positif terhadap rokok, setuju
diberi skor 2, kurang setuju diberi skor 1, dan tidak setuju diberi skor 0;
pernyataan yang bersifat negatif terhadap rokok, setuju diberi skor 0,
kurang setuju diberi skor 1, dan tidak setuju diberi skor 2.24
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur : 1. Baik (skor > 75%) 2. Cukup baik (skor 40-75%)
3. Kurang baik (skor < 40%)
Skala Pengukuran : Ordinal

3.3.4. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti sedangkan objek


yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi disebut sampel. Populasi
target pada penelitian ini adalah seluruh pasien laki-laki yang datang berobat ke
Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta. Sampel
dari penelitian ini adalah pasien laki-laki yang datang berobat ke Puskesmas
Bungursari dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.

31
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan peneliti adalah dengan
nonprobability sampling dengan jenis incidental sampling, yaitu teknik penentuan
sampel berdasarkan kebetulan, yaitu responden yang secara kebetulan/insidental
bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang
yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.43 Pengumpulan data
melalui wawancara terpimpin dengan kuesioner tertutup.
3.4. Prosedur Penelitian

1. Menyiapkan kuisioner untuk menilai pengetahuan, sikap, dan perilaku


merokok pada pasien laki-laki yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di
Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta.
2. Meminta izin kepada Kepala Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari,
Kabupaten Purwakarta untuk melakukan penelitian di puskesmas setempat.
3. Penelitian ini dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan secara sukarela
setelah penjelasan atau informed consent secara lisan dari subjek penelitian.
4. Melakukan pengambilan data dengan cara wawancara terpimpin pada pasien
laki-laki yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di Puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta pada 30
September – 16 November 2019. Responden menjawab kuisioner sesuai
dengan gaya hidup responden secara jujur.
5. Kuesioner dikumpulkan oleh peneliti, lalu diperiksa kelengkapannya. Semua
data yang sudah terkumpul akan diolah dan dianalisis.

3.5. Teknik Pengolahan Data

Data yang terkumpul kemudian diolah. Tahapan pengolahan data yang


dilakukan oleh peneliti, yaitu:24
1. Editing
Mengedit adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan
oleh para pengumpul data. Tujuannya adalah untuk mengurangi kesalahan
atau kekurangan yang ada di dalam daftar pertanyaan yang sudah

32
diselesaikan sampai sejauh mungkin. Pada penelitian ini, kuesioner yang
terkumpul akan diperiksa mengenai kelengkapan jawaban, kejelasan
makna jawaban, kesesuaian jawaban, relevansi jawaban dan keseragaman
satuan data.
2. Coding
Koding adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para
responden ke dalam kategori-kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan
dengan cara memberi tanda atau kode berbentuk angka pada masing-
masing jawaban. Pada tahap ini, peneliti melakukan dua langkah yaitu
menentukan kategori-kategori yang akan digunakan dan mengalokasikan
jawaban-jawaban responden pada kategori-kategori tersebut.
3. Entry data
Memasukkan data (Entry data) yakni memasukkan jawaban
responden yang sudah berbentuk kode ke dalam program atau software
komputer. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan program Statistis
Program for Social Sciences (SPSS) for Windows untuk entry data.
4. Cleaning
Pembersihan data (cleaning) merupakan proses pengkoreksian atau
pembetulan data-data yang dalam pemeriksaan ulang ditemukan adanya
kesalahan dalam pengkodean atau ketidaklengkapan, dan sebagainya.
5. Saving
Saving dilakukan dengan menyimpan data yang akan dianalisis.

3.6. Pengolahan Data


3.6.1. Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan akan diolah dan dianalisis dengan


menggunakan software Statistical Package for the Social Sciences (SPSS).
Selanjutnya dilakukan analisis data berupa analisis univariat dan analisis bivariat.
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian, yaitu distribusi responden berdasarkan

33
kelompok umur, distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan, distribusi
responden berdasarkan kejadian hipertensi, distribusi responden berdasarkan
kategori perilaku merokok, distribusi responden berdasarkan pengetahuan
terhadap rokok, distribusi responden berdasarkan sikap merokok, sedangkan
analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel terikat
dengan variabel bebas menggunakan uji chi square yang mana kedua variabel
bersifat kategorik, yaitu hubungan antara perilaku merokok dengan kejadian
hipertensi pada responden. Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai p
(p-value) dengan tingkat kemaknaan 0,05. Jika nilai p≤0,05, maka H0 ditolak dan
H1 diterima. Dengan kata lain, terdapat hubungan yang bermakna antara dua
variabel yang diujikan. Namun, apabila p>0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Dengan kata lain, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara dua variabel
yang diujikan.

