Anda di halaman 1dari 69

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan karena masih tinggi angka kesakitan

diare sehingga menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Di Indonesia

dilaporkan secara keseluruhan pada tahun 2006 diperkirakan angka kesakitan diare

meningkat sebesar 423 per 1.000 penduduk pada semua usia dengan jumlah kasus

10.980 penderita dan jumlah kematian 277 balita. Pada tahun 2008 di Indonesia

episode diare pada balita berkisar 40 juta per tahun dengan kematian sebanyak

200.000 - 400.000 balita (Soebagyo, 2008).

Saat ini diare masih menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian pada

bayi dan anak-anak. Kejadian diare pada bayi disebabkan karena kesalahan dalam

pemberian makan, dimana bayi sudah diberi makanan selain ASI sebelum berusia 4

bulan. Perilaku tersebut sangat beresiko bagi bayi untuk terkena diare karena

pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan selain ASI atau Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI).

Penyebab utama diare pada bayi adalah sensifitas (ambang kepekaan)

terhadap susu sapi atau protein kedelai. Intoleransi karbohidrat biasanya akibat dari

devisiensi disakarida. Akibat lain adalah dari makanan karbohidrat komplek yang

tidak dapat dicerna secara berlebihan yang tidak diabsorbsi secara sempurna, bahan
2

ini misalnya buncis, kubis, tepung gandum. Bayi juga kehilangan kesempatan untuk

mendapatkan kekebalan yang hanya dapat diperoleh dari ASI serta adanya

kemungkinan makanan yang diberikan sudah terkontaminasi oleh bakteri karena alat

yang digunakan untuk memberikan makanan atau minuman kepada bayi tidak steril.

Berbeda dengan makanan padat ataupun susu formula, ASI bagi bayi merupakan

makanan yang paling sempurna (Nelson, 2000).

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik yang dapat diberikan oleh seorang

ibu kepada bayi yang baru dilahirkannya. ASI juga memiliki segala keunggulan,

misalnya komposisi ASI sesuai untuk pertumbuhan bayi dan biasa berubah setiap saat

sesuai dengan kebutuhannya. ASI mengandung zat pelindung yang dapat

menghindarkan bayi dari berbagai penyakit infeksi (Supriadi, dkk, 2002).

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan dan minuman yang paling sempurna

bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret Lowson, 2003). Sejak

awal kelahirannya sampai bayi berusia 6 bulan, ASI merupakan sumber nutrisi utama

bayi. Komposisi ASI sempurna sesuai kebutuhan bayi sehingga walaupun hanya

mendapatkan ASI dibeberapa bulan kehidupannya, bayi bisa tumbuh optimal. ASI

sangat bermanfaat untuk kekebalan tubuh bayi karena didalamnya terdapat zat yang

sangat penting yang sudah terbukti melawan berbagai macam infeksi, seperti ISPA,

peradangan telinga, infeksi dalam darah dan sebagainya.

Keunggulan dan manfaat ASI dalam menunjang kelansungan hidup bayi

sudah terbukti, namun kenyataannya belum diikuti pemanfaatan pemberian ASI

secara optimal oleh ibu, bahkan ada kecenderungan makin banyak ibu tidak
3

memberikan ASI. Pemberian ASI eksklusif hanya sekitar 28 % di daerah perkotaan

dan 30 % di daerah pedesaan Provinsi Sulawesi Tenggara. Pratek Pemberian MP ASI

yang terlalu dini kepada bayi sering ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita

seperti pemberian makanan berupa pisang, madu, air tajin, susu formula, air gula dan

makanan lain sebelum sebelum bayi berusia 6 bulan.

Keluarga sebaiknya memahami mengenai MP-ASI, terutama mengenai kapan

MP-ASI harus diberikan, jenis, bentuk dan jumlahnya. Peran keluarga berperan

penting bagi pemeliharaan kesehatan keluarga. Dampak apabila pemberian MP-ASI

terlalu dini maka bayi akan mendapat zat imun ASI lebih sedikit, sehingga resiko

infeksi meningkat. Resiko diare juga meningkat karena makanan tambahan tidak

sebersih ASI, perilaku yang kurang bersih seperti kebiasaan mencuci tangan,

penggunaan botol susu, kebiasaan membuang tinja serta makanan dalam kondisi

terbuka sehingga memudahkan masuknya bakteri dalam makanan tersebut sehingga

memicu terjadinya diare. (Nasrul Effendi, 1998 :34).

Hubungan MP-ASI dengan diare adalah pemberian MP-ASI sebelum bayi

berumur 6 bulan, tidak memberikan manfaat bagi pertumbuhan bayi tetapi justru

mengancam kesehatannya, karena bayi usia dibawah 6 bulan secara umum organ-

organ pencernaanya belum siap mencerna makanan lain selain ASI, sehingga

pemberian MP-ASI pada usia ini beresiko menimbulkan berbagai gangguan saluran

pencernaan diantaranya diare (Nelson,2000).

Pemberian MP-ASI sebelum bayi berumur 6 bulan merupakan pemberian

MP-ASI yang keliru mengingat organ pencernaan bayi umur 6 bulan kebawah belum
4

mampu mencerna makanan lain selain ASI. Pada bulan-bulan pertama bayi belum

dapat menelan makanan dengan baik, zat-zat yang terdapat dalam makanan baru ini

dapat menyebabkan alergi yang berakibat diare pada bayi.

Menurut Depkes RI (2007) frekuensi dalam pemberian makanan pendamping

ASI yang tepat biasanya diberikan 3x sehari. Pemberian makanan pendamping ASI

dalam frekuensi yang berlebihan atau diberikan lebih dari 3x sehari, kemungkinan

dapat mengakibatkan terjadinya diare. Adapun jenis makanan pendamping ASI yang

baik adalah terbuat dari bahan makanan yang segar, seperti tempe, kacang-kacangan,

telur ayam, hati ayam, ikan, sayur mayur dan buah-buahan. Banyaknya pemberian

MP-ASI sesuai usia bayi, pada usia 6 bulan beri enam sendok makan, usia 7 bulan

beritujuh sendok makan, usia 8 bulan beri delapan sendok makan, usia 9 bulan beri

Sembilan sendok, usia 10 bulan beri sepuluh sendok makan, selanjutnya porsi

pemberiannya menyesuaikan dengan usia anak.

Data riskesdas (2010) angka kesakitan diare di indonesia sebanyak 411 per

1.000 penduduk. Data penderita diare Disulawesi Tenggara 48.669 kasus diare

ditangani 48%. Untuk data diare dikabupaten Kolaka sebanyak 143.216 kasus. Dan

penderita diare dipuskesmas Kolaka berjumlah 64 orang, puskesmas Pomalaa 35

0rang, puskesmas Wundulako 83 orang, puskesmas Latambaga 11 orang, Puskesmas

Baula 16 orang, puskesmas Lambadia 21 orang, puskesmas Wolo 8 orang. Ibu yang

memiliki bayi dikabupaten kolaka sebanyak 238 bayi.


5

Berdasarkan data diatas yang menunjukan jumlah penderita yang paling

banyak dialami adalah dari Puskesmas Wundulako sebanyak 83 orang. Jumlah kasus

diare dikabupaten kolaka yang terjadi pada bayi sebanyak 79 kasus.

Berdasarkan fenomena tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan mengangkat judul ” Hubungan Antara Pemberian Makanan

Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) pada Bayi Usia 6-12 bulan dengan Kejadian

Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Wundulako Kecamatan Wundulako Kabupaten

Kolaka.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah “ Bagaimanakah Hubungan antara Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia 6 - 12

bulan dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Wundulako Kecamatan

Wundulako Kabupaten Kolaka.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pemberian

MP-ASI pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian diare di wilayah

kerja Puskesmas Wundulako Kecamatan Wundulako Kabupaten

Kolaka.

1.3.2 Tujuan khusus

a) Mengetahui Usia Pemberian MP-ASI oleh ibu bayi di wilayah kerja

Puskesmas Wundulako Kecamatan Wundulako Kabupaten Kolaka.


6

b) Mengetahui Frekuensi Pemberian MP-ASI oleh ibu bayi di wilayah

kerja Puskesmas Wundulako Kecamatan Wundulako Kabupaten

Kolaka.

c) Mengetahui Porsi Pemberian MP-ASI oleh ibu bayi di wilayah

kerja Puskesmas Wundulako Kecamatan Wundulako Kabupaten

Kolaka.

d) Mengetahui Jenis MP-ASI yang diberikan oleh ibu bayi di wilayah

kerja Puskesmas Wundulako Kecamatan Wundulako Kabupaten

Kolaka.

e) Mengetahui Cara Pemberian MP-ASI oleh ibu bayi di wilayah kerja

Puskesmas Wundulako Kecamatan Wundulako Kabupaten Kolaka.

f) Mengetahui hubungan, Usia, Frekunsi, Porsi, Jenis dan Cara MP-

ASI dengan Kejadian Diare pada bayi usia 6 -12 bulan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Sebagai bahan informasi, bagi instansi berwenang khususnya Dinas

Kesehatan dalam pembuatan perencanaan kebijakan pencegah penyakit

diare, penyusunan perencanaan kesehatan, dan evaluasi program

kesehatan khususnya dalam pencegahan penyakit diare yang berhubungan

dengan pemberian makanan pendamping ASI.

Sebagai informasi dan bahan masukan bagi pendidikan khususnya bagi

mahasiswa kesehatan.
7

1.4.2 Sebagai bahan masukan bagi masyarakat tentang hubungan pemberian

makanan pendamping ASI pada bayi umur 6-12 bulan dengan kejadian

diare, sehingga masyarakat lebih meningkatkan kepeduliannya terhadap

pentingnya dalam pemberian makanan pendamping ASI yang tepat pada

bayi atau anak.

1.4.3 Sebagai tambahan bahan pengetahuan untuk peneliti lain khususnya

tentang hubungan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-

12 bulan dengan kejadian diare.


