Anda di halaman 1dari 20

ASKEP OSTEOPOROSIS

Posted in
03.24

BAB I
KONSEP MEDIK
1.1  Definisi
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostatis normal, kecepatan resorbsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan massa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah fraktur dengan stress
yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal. (Keperawatan Medikal Bedah,
2335)
Osteoporosis adalah penurunan massa tulang yang disebabkan karena meningkatnya
resorbsi tulang melebihi pembentukan tulang. Dua penyebab ketidakseimbangan ini yang paling
penting adalah fungsi gonad yang menurun dan proses penuaan normal. (Patofisiologi volume 2,
1359)
Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah penyakit
skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan mikroarsitektur
dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang dan meningkatnya kerentanan
terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang
total.

1.2  Etiologi
1.    Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen
yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun
mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun,
wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang
trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid
meningkat.
3. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko
terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu
alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria
dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
4. Keturunan Penderita Osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah. Osteoporosis
menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk
tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
5. Gaya Hidup Kurang Baik
a.         Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor yang
merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
b.         Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan
rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University
Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein
dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak
mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein
dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
c.         Malas Olahraga
Mereka yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses
pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak
gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.
d.        Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena
osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan
tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang
sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping
itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan
tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses
pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara
langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan
terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek
rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah
berhenti.
e.         Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akanmengambil kalsium
dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.(Nancy E. Lane, Osteoporosis, 2001)
6. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi
ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi
akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu,
obat heparin dan anti kejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter
sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.
Tulang adalah jaringan dinamis yang diatur oleh faktor endokrin, nutrisi, dan aktivitas fisik.
Biasanya penanganan gangguan tulang terutama osteoporosis hanya fokus pada masalah hormon
dan kalsium, jarang dikaitkan dengan olahraga. Padahal, Wolff sejak 1892 menyarankan bahwa
olahraga sangatlah penting.
Osteoporosis (kekeroposan tulang) adalah proses degenerasi pada tulang. Mereka yang sudah
terkena perlu berolahraga atau beraktivitas fisik sebagai bagian dari pengobatan. Olahraga teratur
dan cukup takarannya tidak hanya membentuk otot, melainkan juga memelihara dan
meningkatkan kekuatan tulang. Dengan demikian, latihan olahraga dapat mengurangi risiko jatuh
yang dapat memicu fraktur (patah tulang). (Mulyaningsih, 2008).

1.3  Prognosis
Osteoporosis merupkan masalah kesehatan yang utama. Berdasarkan data dari Third
National Health and Nutrition Examination Survey, yang mencakup pengukuran densitas
mineral tulang pada pinggul, 20% wanita dan 5% pria berusia 50 tahun keatas menderita
osteoporosis. Densitas tulang yang rendah merupakan penyebab utama dari meningkatnya resiko
retak atau patah tulang. Kira-kira 250,000 kasus patah tulang terjadi setiap tahun. Dari data dapat
disimpulkan bahwa pria dan wanita yang mengalami patah tulang pinggul mengalami tingkat
mortalitas tinggi, sedangkan yang berhasil sembuh setelah dirawat memiliki resiko cacat jangka
panjang.
Osteoporosis merupakan akibat dari kombinasi berkurangnya masa puncak tulang dan
meningkatnya masa otot yang hilang. Masa puncak tulang biasanya dicapai pada usia 20-an dan
tergantung pada faktor keturunan pada masa anak-anak dan remaja. Hal ini merupakam masalah
kesehatan yang serius karena hamper 1 dari 4 wanita berusia di atas 65 tahun, 1 dari 2 wanita
berusia di atas 80 tahun akan mengalami penyakit ini. (Iwan Sain, S. Kep, ASKEP Pada Klien
Dengan Gangguan Metabolime Tulang : OSTEOPOROSIS.pdf)

1.4  Manifestasi Klinis


Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis adalah :
1.      Nyeri tulang akut. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan atau tanpa
fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak
2.      Nyeri timbul mendadak
3.      Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terserang
4.      Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
5.      Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan  dan akan bertambah oleh karena melakukan aktivitas
6.      Postur tubuh kelihatan memendek atau penurunan tinggi badan akibat dari Deformitas vertebra
thorakalis. (Nancy E. Lane, Osteoporosis, 2001)

1.5  Klasifikasi Stage


Menurut Farida Mulyaningsih (2008), osteoporosis diklasifikasikan sebagai berikut:
1.    Osteoporosis Postmenopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur
pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang
berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak
semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita
kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2.      Osteoporosis Sinilis
Merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang
baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi
pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita
osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3.      Osteoporosis Sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya
atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid,
barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan
dan merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis.