3.6.2. Hipotesis Statistik

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian. Dalam


penelitian ini yang dirancang oleh peneliti adalah
 Null Hypothesis (H0).
1. Merokok tidak berhubungan dengan kejadian hipertensi di Puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta Tahun 2019.
2. Banyaknya jumlah rokok tidak berhubungan dengan kejadian hipertensi
di Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten
Purwakarta Tahun 2019.
3. Lama merokok tidak berhubungan dengan kejadian hipertensi di
Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta
Tahun 2019.
4. Indeks Brinkman tidak berhubungan dengan kejadian hipertensi di
Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta
Tahun 2019.
 Alternate Hypothesis (H1)

34
1. Merokok berhubungan dengan kejadian hipertensi di Puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta Tahun 2019.
2. Banyaknya jumlah rokok berhubungan dengan kejadian hipertensi di
Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta
Tahun 2019.
3. Lama merokok berhubungan dengan kejadian hipertensi di Puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta Tahun 2019.
4. Indeks Brinkman berhubungan dengan kejadian hipertensi di Puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta Tahun 2019.

3.6.3. Kriteria Uji


 Jika p ≤ 0,05 maka H0 ditolak
 Jika p> 0,05 maka H0 gagal ditolak

3.7. Etika Penelitian

 Partisipasi
Pengambilan data dilakukan setelah responden mengerti maksud dan
tujuan penelitian.
 Jaminan kerahasiaan data
Seluruh data dan informasi penelitian ini akan dirahasiakan sehingga
tidak memungkinkan untuk diketahui orang lain.
 Keikutsertaan
Keikutsertaan responden bersifat sukarela. Responden dapat menolak
maupun mengundurkan diri setiap saat. Bila responden tidak mengikuti dan
menaati aturan yang diberikan, responden dapat dikeluarkan setiap saat
selama penelitian dilakukan.

35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengumpulan data kuesioner pada responden laki-laki di Puskesmas


Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta tahun 2019 pada
tanggal 30 September – 16 November 2019 didapatkan sebanyak 121 responden
yang memenuhi kriteria inklusi, tidak ada responden yang dieksklusikan, sehingga
terdapat sebanyak 121 responden yang digunakan sebagai sampel penelitian.

4.1. Hasil Penelitian

Hasil data kuesioner yang sudah dikumpulkan dilakukan analisis univariat


untuk mengetahui distribusi pasien secara keseluruhan. Data kuesioner responden
dilakukan analisis univariat berdasarkan umur, tingkat pendidikan, dan kejadian
hipertensi

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur


Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
18 – 39 tahun 49 40,5
40 – 60 tahun 58 47,9
>60 tahun 14 11,6
Total 121 100

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa di Puskesmas Bungursari,


Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta sebanyak 49 responden (40,5%)
berumur 18 – 39 tahun, sebanyak 58 responden (47,9%) berumur 40 – 60 tahun,
dan sebanyak 14 responden (11,6%) berumur > 60 tahun.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

36
Derajat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
Tidak tamat SD/sederajat 7 5,8
Tamat SD/sederajat 23 19
Tamat SMP/sederajat 21 17,4
Tamat SMA/sederajat 43 35,5
Tamat Sarjana/Diploma 27 22,3
Total 121 100

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa di Puskesmas Bungursari,


Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta sebanyak 7 responden (5,8%)
tidak tamat SD/ sederajat, sebanyak 23 responden (19%) tamat SD/ sederajat,
sebanyak 21 responden (17,4%) tamat SMP/ sederajat, sebanyak 43 responden
(35,5%) tamat SMA/ sederajat dan sebanyak 27 responden (22,3%) tamat Sarjana/
Diploma.

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Hipertensi


Hipertensi Frekuensi Persentase (%)
Ya 62 51,2
Tidak 59 48,8
Total 121 100

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui jumlah penderita hipertensi di Puskesmas


Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta sebanyak 62
responden (51,2%) menderita hipertensi dan sebanyak 59 responden (48,8%)
tidak menderita hipertensi.
Data kuesioner responden dilakukan analisis univariat berdasarkan
kategori perilaku merokok yaitu status merokok, jenis rokok, jumlah batang
rokok/hari, lama merokok, indeks Brinkman (poin), tipe perokok, dan pengaruh
perilaku merokok yang dapat dilihat pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku Merokok


Kategori Perilaku Merokok Frekuensi Presentase (%)
Status Merokok
Ya 93 76,9
Tidak 28 23,1

37
Total 121 100
Jenis Rokok
Rokok Filter 63 67,7
Rokok Non-Filter 30 32,3
Total 93 100
Jumlah Batang Rokok/hari
< 10 batang/hari 33 35,5
10 – 20 batang/hari 48 51,6
> 20 batang/hari 12 12,9
Total 93 100
Lama Merokok
< 10 tahun 19 20,4
10-20 tahun 28 30,1
> 20 tahun 46 49,5
Total 93 100
Indeks Brinkman (Poin)
< 200 (Ringan) 47 50,5
200 – 599 (Sedang) 30 32,3
 600 (Berat) 16 17,2
Total 93 100
Tipe Perokok
Perokok Aktif 93 80,2
Perokok Pasif 23 19,8
Total 121 100
Pengaruh Perilaku Merokok
Perasaan Positif 6 6,5
Perasaan Negatif 1 1,1
Kebiasaan 86 92,5
Total 93 100

