Askep Osteoporosis
Askep Osteoporosis
Posted in
03.24
BAB I
KONSEP MEDIK
1.1 Definisi
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostatis normal, kecepatan resorbsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan massa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah fraktur dengan stress
yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal. (Keperawatan Medikal Bedah,
2335)
Osteoporosis adalah penurunan massa tulang yang disebabkan karena meningkatnya
resorbsi tulang melebihi pembentukan tulang. Dua penyebab ketidakseimbangan ini yang paling
penting adalah fungsi gonad yang menurun dan proses penuaan normal. (Patofisiologi volume 2,
1359)
Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah penyakit
skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan mikroarsitektur
dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang dan meningkatnya kerentanan
terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang
total.
1.2 Etiologi
1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen
yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun
mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun,
wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang
trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid
meningkat.
3. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko
terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu
alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria
dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
4. Keturunan Penderita Osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah. Osteoporosis
menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk
tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
5. Gaya Hidup Kurang Baik
a. Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor yang
merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
b. Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan
rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University
Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein
dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak
mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein
dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
c. Malas Olahraga
Mereka yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses
pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak
gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.
d. Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena
osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan
tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang
sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping
itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan
tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses
pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara
langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan
terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek
rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah
berhenti.
e. Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akanmengambil kalsium
dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.(Nancy E. Lane, Osteoporosis, 2001)
6. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi
ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi
akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu,
obat heparin dan anti kejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter
sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.
Tulang adalah jaringan dinamis yang diatur oleh faktor endokrin, nutrisi, dan aktivitas fisik.
Biasanya penanganan gangguan tulang terutama osteoporosis hanya fokus pada masalah hormon
dan kalsium, jarang dikaitkan dengan olahraga. Padahal, Wolff sejak 1892 menyarankan bahwa
olahraga sangatlah penting.
Osteoporosis (kekeroposan tulang) adalah proses degenerasi pada tulang. Mereka yang sudah
terkena perlu berolahraga atau beraktivitas fisik sebagai bagian dari pengobatan. Olahraga teratur
dan cukup takarannya tidak hanya membentuk otot, melainkan juga memelihara dan
meningkatkan kekuatan tulang. Dengan demikian, latihan olahraga dapat mengurangi risiko jatuh
yang dapat memicu fraktur (patah tulang). (Mulyaningsih, 2008).
1.3 Prognosis
Osteoporosis merupkan masalah kesehatan yang utama. Berdasarkan data dari Third
National Health and Nutrition Examination Survey, yang mencakup pengukuran densitas
mineral tulang pada pinggul, 20% wanita dan 5% pria berusia 50 tahun keatas menderita
osteoporosis. Densitas tulang yang rendah merupakan penyebab utama dari meningkatnya resiko
retak atau patah tulang. Kira-kira 250,000 kasus patah tulang terjadi setiap tahun. Dari data dapat
disimpulkan bahwa pria dan wanita yang mengalami patah tulang pinggul mengalami tingkat
mortalitas tinggi, sedangkan yang berhasil sembuh setelah dirawat memiliki resiko cacat jangka
panjang.
Osteoporosis merupakan akibat dari kombinasi berkurangnya masa puncak tulang dan
meningkatnya masa otot yang hilang. Masa puncak tulang biasanya dicapai pada usia 20-an dan
tergantung pada faktor keturunan pada masa anak-anak dan remaja. Hal ini merupakam masalah
kesehatan yang serius karena hamper 1 dari 4 wanita berusia di atas 65 tahun, 1 dari 2 wanita
berusia di atas 80 tahun akan mengalami penyakit ini. (Iwan Sain, S. Kep, ASKEP Pada Klien
Dengan Gangguan Metabolime Tulang : OSTEOPOROSIS.pdf)
1.6 Patofisiologi
Didalam kehidupan, tulang akan selalu mengalami proses perbaharuan. Tulang memiliki
2 sel, yaitu osteoklas (bekerja untuk menyerap dan menghancurkan/merusak tulang) dan
osteoblas (sel yang bekerja untuk membentuk tulang). (Compston, 2002). Tulang yang
sudah tua dan pernah mengalami keretakan, akan dibentuk kembali. Tulang yang sudah
rusak tersebut akan diidentifikasi oleh sel osteosit (sel osteoblas menyatu dengan matriks
tulang). (Cosman, 2009) Kemudian terjadi penyerapan kembali yang dilakukan oleh sel
osteoklas dan nantinya akan menghancurkan kolagen dan mengeluarkan asam. (Tandra,
2009) Dengan demikian, tulang yang sudah diserap osteoklas akan dibentuk bagian tulang
yang baru yang dilakukan oleh osteoblas yang berasal dari sel prekursor di sumsum tulang
belakang setelah sel osteoklas hilang. (Cosman, 2009) Proses remodelling tulang tersebut dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 4: Siklus remodelling tulang, Cosman, 2009
Menurut Ganong, ternyata endokrin mengendalikan proses remodeling tersebut. Dan hormon
yang mempengaruhi yaitu hormon paratiroid (resorpsi tulang menjadi lebih cepat) dan estrogen
(resorpsi tulang akan menjadi lama). Sedangkan pada osteoporosis, terjadi gangguan pada
osteoklas, sehingga timbul ketidakseimbangan antara kerja osteoklas dengan osteoblas.
