Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PEDNAHULUAN SNNT (STRUMA NODUSA NON TOKSIK)

DI RUANG KENANGA RSUD HJ.ANNA LESMANAH

NAMA : Muhammad Ghazy Setyaputra


NIM : 180103063

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2020/2021
A. Definisi
Struma nodusa adalah pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat adanya nodul
(Tonacchera, Pirichhera dan Vitty, 2009), biasanya di anggap membesar bila kelenjar tiroid
lebih dari 2x ukuran normal stuma nodusa non toksik merupakan struma nodusa tanpa disertai
tanda-tanda hipertiroidisme (Hermes dan Huysmans, 2009).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak
berhubungan dengan neoplastik atau proses implasi (bambang sumantri Skep Ns 2011).
Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasana terjadi karena foikel-
flikel terisi koloid secara berlebihan, setelah bertahun-tahun folikel tumbuh semakin
membesar, dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler (Smeltzer &
Suzanne,2012)
Struma nodusa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik
teraba nodul satu/ lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme(Hartini,2010)

B. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tiroid merupakan faktor penyebab
pembedaran tiroid antara lain:
1. Defisiensi iodium  :
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum
dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat hormon tiroid 
3. Penghambatan sintesis hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobal. dan
kacang kedelai) 
4.Penghambatan sintesis hormon oleh obat-obatan (thiocarbamide, sulfonylyurea)
(Brunicardi et al, 2010)

C. Manifestasi klinis
1. Gagguan menelan
2. Peningkatan metabolisme karena kien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi
3. Peningkatan simpat (jantung berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin,
diare, gemetar dan kelelahan)
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodusa, dibedakan dalam hal :
1. Jumlah nodul ; satu (soliter), atau lebih dari satu (multipel)
2. Konsistensi : lunak, kistik, keras dan sangat keras
3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada.
4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tyroid ; ada atau tidak ada.
(Brunicardi et al, 2010)

D. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon
tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan
ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar tiroid, iodium dioksida menjadi
bentuk yang aktif yang distimuler oleh TSH kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin
yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diidotironiin
membentuk T4 dan T3. T4 menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi TSH
dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang T3 merupakan hormon metabolik tidak
aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme
tiroid sekaligus menghambat sintesis T4 dan melalui rangsangan umpan balik negatif
meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran
kelenjar tiroid.

E. Pemeriksaan penunjang
a. Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada posisi
duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan
atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk
(diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada
permukaan pembengkakan.
b. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi
fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari
kedua tangan pada tengkuk penderita.
c. Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk
mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur
dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi
yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada
pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan
autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga
memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif digunakan untuk mengukur
kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.
d. Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat trakea
(jalan nafas).
e. Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV.
USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista)nodul yang
mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan kelainan yang dapat didiagnosis
dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.
f. Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium- 99m dan
yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di
bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan
radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalah fungsi bagian-bagian
tiroid.
g. Biopsi aspirasi jarum halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum
tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat.
Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif
palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.

F. Penatalaksanaan

1.Operasi / pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan
dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau
mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid.
Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis
parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi
hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini
disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan
kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak
perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan
obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon
dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma
dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.
2.  Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga
menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium
radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul
dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya.
Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik35 Yodium
radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat
ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.
3.  Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa
pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH
serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi
hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid
(tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol
G. Komplikasi

1.     Gangguan menelan atau bernafas.


2.      Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung kongestif
( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh).
3.      Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang menjadi
rapuh, keropos dan mudah patah.

H. Pathway

Kelainan metabolik Penghambat sintesis hormon


Defisiensi iodium oleh zat kimia dan obat
kongenital

Struma nodusa non


toksik

Pembedahan Pembesaran kelenjar Tumbuh di jaringan


tiroid tyroid

Terapat Pintu masuk


luka jahitan kuman Perangsangan ujung
syaraf perifer Sulit menelan

Kuman
Intake nutrisi
Merasa tidak mudh masuk
Nyeri di berkurang
nyaman dibagian
post operasi persepsiakan
Resiko
Resiko infeksi
infeksi Ketidakseimbangan
area nutrisi : kurang dari
pembedahan kebutuhan tubuh
Gangguan rasa
Nyeri akut
nyaman

I. Fokus pengkajian
a. Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tanda-
tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
b.  Kepala dan leher
Pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Pada post operasi
thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril
yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua
sampai tiga hari.
c.   Sistem pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau karena
adanya darah dalam jalan nafas.
d.   Sistem Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah
yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
e.   Sistem gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi
umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
f.   Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
g.   Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
h.   Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
i.   Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya
sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
j.  Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
k. Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin
digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat
dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada
konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi
sangat parah.
l. Seksualitas
Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
J. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Gangguan rasa nyaman
2. Resiko infeksi pada area pembedahan
3. Nyeri akut
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
K. Fokus rencana intervensi

Anda mungkin juga menyukai