Kti Revisi 1
Kti Revisi 1
Disusun Oleh:
Vania Damara Permatasari 1415025
Cindy Floretta Nathanael 1415028
Angelina Evita Dwiyanti 1415030
Fauzie Ilhamsyah Megantara 1415055
Pembimbing:
dr. July Ivone, M.K.K., M.Pd.Ked.
i
LEMBAR PERSETUJUAN
ii
SURAT PERNYATAAN
iii
SURAT PERNYATAAN
iv
SURAT PERNYATAAN
v
SURAT PERNYATAAN
vi
ABSTRAK
Kata kunci: Status Merokok, Jumlah Rokok, Lama Merokok, Indeks Brinkman,
Hipertensi
vii
ABSTRACT
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Karya Tulis Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan menempuh
program Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) III yang diadakan oleh Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.
Karya Tulis Ilmiah ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan moril dan materiil
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. dr. July Ivone, M.K.K., M.Pd.Ked. selaku pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan memberi
pengarahan dalam penelitian dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dari
awal sampai akhir.
2. Seluruh staf pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Maranatha (dr. Cindra Paskaria, M.KM.,
dr. Dani, M.Kes.) yang telah mengajarkan dan memberikan ilmunya yang
sangat berguna dan membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
3. Ibu Eka Prihatiningsih, S.ST selaku Kepala UPTD Puskesmas Bungursari,
Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta, terima kasih atas
kesempatan-kesempatan yang telah diberikan kepada kami untuk
melakukan penelitian di UPTD Puskesmas Bungursari dan segala bantuan
yang telah diberikan kepada penulis dalam mengerjakan penelitan ini.
4. dr. Neneng selaku dokter pembimbing di UPTD Puskesmas Bungursari,
Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta, dan seluruh staf UPTD
Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta,
terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis
dalam mengerjakan penelitian ini.
5. Para peserta penelitian yang telah meluangkan waktu dan membantu
dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
ix
6. Teman teman seperjuangan penulis, Yoshua Arif Putra dan Adhitya Dhira
Yanottama Wiharto yang telah membantu dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini.
7. Kepada orangtua dan keluarga penulis yang selama ini telah memberikan
doa, semangat, dan perhatian dalam mengerjakan penelitian.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan Karya Tulis Ilmiah selanjutnya. Akhir kata, tiada gading yang tak retak,
semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, dunia pendidikan dan kesehatan, serta
masyarakat.
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
SURAT PERNYATAAN......................................................................................iii
ABSTRAK............................................................................................................vii
ABSTRACT........................................................................................................viii
KATA PENGANTAR...........................................................................................ix
DAFTAR ISI.........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL...............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.............................................................................................1
1.2. Identifikasi Masalah.....................................................................................3
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian.....................................................................4
1.4. Manfaat Penelitian.......................................................................................4
1.5. Kerangka Pemikiran.....................................................................................5
1.6. Hipotesis Penelitian.....................................................................................6
xi
2.2.5. Ciri-Ciri Sikap................................................................................11
2.2.6. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Sikap.......................................11
2.3. Perilaku Merokok.......................................................................................12
2.3.1. Definisi Perilaku.............................................................................12
2.3.2. Definisi Perilaku Merokok.............................................................13
2.3.3. Definisi Rokok Dan Kandungan Rokok.........................................14
2.3.4. Jenis-Jenis Rokok...........................................................................15
2.3.5. Penggolongan Perokok...................................................................16
2.3.6. Bahaya Akibat Rokok....................................................................17
2.4. Hipertensi...................................................................................................19
2.4.1. Definisi dan Klasifikasi..................................................................19
2.4.2. Jenis-Jenis Hipertensi.....................................................................20
2.4.3. Faktor Risiko Hipertensi................................................................22
xii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian..........................................................................................36
4.1.1. Hubungan Status Merokok dengan Kejadian Hipertensi...............40
4.1.2. Hubungan Jumlah Batang Rokok per Hari dengan Kejadian
Hipertensi.......................................................................................41
4.1.3. Hubungan Lama Merokok dengan Kejadian Hipertensi................41
4.1.4. Hubungan Indeks Brinkman dengan Kejadian Hipertensi.............42
4.2. Pembahasan................................................................................................42
4.2.1. Hubungan Status Merokok dengan Kejadian Hipertensi...............42
4.2.2. Hubungan Jumlah Batang Rokok per Hari dengan Kejadian
Hipertensi.......................................................................................44
4.2.3. Hubungan Lama Merokok dengan Kejadian Hipertensi................44
4.2.4. Hubungan Indeks Brinkman dengan Kejadian Hipertensi.............45
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................48
LAMPIRAN..........................................................................................................53
RIWAYAT HIDUP..............................................................................................65
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur........................................................36
4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan..................................36
4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Hipertensi.................................37
4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku Merokok.....................38
4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Sikap Merokok............39
4.6 Hubungan Status Merokok dengan Kejadian Hipertensi.................................40
4.7 Hubungan Jumlah Batang Rokok per Hari dengan Kejadian Hipertensi........41
4.8 Hubungan Lama Merokok dengan Kejadian Hipertensi.................................41
4.9 Hubungan Indeks Brinkman dengan Kejadian Hipertensi...............................42
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kuesioner Penelitian..........................................................................................53
2. Hasil Uji Data Penelitian...................................................................................58
3. Dokumentasi......................................................................................................64
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Merokok sudah menjadi lifestyle pada kebanyakan penduduk di negara
berkembang, tetapi telah terbukti berdampak buruk bagi kesehatan. Penelitian
terdahulu menyatakan bahwa rokok dan kandungannya yaitu nikotin dan CO
meningkatkan stres oksidatif, disfungsi dan kerusakan endotel berhubungan
dengan peningkatan total kolesterol dan trigliserid dalam darah, menurunkan efek
kardioprotektif HDL, dan meningkatkan inflamasi intravaskular sehingga
meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular. Salah
satu faktor risiko penyakit kardiovaskular yang dapat dimodifikasi adalah
merokok. Hipertensi dapat diobati dengan modifikasi gaya hidup dan terapi
farmakologis. Faktor gaya hidup mencakup mengkontrol berat badan, menjaga
pola makan yang sehat, membatasi konsumsi alkohol dan berhenti merokok. 4
Dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok erat kaitannya dengan hipertensi.5
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mempunyai prevalensi
tinggi di Indonesia. Prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk berusia > 18 tahun, mencapai 8,4%, dengan prevalensi tertinggi pada
Provinsi Sulawesi Utara 13,2% dan terendah pada Provinsi Papua (4,4%). Ini
menyatakan tanda bahaya karena tekanan darah tinggi bisa berujung pada
terjadinya stroke, gagal ginjal, atau penyakit jantung. Angka hipertensi tersebut
bahkan lebih tinggi, jika didasarkan pada pengukuran tekanan darah pada
penduduk umur > 18 tahun, yaitu sekitar 34,1% di Indonesia.6
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik lebih
dari sama dengan 90 mmHg pada pengukuran di klinik atau fasilitas pelayanan
kesehatan. Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target seperti
penyakit jantung iskemik, hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung, stroke, ginjal
gagal, retinopati juga arteri seperti perifer klaudikasio intermiten. Kerusakan
organ-organ tersebut bergantung pada tingginya tekanan darah pasien dan berapa
lama tekanan darah tinggi tersebut tidak terkontrol dan tidak diobati.7
Dalam sebuah studi metaanalisis mencakup 61 studi obervasional
prospektif pada 1 juta pasien ditemukan bahwa penurunan rerata tekanan darah
sistolik sebesar 2 mm dapat menurunkan risiko mortalitas akibat penyakit jantung
2
iskemik sebesar dan menurunkan risiko mortalitas akibat stroke sebesar 10.