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui status merokok responden di Puskesmas


Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta, sebanyak 93
responden (76,9%) merokok dan sebanyak 28 responden (38%) tidak merokok.
Pada 93 responden yang merokok, terdapat 63 responden (67,7%) menghisap
rokok filter dan sebanyak 30 responden (32,3%) menghisap rokok non-filter. Pada
responden yang merokok, sebanyak 33 responden (35,3%) menghisap rokok
kurang dari 10 batang per hari, sebanyak 48 responden (51,6%) menghisap rokok
antara 10-20 batang per hari dan sebanyak 12 responden (12,9%) menghisap
rokok lebih dari 20 batang per hari. sebanyak 19 responden (15,7%) menghisap
rokok kurang dari 10 tahun, sebanyak 28 responden (23,1%) menghisap rokok
antara 10-20 tahun dan sebanyak 46 responden (38%) menghisap rokok lebih dari
20 tahun. Sebanyak 19 responden (15,7%) menghisap rokok kurang dari 10 tahun,
sebanyak 28 responden (23,1%) menghisap rokok antara 10-20 tahun dan

38
sebanyak 46 responden (38%) menghisap rokok lebih dari 20 tahun. Berdasarkan
indeks Brinkman, terdapat 47 responden (50,5%) termasuk ke perokok ringan, 30
responden (32,3%) termasuk ke perokok sedang, dan 16 responden (17,2%)
termasuk ke perokok berat. Dari keseluruhan responden, sebanyak 93 responden
(80,2%) merupakan perokok aktif dan sebanyak 23 responden (19,8%) merupakan
perokok pasif. Pada responden yang merokok, sebanyak 6 responden (6,5%)
merokok dipengaruhi oleh perasaan positif, sebanyak 1 responden (1,1%)
merokok dipengaruhi oleh perasaan negatif dan sebanyak 86 responden (92,5%)
merokok dipengaruhi oleh kebiasaan.
Data kuesioner pengetahuan dan sikap responden dilakukan analisis
univariat dengan hasil pada tabel 4.5

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Sikap Merokok


Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Pengetahuan
Baik 102 84,3
Cukup baik 14 11,6
Kurang baik 5 4,1
Total 121 100
Sikap
Baik 70 57,9
Cukup baik 49 40,5
Kurang baik 2 1,7
Total 121 100

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui karakteristik pengetahuan responden di


Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta, sebanyak
102 responden (84,3%) memiliki pengetahuan baik, sebanyak 14 responden
(11,6%) memiliki pengetahuan cukup baik, dan sebanyak 5 responden (4,1%)
memiliki pengetahuan kurang baik. Berdasarkan sikap merokok, sebanyak 70

39
responden (57,9%) memiliki sikap merokok baik, sebanyak 49 responden (40,5%)
memiliki sikap merokok cukup baik, dan sebanyak 2 responden (1,7%) memiliki
sikap merokok kurang baik.
Data kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat untuk mengetahui
hubungan perilaku merokok dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Bungursari,
Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta, Tahun 2019 menggunakan uji chi
square (α=0,05) dengan melihat nilai p dan Odd Ratio.

4.1.1. Hubungan Status Merokok dengan Kejadian Hipertensi

Tabel 4.6 Hubungan Status Merokok dengan Kejadian Hipertensi

Hipertensi Tidak Hipertensi Total OR P value


Merokok
N % N % N %
Ya 52 43 41 33,9 93 76,9 2,283 0,048
Tidak 10 8,3 18 14,9 28 23,1
Total 62 51,3 59 48,8 121 100

Hasil analisis hubungan antara status merokok dengan kejadian hipertensi


didapatkan sebanyak 52 subjek penelitian (43%) yang merokok menderita
hipertensi. Pada subjek penelitian yang tidak merokok didapatkan 10 subjek
penelitian (8,3%) yang menderita hipertensi. Hasil analisis statistik chi square
diperoleh nilai p=0,048 (p0,05) maka dapat disimpulkan ada hubungan yang
signifikan antara status merokok dengan kejadian hipertensi. Dari hasil analisis
didapatkan orang yang merokok memiliki risiko 2,283 kali lebih besar untuk
mengalami hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.