8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIK

2.1 Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

2.1.1 Pengertian MP-ASI

MP-ASI adalah makanan tambahan yang sesuai diberikan pada

bayi setelah umur 6 bulan sampai berusia 24 bulan. Semakin meningkat

usia bayi kebutuhan akan zat-zat gizi semakin bertambah. Sedangkan

ASI yang dihasilkan mulai berkurang. Pengenalan dan pemberian

makanan pendamping ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk

maupun jumlahnya. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan

kemampuan alat cerna bayi/anak dalam menerima makanan zat-zat lain

vitamin dan pendamping ASI, yang cukup dalam kualitas dan kuantitas

penting untuk pertumbuhan otak dan kecerdasan anak yang bertambah

dengan pesat pada periode ini (Hartati, 2004).

Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan

tambahan yang diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 6 bulan

sampai bayi berusia 24 bulan (Waryana 2010).

Pemberian makanan pendamping ASI adalah sebagai komplemen

terhadap ASI agar anak memperoleh cukup energi protein dan mineral

untuk tumbuh dan berkembang secara normal (Muchtadi, 2002).


9

WHO dan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) mengeluarkan

kode etik yang mengatur agar bayi wajib diberi ASI eksklusif (ASI saja

tanpa tambahan makanan apapun bahkan air putih) sampai umur

minimum 6 bulan. Setelah umur 6 bulan mulai mendapatkan makanan

pendamping ASI berupa bubur susu, nasi tim, buah dan sebagainya.

WHO juga menyarankan agar pemberian ASI dilanjutkan hingga umur 2

tahun, dengan dilengkapi makanan tamabahan ( Prabantini,2010 )

Setelah itu bayi berusia 6 bulan mulai diperkenalkan dengan

makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai 2 tahun. Pengenalan

makanan tambahan pada usia 6 bulan bukan 4 bulan, karna pada saat bayi

berusia 6 bulan sistem pencernaannya mulai matur. Karena pada saat itu

pori-pori dalam usus bayi setelah berumur 6 bulan mampu menolak

faktor alergi maupun kuman yang masuk (Purwatati 2004).

Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Purwatati, (2004) yang

menunjukan bahwa anak yang menyusui ASI samapai 6 bulan jauh lebih

sehat dari bayi yang menyusui ASI sampai 4 bulan, dan frekuensi terkena

diare jauh lebih kecil. Menurut Irianto dan Waluyo (2004) dalam

pemberian makanan pendamping ASI yang dikonsumsi hendaknya

memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan

tidak menimbulkan penyakit, serta makanan tersebut sehat, diantaranya:

a) Berada dalam derajat kematangan.


10

b) Bebas dari pencemaran pada saat menyimpan makanan tersebut dan

menyajikan hingga menyuapi pada bayi atau anak.

c) Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai

akibat dari pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat,

serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan,

pemasakan dan pengeringan.

d) Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit

yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness).

e) Harus cukup mengandung kalori dan vitamin.

f) Mudah dicerna oleh alat pencernaan

Selain kriteria diatas menurut Depkes RI (2007) menyatakan

bahwa pemberian makanan pendamping ASI pada bayi, apakah

pemberian makanan pendamping yang diberikan sudah pada usia yang

tepat atau tidak.

2.1.2 Umur Pemberian Pendamping ASI

Menurut Depkes RI (2007) usia pada saat pertama kali pemberian

makanan pendamping ASI pada bayi yang tepat dan benar adalah setelah

bayi berusia 6 bulan, dengan tujuan agar anak tidak mengalami infeksi

atau gangguan pencernaan akibat virus atau bakteri. Berdasarkan usia

anak, dapat dikategorikan menjadi:

a) Makanan bayi pada usia 0 s.d 6 bulan


11

1) Memberikan makanan lumat dalam tiga kali sehari dengan

takaran yang cukup.

2) Memberikan makanan selingan satu kali sehari dengan porsi

kecil.

3) Memperkenalkan bayi atau anak dengan beraneka ragam bahan

makanan.

b) Makanan bayi pada usia 9 s.d 12 bulan :

1) Memberikan makanan lunak dalam tiga kali sehari dengan

takaran yang cukup.

2) Memberikan makanan selingan satu hari sekali.

3) Memperkenalkan bayi atau anak dengan beraneka ragam bahan

makanan.

2.1.3 Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping ASI

Pemberian MP-ASI pada bayi diberikan secara bertahap. Adapun

jenis makanan dan frekwensi MP-ASI menurut umur bayi sesuai tabel

dibawah ini. :

Umur Bayi Jenis Makanan Berapa Kali Sehari


1 2 3
0 - 6 bulan ASI Setiap bayi menginginkan
sedikitnya 8 kali sehari 890 –
950 ml/hari
6 – 9 bulan Bubur susu 6 bulan : pagi dan sore hari, 3
sendok makan
7 bulan : pagi dan sore hari, 3 ½
sendok makan
Bubur tim lumat 8 bulan : pagi dua sendok
12

makan, siang dan malam hari 4


sendok makan.
9-12 bulan Bubur nasi 9 bulan : pagi siang dan malm
hari, 3 sendok makan
Nasi tim 10 bulan : pagi dan siang hari, 3
sendok makan
Nasi lembek 11 bulan : pagi hari 3 sendok
makan, siang dan malam hari 4
sendok makan.
Tabel 11 : Jadwal Pemberian Makanan Pendamping ASI Menurut Umur
Bayi, Jenis Makanan Dan Frekwensi. Sumber : DepKes RI, 2009 : 35-38

Menurut Depkes RI (2007) frekuensi dalam pemberian makanan

pendamping ASI yang tepat biasanya diberikan 3x sehari. Pemberian

makanan pendamping ASI dalam frekuensi yang berlebihan atau

diberikan lebih dari 3x sehari, kemungkinan dapat mengakibatkan

terjadinya diare.

2.1.4 Porsi Pemberian Makanan Mendamping ASI

Menurut Depkes RI (2007) untuk tiap kali makan, dalam

pemberian porsi yang tepat adalah sebagai berikut:

a) Pada usia 6 bulan, beri enam sendok makan

b) Pada usia 7 bulan, beri tujuh sendok makan

c) Pada usia 8 bulan, beri delapan sendok makan

d) Pada usia 9 bulan, beri sembilan sendok makan

e) Pada usia 10 bulan, diberi 10 sendok makan, dan usia selanjutnya

porsi pemberiannya menyesuaikan dengan usia anak.


13

2.1.5 Jenis Pemberian Makanan Pendamping ASI

Dalam pemilihan jenis makanan, biasanya diawali dengan proses

pengenalan terlebih dahulu mengenai jenis makanan yang tidak

menyebabkan alergi, umumnya yang mengandung kadar protein paling

rendah seperti sereal (beras merah atau beras putih). Khusus sayuran,

mulailah dengan yang rasanya hambar seperti kentang, kacang hijau,

labu, zucchini. Kemudian memperkenalkan makanan buah seperti

alpukat, pisang, apel dan pir.

Menurut Depkes RI (2007) jenis makanan pendamping ASI yang

baik adalah terbuat dari bahan makanan yang segar, seperti tempe,

kacang-kacangan, telur ayam, hati ayam, ikan, sayur mayur dan buah-

buahan. Jenis-jenis makanan pendamping yang tepat dan diberikan sesuai

dengan usia anak adalah sebagai berikut:

a) Makanan lumat

Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan, dihaluskan atau

disaring dan bentuknya lebih lembut atau halus tanpa ampas.

Biasanya makanan lumat ini diberikan saat anak berusia 6 sampai 9

bulan. Contoh dari makanan lumat susu, bubur sumsum, pisang

saring atau dikerok, pepaya saring dan nasi tim saring.

b) Makanan lunak

Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air

atau teksturnya agak kasar dari makanan lumat. Makanan lunak ini
14

diberikan ketika anak usia 9 sampai 12 bulan. Makanan ini berupa

bubur nasi, bubur ayam, nasi tim, kentang puri.

c) Makanan padat

Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak

berair dan biasanya disebut makanan keluarga. Makanan ini mulai

dikenalkan pada anak saat berusia 12 sampai 24 bulan. Contoh

makanan padat antara lain berupa lontong, nasi, lauk-pauk, sayur

bersantan, dan buah-buahan.

2.1.6 Cara Pemberian Makanan Pendamping ASI

Menurut Depkes RI (2007) pemberian makanan pendamping ASI

pada bayi atau anak yang tepat dan benar adalah sebagai berikut :

a) Selalu mencuci tangan sebelum mulai mempersiapkan makanan pada

bayi atau anak, terutama bila kontak dengan daging, telur, atau ikan

mentah, dan sebelum memberi makanan pada bayi atau anak. Selain

itu, juga mencuci tangan bayi atau anak.

b) Mencuci bahan makanan (sayuran, beras, ikan, daging, dll) dengan air

mengalir sebelum diolah menjadi makanan yang akan diberikan

kepada bayi atau anak.

c) Mencuci kembali peralatan dapur sebelum dan sesudah digunakan

untuk memasak, walaupun peralatan tersebut masih tampak bersih.

d) Peralatan makan bayi atau anak, seperti mangkuk, sendok, dan

cangkir, harus dicuci kembali sebelum digunakan oleh bayi atau anak.
15

e) Dalam pemberian makanan pendamping pada bayi atau anak,

hendaknya berdasarkan tahapan usia anak.

f) Jangan menyimpan makanan yang tidak dihabiskan bayi atau anak.

Ludah yang terbawa oleh sendok bayi atau anak akan menyebarkan

bakteri.

Tabel : Pola Pemberian Makanan Bayi

Umur Makanan yang diberikan Jumlah Pemberian


(bulan)

0-6 bulan Air Susu Ibu (ASI) Sesuka bayi


6-9 bulan ASI Sesuka bayi
Bubur susu atau makanan 2x sehari
lumat 1x sehari
Buah-buahan (pisang, sari 1x sehari
jeruk)
Makanan selingan (biscuit)
9-12 bulan ASI Sesuka bayi
Makanan lembek (nasi tim) 3x sehari
Buah 1x sehari
Makanan selingan 1x sehari
Sumber 11 : Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Depkes, 2000.

2.2 Pengertian Diare

2.2.1 Definisi Penyakit Diare

Diare diartikan sebagai penyakit yang ditandai dengan

bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (lebih dari

tiga kali per hari) dan disertai dengan perubahan konsistensi tinja

(menjadi cair), baik disertai keluarnya darah dan lender maupun tidak

(Suraatmaja, 2007). Sedangkan menurut WHO (2007) diare


16

didefinisikan sebagai berak cair 3 kali atau lebih dalam sehari semalam

(24 jam).