Pencapaian target penurunan tekanan darah sangat penting untuk menurunkan
kejadian kardiovaskuler pada pasien hipertensi. Selain itu, risiko penyakit jantung
koroner (PJK) ini akan meningkat menjadi 8 kali pada penderita hipertensi yang
disertai faktor risiko lainnya seperti merokok, hiperkolestrolemia, dll.
Berdasarkan profil puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari,
Kabupaten Purwakarta pada tahun 2018, didapatkan hipertensi merupakan satu
dari sepuluh urutan penyakit terbesar, dengan salah satu faktor risiko yang dapat
dimodifikiasi yaitu perilaku merokok. Dalam rangka menurunkan angka
hipertensi maupun kematian akibat hipertensi, maka hubungan perilaku merokok
dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Bungursari penting diteliti sebagai dasar
menetapkan intervensi untuk penderita hipertensi di Bungursari sehingga tidak
menimbulkan komplikasi lain maupun kematian.
3
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
4
Manfaat untuk peneliti adalah memberi pengalaman kepada peneliti dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
1.5. Kerangka Pemikiran
5
sindrom metabolik terdapat pada perokok berat dengan indeks Brinkman >600.
Hipertensi merupakan salah satu sindroma metabolik, artinya terdapat hubungan
antara derajat perokok dengan hipertensi.10
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai,
hubungan merokok, lamanya merokok, banyaknya jumlah rokok, dan indeks
Brinkman dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Bungursari, Kecamatan
Bungursari, Kabupaten Purwakarta Tahun 2019.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
2.1.1. Definisi Pengetahuan
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan bersifat lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Terdapat penelitian yang mengungkapkan bahwa
sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri seseorang tersebut
telah terjadi proses yang berurutan, yaitu awareness (kesadaran) yakni seseorang
menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu, interest yakni
seseorang mulai tertarik kepada stimulus, evaluation yakni seseorang
mempertimbangkan baik atau tidak baiknya stimulus tersebut bagi dirinya,
kemudian trial yakni seseorang telah mulai mencoba perilaku baru, dan yang
terakhir adalah adaption yakni seseorang telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. 11
7
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah,
yang kedua yaitu memahami (comprehension) yang diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar, yang ketiga yaitu aplikasi
(application) yang diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya, yang keempat yaitu analisis
(analysis) yang diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam 1 struktur
organisasi yang masih ada kaitannya satu sama lain, yang kelima yaitu sintesis
(synthesis) yang diartikan sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dan
yang terakhir yaitu evaluasi (evaluation) yang diartikan sebagai suatu kemampuan
untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. 11
8
Dengan bertambahnya umur, seseorang akan mengalami perubahan pada
berbagai aspek termasuk aspek fisik dan psikologis (mental). Perubahan ini
terjadi karena pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental,
taraf berpikir seseorang menjadi semakin matang dan dewasa. 12
4) Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan, dimana lingkungan dapat memberikan pengaruh yang besar
kepada seseorang dalam mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang
buruk tergantung pada lingkungan dimana seseorang berada yang nantinya
akan berpengaruh pada cara berpikir seseorang tersebut. 13
5) Sosial Budaya
Sosial dan budaya mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan seseorang.
Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam melakukan hubungan
dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses
belajar dan memperoleh suatu pengetahuan. 13
2.2. Sikap
2.2.1. Definisi Sikap
9
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketiga komponen pokok ini secara bersama-sama akan membentuk sikap
yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,
pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan yang penting. Sikap
mempunyai tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yakni komponen
kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Komponen kognitif
(cognitive) merupakan komponen yang berisi kepercayaan yang berhubungan
dengan persepsi individu terhadap objek sikap yaitu tentang apa yang dilihat dan
diketahui, pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan
emosional, dan informasi dari orang lain. Komponen afektif (komponen
emosional) merupakan komponen yang menunjukkan dimensi emosional subjektif
individu terhadap objek sikap, baik bersifat positif (rasa senang) maupun negatif
(rasa tidak senang). Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh apa yang
dipercayai sebagai sesuatu yang benar terhadap objek sikap tersebut. Sedangkan
komponen konatif (komponen perilaku) merupakan predisposisi atau
kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya. 14
10
2.2.4. Sifat Sikap
Ada beberapa faktor yang memengaruhi sikap terhadap objek sikap, yaitu:
1) Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat untuk dapat
menjadi dasar pembentukan sikap. Oleh karena itu, sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional. 15
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
11
Individu cenderung mempunyai sikap yang konformis atau searah dengan
sikap orang lain yang dianggap penting. Kecenderungan ini terjadi antara lain
dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang lain yang
dianggap penting tersebut. 15
3) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan telah menanamkan garis yang mengarahkan sikap terhadap
berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakat
karena memberikan corak pengalaman individu-individu masyarakat
asuhannya. 15
4) Media massa
Berita yang seharusnya disampaikan secara objektif dalam pemberitaan
surat kabar, radio maupun media komunikasi lainnya cenderung dipengaruhi
oleh sikap penulis, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumen. 15
5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem
kepercayaan oleh karena konsep moral dan ajaran yang disampaikan, tidaklah
mengherankan jika pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap. 15
6) Faktor Emosional
Kadang kala sikap merupakan suatu bentuk pernyataan yang didasari oleh
emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego. 15
Semua kegiatan ataupun aktivitas manusia, yang dapat teramati oleh panca
indera ataupun tidak dapat diamati secara langsung dinamakan perilaku. Perilaku
manusia menjadi dua kelompok, yaitu perilaku tertutup dan perilaku terbuka.
Perilaku tertutup ialah reaksi seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tertutup,
tidak bisa dilihat atau diamati orang lain. Contoh perilaku tertutup seperti pikiran,
pengetahuan, tanggapan atau sikap batin. Perilaku tertutup disebut juga bentuk
12
pasif atau respons internal. Perilaku terbuka ialah respon seseorang atau reaksi
terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau praktik sehingga mudah
diamati orang lain. Perilaku terbuka juga disebut bentuk aktif dari perilaku karena
dengan mudah dapat di observasi langsung oleh orang disekitarnya.11
Faktor-faktor yang membedakan reaksi terhadap stimulus ini disebut
determinan perilaku. Determinan perilaku dibagi menjadi dua, yaitu determinan
internal dan determinan eksternal. Determinan internal yaitu karakteristik orang
yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya jenis kelamin, tingkat
emosional, dan tingkat kecerdasan. Faktor eksternal sering menjadi faktor yang
dominan yang mempengaruhi perilaku individu. Faktor eksternal diantaranya
lingkungan baik fisik, sosial, ekonomi, budaya, dan politik.16
13
2.3.3. Definisi Rokok Dan Kandungan Rokok
14
permilion) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi-haemoglobin dalam darah
sejumlah 2-16%. Kadar normal karboksi-haemoglobin hanya 1% pada bukan
perokok. Kandungan kadar karbon monoksida didalam rokok kretek lebih rendah
19
dibandingkan dengan kandungan karbon monoksida pada rokok putih. Gas
tersebut merupakan gas berbahaya yang terkandung dalam asap pembuangan
kendaraan bermotor. Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna
dari unsur zat arang atau karbon. CO menggantikan 15% oksigen yang seharusnya
dibawa oleh sel-sel darah merah. CO juga dapat merusak lapisan dalam pembuluh
darah dan meninggikan endapan lemak pada dinding pembuluh darah,
menyebabkan pembuluh darah tersumbat.20
Rokok mengandung 4000 bahan kimia seperti nikotin, gas karbon
monoksida, nitrogen oksida, hydrogen cyanide, ammonia, acrolein, acetilen,
benzaldehyde, urethane, benzene, methanol, coumarin, 4-ethylcatechol,
ortocresol, perylene, dan lain-lain. Secara umum, bahan-bahan ini dapat
digolongkan menjadi dua, Komponen gas dan komponen padat (partikel).