40
4.1.2. Hubungan Jumlah Batang Rokok per Hari dengan Kejadian
Hipertensi

Tabel 4.7 Hubungan Jumlah Batang Rokok per Hari dengan Kejadian Hipertensi
Jumlah Batang Hipertensi Tidak hipertensi Total OR P value
N % N % N %
Rokok/hari
> 20 batang/hari (Berat) 9 9,7 3 3,2 12 12,9
2,651 0,100
 20 batang/hari
43 46,2 38 40,9 81 87,1
(Ringan-Sedang)
Total 52 55,9 41 44,1 93 100

Hasil analisis hubungan antara jumlah batang rokok per hari dengan
kejadian hipertensi didapatkan sebanyak 9 subjek penelitian (9,7%) yang
termasuk perokok berat (> 20 batang/hari) menderita hipertensi. Pada subjek
penelitian yang termasuk perokok ringan-sedang ( 20 batang/hari) didapatkan 43
subjek penelitian (46,2%) yang menderita hipertensi. Hasil analisis statistik
mengunakan chi square diperoleh nilai p=0,100 (p>0,05) maka dapat disimpulkan
tidak ada hubungan yang signifikan antara lama merokok dengan kejadian
hipertensi.

4.1.3. Hubungan Lama Merokok dengan Kejadian Hipertensi

Tabel 4.8 Hubungan Lama Merokok dengan Kejadian Hipertensi


Hipertensi Tidak hipertensi Total OR P value
Lama Merokok
N % N % N %
>20 tahun (Berat) 33 35,5 13 14,0 46 49,5
20 tahun 3,741 0,002
19 20,4 28 30,1 47 50,5
(Ringan-Sedang)
Total 52 55,9 41 44,1 93 100

Hasil analisis hubungan antara lama merokok dengan kejadian hipertensi


didapatkan sebanyak 33 subjek penelitian (35,5%) dengan perokok berat (> 20
tahun) menderita hipertensi. Pada subjek penelitian dengan perokok ringan-
sedang ( 20 tahun) didapatkan 19 subjek penelitian (20,4%) yang menderita
hipertensi. Hasil analisis statistik diperoleh nilai p=0,002 (p0,05) maka dapat

41
disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara lama merokok dengan kejadian
hipertensi. Dari hasil analisis didapatkan orang dengan perokok berat (> 20 tahun)
memiliki risiko 3,741 kali lebih besar untuk mengalami hipertensi dibandingkan
dengan orang dengan perokok ringan-sedang ( 20 tahun).

4.1.4. Hubungan Indeks Brinkman dengan Kejadian Hipertensi

Tabel 4.9 Hubungan Indeks Brinkman dengan Kejadian Hipertensi


Indeks Hipertensi Tidak hipertensi Total OR P value
N % N % N %
Brinkman
>600 (Berat) 16 17,2 0 0 16 17,2
- -
<600 (Ringan-
36 38,7 41 44,1 77 82,8
Sedang)
Total 52 55,9 41 44,1 93 100

Hasil analisis hubungan antara indeks Brinkman dengan kejadian


hipertensi didapatkan sebanyak 16 subjek penelitian (17,2%) dengan indeks
Brinkman berat (>600) menderita hipertensi. Pada subjek penelitian dengan
indeks Brinkman ringan-sedang (<600) didapatkan 36 subjek penelitian (38,7%)
yang menderita hipertensi. Hubungan kejadian hipertensi dengan indeks
Brinkman tidak dapat dianalisis karena tidak terdapat perokok dengan indeks
Brinkman berat dan tidak hipertensi. Namun dapat dilihat bahwa semua perokok
dengan indeks Brinkman berat mengalami hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara indeks Brinkman dengan kejadian hipertensi

4.2. Pembahasan

42
4.2.1. Hubungan Status Merokok dengan Kejadian Hipertensi

Nikotin yang ada di dalam rokok dapat mempengaruhi tekanan darah


seseorang, bisa melalui pembentukan plak aterosklerosis, efek langsung nikotin
terhadap pelepas hormon epinefrin dan norepinefrin, ataupun melalui efek CO
dalam meningkatkan sel darah merah.44 Hasil uji chi-square didapatkan adanya
hubungan bermakna antara status merokok dengan kejadian hipertensi (p=0,048).
Hasil ini sejalan dengan penelitian di Kota Padang yang menunjukkan adanya
hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi
(p=0,003). 45
Penelitian di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kecamatan Kandangan
menunjukkan variabel kebiasaan merokok menunjukkan bahwa pada responden
yang menderita hipertensi lebih banyak terjadi pada responden yang memiliki
kebiasaan merokok (80%) dibandingkan dengan responden yang tidak merokok
(40%) dan terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian
hipertensi (p<0,05).46 Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai
47
pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Merokok
merupakan faktor risiko bagi beberapa penyakit tidak menular, diantaranya adalah
penyakit jantung dan peredaran (tekanan) darah. Dengan kata lain, semakin
banyak rokok yang dikonsumsi, maka tekanan darah juga akan semakin
meningkat. Pada responden yang tidak merokok tetapi masih terdapat yang
menderita hipertensi hal ini faktor genetik dan status gizi lebih. Walaupun
responden tidak merokok, akan tetapi ada faktor hipertensi lain yang
mempengaruhinya, hal inilah yang menyebabkan responden tidak merokok
dengan kejadian hipertensi. 48
Menurut penelitian di Kota Banjarbaru, Kecamatan Banjarbaru Selatan,
menunjukkan ada hubungan antara perilaku merokok dengan kejadian hipertensi
49
(p<0,05). Nikotin dalam rokok merupakan penyebab meningkatnya tekanan
darah segera setelah hisapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok,
nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan
diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai

43
otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal
untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan
pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan
yang lebih tinggi serta peran karbonmonoksida yang dapat menggantikan oksigen
dalam darah dan memaksa jantung memenuhi kebutuhan oksigen tubuh. Dengan
mengisap sebatang rokok akan memberi pengaruh besar terhadap naikya tekanan
darah. Hal ini dikarenakan asap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan
kimia yang 200 diantaranya beracun dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan
kanker bagi tubuh.50,51

4.2.2. Hubungan Jumlah Batang Rokok per Hari dengan Kejadian


Hipertensi

Jumlah rokok yang dihisap bisa dalam satuan batang, bungkus, pak per
hari. Menurut jumlah rokok yang dihisap, perokok juga dapat digolongkan
menjadi perokok ringan, perokok sedang dan perokok berat. Perokok ringan ialah
perokok yang merokok kurang dari 10 batang per hari. Perokok sedang ialah
perokok yang menghisap rokok 10-20 batang per hari. Perokok berat ialah
perokok yang menghisap rokok lebih dari 20 batang per hari.22
Hasil uji chi square didapatkan tidak adanya hubungan bermakna antara
jumlah batang rokok per hari dengan kejadian hipertensi (p=0,100). Hasil ini
sejalan dengan penelitian di kota Padang yang menunjukkan tidak terdapat
hubungan bermakna antara jumlah rokok dengan kejadian hipertensi (p=0,412),
penelitian di kota London, Inggris yang mendapatkan hasil tekanan darah rata-rata
yang tidak jauh berbeda antara ketiga kategori jumlah batang rokok (p>0,05), dan
penelitian di Norwegia yang menunjukkan tidak ada perbedaan baik pada perokok
harian yang merokok lebih dari satu bungkus per tahun dengan yang tidak pernah
perokok (data tidak ditunjukkan).45,52 (Magnus H Fasting, Tom IL Nilsen, Turid L
Holmen and Torstein Vik. 2008. Life style related to blood pressure and body
weight in adolescence: Cross sectional data from the Young-HUNT study,
Norway. Norwegian University of Science and Technology, N-7489 Trondheim,

44
Norway. BMC Public Health 2008, 8:111) Selain jumlah batang rokok per hari,
terdapat faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi yaitu pola makan.
Perokok berat memiliki pola makan yang berbeda dengan bukan perokok dimana
ia cenderung lebih banyak mengkonsumsi alkohol serta asupan elektrolit yang
tinggi sehingga kadar kolesterol lebih tinggi dan pada akhirnya menaikkan
tekanan darah. Karena faktor-faktor lain tersebut, efek kronis dari rokok sendiri
terhadap tekanan darah hanya sedikit.52 Hal itu yang memungkinkan hasil yang
berbeda dengan teori dalam penelitian ini bahwa merokok secara kronis dapat
menyebabkan disfungsi endotel, cedera pembuluh darah, pembentukan plak, dan
peningkatan kekakuan arteri yang mengarah pada perkembangan hipertensi.8,17
4.2.3. Hubungan Lama Merokok dengan Kejadian Hipertensi

Lama merokok dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok, yang


dikatakan perokok ringan adalah perokok yang kurang dari 10 tahun, perokok
sedang 10 – 20 tahun, dan perokok berat lebih dari 20 tahun. Dampak rokok akan
terasa setelah 10 – 20 tahun paska digunakan. Dengan demikian secara nyata
dampak rokok berupa derajat hipertensi akan muncul 10 – 20 tahun paska
digunakan. Peningkatan tekanan darah tidak begitu tampak namun dalam waktu
yang lama (10 – 20 tahun), dampak rokok akan terasa sehingga dapat
mengakibatkan beberapa penyakit yang berbahaya seperti stroke, infark
miokardium, jantung, impotensi, kanker dan lain-lain.53
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan adanya hubungan bermakna
antara lama merokok dengan terjadinya hipertensi dengan nilai p=0,002. Hasil
dari penelitian ini sesuai dengan penelitian lain di Kota Padang yang menyatakan
adanya hubungan bermakna antara lama merokok dengan kejadian hipertensi
(p=0,017).45 Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian di Klaten yang
menyatakan dampak rokok akan terasa setelah konsumsi selama 10 – 20 tahun
karena zat kimia dalam rokok bersifat berjalan yang semakin lama dosis racun
akan mencapai titik toksik, sehingga dengan jelas dampak rokok berupa kejadian
hipertensi akan muncul kurang lebih setelah 10 tahun konsumsi.54