Menurut World Health Organitation (WHO), diare merupakan

buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari 3 kalidalam satu hari, dan

biasanya berlangsung selama 2 hari atau lebih. Diare merupakan salah

satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain

diluar saluran pencernaan yang disebabkan oleh berbagai infeksi selain

penyebab lain seperti malabsorbsi (Sophia, 2009).

Bayi dikatakan diare apabila mengalami perubahan dalam buang

air besar dari biasanya, baik frekuensi / jumlah buang air yang menjadi

sering dan keluar dari dalam konsistensi cair dari pada padat (Suririnah,

2010).

2.2.2 Etiologi

Menurut Depkes RI (2007), penyebab diare disebabkan oleh adanya

beberapa faktor, antara lain:

a) Faktor Infeksi

Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare

pada anak balita. Jenis jenis infeksi yang umumnya menyerang dibagi

menjadi dua, yaitu:

1) Infeksi Enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang

merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi :


17

(1) Infeksi bakteri: Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas.

(2) Inveksi Virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,

Poliomyelitis) Adeno virus Rotavirus,Astrovirus.

(3) Infeksi Parasit: Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,

Strongyloides), Protozoa (Entamoebahistolytica,

Giardialamblia, Trichoirionas hominis), jamur (Candida

albicans).

2) Infeksi Parental ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan

seperti: Otitis Media Akut (OMA), Tonsillitis/Tonsilofaringitis,

Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini

terutama terjadi pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.

b) Faktor Malabsorpsi

Faktor ini dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Malabsorpsi Karbohidrat

Pada bayi, kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula

dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja

berbau asam, dan sakit di daerah perut. Jika sering terkena diare ini,

pertumbuhan anak akan terganggu.

2) Malabsorpsi Lemak

Dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida.

Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak


18

menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase

dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat jadi muncul karena

lemak tidak terserap dengan baik. Gejalanya adalah tinja

mengandung lemak.

c) Faktor Makanan

Faktor makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang

tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran), dan

kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah

mengakibatkan diare pada anak balita.

d) Faktor Psikologis

Faktor psikologis yang mengakibatkan terjadi diare, meliputi rasa

takut, cemas dan tegang jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare

kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita dan umumnya terjadi pada

anak yang lebih besar atau dewasa.

e) Gejala Diare

Menurut Widoyono (2008), gejala diare dibedakan menjadi dua,antara

lain :

1) Gejala umum

(1) Berak cair atau lembek dan sering (gejala khas diare)

(2) Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut

(3) Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare


19

(4) Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun,

apatis, bahkan gelisah.

2) Gejala khusus

(1) Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras

dan berbau amis.

(2) Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah.

f) Klasifikasi Diare

Menurut Depkes RI (2007), berdasarkan jenisnya diare dibagi

menjadi empat, antara lain:

1) Diare Akut

Diare Akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari

(umumnya kurang dari tujuh hari). Akibat diare akut adalah

dehidrasi.

2) Disentri

Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya.

Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan

cepat, dan kemungkinan terjadi komplikasi pada mukosa.

3) Diare Persisten

Diare Persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14

hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan

berat badan dan gangguan metabolisme.


20

4) Diare dengan masalah lain

Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten)

mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam,

gangguan gizi, atau penyakit lainnya.

g) Cara Penularan

Menurut Widoyono (2008), penyakit diare disebabkan oleh kuman

seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui fekal oral

yang terjadi karena:

1) Melalui air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya,

tercemar selama perjalanan saat mengambil air sampai ke rumah,

atau tercemar pada saat disimpan di tempat penyimpanan air dalam

rumah.pencemaran ini terjadi bila tempat penyimpanan tidak

tertutup atau apabila tangan yang tercemar saat menyentuh air pada

saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

2) Melalui tinja yang terinfeksi. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh

binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap ke makanan yang

akan kita makan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke

orang yang memakan makanan tersebut.

3) Melalui penggunaan susu botol menyebabkan pencemaran oleh

kuman berasal dari tinja dan sukar dibersihkan. Sewaktu susu

dimasukan ke dalam botol yang tidak bersih akan terjadi


21

kontaminasi kuman dan jika tidak segera diminum kuman tersebut

akan berkembang biak.

(1) Tidak mencuci tangan sesudah BAB, sesudah membuang tinja

atau sebelum memasak makanan.

(2) Tidak bembuang tinja bayi dengan benar.

(3) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.

h) Epidemiologi Penyakit Diare

Epidemiologi penyakit diare menurut Depkes RI (2007) adalah

sebagai berikut:

1) Penyebaran Kuman yang Menyebabkan Diare

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal

oral. Fecal oral ini terjadi antara lain melalui makanan atau

minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan

tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan

penyebaran kuman enteric dan meningkatkan risiko terjadinya

diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh sampai usia

enam bulan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan

masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar,

tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah

membuang tinja anak atau sebelum makan ataupun pada saat

menyuapi anak.
22

2) Faktor Pejamu yang Meningkatkan Kerentanan Terhadap Diare

Beberapa faktor pejamu dapat meningkatkan insiden,

beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut

antara lain terdiri dari:

(1) Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun,

(2) Kurang gizi,

(3) Campak,

(4) Imuno difisiensi,

(5) Secara proporsional, diare lebih banyak terjadi pada golongan

balita (55%).

3) Faktor Lingkungan dan Perilaku

(1) Pemberian ASI Eksklusif

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat

makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang

untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja

sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6

bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa

ini.

(2) Penggunaan Botol Susu

Penggunaan botol susu memudahkan pencemaran oleh

kuman, karena botol susu susah dibersihkan. Penggunaan


23

botol untuk susu formula, biasanya menyebabkan risiko tinggi

terkena diare, sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk.

(3) Kebiasaan Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan

perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah

mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama

sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak,

sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan

anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam

kejadian diare (Menurunkan angka kejadian diare sebesar

47%).

(4) Kebiasaan Membuang Tinja

Membuang tinja (termasuk tinja bayi) harus dilakukan

secara bersih dan benar. Banyak orang beranggapan bahwa

tinja bayi tidaklah berbahaya. padahal sesungguhnya tinja

bayi mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.

Tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak

dan orang tuanya.

(5) Pemberian Imunisasi Campak

Diare sering timbul menyertai campak, sehingga

pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare.

Oleh karena itu, segera berikan anak imunisasi campak


24

setelah berumur sembilan bulan. Diare sering terjadi dan

berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita

campak, hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan

tubuh penderita.

i) Cara Pencegahan

Cara pencegahan penyakit diare menurut Widoyono (2008)

adalah melalui promosi kesehatan, antara lain :

1) Menggunakan air bersih ( tidak berwarna, tidak berbau, tidak

berasa)

2) Memasak air sampai mendidih sebelum diminum, agar mematikan

sebagian besar kuman penyakit

3) Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum dan sesudah

makan, serta pada waktu sesudah buang air besar

4) Memberikan ASI pada anak sampai usia dua tahun

5) Menggunakan jamban yang sehat

6) Membuang tinja bayi dan anak dengan benar.

2.3 Balita Usia 6 -12 bulan

Balita adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik

pertumbuhan yakni pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun dimana umur 5

bulan BB naik 2x BB lahir dan 3x BB lahir pada umur 1 tahun dan menjadi 4x

pada umur 2 tahun. Pertumbuhan mulai lambat pada masa pra sekolah kenaikan
25

BB kurang lebih 2 kg/ tahun, kemudian pertumbuhan konstan mulai berakhir.

(Soetjiningsih, 2001).

Balita merupakan istilah yang berasal dari kependekan kata bawah lima

tahun. Istilah ini cukup populer dalam program kesehatan. Balita merupakan

kelompok usia tersendiri yang menjadi sasaran program KIA (Kesehatan Ibu

dan Anak) di lingkup Dinas Kesehatan. Balita merupakan masa pertumbuhan

tubuh dan otak yang sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya.

Periode tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena pada masa ini

pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan

kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia

berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya

(Supartini, 2004).

Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai balita, merupakan

salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia

balita dimulai dari satu sampai dengan lima tahun, atau bisa digunakan

perhitungan bulan yaitu usia 12-60 bulan.

Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah (Wikipedia, 2009).

sebagai berikut :

2.3.1 Perkembangan Fisik

a) Di awal balita, pertambahan berat badan Balita merupakan singkatan

bawah lima tahun, satu periode usia manusia dengan rentang usia dua

hingga lima tahun, ada juga yang menyebut dengan periode usia
26

prasekolah. Pada fase ini anak berkembang dengan sangat pesat

(Choirunisa, 2009 : 10).

b) Pada periode ini, balita memiliki ciri khas perkembangan menurun

disebabkan banyaknya energi untuk bergerak.

2.3.2 Perkembangan Psikologis

a) Dari sisi psikomotor, balita mulai terampil dalam pergerakanya

(lokomotion), seperti berlari, memanjat, melompat, berguling,

berjinjit, menggenggam, melempar yang berguna untuk mengelola

keseimbangan tubuh dan mempertahankan rentang atensi.

b) Pada akhir periode balita kemampuan motorik halus anak juga mulai

terlatih seperti meronce, menulis, menggambar, menggunakan

gerakan pincer yaitu memegang benda dengan hanya menggunakan

jari telunjuk dan ibu jari seperti memegang alat tulis atau mencubit

serta memegang sendok dan menyuapkan makanan kemulutnya,

mengikat tali sepatu. Dari sisi kognitif, pemahaman tehadap obyek

telah lebih ajeg. Kemampuan bahasa balita tumbuh dengan pesat.

Pada periode awal balita yaitu usia dua tahun kosa kata rata-rata

balita adalah 50 kata, pada usia lima tahun telah menjadi diatas 1000

kosa kata. Pada usia tiga tahun balita mulai berbicara dengan kalimat

sederhana berisi tiga kata dan mulai mempelajari tata bahasa dari

bahasa ibunya (Choirunisa, 2009 : 10).


