Syed Nawab Haider Naqvi dilahirkan di Pakistan pada 1935. Ia mendapatkan gelar Master dari Universitas Yale (1961) dan Ph.D. dari Universitas Priceton (1996) Amerika Serikat. Selanjutnya Naqvi mengajar di sejumlah lembaga pendidikan tinggi dan riset ternama di Norwegia, Turki dan Jerman Barat sebelum akhirnya kembali ke Universitas Quad-i-Azam, Pakistan, pada 1975. Karya Naqvi yang orisinal dan amat memprovokasi pikiran, yakni Ethics and Economics: An Islamic Synthesis, telah terbukti sebagai suatu perpisahan dari literatur ekonomi Islam yang telah ada. Pendekatan aksiomatiknya memperkaya pemikiran ekonomi Islam, bersama dengan karyanya selanjutnya mengenai suku bunga (1984) dan reformasi ekonomi (1985). Naqvi terlibat secara langsung di dalam formulasi kebijakan ekonomi di Pakistan selama 20 tahun. Pemikirannya dan karyanya, yang banyak meratapi eksploitasi oleh tuan tanah yang feodalistik-kapitalistik, harus dipandang sebagai reaksi atas kenyataan-kenyataan sosio-ekonomi yang terjadi di Pakistan.
Pemikiran Ekonomi Syed Nawab Haider Naqvi
1. Ciri-Ciri Sistem Ekonomi Islam Bangunan sistem ekonomi Islam Naqvi meliputi; a. Hubungan harta Dalam sosialisme Islam, menurut Naqvi, membawa konsep perwalian. Oleh karena pemilik mutlak semua kekayaan adalah Allah SWT, maka hak untuk memiliki sesuatu, sekalipun diakui, amatlah terbatas karena di dalam perspektif Islam, kebebasan manusia untuk memiliki kekayaan hanyalah relatif saja terhadap kebutuhan masyarakat. b. Sistem insentif Sistem ekonomi Islam membuat perolehan individual itu tunduk kepada tanggung jawab sosial. Pandangan Islam itu menurut Naqvi, dijumpai di dalam kenyataan bahwa sebagai aturan umum, pembawaan alami manusia itu rakus dan mementingkan diri sendiri, dan jika dibiarkan mengatur dirinya sendiri, tidak akan berbuat banyak untuk orang lain. c. Alokasi sumber dan perbuatan keputusan negara Naqvi tidak begitu mempercayai sistem pasar untuk menetapkan alokasi sumber daya. Harapannya terwujudnya keadilan serta kecondongannya kepada kaum miskin, fakir serta yang tertindas menebabkannya berharap bahwa negara memainkan peranan yang menentukan di dalam masalah- masalah ekonomi. d. Jaminan sosial dan program anti kemiskinan Keperluan untuk menegakkan keadilan sosial mengharuskan negara melakukan suatu kebijakan penyamaan utilitas antar individu. e. Penghapusan riba dan implementasikan zakat Naqvi lebih menyakinkan penghapusan riba tidak hanya berubungan dengan perekonomian bebas bunga melainkan perekonomian bebas eksploitasi. Menyangkut zakat, Naqvi melihatnya sebagai mewakili filsafat Islam yang amat egaliter. Menurut Naqvi, tarif pajak yang tinggi merupakan ciri penting perekonomian Islam yang bebas riba dan berorientasi kesejahteraan. 2. Konsep Distribusi Dalam hal distribusi kekayaan, Naqvi mengajukan beberapa konsep sebagai berikut; a. Distribusi awal secara tak wajar memerlukan pembagian kembali dari yang kuat kepada yang ke lemah. b. Konsep perwalian. c. Meluaskan kepemilikan ke masyarakat secara merata. d. Pendapatan boleh berbeda asalkan tetap saling menyongkong; pendapatan berbeda secara tak wajar yang tidak diijinkan. 3. Konsep Produksi Adapun empat poin struktur produksi dalam Islam menurut Naqvi adalah: a. Batas adanya laba maksimum dalam konsep ekonomi Islam (MC = MR). b. Tidak boleh ada laba berlebihan dalam konsep ekonomi Islam. c. Proporsi barang-barang publik terhadap barang-barang pribadi akan meningkatkan perekonomian. d. Keranjang konsumsi barang-barang pribadi akan lebih condong diisi dengan barang perlu dari pada barang mewah. e. Barang modal seluruhnya atau terutama diproduksi oleh pemerintah.
B. Pemikiran Tokoh Muhammad Abdul Mannan
Muhammad Abdul Mannan lahir di Bangladesh tahun 1938. Tahun 1960, ia mendapat gelar Master di bidang Ekonomi dari Rajashi University dan bekerja di Pakistan. Tahun 1970, ia meneruskan belajar di Michigan State University dan mendapat gelar Doktor pada tahun 1973. Setelah mendapat gelar doctor, Mannan mengajar di Papua Nugini. Pada tahun 1978, ia ditunjuk sebagai Profesor di International Centre for Research in Islamic Economics di Jeddah. Dalam persoalan pertumbuhan ekonomi, Mannan berpendapat bahwa persoalan- persoalan yang berkaitan dalam masalah produksi harus diselesaikan dan dipastikan status hukumnya. Beberapa masalah yang pokok yang berkaitan dengan faktor produksi yang harus tuntas penyelesaiannya adalah menyangkut: sistem penguasaan tanah, kebijakan tentang kependudukan dan hubungan industrial.
Pemikiran Abdul Mannan Tentang Kebijakan Fiskal
Pendapat Mannan dalam konsep ekonomi Islam, kebijakan fiskal bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama. Dengan demikian Mannan menghendaki kebijakan fiskal tidak hanya meletakkan orientasi material, akan tetapi perlu meletakkan perspektif nilai-nilai spiritual. Mannan meletakkan wakaf sebagai instrumen kebijakan fiskal yang potensial dan zakat sebagai pendukung untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam perspektif Mannan jika wakaf diutamakan sebagai instrumen kebijakan fiskal maka dapat diwujudkan kebijakan fiskal yang berorientasi material dan spiritual secara seimbang dan utuh. Pemikiran Abdul Mannan Tentang Produksi Menurut Abdul Mannan, berkaitan dengan produksi dalam islam, tujuan perusahaan bukan hanya maksimalisasi keuntungan, melainkan harus memperhatikan moral, sosial, dan kendala institusional. Perusahaan tidak hanya dipandang sebagai pemasok komoditas, tetapi juga sebagai penjaga bersama (yaitu, bersama pemerintah) bagi kesejahteraan ekonomi dan masyarakat.
Pemikiran Ekonomi Abdul Mannan
Secara umum pemikiran ekonomi Abdul Mannan ialah sbg berikut : 1. Perekonomian islam diharapkan akan berkerja pada titik perpotongan antara sistem pasar dan perencanaan terpusat. 2. Kepemilikan Absolut terhadap segala sesuatu hanyalah ada pada Allah. Manusia diharuskan menggunakan semua sumber daya yang telah disediakan untuk kebaikan dan kemaslahatannya. 3. Pemerintah harus mengambil peran pentingdalam perekonomian karena alokasi sumberdaya tidak bisa diserahkan pada kebebasan individu dalam kaitannya tentang pencapaian kesejahteraan bersama. 4. Proses produksi merupakan kerjasama antar anggota masyarakat untuk menghasilkan barang dan jasa bagi kesejahteraan ekonomi di masyarakat.