Komponen padat atau partikel dibagi menjadi nikotin dan tar. 19
15
Berdasarkan penggunaan filter, rokok dibagi menjadi dua jenis yaitu rokok
filter dan rokok non-filter. Rokok filter ialah rokok yang pada bagian pangkalnya
terdapat gabus sedangkan rokok non-filter ialah rokok yang pada bagian
pangkalnya tidak terdapat gabus. Rokok yang tidak menggunakan filter lebih
berbahaya dibandingkan rokok yang menggunakan filter. 19
Perokok aktif dan perokok pasif ialah orang yang beresiko terpapar asap
rokok yang berisi zat-zat kimia. Perokok aktif ialah perokok yang memiliki
kebiasaan merokok atau dengan kata lain ialah orang yang menghisap rokok.
Sedangkan perokok pasif ialah orang yang tidak melakukan aktifitas merokok
secara langsung, tetapi menghirup asap dari perokok pasif. Perokok pasif rentan
menjadi korban penyakit akibat rokok karena menghirup asap sampingan yang
memiliki bahaya tiga kali lebih besar. 21
Jumlah rokok yang dihisap bisa dalam satuan batang, bungkus, pak per
hari. Menurut jumlah rokok yang dihisap, perokok juga dapat digolongkan
menjadi perokok ringan, perokok sedang dan perokok berat. Perokok ringan ialah
perokok yang merokok kurang dari 10 batang per hari. Perokok sedang ialah
perokok yang menghisap rokok 10-20 batang per hari. Perokok berat ialah
perokok yang menghisap rokok lebih dari 20 batang per hari.22
Penggolongan perokok berdasarkan waktu merokoknya menjadi tiga
kategori yaitu perokok ringan, perokok sedang, perokok berat dan perokok sangat
berat. Perokok ringan merokok dengan selang waktu merokok 60 menit dari
bangun pagi. Perokok sedang dengan selang waktu 31- 60 menit dari bangun pagi.
Perokok berat dengan selang waktu 6-30 menit dari bangun pagi. Dan perokok
sangat berat yaitu dengan selang waktu 5 menit dari bangun pagi.23
Berdasarkan Indeks Brinkman, yaitu hasil perkalian antara rerata jumlah
batang rokok yang diisap setiap hari dan lama merokok dalam tahun, perokok
diklasifikasikan menjadi perokok ringan, perokok sedang, dan perokok berat.
Perokok ringan yaitu perokok dengan Indeks Brinkman <200 poin. Perokok
16
sedang yaitu perokok dengan Indeks Brinkman 200−¿599 poin. Perokok berat
yaitu perokok dengan Indeks Brinkman >600 poin.24
2.3.6. Bahaya Akibat Rokok
1) Kanker Paru
Penyakit kanker paru sering dihubungkan dengan kebiasaan merokok
sebagai penyebab utamanya. Hal ini terbukti dari penelitian-penelitian yang
berada di luar negeri maupun dalam negeri. Selain dikarenakan kebiasaan
merokok, faktor lain yang berperan dalam meningkatnya resiko kanker paru
seperti pencemaran udara dalam industri dan pertambangan. Beberapa bahan
pencemar yang dihubungkan dengan meningkatnya resiko kanker paru adalah
asbes, arsen, berilium, cadmium, gas mustard, chromium, uranium dan nikel.
Bahan pencemar ini hanya meningkatkan resiko kanker paru sekitar 10-20%. Jadi,
faktor penyebab utama kanker paru adalah kebiasaan merokok. 25
2) Penyakit Jantung
Bahan dalam asap rokok yang meningkatkan resiko penyakit jantung yaitu
nikotin dan gas karbon monoksida (CO). Nikotin dapat mengganggu jantung,
membuat irama jantung menjadi tidak teratur, mempercepat aliran darah,
menimbulkan kerusakan lapisan dalam dari pembuluh darah dan menimbulkan
penggumpalan darah. Gas CO akan mengganggu kemampuan darah untuk
berikatan dengan oksigen karena gas CO mempunyai kemampuan mengikat zat
hemoglobin di dalam darah 200 kali lebih kuat daripada oksigen. Hal ini
mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen yang merupakan suatu bahan utama
bagi kehidupan manusia. Kebiasaan merokok berpengaruh pada jantung dan
pembuluh darah melalui mekanisme aterosklerotik, gangguan metabolisme lemak,
gangguan sistem homeostatik, gangguan irama jantung, serta penurunan
kemampuan untuk oksigenisasi. 25
3) Hipertensi
Merokok dikaitkan dengan efek pressor dengan peningkatan tekanan
17
darah sekitar 10/7 mmHg pada pasien hipertensi 15 menit setelah merokok
sebanyak dua batang (14). Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan
tekanan sistolik 10- 25 mmHg dan menambah detak jantung 5-20 kali per menit
(9). Hal ini dapat disimpulkan bahwa merokok dapat memicu hipertensi. 25
4) Kehamilan
Calon ibu yang memiliki kebiasaan merokok akan membawa akibat buruk
untuk bayi yang dikandungnya. Wanita hamil yang merokok beresiko lebih besar
melahirkan bayi yang meninggal dibandingkan wanita hamil yang bukan perokok.