27

2.3.3 Komunikasi pada Balita

a) Karakteristik anak usia balita (terutama anak usia dibawah 3 tahun

atau todler) sangat egosentris. Selain itu, anak juga mempunyai

perasaan takut pada ketidaktahuannya sehingga anak perlu diberi

tahu tentang apa yang akan terjadi pada dirinya.

b) Aspek bahasa, anak belum mampu berbicara secara fasih, oleh karena

itu, saat menjelaskan, gunakan kata yang sederhana, singkat, dan

gunakan istilah yang dikenalnya. Posisi tubuh yang baik saat

berbicara pada anak adalah jongkok, duduk di kursi kecil, atau

berlutut sehingga pandangan mata kita akan sejajar dengannya.

c) Satu hal yang akan mendorong anak untuk meningkatkan

kemampuan dalam berkomunikasi adalah dengan memberikan pujian

atas apa yang telah dicapainya atau ditunjukkannya terhadap orang

tuanya (Supartini, 2004).

2.4 Ibu Balita

Peran ibu adalah sebagai “tiang rumah tangga” amatlah penting bagi

terselenggaranya rumah tangga yang sakinah yaitu keluarga yang sehat dan

bahagia, karena di atas yang mengatur, membuat rumah tangga menjadi surga

bagi anggota keluarga, menjadi mitra sejajar yang saling menyayangi bagi

suaminya. Untuk mencapai ketentraman dan kebahagian dalam keluarga

dibutuhkan isteri yang shaleh, yang dapat menjaga suami dan anak-anaknya,
28

serta dapat mengatur keadaan rumah sehingga tempat rapih, menyenangkan,

memikat hati seluruh anggota keluarga.

Keluarga merupakan suatu lembaga sosial yang paling besar perannya bagi

kesejahteraan sosial dan kelestarian anggota-anggotanya terutama anak-

anaknya. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang terpenting bagi

perkembangan dan pembentukan pribadi anak.

Berbicara mengenai pendidikan anak, maka yang paling besar

pengaruhnya adalah ibu. Ditangan ibu keberhasilan pendidikan anak-anaknya

walaupun tentunya keikut-sertaan bapak tidak dapat diabaikan begitu saja. Ibu

memainkan peran yang penting di dalam mendidik anak-anaknya, terutama

pada masa balita. Pendidikan di sini tidak hanya dalam pengertian yang sempit.

Pendidikan dalam keluarga dapat berarti luas, yaitu pendidikan iman, moral,

fisik/jasmani, intelektual, psikologis, sosial, dan pendidikan seksual.

Peranan ibu di dalam mendidik anaknya dibedakan menjadi tiga tugas

penting, yaitu ibu sebagai pemuas kebutuhan anak; ibu sebagai teladan ataau

“model” peniruan anak dan ibu sebagai pemberi stimulasi bagi perkembangan

anak sebagai berikut :

2.4.1 Ibu sebagai sumber pemenuhan kebutuhan anak

Fungsi ibu sebagai pemuas kebutuhan ini sangat besar artinya bagi anak.

Terutama pada saat anak ketergantungan total terhadap ibunya, akan

tetapi berlangsung sampai periode anak sekolah, bahkan sampai

menjelang dewasa. Ibu perlu menyediakan waktu bukan saja untuk


29

bersama tetapi untuk selalu berinteraksi maupun berkomunikasi secara

terbuka dengan anaknya. Pada dasarnya kebutuhan seseorang meliputi

kebutuhan fisik, psikis, sosial dan spiritual. Kebutuhan fisik merupakan

kebutuhan makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya.

Kebutuhan psikis meliputi kebutuhan akan kasih sayang, rasa aman,

diterima dan dihargai. Sedang kebutuhan sosial akan diperoleh anak dari

kelompok di luar lingkungan keluarganya. Dalam pemenuhan

kebutuhan ini, ibu hendaknya memberi kesempatan bagi anak untuk

bersosialisasi dengan teman sebayanya. Kebutuhan spiritual, adalah

pendidikan yang menjadikan anak mengerti kewajiban kepada Allah,

kepada Rasul-Nya, orang tuanya dan sesama saudaranya. Dalam

pendidikan spiritual, juga mencakup mendidik anak berakhlak mulia,

mengerti agama, bergaul dengan teman-temannya dan menyayangi

sesama saudaranya, menjadi tanggung jawab ayah dan ibu. Karena

memberikan pelajaran agama sejak dini merupakan kewajiban orang tua

kepada anaknya dan merupakan hak untuk anak atas orang tuanya, maka

jika orang tuanya tidak menjalankan kewajiban ini berarti menyia-

nyiakan hak anak.

2.4.2 Ibu sebagai teladan atau model bagi anaknya

Dalam mendidik anak seorang ibu harus mampu menjadi teladan bagi

anak-anaknya. Mengingat bahwa perilaku orangtua khususnya ibu akan

ditiru yang kemudian akan dijadikan panduan dalam perlaku anak, maka
30

ibu harus mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya. Sejak anak lahir

dari rahim seorang ibu, maka ibulah yang banyak mewarnai dan

mempengaruhi perkembangan pribadi, perilaku dan akhlaq anak. Untuk

membentuk perilakua anak yang baik tidak hanya melalui bil lisan tetapi

juga dengan bil hal yaitu mendidik anak lewat tingkah laku. Sejak anak

lahir ia akan selalu melihat dan mengamati gerak gerik atau tingkah laku

ibunya. Dari tingkah laku ibunya itulah anak akan senantiasa melihat

dan meniru yang kemudian diambil, dimiliki dan diterapkan dalam

kehiduapnnya. Dalam perkembangan anak proses identifikasi sudah

mulai timbul berusia 3 – 5 tahun. Pada saat ini anak cenderung

menjadikan ibu yang merupakan orang yang dapat memenuhi segala

kebutuhannya maupun orang yang paling dekat dengan dirinya, sebagai

“model” atau teladan bagi sikap maupun perilakunya. Anak akan

mengambil, kemudian memiliki nilai-nilai, sikap maupun perilaku ibu.

Dari sini jelas bahwa perkembangan kepribadian anak bermula dari

keluarga, dengan cara anak mengambil nilai-nilai yang ditanamkan

orang tua baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam hal ini

hendaknya orang tua harus dapat menjadi contoh yang positif bagi anak-

anaknya. Anak akan mengambil nilai-nilai, sikap maupun perilaku

orang tua, tidak hanya apa yang secara sadar diberika pada anaknya

misal melalui nasehat-nasehat, tetapi juga dari perilaku orang tua yang
31

tidak disadari. Sering kita lihat banyak orang tua yang menasehati

anaknya tetapi mereka sendiri tidak melakukannya.

2.4.3 Ibu sebagai pemberi stimulus bagi perkembangan anaknya

Perlu diketahui bahwa pada waktu kelahirannya, pertumbuhan berbagai

organ belum sepenuhnya lengkap. Perkembangan dari organ-organ ini

sangat ditentukan oleh rangsang yang diterima anak dari ibunya.

Rangsangan yang diberikan oleh ibu, akan memperkaya pengalaman

dan mempunyai pengaruh yang besar bagi perkembangan kognitif anak.

Bila pada bulan-bulan pertama anak kurang mendapatkan stimulasi

visual maka perhatian terhadap lingkungan sekitar kurang. Stimulasi

verbal dari ibu akan sangat memperkaya kemampuan bahasa anak.

Kesediaan ibu untuk berbicara dengan anaknya akan mengembangkan

proses bicara anak. Jadi perkembangan mental anak akan sangat

ditentukan oleh seberapa rangsang yang diberikan ibu terhadap anaknya.

Rangsangan dapat berupa cerita-cerita, macam-macam alat permainan

yang edukatif maupun kesempatan untuk rekreasi.

.
32

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 KERANGKA FIKIR DAN KERANGKA KONSEP

3.1.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Diare diartikan sebagai penyakit yang ditandai dengan

bertambahnya frekuensi buang air besar dari biasanya (lebih dari tiga kali

perhari) dan disertai dengan perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),

baik disertai keluarnya darah dan lender maupun tidak (Suratmaja, 2007).

Sedangkan menurut WHO (2007) diare didefenisikan sebagai berak cair

tiga kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya diare pada

bayi, salah satunya adalah pemberian MP-ASI yang terlalu dini dapat

menyebabkan penurunan konsumsi ASI, sehingga kebutuhan bayi tidak

akan tercukupi, juga dapat menyebabkan terjadinya diare pada bayi.

penyebab lain dari diare yaitu

a) Pemberian ASI eksklusif, ASI adalah makanan paling baik untuk

bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan

seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi

b) Penggunaan botol susu, memudahkan pencemaran oleh kuman,

karena botol susu susah dibersihkan.


33

c) Kebiasaan mencuci tangan, kebersihan perorangan yang penting

dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.

d) Kebiasaan membuang tinja, membuang tinja (termasuk tinja bayi)

harus dilakukan secara bersih dan benar.

e) Imunisasi campak, diare sering timbul menyertai campak, sehingga

pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare.

f) Usia sangat berpengaruh terhadap kejadian diare bila diberikan tidak

sesuai usia bayi/anak.

3.1.2 Kerangka Konsep Penelitian

Variable Independen Variable Dependen

Pemberian MP-ASI

Usia

Frekuensi
Kejadian Diare
Porsi

Jenis

Cara

Ket :

= di teliti
= ada hubungan
34

3.1.3 Hipotesis

Hipotesis dalam peneltian ini adalah :

Ha : Ada hubungan usia pemberian makanan pendamping ASI

pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian diare di wilayah

kerja Puskesmas Wundulako kabupaten Kolaka.

H0 :   Tidak ada hubungan antara usia pemberian makanan

pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian  

diare di wilayah kerja Puskesmas Wundulako.

Ha :  Ada hubungan frekuensi pemberian makanan pendamping

ASI pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian diare di

wilayah kerja Puskesmas wundulako kabupaten kolaka.

H0 : Tidak ada hubungan antara frekuensi pemberian makanan

pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian

diare di wilayah kerja Puskesmas Wundulako.

Ha :  Ada hubungan porsi pemberian makanan pendamping ASI

pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian diare di wilayah

Puskesmas wundulako kabupaten kolaka.