45
Penelitian ini sejalan dengan penelitian di Cepu, Blora, Jawa Tengah yang
menunjukkan sangat besar pengaruh lama merokok terhadap kejadian hipertensi
(p=0,000 dan OR=21), artinya semakin lama memiliki kebiasaan merokok, maka
semakin tinggi kemungkinan menderita hipertensi. Dampak rokok memang akan
terasa setelah 10 – 20 tahun pasca penggunaan. Rokok juga punya dose-response
effect, artinya semakin muda usia mulai merokok, semakin sulit untuk berhenti
merokok, maka semakin lama seseorang akan memiliki kebiasaan merokok. Hal
itu menyebabkan semakin besar pula risiko untuk menderita hipertensi.55

4.2.4. Hubungan Indeks Brinkman dengan Kejadian Hipertensi

Terdapat banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa merokok dapat


menyebabkan efek negatif pada sistem kardiovaskular dan secara sinergis dengan
hipertensi dan dislipid sehingga meningkatkan risiko penyakit jantung koroner.
Nikotin memiliki efek agonis adrenergik, mediasi pelepasan katekolamin baik
local dan sistemik, dan juga pelepasan vasopressin.52 Derajat merokok menurut
Indeks Brinkman adalah hasil perkalian antara lama merokok dengan rata-rata
jumlah rokok yang dihisap perhari. Jika hasilnya kurang dari 200 dikatakan
perokok ringan, jika hasilnya antara 200–599 dikatakan perokok sedang dan jika
hasilnya lebih dari sama dengan 600 dikatakan perokok berat. 56 Semakin lama
seseorang merokok dan semakin banyak rokok yang dihisap perhari, maka derajat
merokok akan semakin berat. Penelitian ini sesuai dengan penelitian di Bekasi
dengan hasil nilai p=0,002.57 Penelitian lain dengan populasi warga Jepang
menyatakan bahwa terdapat peningkatan risiko hipertensi pada perokok dengan
indeks Brinkman berat, dengan hasil uji statistik yang signifikan (p<0,05).10 Selain
itu terdapat penelitian pada populasi usia pertengahan dan tua di Jepang dengan
hasil yang sesuai yaitu perokok dengan indeks Brinkman berat memiliki risiko
hipertensi yang lebih tinggi (p<0,001).58

46
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat kesimpulan sebagai berikut:


1) Merokok berhubungan dengan kejadian hipertensi di Puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta Tahun 2019.
2) Banyaknya jumlah rokok tidak berhubungan dengan kejadian hipertensi di
Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta.
Tahun 2019.
3) Lamanya merokok berhubungan dengan kejadian hipertensi di Puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta. Tahun 2019.
4) Indeks Brinkman berhubungan dengan kejadian hipertensi di Puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta Tahun 2019.

5.2. Saran

1) Diharapkan dimasa mendatang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel


yang lebih besar.
2) Diharapkan perokok segera berhenti merokok sehingga dapat mencegah
terjadinya hipertensi akibat merokok.
3) Diharapkan penderita hipertensi berhenti merokok sehingga dapat
mengurangi waktu lamanya konsumsi rokok.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Tobacco. https://www.who.int/health-


topics/tobacco. Accessed October 18, 2019.
2. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Perilaku Merokok
Masyarakat Indonesia Berdasarkan Riskesdas 2007 dan 2013. Hari Tanpa
Tembakau Sedunia. 2015:2-12. doi:24422-7659
3. Kementerian Kesehatan RI. Riskesdas Dalam Angka Provinsi Jawa Barat
2013. Lembaga Penerbitan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan; 2015.
4. Papathanasiou G, Mamali A, Papafloratos S, Zerva E. Effects of Smoking
on Cardiovascular Function: The Role of Nicotine and Carbon Monoxide.
Vol 8.; 2014.
5. Granado NS. Assessment of Hypertension and Military Deployments.
2008.
6. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Indonesia tahun 2018. Ris Kesehat Dasar 2018. 2018:182-183.
7. Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. Penatalaksanaan Hipertensi.
2019;36(6):451-452.
8. Bowman TS, Gaziano JM, Buring JE, Sesso HD. A Prospective Study of
Cigarette Smoking and Risk of Incident Hypertension in Women. J Am
Coll Cardiol. 2007;50(21):2085-2092. doi:10.1016/j.jacc.2007.08.017
9. Hikmah N. Hubungan Lama Merokok dengan Derajat Hipertensi di Desa
Rannaloe Kecamatan Bungaya Kabupaten Gowa. 2017.
10. Miyatake N, Wada J, Kawasaki Y, Nishii K, Makino H, Numata T.
Relationship between metabolic syndrome and cigarette smoking in the
Japanese population. Intern Med. 2006;45(18):1039-1043.
doi:10.2169/internalmedicine.45.1850
11. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta; 2012.
12. Ermawati D. Tingkat Pengetahuan Remaja Usia 15-19 Tahun tentang