Jika wanita itu melahirkan normal, maka bayi wanita perokok lebih lebih sering
meninggal di bulan- bulan pertama kehidupannya. Hal ini dikarenakan berat
badan bayi dari ibu yang merokok umumnya kurang dan bayi mudah menjadi
sakit. Ibu yang memiliki kebiasaan merokok juga menyebabkan kelainan bawaan
pada bayi yang dilahirkannya seperti kelainan katup jantung. Selain itu, kejadian
abortus juga lebih sering terjadi pada wanita perokok. Para ahli juga mendeteksi
adanya kecenderungan gangguan tumbuh kembang anak-anak dari ibu perokok
baik dari sudut fisik, emosi maupun kecerdasan. Hal ini semua terjadi akibat
pengaruh bahan-bahan dalam asap rokok. 25
5) Penyakit Paru
Dua penyakit paru selain kanker paru yang sering dihubungkan dengan
kebiasaan merokok adalah bronkhitis kronik dan emfisema paru. bronchitis kronik
ditandai dengan keluhan batuk berdahak yang berkepanjangan, terjadi karena
kerusakan selaput lendir serta silia yang ada pada saluran napas. Emfisema
terutama ditandai oleh keluhan sesak napas yang terjadi karena kerusakan pada
saluran napas yang kecil. Jika kedua penyakit ini terjadi bersamaan, maka disebut
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Kelainan pada PPOK bersifat
irreversible sehingga upaya yang dilakukan adalah menjaga supaya kelainan tidak
makin memburuk dan mengusahakan perbaikan kemampuan bernapas. Kematian
akibat PPOK pada orang yang merokok sepuluh kali lipat lebih tinggi dibanding
orang yang tidak merokok. 25
18
6) Lama Merokok
Penelitian menyatakan merokok dimulai sejak umur kurang dari 10 tahun
atau lebih dari 10 tahun. Semakin muda seseorang merokok, semakin besar pula
pengaruhnya bagi kesehatan orang tersebut, hal ini dinamakan dose-response
effect. Resiko kematian akan meningkat seiring banyak jumlah rokok yang dihisap
dan usia pertama kali merokok.21 Dampak rokok akan terasa setelah konsumsi
selama 10-20 tahun karena zat kimia dalam rokok bersifat dinamis, dimana
semakin lama dosis racun akan mencapai titik toksik, sehingga dengan jelas
dampak rokok berupa kejadian hipertensi akan muncul kurang lebih setelah 10
tahun konsumsi.26 Terdapat hubungan linier yang signifikan antara lama merokok
dengan tekanan darah sistolik dan diastolik. Semakin lama merokok maka tekanan
darah sistolik dan diastolik semakin tinggi.27 Lama kebiasaan merokok merupakan
faktor yang mendukung atau mempercepat kejadian hipertensi.28
2.4. Hipertensi
2.4.1. Definisi dan Klasifikasi
19
atau diastoliknya lebih dari sama dengan 110 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi
adalah tekanan darah yang sistoliknya lebih dari sama dengan 140 mmHg dan
diastoliknya kurang dari 90 mmHg. 7
20
gambaran funduskopi (perdarahan retinadan atau papiledema),
mikroangiopati dan koagulasi intravaskular diseminasi serta ensefalopati
(terjadi pada sekitar 15% kasus), gagal jantung akut, penurunan fungsi ginjal
akut. Gambaran dapat berupa nekrosis fibrinoid arteri kecil di ginjal, retina
dan otak. Makna maligna merefleksikan prognosis buruk apabila tidak
ditangani denganbaik.
2) Hipertensi berat dengan kondisi klinis lain, dan memerlukan penurunan
tekanan darah segera, seperti diseksi aorta akut, iskemi miokard akut atau
gagal jantung akut.
3) Hipertensi berat mendadak akibat feokromositoma, berakibat kerusakan
organ.
4) Ibu hamil dengan hipertensi berat atau preeklampsia. Gejala emergensi
tergantung kepada organ terdampak, seperti sakit kepala, gangguan
penglihatan, nyeri dada, sesak napas, pusing kepala atau gejala defisit
neurologis. Gejala klinis ensefalopati hipertensi berupa somnolen, letargi,
kejang tonik klonik dan kebutaan kortikal hingga gangguan kesadaran.
Meskipun demikian, lesi neurologis fokal jarang terjadi dan bila terjadi,
hendaknya dicurigai sebagai stroke.
Kejadian stroke akut terutama hemoragik dengan hipertensi berat disebut
sebagai hipertensi emergensi. Namun demikian penurunan tekanan darah
hendaknya dilakukan dengan hati-hati.
Hipertensi urgensi merupakan hipertensi berat tanpa bukti klinis keterlibatan
organ target. Umumnya tidak memerlukan rawat inap dan dapat diberikan obat
oral sesuai dengan algoritma penatalaksanaan hiperteni urgensi.
Peningkatan tekanan darah mendadak dapat diakibatkan obat-obat
simpatomimetik. Keluhan nyeri dada berat atau stres psikis berat juga dapat
menimbulkan peningkatan tekanan darah mendadak. Kondisi ini dapat diatasi
setelah keluhan membaik tanpa memerlukan penatalaksanaan spesifik terhadap
tekanan darah. 7
21
2.4.3. Faktor Risiko Hipertensi
1) Umur
Harlock mengkategorikan usia dewasa ke dalam usia dewasa awal (18 –
39 tahun), dewasa tengan (40 – 60 tahun), dan lansia (> 60 tahun). 29 Hipertensi
pada orang dewasa berkembang mulai umur 18 tahun ke atas. Hipertensi
meningkat seiring dengan pertambahan umur, semakin tua usia seseorang maka
pengaturan metabolisme zat kapur (kalsium) terganggu. Hal ini menyebabkan
banyaknya zat kapur yang beredar bersama aliran darah. Akibatnya darah menjadi
lebih padat dan tekanan darah pun meningkat. Endapan kalsium di dinding
pembuluh darah menyebabkan penyempitan pembuluh darah (arteriosklerosis).
Aliran darah pun menjadi terganggu dan memacu peningkatan tekanan darah.30
Terdapat penelitian yang menyebutkan insidensi hipertensi pada usia 41-
55 sebesar 24,52% dan pada usia lebih dari 55 tahun sebesar 65,68%. Penelitian
lain menyebutkan usia lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi. 31
Pertambahan usia menyebabkan elastisitas arteri berkurang dan jantung harus
memompa darah lebih kuat sehingga meningkatkan tekanan darah. 32
2) Jenis Kelamin
Pada umumnya pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan
dengan perempuan, dengan rasio sekitar 2,29% untuk peningkatan tekanan darah
sistolik. Pria sering mengalami tanda-tanda hipertensi pada usia akhir tiga
puluhan. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan
tekanan darah dibandingkan dengan perempuan. Akan tetapi setelah memasuki
menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat. Wanita memiliki
resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi. Produksi hormon estrogen
menurun saat menopause, wanita kehilangan efek menguntungkannya sehingga
tekanan darah meningkat. 33
22
3) Obesitas
Peningkatan adipositas, baik dinilai sebagai indeks massa tubuh (BMI)
yang lebih tinggi, sangat terkait dengan tekanan darah yang lebih tinggi dan
perkembangan hipertensi. Kelebihan berat badan (termasuk kelebihan berat badan
dan obesitas) menyebabkan hipertensi yang lebih besar. Kegemukan dan obesitas
dapat meningkatkan tekanan darah melalui berbagai mekanisme, termasuk cedera
ginjal, resistensi insulin, gangguan pernapasan saat tidur, dan peningkatan
aktivitas simpatik yang disebabkan oleh jalur leptin-melanokortin.34
4) Riwayat Keluarga
Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, terdapat riwayat hipertensi dalam
keluarga. Faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang
kemudian menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut
Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45% akan
turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi
maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.35
Hipertensi ditemukan lebih banyak terjadi pada kembar monozigot (berasal dari
satu sel telur) dibanding heterozigot (berasal dari sel telur yang berbeda). Jika
memiliki riwayat genetik hipertensi dan tidak melakukan penanganan atau
pengobatan maka ada kemungkinan lingkungan akan menyebabkan hipertensi
berkembang dalam waktu 30 tahun, akan muncul tanda-tanda dan gejala
hipertensi dengan berbagai komplikasi.36
5) Ras
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang
berkulit putih, serta lebih besar tingkat morbiditas maupun mortalitasnya. Sampai
saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Beberapa peneliti
menyebutkan bahwa terdapat kelainan pada gen angiotensinogen tetapi
23
mekanismenya mungkin bersifak poligenik.37 Berbagai golongan etnik dapat
berbeda dalam kebiasaan makan, susunan genetika, dan sebagainya yang dapat
mengakibatkan angka kesakitan dan kematian. Salah satu contoh dari pengaruh
pola makan yaitu angka tertinggi hipertensi di Indonesia tahun 2000 adalah suku
Minang. Hal ini dikarenakan suku Minang atau orang yang tinggal di pantai,
biasanya mengkonsumsi garam lebih banyak dan menyukai makanan asin. 38
6) Diet
Asupan natrium yang tinggi terkait dengan peningkatan tekanan darah dan
perkembangan hipertensi. Pengurangan natrium diet dapat menurunkan tekanan
darah pada individu hipertensi dan normotensi, mencegah hipertensi, dan
meningkatkan respons tekanan darah terhadap sebagian besar terapi antihipertensi.