H0 :   Tidak ada hubungan antara porsi pemberian makanan

pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian

diare di wilayah kerja Puskesmas Wundulako.


35

Ha : Ada hubungan jenis makanan pendamping ASI pada bayi usia

6-12 bulan dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas

wundulako kabupaten kolaka.

H0 : Tidak ada hubungan antara jenis makanan pemberian

makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan dengan

kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Wundulako

Ha : Ada hubungan cara pemberian makanan pendamping ASI

pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian diare di wilayah

kerja puskesmas wundulako kabupaten kolaka.

H0 : Tidak ada hubungan antara cara pemberian makanan

pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-12

bulan dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas

Wundulako.
36

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Survey cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika

korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan,

observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time

approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan

pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat

pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada

waktu yang sama. Desain ini dapat mengetahui dengan jelas mana yang jadi

pemajan dan outcome, serta jelas kaitannya hubungan sebab akibatnya

(Notoatmodjo, 2002).

Penelitian cross sectional ini, peneliti hanya mengobservasi fenomena pada

satu titik waktu tertentu. Penelitian yang bersifat eksploratif, deskriptif, ataupun

eksplanatif, penelitian cross-sectional mampu menjelaskan hubungan satu

variabel dengan variabel lain pada populasi yang diteliti, menguji keberlakuan

suatu model atau rumusan hipotesis serta tingkat perbedaan di antara kelompok

sampling pada satu titik waktu tertentu.


37

Rancangan Bangun Penelitian Menggunakan Cross Sectional

Usia pemberian MP-ASI (+) Efek


Frekuensi pemberian MP-ASI (+) Menderita diare
Porsi pemberian MP-ASI (+)
Jenis pemberian MP-ASI (+)
Cara pemberian MP-ASI (+) Efek
Populasi Tidak menderita diare
dan
Sampel Usia pemberian MP-ASI (-) Efek
Frekuensi pemberian MP-ASI (-) Menderita diare
Porsi pemberian MP-ASI (-)
Jenis pemberian MP-ASI (-)
Efek
Cara pemberian MP-ASI (-)
Tidak menderita diare

Ket : + (Tepat)

- ( Tidak tepat)

4.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan diwilayah kerja Puskesmas Wundulako

Kecamatan wundulako kabupaten kolaka, setelah melaksanakan ujian proposal.

4.4 Populasi dan Sampel

4.4.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai

bayi umur 6-12 bulan yang tercatat di wilayah kerja Puskesmas

Wundulako sebanyak 34 orang.


38

4.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti

(Suharsimi Arikunto, 2006 : 131). Sampel yang diambil dalam penelitian

ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi umur 6-12 bulan yang

memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bulan juni-juli

tahun 2012 di wilayah kerja Puskesmas Wundulako sebanyak 34

responden.

Tehnik pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan

tehnik total sampling.

4.5 Teknik pengambilan sampel

Dalam penelitian ini menggunakan teknik Total Sampling yaitu dengan

mengambil seluruh populasi sabagai sampel selama jumlah populasi diketahui

terbatas. Teknik ini disebut sampel total, sampel yang jumlahnya sebesar

populasi (Sugiyono, 2004:96).

4.6 Variabel Penelitian

4.6.1 Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pemberian makanan

pendamping ASI yang meliputi usia pemberian MP ASI, frekuensi

pemberian MP ASI, porsi pemberian MP ASI, jenis MP ASI, dan cara

pemberian MP ASI.

4.6.2 Variabel terikat


39

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada anak

usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Wundulako.

4.7 Definisi Operasional Variabel (DOV)

4.7.1 Kejadian diare

Diare diartikan sebagai penyakit yang ditandai dengan

bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (lebih dari

tiga kali per hari) dan disertai dengan perubahan konsistensi tinja

(menjadi cair), baik disertai keluarnya darah dan lender maupun tidak

(Suraatmaja, 2007). Sedangkan menurut WHO (2007) diare didefinisikan

sebagai berak cair 3 kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam).

Kriteria Objektif

Total pertayaan terdiri dari 5 item yang merujuk pada skala uji

chisquare. Dan stiap pertayaan diberi nilai 1 untuk ya dan nilai 0 untuk

jawaban tidak.

Maka untuk menentukan terjadinya diare setelah pemberian MP-ASI

pada bayi usia 6-12 bulan digunakan pertayaan berdasarkan penilaian

sebagai berikut.

a) Definisi : Suatu keadaan dimana terjadi buang air besar cair

dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari dalam

kurun waktu 2 bulan terakhir yang dialami oleh balita

yang terpilih sebagai sampel.

b) Alat ukur : Kuesioner


40

c) Skala data : Nominal

d) KO : 1) Diare : ( jika terjadi gejala penyakit diare dalam

waktu 2 minggu terakhir).

2) Tidak diare : (jika tidak terjadi gejala penyakit

diare dalam 2 minggu terakhir).

4.7.2 Usia pemberian makanan pendamping ASI

Menurut Depkes RI (2007) usia pada saat pertama kali pemberian

makanan pendamping ASI pada bayi yang tepat dan benar adalah setelah

bayi berusia 6 bulan, dengan tujuan agar anak tidak mengalami infeksi

atau gangguan pencernaan akibat virus atau bakteri.

Kriteria Objektif

Total pertayaan terdiri dari 5 item yang merujuk pada skala uji chi

square. Dan stiap pertayaan diberi nilai 1 untuk ya dan nilai 0 untuk

jawaban tidak.

Maka untuk menentukan usia pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12

bulan digunakan pertayaan berdasarkan penilaian sebagai berikut.

a) Definisi : Usia bayi saat pertama kali mendapat MP ASI.

b) Alat ukur : Kuesioner

c) Skala data : Nominal

d) KO : 1) Tepat jika usia > dari 6 bulan (MP-ASI)

2) Tidak tepat jika usia < dari 6 bulan (MP-ASI)


41

4.7.3 Frekuensi pemberian makanan pendamping ASI

Menurut Depkes RI (2007) frekuensi dalam pemberian makanan

pendamping ASI yang tepat biasanya diberikan 3x sehari. Pemberian

makanan pendamping ASI dalam frekuensi yang berlebihan atau

diberikan lebih dari 3x sehari, kemungkinan dapat mengakibatkan

terjadinya diare.

Kriteria Objektif

Total pertayaan terdiri dari 5 item yang merujuk pada skala uji chi

square. Dan stiap pertayaan diberi nilai 1 untuk ya dan nilai 0 untuk

jawaban tidak.

Maka untuk menentukan frekuensi pemberian MP-ASI pada bayi usia

6-12 bulan digunakan pertayaan berdasarkan penilaian sebagai berikut:

a) Definisi : Jumlah makanan pendamping ASI yang diberikan pada

bayi usia 6-12 bulan dalam sehari.

b) Alat ukur : Kuesioner

c) Skala data : Ordinal

d) KO : 1). Tepat (jika Pemberian MP-ASI 3x sehari)

2). Tidak tepat (jika Pemberian MP-ASI lebih dari 3x

sehari)

4.7.4 Porsi pemberian makanan pendamping ASI

Menurut Depkes RI (2007) untuk tiap kali makan, dalam

pemberian porsi yang tepat adalah sebagai berikut:


42

a) Pada usia 6 bulan, beri enam sendok makan

b) Pada usia 7 bulan, beri tujuh sendok makan

c) Pada usia 8 bulan, beri delapan sendok makan

d) Pada usia 9 bulan, beri sembilan sendok makan

e) Pada usia 10 bulan, diberi 10 sendok makan, dan usia selanjutnya

porsi pemberiannya menyesuaikan dengan usia anak.

Kriteria Objektif

Total pertayaan terdiri dari 5 item yang merujuk pada skala uji chi

square. Dan stiap pertayaan diberi nilai 1 untuk ya dan nilai 0 untuk

jawaban tidak.

Maka untuk menentukan porsi pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12

bulan digunakan pertayaan berdasarkan penilaian sebagai berikut.

a) Definisi : Jumlah takaran dalam pemberian makanan pendamping

MP-ASI yang diberikan pada anak usia 6-12 bulan.

b) Alat ukur : Kuesioner

c) Skala data : Nominal

d) KO : 1) Tepat (Sesuai dengan standar Depkes RI)

2) Tidak tepat (Tidak sesuai dengan standar Depkes RI)

4.7.5 Jenis makanan pendamping ASI

Menurut Depkes RI (2007) jenis makanan pendamping ASI yang baik

adalah terbuat dari bahan makanan yang segar, seperti tempe, kacang-

kacangan, telur ayam, hati ayam, ikan, sayur mayur dan buah-buahan.
43

Adapun ketentuan Depkes RI mengenai jenis MP ASI yang diberikan pada

anak adalah:

(1) Lumat (jenis MP ASI yang diberikan pada anak usia 6 sampai 9 bulan)

(2) Lunak (jenis MP ASI yang diberiakan pada anak usia > 9 sampai 12

bulan)

(3) Padat (jenis MP ASI yang diberikan pada anak usia > 12 sampai 24

bulan)

Kriteria Objektif

Total pertayaan terdiri dari 5 item yang merujuk pada skala uji chi

square. Dan stiap pertayaan diberi nilai 1 untuk ya dan nilai 0 untuk

jawaban tidak.

Maka untuk menentukan jenis pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12

bulan digunakan pertayaan berdasarkan penilaian sebagai berikut.

1) Definisi : Macam-macam bahan makanan pendamping ASI yang

akan diberikan pada anak usia 0-24 bulan berdasarkan

penggolongannya.

2) Alat ukur : Kuesioner

3) Skala data : Nominal

4) KO : 1) Tepat (Sesuai dengan ketentuan Depkes RI)

2) Tidak tepat (Tidak sesuai dengan standart Depkes RI)


44

4.7.6 Cara pemberian makanan pendamping ASI

Menurut Depkes RI (2007) pemberian makanan pendamping ASI pada

anak yang tepat dan benar adalah sebagai berikut :

(1) Selalu mencuci tangan sebelum mulai mempersiapkan makanan pada

bayi atau anak, terutama bila kontak dengan daging, telur, atau ikan

mentah, dan sebelum memberi makanan pada bayi atau anak. Selain

itu, juga mencuci tangan bayi atau anak.