Aktivitas sel osteoclas lebih besar daripada osteoblas. Dan secara menyeluruh massa tulang
pun akan menurun, yang akhirnya terjadilah pengeroposan tulang pada penderita osteoporosis.
(Ganong, 2008) Gambar 5 menunjukan perbedaan tulang yang normal dan tulang yang sudah
mengalami pengeroposan.
Gambar diatas menunjukan bahwa terjadi percepatan pertumbuhan tulang, yang mencapai
massa puncak tulang pada usia berkisar 20 - 30 tahun, kemudian terjadi perlambatan
formasi tulang dan dimulai resorpsi tulang yang lebih dominan. Keadan ini bertahan sampai
seorang wanita apabila mengalami menopause akan terjadi percepatan resorpsi tulang,
sehingga keadaan ini tulang menjadi sangat rapuh dan mudah terjadi fraktur.
Setelah usia 30 tahun, resorpsi tulang secara perlahan dimulaiN akhirnya akan lebih
dominan dibandingkan dengan pembentukan tulang. Kehilangan massa tulang menjadi
cepat pada beberapa tahun pertama setelah menopause dan akan menetap pada beberapa
tahun kemudian pada masa postmenopause. Proses ini terus berlangsung pada akhirnya
secara perlahan tapi pasti terjadi osteoporosis. Percepat osteoporosis tergantung dari hsil
pembentukan tulang sampai tercapainya massa tulang puncak.
Massa tulang puncak ini terjadi sepanjang awal kehidupan sampai dewasa muda.
Selama ini, tulang tidak hanya tumbuh tetapi juga menjadi solid. Pada usia rata-rata 25 tahun
tulang mencapai pembentuk massa tulang puncak. Walaupun demikian massa puncak tulang
ini secara individual sangat bervariasi dan pada umumnya pada laki-laki lebih tinggi
dibanding pada wanita. Massa puncak tulang ini sangatlah penting, yang akan menjadi
ukuran seseorang menjadi risiko terjadinya fraktur pada kehidupannya. Apabila massa
puncak tulang ini rendah maka akan mudah terjadi fraktur kan saja, tetapi apabila tinggi makan
akan terlindung dari ancaman fraktur. Faktor faktor yang menentukan tidak tercapainya massa
tulang puncak sampai saai ini belum dapat dimengerti sepenuhnya tetapi diduga terdapat
beberapa faktor yang berperan, yaitu genetik, asupan kalsium, aktifitas fisik, dan
hormon seks. Untuk memelihara dan mempertahan massa puncak tulang adalah dengan diet,
aktifitas fisik, status reproduktif, rokok, kelebihan konsumsi alkohol, dan beberapa obat
(Permana, 2009).
1.7 Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Berbagai fraktur yang terjadi akibat
komplikasi dari osteoporosis antara lain ; fraktur vertebra, fraktur pinggul, fraktur femur, fraktur
pergelangan tangan, dan berbagai macam fraktur lainnya. (Askep Osteoporosis.pdf)
1.9 Penatalaksanaan
1. Pengobatan
Pengobatan osteoporosis difokuskan kepada memperlambat atau menghentikan kehilangan
mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan mengontrol nyeri sesuai dengan penyakitnya.
tujuan dari pengobatan ini adalah mencegah terjadinya fraktur (patah tulang).
Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas dan
atau meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-obat yang beredar pada umumnya
bersifat anti resorpsi. Yang termasuk obat antiresorpsi misalnya: esterogen, kalsitonin,
bifosfonat. Sedangkan Kalsium dan Vitamin D tidak mempunyai efek antiresorpsi maupun
stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses
pembentukan tulang oleh sel osteoblas.