Secara umum, tingkat pengurangan tekanan darah akibat berkurangnya asupan
natrium lebih besar pada pasien kulit hitam, orang berusia menengah dan tua,
orang dengan hipertensi, dan, kemungkinan, pasien dengan diabetes atau penyakit
ginjal. Pengurangan natrium mengurangi risiko penyakit kardiovaskular melalui
efeknya pada tekanan darah dan efek lain yang tidak bergantung pada tekanan
darah.34
7) Konsumsi Alkohol
Pedoman Diet 2015-2020 untuk orang Amerika mendefinisikan peminum
moderat sebagai konsumsi satu minuman per hari untuk wanita dan hingga dua
minuman per hari untuk pria. Definisi "minuman standar" berbeda, baik di dalam
maupun di antara negara-negara, dengan minuman standar yang mengandung
mulai dari 8 gram alkohol hingga 20 gram alkohol. Konsumsi alkohol moderat
kemungkinan besar mengurangi risiko infark miokard melalui efeknya pada
sensitivitas insulin, aktivitas trombotik, dan peradangan. Tidak pasti apakah
anggur lebih kardioprotektif daripada jenis alkohol lainnya; Namun, kemungkinan
jenis alkoholnya tidak sepenting jumlah alkohol yang dikonsumsi dan pola
asupannya.34
24
8) Kebiasaan Merokok
Saat ini tidak ada lagi keraguan bahwa merokok merupakan faktor risiko
kardiovaskular yang kuat. Merokok merupakan salah satu gaya hidup paling
efektif untuk pencegahan sejumlah besar penyakit kardiovaskular termasuk stroke
dan infark miokard. Ini didukung oleh pengamatan bahwa di atas mereka yang
berhenti merokok sebelum usia paruh baya biasanya memiliki harapan hidup yang
sama dengan non-perokok seumur hidup. Gangguan fungsi endotel, kekakuan
arteri, peradangan, modifikasi lipid serta perubahan faktor antitrombotik dan
prothrombotik adalah faktor penentu utama inisiasi yang terkait dengan merokok,
dan percepatan proses atherothrombotik, yang mengarah pada kejadian
kardiovaskular.
Merokok secara akut memberikan efek takikardi yang bertahan lama,
melalui mekanisme yang melibatkan stimulasi sistem saraf simpatik. Namun,
bukti ini tidak sepenuhnya didukung oleh penelitian yang menilai dampak
merokok kronis terhadap tekanan darah. Dengan demikian, data yang tersedia
tentang kebiasaan merokok dan nilai-nilai tekanan darah atau risiko untuk
mengembangkan hipertensi yang berkelanjutan tidak secara jelas menunjukkan
hubungan kausal langsung antara kedua faktor risiko kardiovaskular ini. Merokok
mempengaruhi kekakuan arteri dan refleksi gelombang mungkin memiliki efek
merugikan yang lebih besar pada tekanan darah pusat, yang lebih erat terkait
dengan kerusakan organ target daripada tekanan darah brakialis.
Pasien hipertensi yang merokok lebih mungkin berkembang menjadi
hipertensi berat, termasuk hipertensi maligna dan renovaskular. Perokok memiliki
angka kematian total dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok.
Selain itu, merokok dan hipertensi telah terbukti memberikan efek negatif sinergis
pada risiko penyakit arteri koroner dan stroke. Karena alasan ini, penting untuk
mendorong perokok untuk berhenti, dan membantu mereka yang sangat
kecanduan sehingga mereka membutuhkan program berhenti merokok yang tegas
untuk memiliki peluang sukses.39
25
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
26
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Variabel bebas: Perilaku merokok (merokok (ya atau tidak); lama merokok
(ringan-sedang/berat); jumlah rokok yang dihisap (ringan-sedang/berat);
dan indeks Brinkman (ringan-sedang/berat).
Variabel terikat : Hipertensi (ya atau tidak).
27
1. Dewasa awal (18-39 tahun)
2. Dewasa tengah (40-60 tahun)
3. Lansia (>60 tahun)
Cara pengukuran : Mengisi kuesioner bagian A
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur : Umur dalam tahun
Skala pengukuran : Ordinal
b. Pendidikan
Definisi : Pendidikan responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
jenjang pendidikan formal terakhir yang diikuti oleh responden.12
Cara pengukuran : Mengisi kuesioner bagian A
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur : Tidak tamat SD/sederajat, Tamat SD/sederajat, Tamat
SMP/sederajat, Tamat SMA/sederajat, atau Tamat Sarjana/Diploma.
Skala pengukuran : Ordinal
c. Tekanan Darah
Definisi : Data ini diambil dengan cara mengukur tekanan darah responden
saat mengisi kuesioner.
Cara pengukuran : Pemeriksaan tekanan darah dengan metode auskultasi
Alat ukur : Sphygmomanometer
Hasil ukur: Menurut Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019
dikelompokkan menjadi:7
1. Normal 120 – 139 dan/ atau 80 – 89
2. Hipertensi ≥ 140 dan/ atau ≥ 90
Skala pengukuran : Ordinal
28
d. Merokok
Merokok yang terdiri dari pengetahuan, sikap, dan perilaku.
1. Pengetahuan merokok
Definisi : Pengetahuan responden mengenai bahaya merokok, zat racun
yang dihasilkan rokok, pengaruh rokok terhadap kesehatan, penyakit-
penyakit yang diakibatkan rokok dan peraturan tentang larangan
merokok.11
Cara pengukuran : Mengisi kuesioner bagian B (yang berisi 19 pertanyaan)
Alat ukur : Kuesioner dengan pilihan jawaban pertanyaan dengan nilai
Benar = 1 dan Salah = 0
Hasil ukur : Pengetahuan kurang baik (skor 55% atau skor ≤10),
Pengetahuan cukup baik (skor 56%-75% atau skor 11-14), dan
Pengetahuan baik (skor 76%-100% atau skor ≥15) 41
Skala pengukuran : Ordinal
2. Perilaku merokok
Tipe perokok
Definisi : Perilaku merokok responden, aktif atau pasif.