(2) Mencuci bahan makanan (sayuran, beras, ikan, daging, dll) dengan air

mengalir sebelum diolah menjadi makanan yang akan diberikan

kepada bayi atau anak.

(3) Mencuci kembali peralatan dapur sebelum dan sesudah digunakan

untuk memasak, walaupun peralatan tersebut masih tampak bersih.

(4) Peralatan makan bayi atau anak, seperti mangkuk, sendok, dan

cangkir, harus dicuci kembali sebelum digunakan oleh bayi atau anak.

(5) Dalam pemberian makanan pendamping pada bayi atau anak,

hendaknya berdasarkan tahapan usia anak.

(6) Jangan menyimpan makanan yang tidak dihabiskan bayi atau anak.

Ludah yang terbawa oleh sendok bayi atau anak akan menyebarkan

bakteri.
45

Kriteria Objektif

Total pertayaan terdiri dari 5 item yang merujuk pada skala uji

chi square. Dan stiap pertayaan diberi nilai 1 untuk ya dan nilai 0

untuk jawaban tidak.

Maka untuk menentukan cara pemberian MP-ASI pada bayi

usia 6-12 bulan digunakan pertayaan berdasarkan penilaian sebagai

berikut.

a) Definisi : Tata cara dalam memberikan makanan pendamping ASI

yang sudah diolah pada anak usia 6-12 bulan.

b) Alat ukur : Kuesioner

c) Skala data : Nominal

d) KO : 1) Memenuhi syarat kesehatan (Sesuai dengan


Ketentuan Depkes RI) > 60%-100%.
2) Tidak memenuhi syarat kesehatan (Tidak sesuai

dengan ketentuan Depkes RI) < 60% - 97%.

4.8 Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data

4.8.1 Pengumpulan Data

a) Jenis data

Jenis data dalam penelitian ini berupa data kualitatif yang meliputi

kejadian diare pada balita, usia pemberian makanan pendamping ASI,

frekuensi pemberian makanan pendamping ASI, porsi pemberian


46

makanan pendamping ASI, jenis makanan pendamping ASI, dan cara

pemberian makanan pendamping ASI.

b) Sumber data

1) Data primer

Data primer diperoleh melalui wawancara secara langung pada

responden dengan menggunakan kuesioner yang disesuaikan

dengan tujuan penelitian.

2) Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari instansi kesehatan yaitu Puskesmas

Wudundulako serta dari tempat penelitian yang dikumpulkan pada

waktu penelitian yaitu berupa karakteristik responden.

4.8.2 Cara pengumpulan data

Cara pengumpulan data primer dengan melakukan wawancara

secara langsung kepada responden dan pengamatan secara

langsung pada responden tentang usia pemberian makanan

pendamping ASI, frekuensi pemberian makanan pendamping ASI,

porsi pemberian makanan pendamping ASI, jenis makanan

pendamping ASI dan cara pemberian makanan pendamping ASI.

Sedangkan data sekunder diperoleh secara langsung dari

Puskesmas Wundulako.

4.8.3 Instrumen penelitian


47

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner yang terdiri dari kejadian diare, usia pemberian

makanan pendamping ASI, frekuensi pemberian makanan

pendamping ASI, porsi pemberian makanan pendamping ASI,

jenis makanan pendamping ASI, dan cara pemberian makanan

pendamping ASI.

4.9 Pengolahan dan Analisis Data

Setelah dilakukan pengumpulan data dengan mengunggunakan lembar

kuesioner kemudian data diolah dalam pengolahan data melalui beberapa tahan

yaitu :

4.9.1 Editing

Memeriksa kembali catatan hasil wawancara yang telah terkumpul agar

tidak terjadi kesalahan.

4.9.2 Coding

Mengelompokan hasil wawancara dari responden kemudian diberi tanda

pada hasil wawancara untuk mempermudah pengolahan data.

Pengkodean dilakukan untuk memudahkan pemasukan dalam master

table, yaitu ibu yang memberikan MP-ASI diberi kode 1 dan ibu yang

tidak memberikan MP-ASI dieri kode 0, sedangkan kejadian diare diberi

kode 1 untuk bayi yang terjadi diare, dan nol yang tidak terjadi diare.
48

4.9.3 Tabulating

Kode yang telah dibuat kemudian dimasukan dalam master tabel

selanjutnya untuk kepentingan analisis data.

4.10 Analisis Data

4.10.1 Analisa univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi

frekuensi masing-masing variabel, baik variabel bebas, variabel

terikat, maupun deskripsi karakteristik responden.

Data yang diolah kemudian dianalisa dengan menggunakan rumus

F
sebagai berikut: X = xK
n

Keterangan :

F = Frekuensi Varibel yang diteliti

n = Jumlah Sampel Penelitian

K = Konstan (100%)

X = Presentase hasil yang dicapai (Arikunto, 1998 : 47).

N = total sampling

4.10.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat untuk mengetahui hubungan pemberian MP-ASI

dengan kejadian diare karena skala datanya nominal dan nominal maka

akan dianalisis dengan uji statistik Chi kuadrat ( X 2 ) dengan rumus :


49

2 n( ad−bc )2
X =
( a+b ) ( c +d ) (a+ c)

Dimana :

n = jumlah sampel

isi sel = a,b,c, dan d

interpretasi hasil uji, Ha diterima jika X 2 hitung > X 2 tabel,

pada tingkat kepercayaan 95%.

4.11 Penyajian Data

Penyajian data pada penelitian ini disajikan dalm bentuk tabel distribusi

frekuensi dan persentase kemudian dianalisa dan di interprestasikan yang

selanjukan didapatkan kesimpulan penelitian.


50

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Keadaan Geografis

Secara geografis Puskesmas Wundulako terletak di kecamatan

Wundulako Kabupaten Kolaka, dengan luas wilayah kerja ± 120,06 Km2

yang terdiri dari wilayahdaratan 85%, perbukitan 5% dan perairan 10%.

Adapun batas-batas wilayah Keamatan Wundulako adalah :

a) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kolaka

b) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Baula

c) Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Bone

d) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tirawuta dan

Kecamatan Ladongi.

Puskesmas Wundulako berada di wilayah daratan rendah,jarak

tempuh ke Ibukota Kabupaten Kolaka ± 15 Km dengan waktu sekitar

15 menit, yang dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun

roda empat.

5.1.2 Keadaan Demografi


51

Puskesmas Wundulako memiliki ruang kebidanan yang berupa

ruang rawat inap bagi ibu yang akan dan selesai melahirkan dalam

keadaan abnormal, sedangkan bagi ibu yang abnormal dirujuk ditempat

yang memiliki fasilitas pelayanan kebidanan yang memadai.

Pelaksanaan kegiatan pokok salah satunya diarahkan pada

kesehatan ibu dan anak (KIA). Pelayanan ibu hamil diberikan melalui

Poli Umum Puskesmas Wundulako, sedangkan pelayanan anak bayi dan

balita diberikan di Posyandu masing-masing kelurahan kecamatan

Wundulako.

5.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di Puaskesmas Wundulako

meliputi : Tenaga medis : Drg. 1 orang. Dr. Umum 2 orang, tenaga

keperawatan 15 orang, kebidanan 10 orang, gizi 4 orang, tenaga sanitasi

1 orang, tenaga surveilans 1 orang, tata usaha 4 orang, tenaga keuangan

1 orang, tenaga administrasi 2 orang dan sopir 1 orang. Juga terdapat Poli

klinik : Poli Gizi, Poli Umum, dan poli MTBS.

5.2 Gambaran Umum Sampel

Hasil penelitian ini akan disajikan dalam beberapa tabel distribusi yang

disertai dengan narasi atau penjelasan. Dengan hasil sebagai berikut:


52

Tabel 1 : Distribusi Frekuensi Usia bayi

Usia anak n Persensetase (%)


6-9 25 73,52
10-12 9 26,47
Total 34 100
Sumber :Data Primer Diolah Tanggal 4 Februari september 2013

Dari data di atas dapat dilihat dari 34 responden yang diteliti

dtinjau dari aspek Usia responden yaitu bayi yang berusia antara 6 - 12

bulan sebanyak 25 orang dengan persentase (73,52%) dan bayi yang

berusia antara 10 -12 bulan sebanyak 9 orang dengan persentase

(26,47%).

Tabel 2 : Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin bayi

Jenis kelamin N Persentase (%)


Laki – laki 17 50,0
Perempuan 17 50,0
Total 34 100
Sumber :Data Primer Diolah Tanggal 4 Februari september 2013

Dari data diatas dapat dilihat dari 34 responden yang diteliti di

tinjau dari aspek Jenis Kelamin responden, yaitu Laki-laki berjumlah

17 orang dengan persentase (50,0%) dan Perempuan berjumlah 17

orang dengan persentase (50,0%).


53

Tabel 3 : Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada bayi Usia 6-12


bulan

Kejadian diare N Persentase (%)


Diare 14 41,2

Tidak diare 20 58,8


Total 34 100
Sumber :Data Primer Diolah Tanggal 4 Februari 2013.

Dari data diatas dapat dilihat dari 34 responden yang diteliti di

tinjau dari aspek Kejadian Diare yaitu 14 orang mengalami diare (jika

terjadi gejala diare dalam kurun waktu 2 minggu terakhir) dengan

persentase (58,8%) dan yang Tidak terjadi diare (jika tidak terjadi

gejala diare dalam kurun waktu 2 minggu terakhir ) sebanyak 20 orang

dengan persentase (41,2%).

Table 4 : Distribusi Frekuensi Usia Pemberian MP-ASI pada Bayi


Usia 6-12 Bulan

Usia pemberian MP-ASI n Persentase (%)


Usia < dari 6 bulan (MP-ASI) 17 50,0
Usia >dari 6 bulan (MP-ASI) 17 50,0
Total 34 100
Sumber :Data Primer Diolah Tanggal 4 Februari 2013.

Dari tabel di atas menunjukan bahwa dari 34 responden

berdasarkan Usia Pemberian MP-ASI yaitu ibu yang memberikan

MP-ASI Usia < dari 6 bulan sebanyak 17 orang dengan persentase

(50,0%) dan ibu yang memberikan MP-ASI Usia > dari 6 bulan

sebanyak 17 orang dengan persentase (50,0%).