4.      Osteoporosis Juvenil Idiopatik


Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya belum diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak
dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang
normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang (Mulyaningsih, 2008).

1.6  Patofisiologi
Didalam kehidupan, tulang akan selalu mengalami proses perbaharuan. Tulang memiliki
2 sel, yaitu osteoklas (bekerja untuk menyerap dan menghancurkan/merusak tulang) dan
osteoblas (sel yang bekerja untuk membentuk tulang). (Compston, 2002). Tulang yang
sudah tua dan pernah mengalami keretakan, akan dibentuk kembali. Tulang yang sudah
rusak tersebut akan diidentifikasi oleh sel osteosit (sel osteoblas menyatu dengan matriks
tulang). (Cosman, 2009) Kemudian terjadi penyerapan kembali yang dilakukan oleh sel
osteoklas dan nantinya akan menghancurkan kolagen dan mengeluarkan asam. (Tandra,
2009) Dengan demikian, tulang yang sudah diserap osteoklas akan dibentuk bagian tulang
yang baru yang dilakukan oleh osteoblas yang berasal dari sel prekursor di sumsum tulang
belakang setelah sel osteoklas hilang. (Cosman, 2009) Proses remodelling tulang tersebut dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
 
Gambar 4: Siklus remodelling tulang, Cosman, 2009
Menurut Ganong, ternyata endokrin mengendalikan proses remodeling tersebut. Dan hormon
yang mempengaruhi yaitu hormon paratiroid (resorpsi tulang menjadi lebih cepat) dan estrogen
(resorpsi tulang akan menjadi lama). Sedangkan pada osteoporosis, terjadi gangguan pada
osteoklas, sehingga timbul ketidakseimbangan antara kerja osteoklas dengan osteoblas.
Aktivitas sel osteoclas lebih besar daripada osteoblas. Dan secara menyeluruh massa tulang
pun akan menurun, yang akhirnya terjadilah pengeroposan tulang pada penderita osteoporosis.
(Ganong, 2008) Gambar 5 menunjukan perbedaan tulang yang normal dan tulang yang sudah
mengalami pengeroposan.
 

Gambar 5: Tulang Normal dan Keropos


Tulang terdiri atas sel dan matriks. Terdapat dua sel yang penting pada
pembentukan tulang yaitu osteoclas dan osteoblas. Osteoblas berperan pada
pembentukan tulang dan sebaliknya osteoklas pada proses resorpsi tulang. Matriks ekstra
seluler terdiri atas dua komponen, yaitu anorganik sekitar 30-40% dan matrik inorganik
yaitu garam mineral sekitar 60-70 %. Matrik inorganik yang terpenting adalah kolagen tipe 1
( 90%), sedangakan komponen anorganik terutama terdiri atas kalsium dan fosfat, disampinh
magnesium, sitrat, khlorid dan karbonat.
Dalam pembentukan massa tulang tersebut tulang akan mengalami perubahan selama
kehidupan melalui tiga fase: Fase pertumbuhan, fase konsolodasi dan fase involusi. Pada
fase pertumbuhan sebanyak 90% dari massa tulang dan akan berakhir pada saat epifisi
tertutup. Sedangkan pada tahap konsolidasi yang terjadi usia 10-15 tahun. Pada saat ini massa
tulang bertambah dan mencapai puncak ( peak bone mass ) pada pertengahan umur tiga puluhan.
Serta terdapat dugaan bahwa pada fase involusi massa tulang berkrang ( bone Loss ) sebanyak
35-50 tahun
Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari Adanya massa puncak
tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang. Massa puncak tulang yang
rendah ini diduga berkaitan dengan faktor genetic, sedangkan faktor yang menyebabkan
penurunan massa tulang adalah proses ketuaan, menopause, faktor lain seperi obat obatan atau
aktifitas fisik yang kurang serta faktor genetik. Akibat massa
puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang menyebabkan. Densitas
tulang menurun yang merupakan faktor resiko terjadinya fraktur.
Kejadian osteoporosis dapat terjadi pada setiap umur kehidupan. Penyebabnya adalah
akibat terjadinya penurunan bone turn over yang terjadi sepanjang kehidupan. Satu dari dua
wanita akan mengalami osteoporosis, sedangkan pada laki-laki hanya 1 kasus osteoporsis dari
lebih 50 orang laki-laki. Dengan demikian insidensi osteoporosis pada wanita jauh lebih
banyak daripada laki-laki. Hal ini di duga berhubungan dengan
adanya fase masa menopause dan proses kehilangan pada wanita jauh lebih banyak.
 