Cara pengukuran : Mengisi kuesioner bagian B (yang berisi 7
pertanyaan)
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur : 1. Perokok aktif2. Perokok pasif21
Skala pengukuran : Nominal
Jenis rokok
Definisi : Jenis rokok yang dihisap responden. Berdasarkan efeknya,
dikelompokkan menjadi dua yaitu rokok filter dan rokok non-filter. 19
Cara pengukuran : Mengisi kuesioner bagian B (yang berisi 7
pertanyaan)
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur : 1. Rokok filter 2. Rokok non-filter
Skala pengukuran : Nominal
29
Jumlah rokok yang dihisap
Definisi : Banyaknya rokok yang dihisap responden dalam sehari.
Cara pengukuran : Mengisi kuesioner bagian B (yang berisi 7
pertanyaan)
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur:42
- Perokok ringan: <10 batang perhari
- Perokok sedang: 10–20 batang perhari
- Perokok berat: >20 batang perhari
Skala pengukuran : Ordinal
Lama merokok
Definisi: Lama responden berperilaku merokok yang dihitung dalam
tahun.
Cara pengukuran: Mengisi kuesioner bagian B (yang berisi 7 pertanyaan)
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur:26
- Perokok ringan: < 10 tahun
- Perokok sedang: 10 – 20 tahun
- Perokok berat: > 20 tahun
Skala pengukuran: Ordinal
Indeks Brinkman
Definisi: Hasil perkalian antara rerata jumlah batang rokok yang diisap
setiap hari dan lama merokok dalam tahun.
Cara pengukuran: Mengisi kuesioner bagian B (yang berisi 7 pertanyaan)
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur:24
- Perokok ringan : Indeks Brinkman < 200 poin.
- Perokok sedang : Indeks Brinkman 200–599 poin.
- Perokok berat : Indeks Brinkman > 600 poin.
Skala pengukuran : Ordinal
Pengaruh perilaku merokok
30
Definisi : Hal yang mempengaruhi perilaku merokok responden.
Cara pengukuran : Mengisi kuesioner bagian B (yang berisi 7
pertanyaan)
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur yaitu: 17
- Perasaan positif
- Perasaan negatif
- Kebiasaan
Skala pengukuran : Nominal
3. Sikap Merokok
Definisi : Suatu bentuk respon dari responden tentang rokok
Cara pengukuran : Mengisi kuesioner bagian B yang menggunakan skala
Likert dimana pernyataan yang bersifat positif terhadap rokok, setuju
diberi skor 2, kurang setuju diberi skor 1, dan tidak setuju diberi skor 0;
pernyataan yang bersifat negatif terhadap rokok, setuju diberi skor 0,
kurang setuju diberi skor 1, dan tidak setuju diberi skor 2.24
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur : 1. Baik (skor > 75%) 2. Cukup baik (skor 40-75%)
3. Kurang baik (skor < 40%)
Skala Pengukuran : Ordinal
31
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan peneliti adalah dengan
nonprobability sampling dengan jenis incidental sampling, yaitu teknik penentuan
sampel berdasarkan kebetulan, yaitu responden yang secara kebetulan/insidental
bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang
yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.43 Pengumpulan data
melalui wawancara terpimpin dengan kuesioner tertutup.
3.4. Prosedur Penelitian
32
diselesaikan sampai sejauh mungkin. Pada penelitian ini, kuesioner yang
terkumpul akan diperiksa mengenai kelengkapan jawaban, kejelasan
makna jawaban, kesesuaian jawaban, relevansi jawaban dan keseragaman
satuan data.
2. Coding
Koding adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para
responden ke dalam kategori-kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan
dengan cara memberi tanda atau kode berbentuk angka pada masing-
masing jawaban. Pada tahap ini, peneliti melakukan dua langkah yaitu
menentukan kategori-kategori yang akan digunakan dan mengalokasikan
jawaban-jawaban responden pada kategori-kategori tersebut.
3. Entry data
Memasukkan data (Entry data) yakni memasukkan jawaban
responden yang sudah berbentuk kode ke dalam program atau software
komputer. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan program Statistis
Program for Social Sciences (SPSS) for Windows untuk entry data.
4. Cleaning
Pembersihan data (cleaning) merupakan proses pengkoreksian atau
pembetulan data-data yang dalam pemeriksaan ulang ditemukan adanya
kesalahan dalam pengkodean atau ketidaklengkapan, dan sebagainya.
5. Saving
Saving dilakukan dengan menyimpan data yang akan dianalisis.
33
kelompok umur, distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan, distribusi
responden berdasarkan kejadian hipertensi, distribusi responden berdasarkan
kategori perilaku merokok, distribusi responden berdasarkan pengetahuan
terhadap rokok, distribusi responden berdasarkan sikap merokok, sedangkan
analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel terikat
dengan variabel bebas menggunakan uji chi square yang mana kedua variabel
bersifat kategorik, yaitu hubungan antara perilaku merokok dengan kejadian
hipertensi pada responden. Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai p
(p-value) dengan tingkat kemaknaan 0,05. Jika nilai p≤0,05, maka H0 ditolak dan
H1 diterima. Dengan kata lain, terdapat hubungan yang bermakna antara dua
variabel yang diujikan. Namun, apabila p>0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Dengan kata lain, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara dua variabel
yang diujikan.
34
1. Merokok berhubungan dengan kejadian hipertensi di Puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta Tahun 2019.
2. Banyaknya jumlah rokok berhubungan dengan kejadian hipertensi di
Puskesmas Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta
Tahun 2019.
3. Lama merokok berhubungan dengan kejadian hipertensi di Puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta Tahun 2019.
4. Indeks Brinkman berhubungan dengan kejadian hipertensi di Puskesmas
Bungursari, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta Tahun 2019.
Partisipasi
Pengambilan data dilakukan setelah responden mengerti maksud dan
tujuan penelitian.
Jaminan kerahasiaan data
Seluruh data dan informasi penelitian ini akan dirahasiakan sehingga
tidak memungkinkan untuk diketahui orang lain.
Keikutsertaan
Keikutsertaan responden bersifat sukarela. Responden dapat menolak
maupun mengundurkan diri setiap saat. Bila responden tidak mengikuti dan
menaati aturan yang diberikan, responden dapat dikeluarkan setiap saat
selama penelitian dilakukan.