54

Table 5 : Distribusi Frekuensi Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia 6-12


Bulan

Frekuensi Pemberian MP-ASI N Persentase (%)


Tepat 23 67,6

Tidak tepat 11 32,4

Total 34 100
Sumber :Data Primer Diolah Tanggal 4 Februari 2013.

Dari tabel di atas menunjukan bahwa dari 34 responden berdasarkan

Frekuensi Pemberian MP-ASI yaitu ibu yang Tepat memberikan MP-ASI

3x sehari sebanyak 23 orang dengan persentase (67,6%) dan ibu yang

Tidak tepat memberikan MP-ASI lebih dari 3x sehari sebanyak 11 orang

dengan persentase (32,4%).

Table 6 : Distribusi Porsi Pemberian MP-ASI pada Bayi Usia 6-12


Bulan

Porsi Pemberian MP-ASI n Persentase (%)


Tepat 12 35,3

Tidak tepat 22 64,7

Total 34 100
Sumber :Data Primer Diolah Tanggal 4 Februari 2013.

Dari tabel di atas menunjukan bahwa dari 34 responden


berdasarkan Porsi pemberian MP-ASI yaitu ibu yang Tepat
memberikan MP-ASI (Sesuai dengan Standar Depkes RI) > 6 bulan
yaitu 12 orang dengan persentase (35,3%) dan ibu yang Tidak tepat
memberikan MP-ASI (Tidak sesuai dengan Standar Depkes RI) < 6
bulan yaitu sebanyak 22 orang dengan persentase (64,7%).
55

Table 7 : Distribusi Frekuensi Jenis Pemberian MP-ASI pada Bayi


Usia 6-12 Bulan

Jenis Pemberian MP-ASI n Persentase (%)


Tepat 21 61,8

Tidak tepat 13 38,2

Total 34 100
Sumber :Data Primer Diolah Tanggal 4 Februari 2013.

Dari tabel di atas menunjukan bahwa dari 34 responden

berdasarkan jenis Pemberian MP-ASI yaitu ibu yang memberikan

Jenis MP-ASI yang Tepat (Sesuai dengan Standar Depkes RI) pada

usia 6-9 bulan memberikan (bubur susu dan bubur tim lunak)

sebanyak 21 orang dengan persentase (61,8%), dan ibu yang Tidak

tepat memberikan MP-ASI (Tidak sesuai dengan Standar Depkes RI)

pada usia 9-12 bulan (bubur nasi, nasi tim dan nasi lembek) sebanyak

13 orang dengan persentase (38,2%).

Table 8 : Distribusi Frekuensi Cara Pemberian MP-ASI pada Bayi


Usia 6-12 Bulan

Cara pemberian MP-ASI n Persentase (%)


Memenuhi syarat kesehatan 26 76,5

Tidak memenuhi syarat kesehatan 8 23,5

Total 34 100
Sumber :Data Primer Diolah Tanggal 4 Februari 2013.

Dari tabel di atas menunjukan bahwa dari 34 responden

berdasarkan Cara Pemberian MP-ASI yaitu ibu yng sudah memenuhi


56

syarat kesehatan (Sesuai dengan ketentuan Depkes RI) > 60 % - 100 %

yaitu sebanyak 26 orang dengan persentase (76,5%), dan ibu yang tidak

memenuhi syarat kesehatan (Tidak sesuai dengan ketentuan Depkes RI)

< 60 % - 97 % yaitu 8 orang dengan persentase (23,5%).

Tabel 12 : Hubungan Usia Pemberian Makanan Pendamping ASI


(MP ASI) pada Bayi Usia 6-12 Bulan dengan Kejadian
Diare
Kejadian Diare
Usia Pemberian Total P value
Diare Tidak Diare
MP-ASI
n % n % n %
Usia < dari 6 bulan 6 42,9 11 55 17 100

0,001
Usia > dari 6 bulan 8 57,1 9 45 17 100

Jumlah 14 100 20 100 34 100

Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji statistik chi-square

pada usia pemberian makanan pendamping ASI menunjukkan bahwa p

value = 0,001 dimana p hitung lebih kecil dari p tabel 0,05 (p > 0,05), hal

ini menunjukkan bahwa ada hubungan usia pemberian makanan

pendamping ASI pada bayi usia < dari 6-12 bulan dengan kejadian diare.
57

Tabel 13 : Hubungan Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping


ASI (MP ASI) pada Bayi Usia 6-12 Bulan dengan
Kejadian Diare

Frekwensi Kejadian Diare Total P value


Pemberian Diare Tidak Diare
MP-ASI n % n % n %
Tepat 9 39,1 5 45,5 14 100

0,072
Tidak Tepat 14 60,9 6 54,5 20 100

Jumlah 23 100 11 100 34 100

Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji statistik chi-square

pada frekuensi pemberian makanan pendamping ASI menunjukkan bahwa

p value = 0,072 dimana p hitung lebih kecil dari p tabel 0,05 (p < 0,05),

hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan frekuensi pemberian makanan

pendamping ASI pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian diare.

Tabel 14 : Hubungan Porsi Pemberian Makanan Pendamping ASI


(MP ASI) pada Anak Usia 6-12 Bulan dengan Kejadian
Diare
Porsi Pemberian Kejadian Diare Total P value
MP-ASI Diare Tidak Diare
n % n % n %
Tepat 6 42,9 6 30,0 12 100

0,440
Tidak Tepat 8 57,1 14 70,0 22 100

Jumlah 14 100 20 100 34 100


58

Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji statistik chi-square

pada porsi pemberian makanan pendamping ASI menunjukkan bahwa p

value = 0,440 dimana p hitung lebih besar dari p tabel 0,05 (p > 0,05), hal

ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan porsi pemberian makanan

pendamping ASI pada anak usia 6-12 bulan dengan kejadian diare.

Tabel 15 : Hubungan jenis Pemberian Makanan Pendamping ASI


(MP ASI) pada Anak Usia 6-12 Bulan dengan Kejadian
Diare
Jenis Pemberian Kejadian Diare Total P value
MP-ASI Diare Tidak Diare
n % N % n %
Tepat 5 35,7 16 80,0 21 100

0,009
Tidak Tepat 9 64,3 4 20,0 13 100

Jumlah 14 100 20 100 34 100

Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji statistik chi-square

pada jenis makanan pendamping ASI menunjukkan bahwa p value =

0,009 dimana p hitung lebih besar dari p tabel 0,05 (p > 0,05), hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan jenis makanan pendamping ASI pada

bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian diare.


59

Tabel 16 : Hubungan Cara Pemberian Makanan Pendamping ASI


(MP ASI) pada Anak Usia 6-12 Bulan dengan Kejadian
Diare
Cara Pemberian Kejadian Diare Total P value
MP-ASI Diare Tidak Diare
n % N % n %
Tepat 7 50,0 19 95,0 26 100

0,002
Tidak Tepat 7 50,0 1 5,0 8 100

Jumlah 14 100 20 100 34 100

Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji statistik chi-square

pada jenis makanan pendamping ASI menunjukkan bahwa p value =

0,002 dimana p hitung lebih kecil dari p tabel 0,05 (p < 0,05), hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan cara pemberian makanan pendamping

ASI pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejadian diare.

5.3 Pembahasan

5.3.1 Pemberian MP-ASI

Pemberian MP-ASI adalah pemberian makanan tambahan yang

sesuai pada bayi setelah umur 6 bulan sampai berusia 12 bulan (Hartati,

2004). Merujuk kepada pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa waktu

pemberian MP-ASI kepada bayi adalah ketika bayi memasuki usia 6

bulan.

Penelitian ini menunjukan bahwa dari 34 sampel, tercatat bayi

Usia < dari 6 bulan mendapat (MP-ASI ) sebanyak 7 orang dengan


60

persentase (50,0%) ditemukan pemberikan MP-ASI pada usia yang

belum tepat, selebihnya diberikan Usia > dari 6 bulan (MP-ASI) 7 orang

dengan persentase (50,0%) telah diberikan tepat waktu.

Pemberian MP-ASI dianjurkan setelah bayi memasuki usia 6

bulan karena pada bayi usia dibawah 6 bulan, kebutuhan gizi bayi masih

dapat dipenuhi oleh ASI. Disamping factor tersebut, organ-organ

pencernaan bayi umumnya pada usia dibawah 6 bulan belum siap

mencerna makanan lain selain ASI (Muchtadi, 2002).

5.3.2 Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) pada

Bayi Usia 6-12 Bulan dengan Kejadian Diare

Pemberian makanan pendamping ASI mempunyai fungsi sebagai

asupan tambahan bagi bayi selain ASI. Hasil analisis bivariat

menunjukkan bahwa nilai p value = 0,001 (p < 0,05) dengan 95% CI

bermakna secara statistik. Pada analisis ini, pemberian makanan

pendamping pada bayi usia < dari 6-12 bulan mempunyai hubungan

dengan kejadian diare, dan bayi yang diberi makanan pendamping ASI

mempunyai risiko 14,043 kali terpapar diare, dibandingkan dengan bayi

yang tidak diberi makanan pendamping ASI. Dengan demikian

pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia < dari 6-12 bulan

mempunyai hubungan yang kuat dengan kejadian diare dan merupakan

faktor risiko kejadian diare.