Gambar 6: Percepatan Pertumbuhan Tulang

Gambar diatas menunjukan bahwa terjadi percepatan pertumbuhan tulang, yang mencapai
massa puncak tulang pada usia berkisar 20 - 30 tahun, kemudian terjadi perlambatan
formasi tulang dan dimulai resorpsi tulang yang lebih dominan. Keadan ini bertahan sampai
seorang wanita apabila mengalami menopause akan terjadi percepatan resorpsi tulang,
sehingga keadaan ini tulang menjadi sangat rapuh dan mudah terjadi fraktur.
Setelah usia 30 tahun, resorpsi tulang secara perlahan dimulaiN akhirnya akan lebih
dominan dibandingkan dengan pembentukan tulang. Kehilangan massa tulang menjadi
cepat pada beberapa tahun pertama setelah menopause dan akan menetap pada beberapa
tahun kemudian pada masa postmenopause. Proses ini terus berlangsung pada akhirnya
secara perlahan tapi pasti terjadi osteoporosis. Percepat osteoporosis tergantung dari hsil
pembentukan tulang sampai tercapainya massa tulang puncak.
Massa tulang puncak ini terjadi sepanjang awal kehidupan sampai dewasa muda.
Selama ini, tulang tidak hanya tumbuh tetapi juga menjadi solid. Pada usia rata-rata 25 tahun
tulang mencapai pembentuk massa tulang puncak. Walaupun demikian massa puncak tulang
ini secara individual sangat bervariasi dan pada umumnya pada laki-laki lebih tinggi
dibanding pada wanita. Massa puncak tulang ini sangatlah penting, yang akan menjadi
ukuran seseorang menjadi risiko terjadinya fraktur pada kehidupannya. Apabila massa
puncak tulang ini rendah maka akan mudah terjadi fraktur kan saja, tetapi apabila tinggi makan
akan terlindung dari ancaman fraktur. Faktor faktor yang menentukan tidak tercapainya massa
tulang puncak sampai saai ini belum dapat dimengerti sepenuhnya tetapi diduga terdapat
beberapa faktor yang berperan, yaitu genetik, asupan kalsium, aktifitas fisik, dan
hormon seks. Untuk memelihara dan mempertahan massa puncak tulang adalah dengan diet,
aktifitas fisik, status reproduktif, rokok, kelebihan konsumsi alkohol, dan beberapa obat
(Permana, 2009).

1.7  Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Berbagai fraktur yang terjadi akibat
komplikasi dari osteoporosis antara lain ; fraktur vertebra, fraktur pinggul, fraktur femur, fraktur
pergelangan tangan, dan berbagai macam fraktur lainnya. (Askep Osteoporosis.pdf)

1.8  Pemeriksaan Diagnostik


Seseorang yang ingin menentukan terjadinya osteoporosis atau tidak, biasanya diagnosis
yang digunakan yaitu dengan pemeriksaan Densitas Mineral Tulang (DMT) agar
mengetahui kepadatan tulang pada orang tersebut. (Hartono, 2004). Untuk menentukan
kepadatan tulang tersebut, ada 3 teknik yang biasa digunakan di Indonesia, antara lain :
1.    Densitometri DXA (dual-energy x-ray absorptiometry)
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling tepat dan mahal. Orang yang
melakukan pemeriksaan ini tidak akan merasakan nyeri dan hanya dilakukan sekitar 5 - 15
menit. Menurut Putri, DXA dapat digunakan pada wanita yang mempunyai peluang untuk
mengalami osteoporosis, seseorang yang memiliki ketidakpastian dalam diagnosa, dan
penderita yang memerlukan keakuratan dalam hasil pengobatan osteoporosis. (Putri, 2009).
Keuntungan yang didapatkan jika melakukan pemeriksaan ini yaitu dapat menentukan
kepadatan tulang dengan baik (memprediksi resiko patah tulang pinggul) dan mempunyai
paparan radiasi yang sangat rendah. Akan tetapi alat ini memiliki kelemahan yaitu
membutuhkan koreksi berdasarkan volume tulang (secara bersamaan hanya menghitung 2
dimensi yaitu tinggi dan lebar) dan jika pada saat seseorang melakukan pengukuran dalam
posisi yang tidak benar, maka akan mempengaruhi hasil pemeriksaan tersebut. (Cosman, 2009)
Hasil dari DXA dapat dinyatakan dengan T-score, yang dinilai dengan melihat
perbedaan BMD dari hasil pengukuran dengan nilai rata-rata BMD puncak. (Tandra, 2009)
Hasil dari pemeriksaan BMD dapat dilihat pada gambar 2.3.
 