48
Bahaya Merokok terhadap Kesehatan di Desa Pentur Simo Boyolali. 2015.
13. Ma’aruf A. Tingkat Pengetahuan tentang Bahaya Merokok pada Siswa
Kelas V SD Negeri Pucung LOR 02 Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap
Tahun Pelajaran 2014/2015. 2015.
14. Maulana H. Promosi Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2014.
15. Wawan A, Dewi M. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika; 2015.
16. Sumarna R. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Merokok Pada Mahasiswi
Ekstensi Angkatan 2007 di FISIP UI Tahun 2009. 2009.
17. Basyir AU. Mengapa Ragu Tinggalkan Rokok. Jakarta: Pustaka At-Tazkia;
2006.
18. Pemerintah Indonesia. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang
Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Jakarta: Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 100, 42, dan 139; 1999.
19. Sitepoe M. Kekhususan Rokok Di Indonesia. Jakarta: Grasindo
20. Armyn, Utama AA. Hubungan Merokok Terhadap Kejadian Hipertensi.
2017.
21. Crofton J, Simpson D. Tembakau: Ancaman Global. Jakarta: PT ELex
Media Computindo; 2009.
22. Bustan MN. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta;
2007.
23. Widowati DP. Pengaruh Stereotipi Perokok dan Konformitas Terhadap
Perilaku Merokok Pada Siswa SMP. 2008.
24. Anggraini D. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Terhadap Rokok
Dengan Kebiasaan Merokok Pada Pelajar SMAN 12 Medan Tahun 2017.
2017.
25. Aditama TY. Rokok Dan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI Press); 1997.

26. Purwanti RTPA. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Terjadinya


Hipertensi Pada Pegawai CV Lusindo Desa Sukadanau Cikarang Barat.

49
2018.
27. Zakiyah D. Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan Dengan Hipertensi
Dan Hiperlipidemia Sebagai Faktor Risiko PJK Diantara Pekerja
Dikawasan Industri Pulo Gadung Jakarta Timur Tahun 2006. 2008.
28. Martini S, Hendrati, Y L. Perbedaan Risiko Kejadian Hipertensi Menurut
Pola Merokok. J Penelit Med Eksakta. 2004.
29. Ningsih TS. Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Merokok pada Penderita
Hipertensi di RW 09, Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Kota
Depok. 2012.
30. Dina T, Elperin. A Large Cohort Study Evaluating Risk Factors Assosiated
With Uncontrolled Hypertension, The Journal of Clinical Hypertension. J
Clin Hypertens. 2013;16(2).
31. Aris. Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat. 2007.
32. National High Blood Pressure Education Program. Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure The Seventh Report of
the Joint National Committee on Complete Report.
33. Benson H. Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama; 2012.
34. Basile J, Bloch MJ. Overview of hypertension in adults. Uptodate. 2019.
https://www.uptodate.com/contents/overview-of-hypertension-in-adults.
35. Palmer A. Simple Guide: Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007.
36. Gunawan L. Hipertensi: Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007.
37. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture Notes:
Kardiologi. 4th ed. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005.
38. Cahyono JBSB. Gaya Hidup & Penyakit Modern. Jakarta: Penerbit
Kanisius; 2008.
39. Virdis A, Giannarelli C, Fritsch Neves M, Taddei S, Ghiadoni L. Cigarette
Smoking and Hypertension. Curr Pharm Des. 2010;16(23):2518-2525.
doi:10.2174/138161210792062920

50
40. Hurlock, Elizabeth. Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga; 1998.
41. Arikunto. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.
42. Mu’tadin Z. Remaja dan Rokok. http://www.e-
psikologi.com/remaja/05062.htm. Published 2002. Accessed November 19,
2019.
43. Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung:
Alfabeta; 2015.
44. Sani. Rokok dan Hipertensi. 2005.
45. Setyanda YOG, Sulastri D, Lestari Y. Hubungan Merokok dengan
Kejadian Hipertensi pada Laki-Laki Usia 35-65 Tahun di Kota Padang. J
Kesehat Andalas. 2015;4(2).
46. Fitriani SN, Yulidasari F, Fakhriadi R. Hubungan antara Status Gizi,
Kebiasaan Mengonsumsi Ketupat, Kebiasaan Merokok dan Lama Merokok
dengan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat Di Wilayah Puskesmas
Kandangan, Kecamatan Kandangan. J Publ Kesehat Masy Indones.
2016;3(2).
47. Kurniati, Udiyono, Saraswati. Gambaran Kebiasaan Merokok dengan Profil
Tekanan Darah Pada Mahasiswa Perokok Laki-Laki Usia 18-22 Tahun. J
Kesehat Masy. 2012;1(2).
48. Wahyudi AI. Gambaran Tekanan Darah Berdasarkan Faktor Pemberat
Hipertensi Pada Pasien Hipertensi Perokok Di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Kota Tanggerang. Skripsi. 2014.
49. Sriani KI, Fakhriadi R, Rosadi D. Hubungan Antara Perilaku Merokok dan
Kebiasaan Olahraga Dengan Kejadian Hipertensi Pada Laki-Laki Usia 18-
44 Tahun. J Publ Kesehat Masy Indones. 2016;3(1).
50. Mannan H, Wahiduddin, RIsmayanti. Faktor Risiko Kejadian Hipertensi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto Tahun 2012.
2013.
51. Sugiharto A. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat.
2007.