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
36
Derajat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
Tidak tamat SD/sederajat 7 5,8
Tamat SD/sederajat 23 19
Tamat SMP/sederajat 21 17,4
Tamat SMA/sederajat 43 35,5
Tamat Sarjana/Diploma 27 22,3
Total 121 100
37
Total 121 100
Jenis Rokok
Rokok Filter 63 67,7
Rokok Non-Filter 30 32,3
Total 93 100
Jumlah Batang Rokok/hari
< 10 batang/hari 33 35,5
10 – 20 batang/hari 48 51,6
> 20 batang/hari 12 12,9
Total 93 100
Lama Merokok
< 10 tahun 19 20,4
10-20 tahun 28 30,1
> 20 tahun 46 49,5
Total 93 100
Indeks Brinkman (Poin)
< 200 (Ringan) 47 50,5
200 – 599 (Sedang) 30 32,3
600 (Berat) 16 17,2
Total 93 100
Tipe Perokok
Perokok Aktif 93 80,2
Perokok Pasif 23 19,8
Total 121 100
Pengaruh Perilaku Merokok
Perasaan Positif 6 6,5
Perasaan Negatif 1 1,1
Kebiasaan 86 92,5
Total 93 100
38
sebanyak 46 responden (38%) menghisap rokok lebih dari 20 tahun. Berdasarkan
indeks Brinkman, terdapat 47 responden (50,5%) termasuk ke perokok ringan, 30
responden (32,3%) termasuk ke perokok sedang, dan 16 responden (17,2%)
termasuk ke perokok berat. Dari keseluruhan responden, sebanyak 93 responden
(80,2%) merupakan perokok aktif dan sebanyak 23 responden (19,8%) merupakan
perokok pasif. Pada responden yang merokok, sebanyak 6 responden (6,5%)
merokok dipengaruhi oleh perasaan positif, sebanyak 1 responden (1,1%)
merokok dipengaruhi oleh perasaan negatif dan sebanyak 86 responden (92,5%)
merokok dipengaruhi oleh kebiasaan.
Data kuesioner pengetahuan dan sikap responden dilakukan analisis
univariat dengan hasil pada tabel 4.5
39
responden (57,9%) memiliki sikap merokok baik, sebanyak 49 responden (40,5%)
memiliki sikap merokok cukup baik, dan sebanyak 2 responden (1,7%) memiliki
sikap merokok kurang baik.
Data kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat untuk mengetahui
hubungan perilaku merokok dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Bungursari,
Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta, Tahun 2019 menggunakan uji chi
square (α=0,05) dengan melihat nilai p dan Odd Ratio.
40
4.1.2. Hubungan Jumlah Batang Rokok per Hari dengan Kejadian
Hipertensi
Tabel 4.7 Hubungan Jumlah Batang Rokok per Hari dengan Kejadian Hipertensi
Jumlah Batang Hipertensi Tidak hipertensi Total OR P value
N % N % N %
Rokok/hari
> 20 batang/hari (Berat) 9 9,7 3 3,2 12 12,9
2,651 0,100
20 batang/hari
43 46,2 38 40,9 81 87,1
(Ringan-Sedang)
Total 52 55,9 41 44,1 93 100
Hasil analisis hubungan antara jumlah batang rokok per hari dengan
kejadian hipertensi didapatkan sebanyak 9 subjek penelitian (9,7%) yang
termasuk perokok berat (> 20 batang/hari) menderita hipertensi. Pada subjek
penelitian yang termasuk perokok ringan-sedang ( 20 batang/hari) didapatkan 43
subjek penelitian (46,2%) yang menderita hipertensi. Hasil analisis statistik
mengunakan chi square diperoleh nilai p=0,100 (p>0,05) maka dapat disimpulkan
tidak ada hubungan yang signifikan antara lama merokok dengan kejadian
hipertensi.
41
disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara lama merokok dengan kejadian
hipertensi. Dari hasil analisis didapatkan orang dengan perokok berat (> 20 tahun)
memiliki risiko 3,741 kali lebih besar untuk mengalami hipertensi dibandingkan
dengan orang dengan perokok ringan-sedang ( 20 tahun).
4.2. Pembahasan
42
4.2.1. Hubungan Status Merokok dengan Kejadian Hipertensi
43
otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal
untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan
pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan
yang lebih tinggi serta peran karbonmonoksida yang dapat menggantikan oksigen
dalam darah dan memaksa jantung memenuhi kebutuhan oksigen tubuh. Dengan
mengisap sebatang rokok akan memberi pengaruh besar terhadap naikya tekanan
darah. Hal ini dikarenakan asap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan
kimia yang 200 diantaranya beracun dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan
kanker bagi tubuh.50,51
Jumlah rokok yang dihisap bisa dalam satuan batang, bungkus, pak per
hari. Menurut jumlah rokok yang dihisap, perokok juga dapat digolongkan
menjadi perokok ringan, perokok sedang dan perokok berat. Perokok ringan ialah
perokok yang merokok kurang dari 10 batang per hari. Perokok sedang ialah
perokok yang menghisap rokok 10-20 batang per hari. Perokok berat ialah
perokok yang menghisap rokok lebih dari 20 batang per hari.22
Hasil uji chi square didapatkan tidak adanya hubungan bermakna antara
jumlah batang rokok per hari dengan kejadian hipertensi (p=0,100). Hasil ini
sejalan dengan penelitian di kota Padang yang menunjukkan tidak terdapat
hubungan bermakna antara jumlah rokok dengan kejadian hipertensi (p=0,412),
penelitian di kota London, Inggris yang mendapatkan hasil tekanan darah rata-rata
yang tidak jauh berbeda antara ketiga kategori jumlah batang rokok (p>0,05), dan
penelitian di Norwegia yang menunjukkan tidak ada perbedaan baik pada perokok
harian yang merokok lebih dari satu bungkus per tahun dengan yang tidak pernah
perokok (data tidak ditunjukkan).45,52 (Magnus H Fasting, Tom IL Nilsen, Turid L
Holmen and Torstein Vik. 2008. Life style related to blood pressure and body
weight in adolescence: Cross sectional data from the Young-HUNT study,
Norway. Norwegian University of Science and Technology, N-7489 Trondheim,
44
Norway. BMC Public Health 2008, 8:111) Selain jumlah batang rokok per hari,
terdapat faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi yaitu pola makan.
Perokok berat memiliki pola makan yang berbeda dengan bukan perokok dimana
ia cenderung lebih banyak mengkonsumsi alkohol serta asupan elektrolit yang
tinggi sehingga kadar kolesterol lebih tinggi dan pada akhirnya menaikkan
tekanan darah. Karena faktor-faktor lain tersebut, efek kronis dari rokok sendiri
terhadap tekanan darah hanya sedikit.52 Hal itu yang memungkinkan hasil yang
berbeda dengan teori dalam penelitian ini bahwa merokok secara kronis dapat
menyebabkan disfungsi endotel, cedera pembuluh darah, pembentukan plak, dan
peningkatan kekakuan arteri yang mengarah pada perkembangan hipertensi.8,17
4.2.3. Hubungan Lama Merokok dengan Kejadian Hipertensi
45
Penelitian ini sejalan dengan penelitian di Cepu, Blora, Jawa Tengah yang
menunjukkan sangat besar pengaruh lama merokok terhadap kejadian hipertensi
(p=0,000 dan OR=21), artinya semakin lama memiliki kebiasaan merokok, maka
semakin tinggi kemungkinan menderita hipertensi. Dampak rokok memang akan
terasa setelah 10 – 20 tahun pasca penggunaan. Rokok juga punya dose-response
effect, artinya semakin muda usia mulai merokok, semakin sulit untuk berhenti
merokok, maka semakin lama seseorang akan memiliki kebiasaan merokok. Hal
itu menyebabkan semakin besar pula risiko untuk menderita hipertensi.55
46
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
5.2. Saran
47
DAFTAR PUSTAKA
48
Bahaya Merokok terhadap Kesehatan di Desa Pentur Simo Boyolali. 2015.