Gambar 7: Hasil Pemeriksaan Osteoporosis Berdasarkan BMD


Menurut WHO, kriteria T-score dibagi menjadi 3, yaitu T-score > -1 SD yang
menunjukkan bahwa seseorang masih dalam kategori normal. T-score <-1 sampai -2,5
dikategorikan osteopenia, dan < - 2,5 termasuk dalam kategori osteoporosis, apabila disertai
fraktur, maka orang tersebut termasuk dalam osteoporosis berat. (WHO, 1994)
2.    Densitometri US (ultrasound)
Kerusakan yang terjadi pada tulang dapat didiagnosis dengan pengukuran ultrsound,
yaitu dengan mengunakan alat quantitative ultrasound (QUS). Hasil pemeriksaan ini
ditentukan dengan gelombang suara, karena cepat atau tidaknya gelombang suara yang bergerak
pada tulang dapat terdeteksi dengan alat QUS. Jika suara terasa lambat, berarti tulang yang
dimiliki padat. Akan tetapi, jika suara cepat, maka tulang kortikal luar dan trabekular interior
tipis. Pada beberapa penelitian,menyatakan bahwa dengan QUS dapat mengetahui kualitas
tulang, akan tetapi QUS dan DXA sama-sama dapat memperkirakan patah tulang . (Lane, 2003)
Dengan alat ini, seseorang tidak akan terpapar radiasi karena tidak
menggunakan sinar X. Kelemahan alat ini, yaitu tidak memiliki ketelitian yang baik (saat
dilakukan pengukuran ulang sering terjadi kesalahan), tidak baik dalam mengawasi pengobatan
(perubahan massa tulang) (Cosman, 2009).
3.    Pemeriksaan CT (computed tomography)
Pemeriksaan CT merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
dengan memeriksa biokimia CTx (C-Telopeptide). Dengan pemeriksaan ini dapat menilai
kecepatan pada proses pengeroposan tulang dan pengobatan antiesorpsi oral pun dapat dipantau.
(Putri, 2009) Kelebihan yang didapatkan jika menggunakan alat ini yaitu kepadatan tulang
belakang dan tempat biasanya terjadi patah tulang dapat diukur dengan akurat. Akan tetapi
pada tulang yang lain sulit diukur kepadatannya dan ketelitian yang dimiliki tidak baik
serta tingginya paparan radiasi. (Cosman, 2009) (Agustin, 2009).
Penilaian langsung densitas tulang untuk mengetahui ada tidaknya osteoporosis dapat
dilakukan secara:
1.    Radiologic
2.    Radioisotope
3.    QCT (Quantitative Computerized Tomography)
4.    MRI (Magnetic Resonance Imaging)
5.    Densitometer (X-ray absorpmetry)
Penilaian osteoporosis secara laboratorik dilakukan dengan melihat petanda biokimia
untuk osteoblas, yaitu osteokalsin, prokolagen I peptide dan alkali fosfatase total serum. Petanda
kimia untuk osteoklas; dioksipiridinolin (D-pyr), piridinolin (Pyr) Tartate Resistant Acid
Phosfotase (TRAP), kalisium urin, hidroksisiprolin dan hidroksi glikosida. Secara bioseluler,
penilaian biopsi tulang dilakukan secara histopometri dengan menilai aktivitas osteoblas dan
osteoklas secara langsung. Namun pemeriksaan diatas biayanya masih mahal.