61

Berdasarkan hasil wawancara pada penelitian ini, menunjukkan

bahwa masih banyak ibu-ibu yang memberikan makanan pendamping

ASI pada bayinya, sehingga berakibat timbulnya diare. Hal ini

dimungkinkan karena pemberian makanan pendamping ASI pada bayi

mempunyai hubungan dengan Usia pemberian MP ASI, Frekuensi

pemberian MP ASI, Porsi pemberian MP ASI, Jenis MP ASI dan juga

Cara pemberian MP ASI. Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil dari

penelitian yang dilakukan, bahwa banyak bayi pada Usia < dari 6 bulan

yang sudah diberi MP ASI dengan Frekuensi yang tidak tepat, Porsi

yang tidak tepat, Jenis makanan pendamping ASI yang tidak tepat, dan

Cara pemberian yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

5.3.3 Hubungan Usia Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI)

pada Bayi Usia 6-12 Bulan dengan Kejadian Diare

Sebelum memberikan makanan pendamping ASI pada bayi,

hendaknya memperhatikan usia bayi apakah sudah siap untuk diberi

makanan pendamping ASI atau tidak. Menurut Depkes RI (2007), usia

pemberian makanan pendamping ASI yang tepat saat pertama kali

diberikan ketika anak berusia lebih dari 6 bulan, dengan tujuan agar

anak tidak mengalami infeksi atau gangguan pencernaan akibat virus

atau bakteri. Hasil analisis bivariat menunjukkan nilai p = 0,001 (p >

0,05) dan 95% CI secara bermakna statistik. Dengan demikian maka

usia pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia < dari 6-12
62

bulan mempunyai hubungan dengan kejadian diare dan kemungkinan

mempunyai risiko untuk terpapar diare pada kelompok tidak diare

adalah sebesar 1,256 kali. Berdasarkan hasil wawancara pada penelitian

ini, menunjukkan bahwa banyak ibu-ibu yang memberikan makanan

pendamping ASI pada bayinya dengan usia yang tidak tepat, sehingga

mengakibatkan masih banyak bayi yang terserang diare. Hal ini

dibuktikan pada hasil penelitian yang menjelaskan bahwa usia

pemberian MP ASI saat pertama kali yang paling banyak adalah usia <

dari usia 6 bulan. Pemberian makanan pendamping ASI yang tepat

diberikan pada saat anak usia setelah enam bulan. Hal ini dikarenakan

sistem pencernaan pada anak usia setelah enam bulan sudah dapat

menerima asupan makanan dengan baik. Anak yang diberi MP ASI pada

saat usia kurang dari enam bulan, akan mempunyai resiko untuk

terpapar diare (Depkes RI, 2007).

5.3.4 Hubungan Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP

ASI) pada Bayi Usia 6-12 Bulan dengan Kejadian Diare

Hasil analisis bivariat menunjukkan nilai p = 0,072 (p < 0,05)

dan 95% CI bermakna secara statistik. Pada analisis ini frekuensi

pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 0-12 bulan

mempunyai hubungan dengan kejadian diare dan merupakan faktor

risiko terjadinya diare. Berdasarkan hasil wawancara pada penelitian ini,

menunjukkan bahwa banyak ibu-ibu yang memberikan MP ASI dengan


63

frekuensi yang tepat, walaupun pada hasil analisis bivariat menunjukkan

adanya hubungan frekuensi pemberian MP ASI dengan kejadian diare.

Hal ini dimungkinkan karena adanya pengaruh faktor lain yang

menyebabkan adanya hubungan, yaitu kemungkinan dalam pemberian

MP ASI yang tidak tepat, jenis MP ASI yang tidak tepat, dan juga cara

pemberian MP ASI yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Menurut

Depkes RI (2007), pemberian makanan pendamping ASI yang tepat

biasanya diberikan 3 kali sehari. Pemberian makanan pendamping ASI

dalam frekuensi yang berlebihan atau diberikan lebih dari 3 kali sehari,

kemungkinan dapat mengakibatkan terjadinya diare. Sedangkan menurut

Irianto dan Waluyo (2004), apabila dalam pemberian makanan

pendamping ASI terlalu berlebihan atau diberikan lebih dari 3 kalai

sehari, maka sisa bahan makanan yang tidak digunakan untuk

pertumbuhan, pemeliharaan sel, dan energi akan diubah menjadi lemak.

Sehingga apabila anak kelebihan lemak dalam tubuhnya, dimungkinkan

akan mengakibatkan alergi atau infeksi dalam organ tubuhnya dan bisa

mengakibatkan kelebihan berat badan.

5.3.5 Hubungan Porsi Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI)

Pada Bayi Usia 6-12 Bulan dengan Kejadian Diare

Dalam pemberian makanan pendamping harus selalu

memperhatikan ketepatan dalam setiap porsi atau jumlah takarannya.

Hasil analisis bivariat menunjukkan nilai dan p = 0,440 dan 95% CI


64

secara statistik tidak bermakna. Dengan demikian maka variabel porsi

pemberian makanan pendamping ASI pada penelitian ini tidak

mempunyai hubungan dan bukan merupakan faktor risiko terjadinya

diare, tetapi mempunyai kemungkinan untuk terpapar diare pada

kelompok tidak diare sebesar 1,788 kali. Berdasarkan hasil wawancara

pada penelitian ini, didapat hasil bahwa banyak ibu-ibu yang

memberikan MP ASI pada bayinya dengan porsi yang tidak sesuai

dengan usia anak. Banyak ibu-ibu yang masih menganggap bahwa porsi

dalam pemberian MP ASI tidak berpengaruh terhadap kejadian diare,

walaupun pada hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya

hubungan porsi pemberian MP ASI dengan kejadian diare. Hal ini tetap

merupakan risiko untuk terpapar diare, karena pada hasil penelitian

menunjukkan adanya kemungkinan risiko untuk terpapar diare Menurut

Depkes RI (2007) untuk tiap kali makan, dalam pemberian porsi yang

tepat adalah jumlah takaran makan sesuai dengan usia anak. Apabila

kelebihan makan akan mengakibatkan kelebihan berat badan dan juga

mengakibatkan gangguan sistem pencernaan, karena lambung tidak

dapat menerima makanan yang terlalu berlebih sehingga dapat

mengakibatkan gangguan pencernaan.


65

5.3.6 Hubungan Jenis Makanan Pendamping ASI (MP ASI) pada Bayi

Usia 6-12 Bulan dengan Kejadian Diare

Hasil analisis bivariat menunjukkan nilai p = 0,009 dan 95% CI

secara statistik bermakna. Dengan demikian maka jenis makanan

pendamping ASI pada bayi usia < dari 6 bulan berhubungan dengan

kejadian diare dan merupakan faktor risiko terjadinya diare.

Berdasarkan hasil wawancara pada penelitian ini, didapat hasil

bahwa banyak ibu-ibu yang memberikan jenis MP ASI pada abayinya

dengan tepat, walaupun pada hasil analisis bivariat dijelaskan adanya

hubungan jenis MP ASI dengan kejadian diare. Hal ini dikarenakan

kemungkinan ada pengaruh dari faktor lain yang menyebabkan

terjadinya diare. Faktor tersebut kemungkinan dari frekuensi pemberian

MP ASI yang tidak tepat, dan cara pemberian yang tidak memenuhi

syarat kesehatan.

5.3.7 Hubungan Cara Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI)

pada Bayi Usia 6-12 Bulan dengan Kejadian Diare

Hasil analisis bivariat menunjukkan nilai p = 0,002 dan 95% CI

secara statistik bermakna. Dengan demikian maka cara pemberian

makanan pendamping ASI pada penelitian ini mempunyai hubungan dan

merupakan faktor resiko terjadinya diare, bayi yang diberi MP ASI

dengan caranya yang tidak tepat mempunyai risiko terkena diare sebesar

3,273 kali dibanding dengan yang diberi MP ASI secara tepat.


66

Berdasarkan hasil wawancara pada penelitian, didapat bahwa

masih banyak ibu-ibu yang memberikan MP ASI pada bayinya dengan

cara tidak memenuhi syarat kesehatan, sehingga mengakibatkan masih

banyak anak yang terserang diare. Hal ini dibuktikan pada hasil

penelitian yang menjelaskan bahwa cara pemberian MP ASI pada bayi

masih banyak diberikan dengan cara yang masih salah atau tidak

memenuhi syarat kesehatan. karena menurut Depkes RI (2007),

menjelaskan bahwa cara pemberian makanan pendamping yang sesuai

dengan standart kesehatan adalah mencuci tangan sebelum makan dan

sesudah makan, mencuci bahan makanan yang akan diolah, serta

mencuci peralatan makan masak dan peralatan makan anak sebelum

digunakan.
67

BAB 6

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Usia Pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) mempunyai hubungan

yang kuat dengan kejadian diare dan merupakan faktor risiko terjadinya diare

dengan nilai p = 0,001 dan 95% CI.

2. Frekuensi pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) mempunyai

hubungan yang bermakna dengan kejadian diare dan merupakan factor risiko

terjadinya diare dengan nilai p = 0,072 dan 95% CI.

3. Jenis makanan pendamping ASI (MP ASI) mempunyai hubungan yang

bermakna dengan kejadian diare dan merupakan faktor risiko terjadinya diare

dengan nilai p = 0,009 dan 95% CI.

4. Cara pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) mempunyai hubungan

yang bermakna dengan kejadian diare dan merupakan factor risiko kejadian

diare dengan nilai p = 0,002 dan 95% CI.

5. Usia pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) mempunyai hubungan

yang bermakna dengan kejadian diare dan bukan merupakan faktor risiko

kejadian diare dengan nilai p = 0,001 dan 95% CI.


68

6. Porsi pemberian makanan pendamping (MP ASI) tidak mempunyai

hubungan yang bermakna dengan kejadian diare dan bukan merupakan faktor

risiko kejadian diare dengan nilai p = 0,440 dan 95% CI.

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare dengan pemberian

makanan pendamping ASI (MP ASI) berdasarkan penelitian ini adalah Usia

pemberian makanan pendamping ASI, Frekuensi pemberian makanan

pendamping ASI, Jenis makanan pendamping ASI dan Cara pemberian

makanan pendamping ASI.

6.2 Saran

1. Bagi Puskesmas Wundulako

Puskesmas dapat menjadikan hasil penelitian ini untuk pertimbangan

dalam memperbaiki program pemberian makanan pendamping untuk anak

yang tepat dan benar menurut standar dinas kesehatan.

2. Bagi tenaga kesehatan

Diharapkan tenaga kesehatan lebih aktif dalam memberikan

penyuluhan bagi ibu-ibu yang masih kurang memahami atau mengetahui

tentang pemberian makanan pendamping ASI yang tepat dan benar untuk

anak.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan masyarakat lebih aktif dalam mencari informasi tentang


69

pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) yang tepat, serta dapat

memahami tentang pentingnya pemberian makanan pendamping ASI (MP

ASI) yang tepat bagi anak, khususnya anak usia 0-24 bulan

Anda mungkin juga menyukai