51
52. Primatesta P, Falaschetti E, Gupta S, Marmot MG, Poulter NR. Association
Between Smoking and Blood Pressure: Evidence From the Health Survey
for England. Hypertension. 2001;37:187-193.
53. Astuti LD. Linda Dwi Astuti. Hubungan Antara Perokok Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Lansia Di Dusun Gatak Desa Tamantirto Kasihan Bantul
Yogyakarta. 2010.
54. Sunyoto, Sutaryono, Martono N. Karakteristik Kebiasaan Merokok Pada
Pasien Laki-Laki Penderita Hipertensi di Rumah Sakit Islam Klaten.
CERATA J Pharm Sci. 2010.
55. Suheni, Yuliana. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian
Hipertensi Pada Laki-laki Usia 40 Tahun Ke Atas di Badan RS Daerah
Cepu. J Univ Negeri Sebel Maret. 2007.
56. Amelia R, Nasrul E, Basyar M. Artikel Penelitian Hubungan Derajat
Merokok Berdasarkan Indeks Brinkman dengan Kadar Hemoglobin. J
Kesehat Andalas. 2016;5(3):619-624.
57. Caesario Satria Putra A, Ayu Aprilia C, Indrawati R. Pengaruh Derajat
Merokok Aktif Dengan Kejadian Hipertensi Primer Pada Pengemudi Bus
Non AC di PT. Mayasari Bakti Periode Mei 2016. Yars Med J.
2019;26(3):119. doi:10.33476/jky.v26i3.755
58. Nagatomo N, Miyai N, Okano Y, et al. [PP.09.33] THE EFFECTS OF
SMOKING ON CENTRAL BLOOD PRESSURE IN MIDDLE-AGED
AND ELDERLY JAPANESE INDIVIDUALS. J Hypertens.
2017;35:e157-e158. doi:10.1097/01.hjh.0000523427.50911.fc

52
LAMPIRAN 1
KUESIONER PENELITIAN

53
54
55
56
LAMPIRAN 2
HASIL UJI DATA PENELITIAN

57
58
59
60
61
62
LAMPIRAN 3
DOKUMENTASI

63
RIWAYAT HIDUP

Nama : Vania Damara Permatasari


Nomor Pokok Mahasiswa : 1415025
Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 15 Mei 1996
Alamat : Jl. Margabaru No 20, Bandung Kelurahan
Cijawura Kecamatan Buah Batu 40287
Riwayat Pendidikan :
 SD BPI Bandung, Tahun 2008
 SMP Negeri 5 Bandung, Tahun 2011
 SMA Negeri 20 Bandung, Tahun 2014
 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung, Tahun
2018
 Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha-Rumah
Sakit Immanuel, Bandung, Tahun 2018 – sekarang

64
RIWAYAT HIDUP

Nama : Cindy Floretta Natanael


Nomor Pokok Mahasiswa : 1415028
Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 26 Oktober 1996
Alamat : Jl. Murni I No 48B, Bandung Kelurahan Ciateul
Kecamatan Regol 40252
Riwayat Pendidikan :
 SD Kristen Kalam Kudus, Bandung, Tahun 2008
 SMP Kristen Kalam Kudus, Bandung, Tahun 2011
 SMA Trinitas, Bandung, Tahun 2014
 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung, Tahun
2018
 Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha-Rumah
Sakit Immanuel, Bandung, Tahun 2018 – sekarang

65
RIWAYAT HIDUP

Nama : Angelina Evita Dwiyanti


Nomor Pokok Mahasiswa : 1415030
Tempat dan Tanggal Lahir : Purwokerto, 15 April 1996
Alamat : Perumahan Sapphire Regency blok A43, Jalan K.S
Tubun, Purwokerto, Jawa Tengah
Riwayat Pendidikan :
 SDN Kalierang 01, Bumiayu, Tahun 2008
 SMP Susteran, Purwokerto, Tahun 2011
 SMA Bruderan, Purwokerto, Tahun 2014
 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung, Tahun
2018
 Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha-Rumah
Sakit Immanuel, Bandung, Tahun 2018 – sekarang

66
RIWAYAT HIDUP

Nama : Fauzie Ilhamsyah Megantara


Nomor Pokok Mahasiswa : 1415055
Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 6 Juli 1996
Alamat : Jl. Ir. H. Juanda no. 368 Bandung
Riwayat Pendidikan :
 SD Priangan, 2008
 SMP Negeri 7 Bandung, 2011
 SMA Negeri 5 Bandung, 2014
 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung, Tahun
2018
 Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha-Rumah
Sakit Immanuel, Bandung, Tahun 2018 – sekarang

67

Anda mungkin juga menyukai