1.9    Penatalaksanaan
1.    Pengobatan
Pengobatan osteoporosis difokuskan kepada memperlambat atau menghentikan kehilangan
mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan mengontrol nyeri sesuai dengan penyakitnya.
tujuan dari pengobatan ini adalah mencegah terjadinya fraktur (patah tulang).
Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas dan
atau meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-obat yang beredar pada umumnya
bersifat anti resorpsi. Yang termasuk obat antiresorpsi misalnya: esterogen, kalsitonin,
bifosfonat. Sedangkan Kalsium dan Vitamin D tidak mempunyai efek antiresorpsi maupun
stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses
pembentukan tulang oleh sel osteoblas.
a.    Estrogen
Mekanisme estrogen sebagai antiresorpsi, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun sel
osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian terapi estrogen dalam pencegahan dan pengobatan
osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon (TSH). Estrogen sangat baik diabsorbsi
melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran cerna. Efek samping estrogen meliputi nyeri payudara
(mastalgia), retensi cairan, peningkatan berat badan, tromboembolisme, dan pada pemakaian
jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Kontraindikasi absolut penggunaan
estrogen adalah: kanker payudara, kanker endometrium, hiperplasi endometrium, perdarahan
uterus disfungsional, hipertensi, penyakit tromboembolik, karsinoma ovarium, dan penyakit hait
yang berat Beberapa preparat estrogen yang dapat dipakai dengan dosis untuk anti resorpsi,
adalah estrogen terkonyugasi 0,625 mg/hari, 17-estradiol oral 1 Ð 2mg/ hari, 17-estradiol
perkutan 1,5 mg/hari, dan 17-estradiol subkutan 25 Ð 50 mg setiap 6 bulan. Kombinasi estrogen
dengan progesteron akan menurunkan risiko kanker endometrium dan harus diberikan pada
setiap wanita yang mendapatkan TSH, kecuali yang telah menjalani histerektomi.
Saat ini pemakaian fitoestrogen (isoflavon) sebagai suplemen mulai digalakkan
pemakaiannya sebagai TSH. Beberapa penelitian menyatakan memberikan hasil yang baik untuk
keluhan defisiensi estrogen, atau mencegah osteoporosis. Fitoestrogen terdapat banyak dalam
kacang kedelai, daun semanggi.
Ada golongan preparat yang mempunyai efek seperti estrogen yaitu golongan Raloksifen
yang disebut juga Selective Estrogen Receptor Modulators (SERM). Golongan ini bekerja pada
reseptor estrogen-b sehingga tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian keganasan payudara.
Mekanisme kerja Raloksifen terhadap tulang diduga melibatkan TGF yang dihasilkan oleh
osteoblas yang berfungsi menghambat diferensiasi sel osteoklas.
b.    Bifosfonat
Bifosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis. Bifosfonat
merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat yang diikat satu sama lain oleh
atom karbon. Bifosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh sel osteoklas dengan cara
berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas dengan cara mengurangi
produksi proton dan enzim lisosomal di bawah osteoklas. Pemberian bifosfonat secara oral akan
diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya sangat buruk (kurang dari 55 dari dosis yang diminum).
Absorpsi juga akan terhambat bila diberikan bersama-sama dengan kalsium, kation divalen
lainnya, dan berbagai minuman lain kecuali air. Idealnya diminum pada pagi hari dalam keadaan
perut kosong. Setelah itu penderita tidak diperkenankan makan apapun minimal selama 30 menit,
dan selama itu penderita harus dalam posisi tegak, tidak boleh berbaring. Sekitar 20 Ð 50%
bifosfonat yang diabsorpsi, akan melekat pada permukaan tulang setelah 12 Ð 24 jam. Setelah
berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas, bifosfonat akan tetap berada di dalam
tulang selama berbulan-bulan bahkan bertahuntahun, tetapi tidak aktif lagi. Bifosfonat yang tidak
melekat pada tulang, tidak akan mengalami metabolism di dalam tubuh dan akan diekresikan
dalam bentuk utuh melalui ginjal, sehingga harus hati-hati pemberiannya pada penderita gagal
ginjal..
Generasi Bifosfonat adalah sebagai berikut:
1)        Generasi I : Etidronat, Klodronat
2)        Generasi II: Tiludronat, Pamidronat, Alendronat
3)        Generasi III: Risedronat, Ibandronat, Zoledronat
Hormon lain: hormon-hormon ini akan membatu meregulasi kalsium dan fosfat dalam tubuh
dan mencegah kehilangan jarungan tulang.
1)          Kalsitonin

2)         Teriparatide

Kalsium: kalsium dan vtamin D diperlukan untuk meningkatkan kepadatan tulang.