a. Estrogen
Mekanisme estrogen sebagai antiresorpsi, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun sel
osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian terapi estrogen dalam pencegahan dan pengobatan
osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon (TSH). Estrogen sangat baik diabsorbsi
melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran cerna. Efek samping estrogen meliputi nyeri payudara
(mastalgia), retensi cairan, peningkatan berat badan, tromboembolisme, dan pada pemakaian
jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Kontraindikasi absolut penggunaan
estrogen adalah: kanker payudara, kanker endometrium, hiperplasi endometrium, perdarahan
uterus disfungsional, hipertensi, penyakit tromboembolik, karsinoma ovarium, dan penyakit hait
yang berat Beberapa preparat estrogen yang dapat dipakai dengan dosis untuk anti resorpsi,
adalah estrogen terkonyugasi 0,625 mg/hari, 17-estradiol oral 1 Ð 2mg/ hari, 17-estradiol
perkutan 1,5 mg/hari, dan 17-estradiol subkutan 25 Ð 50 mg setiap 6 bulan. Kombinasi estrogen
dengan progesteron akan menurunkan risiko kanker endometrium dan harus diberikan pada
setiap wanita yang mendapatkan TSH, kecuali yang telah menjalani histerektomi.
Saat ini pemakaian fitoestrogen (isoflavon) sebagai suplemen mulai digalakkan
pemakaiannya sebagai TSH. Beberapa penelitian menyatakan memberikan hasil yang baik untuk
keluhan defisiensi estrogen, atau mencegah osteoporosis. Fitoestrogen terdapat banyak dalam
kacang kedelai, daun semanggi.
Ada golongan preparat yang mempunyai efek seperti estrogen yaitu golongan Raloksifen
yang disebut juga Selective Estrogen Receptor Modulators (SERM). Golongan ini bekerja pada
reseptor estrogen-b sehingga tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian keganasan payudara.
Mekanisme kerja Raloksifen terhadap tulang diduga melibatkan TGF yang dihasilkan oleh
osteoblas yang berfungsi menghambat diferensiasi sel osteoklas.
b. Bifosfonat
Bifosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis. Bifosfonat
merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat yang diikat satu sama lain oleh
atom karbon. Bifosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh sel osteoklas dengan cara
berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas dengan cara mengurangi
produksi proton dan enzim lisosomal di bawah osteoklas. Pemberian bifosfonat secara oral akan
diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya sangat buruk (kurang dari 55 dari dosis yang diminum).
Absorpsi juga akan terhambat bila diberikan bersama-sama dengan kalsium, kation divalen
lainnya, dan berbagai minuman lain kecuali air. Idealnya diminum pada pagi hari dalam keadaan
perut kosong. Setelah itu penderita tidak diperkenankan makan apapun minimal selama 30 menit,
dan selama itu penderita harus dalam posisi tegak, tidak boleh berbaring. Sekitar 20 Ð 50%
bifosfonat yang diabsorpsi, akan melekat pada permukaan tulang setelah 12 Ð 24 jam. Setelah
berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas, bifosfonat akan tetap berada di dalam
tulang selama berbulan-bulan bahkan bertahuntahun, tetapi tidak aktif lagi. Bifosfonat yang tidak
melekat pada tulang, tidak akan mengalami metabolism di dalam tubuh dan akan diekresikan
dalam bentuk utuh melalui ginjal, sehingga harus hati-hati pemberiannya pada penderita gagal
ginjal..
Generasi Bifosfonat adalah sebagai berikut:
1) Generasi I : Etidronat, Klodronat
2) Generasi II: Tiludronat, Pamidronat, Alendronat
3) Generasi III: Risedronat, Ibandronat, Zoledronat
Hormon lain: hormon-hormon ini akan membatu meregulasi kalsium dan fosfat dalam tubuh
dan mencegah kehilangan jarungan tulang.
1) Kalsitonin
2) Teriparatide
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
Ny. M, umur 56 tahun datang ke IGD RSAS dengan keluhan nyeri di pinggul. Keluhan nyeri ini
sering muncul sejak 1 bulan yang lalu. keluhan nyeri pinggul juga tidak berkurang meskipun
sudah meminum obat yang dibeli di pasar. Ny. M mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas
sehari-hari karena nyeri yang dirasakan. Siklus menstruasi Ny. M sudah berhenti sejak 3 tahun
yang lalu. dari hasil pemeriksaan, didapatkan TD: 130/90 mmHg, N: 96 kali/menit, S: 36ºC, RR:
24 kali/menit. Hasil pengukuran Bone Mineral Density (BMD): - 3,5 mg/dl
2.2 Analisa Data
No. Data Masalah Keperawatan
1. DS : Nyeri akut
- Klien mengeluh nyeri di
pinggul.
- Keluhan nyeri ini sering
muncul sejak 1 bulan yang
lalu
- Klien mengatakan tidak bisa
melakukan aktivitas sehari-
hari karena nyeri yang
dirasakan
- Siklus menstruasi Ny. M
sudah berhenti sejak 3 tahun
yang lalu.
DO :
- TD: 130/90 mmHg
- N: 96 kali/menit
- S: 36ºC
- RR: 24 kali/menit
- Hasil pengukuran Bone
Mineral Density (BMD): - 3,5
mg/dl