13. Ma’aruf A. Tingkat Pengetahuan tentang Bahaya Merokok pada Siswa
Kelas V SD Negeri Pucung LOR 02 Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap
Tahun Pelajaran 2014/2015. 2015.
14. Maulana H. Promosi Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2014.
15. Wawan A, Dewi M. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika; 2015.
16. Sumarna R. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Merokok Pada Mahasiswi
Ekstensi Angkatan 2007 di FISIP UI Tahun 2009. 2009.
17. Basyir AU. Mengapa Ragu Tinggalkan Rokok. Jakarta: Pustaka At-Tazkia;
2006.
18. Pemerintah Indonesia. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang
Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Jakarta: Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 100, 42, dan 139; 1999.
19. Sitepoe M. Kekhususan Rokok Di Indonesia. Jakarta: Grasindo
20. Armyn, Utama AA. Hubungan Merokok Terhadap Kejadian Hipertensi.
2017.
21. Crofton J, Simpson D. Tembakau: Ancaman Global. Jakarta: PT ELex
Media Computindo; 2009.
22. Bustan MN. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta;
2007.
23. Widowati DP. Pengaruh Stereotipi Perokok dan Konformitas Terhadap
Perilaku Merokok Pada Siswa SMP. 2008.
24. Anggraini D. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Terhadap Rokok
Dengan Kebiasaan Merokok Pada Pelajar SMAN 12 Medan Tahun 2017.
2017.
25. Aditama TY. Rokok Dan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI Press); 1997.
49
2018.
27. Zakiyah D. Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan Dengan Hipertensi
Dan Hiperlipidemia Sebagai Faktor Risiko PJK Diantara Pekerja
Dikawasan Industri Pulo Gadung Jakarta Timur Tahun 2006. 2008.
28. Martini S, Hendrati, Y L. Perbedaan Risiko Kejadian Hipertensi Menurut
Pola Merokok. J Penelit Med Eksakta. 2004.
29. Ningsih TS. Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Merokok pada Penderita
Hipertensi di RW 09, Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Kota
Depok. 2012.
30. Dina T, Elperin. A Large Cohort Study Evaluating Risk Factors Assosiated
With Uncontrolled Hypertension, The Journal of Clinical Hypertension. J
Clin Hypertens. 2013;16(2).
31. Aris. Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat. 2007.
32. National High Blood Pressure Education Program. Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure The Seventh Report of
the Joint National Committee on Complete Report.
33. Benson H. Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama; 2012.
34. Basile J, Bloch MJ. Overview of hypertension in adults. Uptodate. 2019.
https://www.uptodate.com/contents/overview-of-hypertension-in-adults.
35. Palmer A. Simple Guide: Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007.
36. Gunawan L. Hipertensi: Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007.
37. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture Notes:
Kardiologi. 4th ed. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005.
38. Cahyono JBSB. Gaya Hidup & Penyakit Modern. Jakarta: Penerbit
Kanisius; 2008.
39. Virdis A, Giannarelli C, Fritsch Neves M, Taddei S, Ghiadoni L. Cigarette
Smoking and Hypertension. Curr Pharm Des. 2010;16(23):2518-2525.
doi:10.2174/138161210792062920
50
40. Hurlock, Elizabeth. Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga; 1998.
41. Arikunto. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.
42. Mu’tadin Z. Remaja dan Rokok. http://www.e-
psikologi.com/remaja/05062.htm. Published 2002. Accessed November 19,
2019.
43. Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung:
Alfabeta; 2015.
44. Sani. Rokok dan Hipertensi. 2005.
45. Setyanda YOG, Sulastri D, Lestari Y. Hubungan Merokok dengan
Kejadian Hipertensi pada Laki-Laki Usia 35-65 Tahun di Kota Padang. J
Kesehat Andalas. 2015;4(2).
46. Fitriani SN, Yulidasari F, Fakhriadi R. Hubungan antara Status Gizi,
Kebiasaan Mengonsumsi Ketupat, Kebiasaan Merokok dan Lama Merokok
dengan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat Di Wilayah Puskesmas
Kandangan, Kecamatan Kandangan. J Publ Kesehat Masy Indones.
2016;3(2).
47. Kurniati, Udiyono, Saraswati. Gambaran Kebiasaan Merokok dengan Profil
Tekanan Darah Pada Mahasiswa Perokok Laki-Laki Usia 18-22 Tahun. J
Kesehat Masy. 2012;1(2).
48. Wahyudi AI. Gambaran Tekanan Darah Berdasarkan Faktor Pemberat
Hipertensi Pada Pasien Hipertensi Perokok Di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Kota Tanggerang. Skripsi. 2014.
49. Sriani KI, Fakhriadi R, Rosadi D. Hubungan Antara Perilaku Merokok dan
Kebiasaan Olahraga Dengan Kejadian Hipertensi Pada Laki-Laki Usia 18-
44 Tahun. J Publ Kesehat Masy Indones. 2016;3(1).
50. Mannan H, Wahiduddin, RIsmayanti. Faktor Risiko Kejadian Hipertensi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto Tahun 2012.
2013.
51. Sugiharto A. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat.
2007.
51
52. Primatesta P, Falaschetti E, Gupta S, Marmot MG, Poulter NR. Association
Between Smoking and Blood Pressure: Evidence From the Health Survey
for England. Hypertension. 2001;37:187-193.
53. Astuti LD. Linda Dwi Astuti. Hubungan Antara Perokok Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Lansia Di Dusun Gatak Desa Tamantirto Kasihan Bantul
Yogyakarta. 2010.
54. Sunyoto, Sutaryono, Martono N. Karakteristik Kebiasaan Merokok Pada
Pasien Laki-Laki Penderita Hipertensi di Rumah Sakit Islam Klaten.
CERATA J Pharm Sci. 2010.
55. Suheni, Yuliana. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian
Hipertensi Pada Laki-laki Usia 40 Tahun Ke Atas di Badan RS Daerah
Cepu. J Univ Negeri Sebel Maret. 2007.
56. Amelia R, Nasrul E, Basyar M. Artikel Penelitian Hubungan Derajat
Merokok Berdasarkan Indeks Brinkman dengan Kadar Hemoglobin. J
Kesehat Andalas. 2016;5(3):619-624.
57. Caesario Satria Putra A, Ayu Aprilia C, Indrawati R. Pengaruh Derajat
Merokok Aktif Dengan Kejadian Hipertensi Primer Pada Pengemudi Bus
Non AC di PT. Mayasari Bakti Periode Mei 2016. Yars Med J.
2019;26(3):119. doi:10.33476/jky.v26i3.755
58. Nagatomo N, Miyai N, Okano Y, et al. [PP.09.33] THE EFFECTS OF
SMOKING ON CENTRAL BLOOD PRESSURE IN MIDDLE-AGED
AND ELDERLY JAPANESE INDIVIDUALS. J Hypertens.
2017;35:e157-e158. doi:10.1097/01.hjh.0000523427.50911.fc
52
LAMPIRAN 1
KUESIONER PENELITIAN
53
54
55
56
LAMPIRAN 2
HASIL UJI DATA PENELITIAN
57
58
59
60
61
62
LAMPIRAN 3
DOKUMENTASI
63
RIWAYAT HIDUP
64
RIWAYAT HIDUP
65
RIWAYAT HIDUP
66
RIWAYAT HIDUP
67