1)         Konsumsi perhari sebanyak 1200-1500 mg (melalui makanan dan suplemen).
2)         Konsumsi vitamin D sebanyak 600-800 IU diperlukan untuk meningkatkan kepadatan tulang.
c.    Latihan pembebanan (olahraga)
Olahraga merupakan bagian yang sangat penting pada pencegahan maupun pengobatan
osteoporosis. Program olahraga bagi penderita osteoporosis sangat berbeda dengan olahraga
untuk pencegahan osteoporosis. Gerakan-gerakan tertentu yang dapat meningkatkan risiko patah
tulang harus dihindari. Jenis olahraga yang baik adalah dengan pembebanan dan ditambah
latihanlatihan kekuatan otot yang disesuaikan dengan usia dan keadaan individu masing-masing.
Dosis olahraga harus tepat karena terlalu ringan kurang bermanfaat, sedangkan terlalu berat pada
wanita dapat menimbulkan gangguan pola haid yang justru akan menurunkan densitas tulang.
Jadi olahraga sebagai bagian dari pola hidup sehat dapat menghambat kehilangan mineral tulang,
membantu mempertahankan postur tubuh dan meningkatkan kebugaran secara umum untuk
mengurangi risiko jatuh. Monoklonal antibodi RANK-Ligand.
Seperti diketahui terjadinya osteoporosis akibat dari jumlah dan aktivitas sel osteoklas
menyerap tulang. Dalam hal ini secara biomolekuler RANK-L sangat berperan. RANK-L akan
bereaksi dengan reseptor RANK pada osteoklas dan membentuk RANK- RANKL kompleks,
yang lebih lanjut akan mengakibatkan meningkatnya deferensiasi dan aktivitas osteoklas. Untuk
mencegah terjadinya reaksi tersebut digunakanlah monoklonal antibodi (MAbs) dari RANK-L
yang dikenal dengan: denosumab. Besarnya dosis yang digunakan adalah 60 mg dalam 3 atau 6
bulan.
2.    Pencegahan
a.    Mengurangi asupan protein hewani: Protein hewani meningkatkan kehilangan kalsium.
Studi lintas budaya telah menemukan hubungan yang kuat antara asupan protein hewani
dan risiko patah tulang pinggul. Tingginya asupan daging (lima atau lebih porsi per minggu)
secara signifikan meningkatkan risiko retak tulang lengan bawah pada perempuan, dibandingkan
dengan makan daging kurang dari sekali per minggu. Wanita lansia yang mengkonsumsi
sejumlah besar daging kehilangan tulang lebih cepat dan risiko lebih besar terkena retak tulang
pinggul.Risiko masalah tulang tampaknya berkurang ketika protein hewani diganti dengan
protein dari sumber nabati, terutama kedelai. Dalam studi klinis dengan wanita menopause,
makanan kedelai telah ditemukan mencegah keropos tulang. Penelitian telah menunjukkan
hubungan positif antara protein kedelai dan kepadatan mineral tulang pada wanita menopause.
Hal ini mungkin karena konsentrasi senyawa yang relatif tinggi yang disebut isoflavon dalam
protein nabati.
b.    Peningkatan konsumsi buah dan sayuran
Penelitian telah menunjukkan bahwa diet kaya buah-buahan dan sayur-sayuran berkaitan
dengan kepadatan mineral tulang lebih tinggi pada pria dan wanita. Asosiasi ini mungkin karena
kalium, magnesium, dan vitamin K dalam buah-buahan dan sayuran.
c.    Mengurangi asupan natrium
Beberapa studi telah menemukan bahwa asupan tinggi natrium menyebabkan hilangnya
kalsium dari tubuh. Namun, efek dari pembatasan natrium terhadap integritas tulang jangka
panjang dan risiko patah tulang masih belum jelas dan memerlukan penelitian lebih lanjut.
d.   Pola makan rendah lemak
Studi telah menemukan bahwa asupan lemak yang lebih tinggi dikaitkan dengan
kehilangan tulang yang lebih besar dan risiko patah tulang lebih besar. Mekanisme yang
mungkin meliputi kecenderungan asupan lemak yang berlebihan mengurangi penyerapan
kalsium dan mempengaruhi produksi hormon. Secara khusus, asam lemak omega-6 dapat
menyebabkan hilangnya tulang dengan mengorbankan pembentukan tulang baru.
e.    Moderasi dalam penggunaan kafein
Penelitian telah menemukan bahwa perempuan yang mengkonsumsi paling banyak
kafein telah mempercepat kehilangan tulang belakang dan hampir tiga kali lipat risiko terkena
patah tulang pinggul. Resiko kehilangan tulang tampak tertinggi pada wanita yang
mengkonsumsi lebih dari 18 ons kopi per hari, atau 300 mg kafein dari sumber lain.
f.     Membatasi suplemen vitamin A
Penelitian telah menunjukkan bahwa asupan vitamin A yang terlalu tinggi, baik dengan
makanan atau suplemen, dapat menyebabkan penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko
fraktur pinggul. Asupan sehat dan cukup vitamin A dapat dipastikan dengan beta-karoten dari
sumber tanaman, sayuran terutama oranye dan kuning.
g.    Kombinasi suplemen vitamin D dan kalsium
Pada klien dengan obat-yang menyebabkan osteoporosis, kombinasi dari kedua nutrisi
tampaknya bermanfaat signifikan dalam mengurangi kehilangan tulang lebih lanjut. Suplemen
vitamin D (500 sampai 800 IU/hari) dan kalsium (1200-1300 mg/hari) juga telah ditemukan
meningkatkan kepadatan tulang dan penurunan kehilangan tulang dan risiko patah tulang pada
wanita dewasa yang lebih tua. Klien wanita dengan diagnosa osteoporosis harus mendapatkan
asupan kalsium total dari pola makan dan suplemen sekitar 1500 mg/hari dalam dosis terbagi tiga
atau lebih, ditambah sedikitnya 400 sampai 800 IU vitamin D setiap hari. Namun, klien yang
tidak berisiko tinggi untuk osteoporosis mungkin tidak memerlukan suplemen kalsium. Hal ini
terutama berlaku untuk pria, yang mungkin memiliki peningkatan risiko terkena kanker prostat
jika mereka mengkonsumsi terlalu banyak kalsium atau susu. (Iwan Sain, S. Kep, ASKEP Pada
Klien Dengan Gangguan Metabolime Tulang : OSTEOPOROSIS.pdf)

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
Ny. M, umur 56 tahun datang ke IGD RSAS dengan keluhan nyeri di pinggul. Keluhan nyeri ini
sering muncul sejak 1 bulan yang lalu. keluhan nyeri pinggul juga tidak berkurang meskipun
sudah meminum obat yang dibeli di pasar. Ny. M mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas
sehari-hari karena nyeri yang dirasakan. Siklus menstruasi Ny. M sudah berhenti sejak 3 tahun
yang lalu. dari hasil pemeriksaan, didapatkan TD: 130/90 mmHg, N: 96 kali/menit, S: 36ºC, RR:
24 kali/menit. Hasil pengukuran Bone Mineral Density (BMD): - 3,5 mg/dl
2.2    Analisa Data
No. Data Masalah Keperawatan
1. DS : Nyeri akut
-       Klien mengeluh nyeri di
pinggul.
-       Keluhan nyeri ini sering
muncul sejak 1 bulan yang
lalu
-       Klien mengatakan tidak bisa
melakukan aktivitas sehari-
hari karena nyeri yang
dirasakan
-       Siklus menstruasi Ny. M
sudah berhenti sejak 3 tahun
yang lalu.
DO :
-      TD: 130/90 mmHg
-      N: 96 kali/menit
-      S: 36ºC
-      RR: 24 kali/menit
-      Hasil pengukuran Bone
Mineral Density (BMD): - 3,5
mg/dl

2.3    Diagnosa Keperawatan


1.      Nyeri akut.
2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria
Diagnosa Intervensi
. Hasil
1. Nyeri akut. NOC: Manajemen Nyeri:
Definisi: 1.       Tingkat kenyamanan  Kaji secara komphrehensif
Pengalaman sensori dan
2.       Kontrol nyeri tentang nyeri, meliputi:
emosi yang tidak
3.       Tingkat nyeri lokasi, karakteristik dan
menyenangkan akibat onset, durasi, frekuensi,
adanya kerusakan Tujuan dan Kriteria kualitas,
jaringan yang aktual atau Hasil: intensitas/beratnya nyeri,
potensial, atau Setelah dilakukan dan faktor-faktor
digambarkan dengan tindakan keperawatan presipitasi.
istilah seperti selama 2x24  
jam Gunakan komunkasi
(International nyeri klien teratasi, terapeutik agar pasien
Association for the dengan indicator: dapat mengekspresikan
Study of Pain); awitan   Tingkat kenyamanan. nyeri
yang tiba-tiba atau Dapat  
melakukan Kaji tingkat
perlahan dengan aktivitas seperti biasa keetidaknyamanan pasien
intensitas ringan sampai tanpa harus dan catat perubahan
berat dengan akhir yang merasakan nyeri. dalam catatan medik dan
dapat diantisipasi atau     Kontrol nyeri informasikan kepada
dapat diramalkan dan Mampu mengenali seluruh tenaga yang
durasinya kurang dari faktor penyebab menangani pasien
enam bulan.  Mampu melaporkan   Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap
Batasan Karakteristik: gejala pada tenaga kualitas hidup: pola tidur, nafsu makan,
-       Klien mengeluh nyeri di kesehatan aktifitas kognisi, mood, relationship,
pinggul.  Mampu mengenali
pekerjaan, tanggungjawab peran.
-       Keluhan nyeri ini sering gejala-gejala nyeri
  Berikan informasi
muncul sejak 1 bulan   Tingkat nyeri
tentang nyeri, seperti:
yang lalu  Mampu melaporkan
penyebab, berapa
-       Klien mengatakan tidak adanya nyeri,
lama terjadi, dan
bisa melakukan aktivitas frekuensi nyeri dan tindakan pencegahan.
sehari-hari karena nyeri episode lamanya   Kontrol faktor-faktor
yang dirasakan nyeri. lingkungan yang dapat
-       Siklus menstruasi Ny. M Tanda-tanda vital mempengaruhi respon
sudah berhenti sejak 3 kembali normal. pasien terhadap
tahun yang lalu. ketidaknyamanan  (ex:
-      TD: 130/90 mmHg temperatur ruangan,
-      N: 96 kali/menit penyinaran, dll).
-      S: 36ºC   Anjurkan pasien untuk
-      RR: 24 kali/menit memonitor sendiri
-      Hasil pengukuran Bone nyeri.
Mineral Density (BMD):   Modifikasi tindakan
- 3,5 mg/dl mengontrol nyeri
Faktor-Faktor yang berdasarkan respon
berhubungan: pasien.
Agens-agens penyebab
  Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup.
cedera, berupa agen
  Lakukan teknik variasi untuk menguran
biologis dan kimia.
(farmakologi, nonfarmakologi, dan interperson
  Kolaborasikan dengan pasien, orang terdekat d
profesional lain unntuk memilh tenik non farm
Pemberian Analgesik:
  Cek catatan medis untuk jenis obat, dosis, dan
pemberian analgetik.
  Kaji adanya alergi obat.
  Monitor tanda vital sebelum dan sesudah p
analgetik narkotik saat pertama kali atau jika mun
yang tidak biasanya.
  Kaji kebutuhan akan kenyamanan atau aktivitas lain
membantu relaksasi untuk memfasilitasi respon an
  Evaluasi kemampuan pasien untuk berpartisipasi da
pemilihan jenis analgetik, rute, dan dosis yang aka
digunakan.
  Pilih analgetik atau kombinasi analgetik yang sesuai
menggunakan lebih dari satu obat.
  Tentukan pilihan jenis analgetik (narkotik, non-nark
NSAID/obat anti inflamasi non steroid) bergantung
dan beratnya nyeri.
  Berikan analgetik sesuai jam pemberian.
  Informasikan kepada individu dengan pemberian na
mengantuk kadang-kadang muncul pada 2 atau 3 h
pertama kemudian berkurang
  Ajarkan tentang kegunaan anlgetik, strategi untuk
menurunkan efek samping, dan harapan untuk kete
pembuatan keputusan tentang penurunan nyeri.
  Dokumentasikan respon analgetik dan efek yang mu
  Kolaborasikan dengan dokter jika obat, dosis, dan ru
pemberian, atau perubahan interval diindikasikan,
rekomendasi spesifik berdasar pada prinsip kesama
analgetik.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. OSTEOPOROSIS(Askep Osteoporosis.pdf). http://www.4shared.com/office/rBkkM-


fK/Askep_Osteoporosis.html, diakses pada 10 September 2013 13.20 WITA.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Lane, Nancy E. 2001. Lebih Lengkap Tentang: Osteoporosis. Jakarta: Fajar Interpratama Offset.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 2. Jakarta: EGC.
Sain, Iwan S.Kep. ASKEP Pada Klien Dengan Gangguan Metabolime Tulang :
OSTEOPOROSIS(41_2.pdf). diakses pada 10 September 2013 13.15 WITA.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA, intervensi
NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai